Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Sagita Novianty P.
"Penelitian tentang stres dan akibat yang ditimbulkannya lebih sering berfokus pada perawat pada umumnya, dan sedikit perhatian diberikan kepada perawat yang bekerja di Unit psikiatri/Rumah Sakit Jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat stresor kerja dan faktor risiko lainnya dengan timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional pada perawat di rumah sakit jiwa. Penelitian ini mengunakan kuesioner Survey Diagnostik Stres, Symptom Check List (SCL-90), dan Skala Holmes Rahe pada 79 perawat yang terlibat langsung dengan penderita gangguan jiwa. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi kecenderungan gangguan mental emosional sebesar 26,6%. Status belum menikah meningkatkan risiko untuk mendapatkan kecenderungan gangguan mental emosional yaitu sebesar 12,92 kali.( p=0,003, OR suaian = 12,92 , 95% IK =2,40-69,50 ). Bagian tempat kerja bangsal akut, kerja gilir dan stresor ketaksaan peran dengan tingkat stres sedang-berat juga memiliki hubungan yang bermakna dengan timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional. Dapat disimpulkan bahwa status belum menikah adalah stresor yang paling dominan terhadap timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional sementara faktor di luar pekerjaan tidak berhubungan dengan timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional. Rumah sakit disarankan untuk mengadakan pusat konseling khusus bagi perawat yang belum menikah, kegiatan kegiatan bulanan khusus bagi karyawan yang belum menikah, kegiatan penyuluhan, team building, rotasi kerja gilir perawat, dan penetapan job description yang jelas agar didapatkan perawat yang sehat secara fisik dan mental.

Research on stress and its consequences  often focused on nurses in general, little attention is given to nurses who work in a psychiatric ward/mental hospital. This research aimed to find  association between job stressors and other risk factors to the onset of mental emotional disorders tendency to nurse in a mental hospital. The research was conducted by using, Survey Diagnostic Stres, Symptom Check List (SCL-90), and Holmes Rahe Scale questionaire to 79 nurses directly involved with mental disorders patients. Results showed the prevalence of mental emotional disorders tendency of 26.6%. Unmarried marital status have a significant association with the onset of mental emotional disorders tendency in the amount of 12.92 times. ( p=0,003, OR adjusted = 12,92, 95% IK =2,40-69,50). Acute ward, shift work and role ambiguity with moderate-severe stress levels also had a significant association with the onset of mental emotional disorders  tendency. It can be concluded that  unmarried marital status is the most dominant stressors on the incidence of mental emotional disorders tendency while factors outside the job does not have a significant association with the onset of mental emotional disorders tendency. Hospital are advised to conduct a counseling center specifically for nurses who are unmarried, held a special monthly events, team building, job rotation, and setting a clear job description in order to  avoid any mental emotional disorders among unmarried nurses."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zackya Yahya Setiawan
"Latar belakang dan Tujuan
Pekerja redaksi merupakan aset utama bagi suatu perusahaan media cetak. Mereka bekerja dengan deadline yang sangat ketat, etch karena itu mereka harus senantiasa sehat secara fisik, mental dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan stres kerja dan hubungannya dengan kecenderungan gejala gangguan, mental emosional.
Metode
Penelitian ini menggunakan disain potong melintang dengan analisis perbandingan internal. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosiodemografi responden, karakteristik lingkungan kerja, data pengukuran stres kerja dengan menggunakan kuesioner Survey Diagnostic Stress, data pengukuran kecenderungan gejala gangguan mental emosional dengan Symptom]) Check List 90 (SCL-90), serta data pengukuran tingkat kebisingan, pencahayaan, dan suhu kelembaban di lingkungan kerja.
Hasil
Dari 100 responden didapatkan prevalensi kecenderungan gejala gangguan mental sebesar 58% dengan kecenderungan gejala terbanyak adalah psikolism 36%, somatisasi dari paranoid masing-masing 33%, serta obsesif-konvulsif 29%. Stres kerja bemakna berhubungan dengan kecenderungan gejala gangguan mental emosional melalui stresor pengembangan karma (p 0.00, OR 13.75, CI 3.69-51.11). Jenis stresor kerja yang dominan terhadap stres kerja adalah beban kerja berlebih kuantitatif 83%. Faktor karakteristik yang bermakna berhubungan dengan stres kerja adalah pendidikan pada stresor beban kerja berlebih kuantitatif (p 0.00, OR 0.17, CI 0.05-0.52), masa kerja pada stresor konflik peran (p 0.04, OR 2 72, CI 1.04-7.09), dan olah raga pada stresor tanggung jawab terhadap orang lain (p 0.00, OR 4.66, Cl 1.66-13.08). Faktor kebiasaan yang bermakna berhubungan dengan sires kerja adalah merokok pada stresor tanggung jawab terhadap orang lain
(p 0.00, OR 4.77, CI 1.37-1L64 ).
Kesimpulan
Stres kerja mcmpunyai hubungan bermakna dengan kecenderungan gejala gangguan mental emosional melalui stresor pengembangan karir. Pendidikan werupakan faktor protektif lerhadap stres kerja pada stresor beban kerja berlebih kuantitatif. Masa kerja pada stresor konflik peran dan olah raga pada stresor tanggung jawab terhadap orang lain berisiko terhadap stres kerja. Responden yang mengalami sires kerja karena stresor tanggung jawab terhadap orang lain berisiko mengkonsumsi rokok empat kali lebih banyak dibanding dengan responden yang tidak stres.

Background and Objectives
The journalist is a valuable asset for publishing company. They work with a very strict deadline and that requires them to have a good state of physical, mental. and social health. This research aims to find out the existance of work-related stress and its relationship with the tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder.
Method
This research uses a cross sectional design with internal comparison analysis. The data collected were respondent's characteristic of sociodemography, work environment's characteristic, measurement of work-related stress by using Survey iDisgnostic Stress questionnaire, data of the tendencies of acquiring symptom of mental emotional disorder by using Symptomp Check List 90 (SCL-90), and data measurement of noise, lighting, and moisture level within work environment.
Result
From 100 respondents, it was found that the prevalence of the tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder is 58% with tendency of phsycotism 36%, somatisation and paranoid symptoms each of 33%, and obsesive-convulsive 29%. There is significant relationship between work-related stress and the tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder on stressor of carrier development (p 0.00, OR 13.75, CI 3.69-51.111 The dominant stressor is role of overload quantitative 83%. The significant characteristic relationship to work-related stress is education on stressor of role of overload quantitative (p 0.00, OR 0.17, CI 0.05-0.52), work period on stressor of role of conflict (p 0.04, OR 2.72, CI 1.04-7.09), and time spent on exercise on stressor of responsibility for people (p 0.00, OR 4.66, CI 1.66-13.0a). Smoking has significant relationship to work-rclated stress on stressor of responsibility for people (p 0.00, OR 4. 77, CI 1.37-11.64).
Conclusion
Work-related stress has a significant relationship with the tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder on stressor of carrier development. Education is a work-related stress protective factor on stressor of role of overload quantitative. Work period on stressor of role of conflict and time spent on exercise on stressor of responsibility for people have a siginificant relationship to stress at work. Respondent who experiences work-related stress because of stressor of responsibility for people has a greater tendency to smoke four times more than one who does not experience it.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya Fadllah
"Klien gangguan jiwa merupakan salah satu dari kelompok rentan terdampak pandemi COVID-19. Kasus terkonfirmasi yang semakin banyak berdampak terhadap peningkatan jumlah klien gangguan jiwa dengan COVID-19, khususnya yang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa rujukan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna merawat klien gangguan jiwa dengan COVID- 19. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan penelitian adalah perawat kesehatan jiwa sebanyak 15 orang, yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam menggunakan pertanyaan semi terstruktur. Hasil wawancara dalam bentuk transkrip dianalisis dengan menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu pengalaman positif selama merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19, tantangan pemberian asuhan keperawatan klien gangguan jiwa dengan COVID-19, pengalaman fisik dan psikologis yang tidak menyenangkan, kesulitan fasilitas pendukung untuk stabilisasi masalah fisik, dan harapan perawat kesehatan jiwa dalam merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat kesehatan jiwa mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis sebelum bertugas, meningkatkan kompetensinya terutama dalam perawatan masalah fisik klien gangguan jiwa dengan COVID-19.

Clients with mental disorders are one of the vulnerable groups affected by the COVID- 19 pandemic. The increasing number of confirmed cases has an impact on the increase in the number of clients with mental disorders with COVID-19, especially those undergoing treatment at a referral mental hospital. The purpose of this study was to gain an in-depth understanding of the meaning of caring for clients with mental disorders with COVID-19. This study uses a qualitative design with a descriptive phenomenological approach. The research participants were 15 mental health nurses, which were obtained by purposive sampling technique. Methods of collecting data with in-depth interviews using semi-structured questions. The results of the interviews in the form of transcripts were analyzed using the Colaizzi technique. The results of the study produced five themes, namely positive experiences while caring for clients with mental disorders with COVID-19, challenges in providing nursing care for clients with mental disorders with COVID-19, unpleasant physical and psychological experiences, difficulties with supporting facilities for stabilizing physical problems, and expectations of mental health nurses in treating clients with mental disorders with COVID-19. This study recommends that mental health nurses to prepare physically and psychologically before serving, increase their competence, especially in treating physical problems for clients with mental disorders and COVID-19."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Cherry Chaterina
"ABSTRAK
Pendahuluan : Anak yang mengalami kekerasaan seksual memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan jiwa dan faktor sosio-demografi  dinilai memengaruhi timbulnya gangguan jiwa tersebut. Tujuan penelitian untuk melihat gambaran profil sosio-demografi pada anak yang mengalami kekerasan seksual serta melihat hubungan antara profil sosio-demografi tersebut dengan gangguan jiwa.
Metode : Penelitian obsevasional dengan rancangan studi analitik potong lintang yang dilakukan pada Februari 2017 hingga Juli 2018 dengan melibatkan 101 anak di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner data demografi, SPM dan CPM untuk kapasitas intelektual serta MINI-KIDS untuk penilaian gangguan jiwa. Analisis data menggunakan uji chi-aquare  dan Fisher-exact test untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil kekerasan seksual terjadi 40,6% pada usia kanak  dan 70,3% subjek berjenis kelamin perempuan. Sejumlah 35,7% subjek memiliki kapasitas intelektual di bawah rata-rata. Jenis kekerasan seksual terbanyak (64,3%) adalah kekerasan seksual kontak dengan penetrasi. Psikopatologi terbanyak adalah gangguan penyesuaian dengan afek depresi (18,9%), sementara gangguan stres pasca trauma sebesar 2%. Gangguan penyesuaian umumnya dialami setelah anak menghadapi stressor lain pasca kejadian kekerasan seksual. Usia pertama kali mengalami kekerasan seksual, kapasitas intelektual anak dan jenis kekerasan seksual adalah faktor sosio-demografi  yang berkorelasi positif dengan timbulnya gangguan jiwa (p<0,01).
Kesimpulan : Pada penelitian ini disimpulkan ada hubungan antara faktor usia pertama kali mengalami kekereasan seksual, kapasitas intelektual anak dan jenis kekerasan seksual dengan gangguan jiwa pada anak yang mengalami kekerasan seksual.

ABSTRACT
Introduction : Children who experienced sexual violence have greater risk of experiencing mental disorders and socio-demographic factors are considered to influence this condition. The aim of this study is to know the socio-demographic profile of children who experienced sexual violence and to see the association between socio-demographic profile and mental disorders.
Method : It was a cross sectional analytic study, conducted from February 2017 to July 2018, involving 101 children in Cipto Mangunkusumo Hospital and the Integrated Service Center for Women and Children Empowerment (P2TP2A) Jakarta. The data was collected by using demographic questionnaires, SPM, CPM, MINI-KIDS. Data analysis would be done by SPSS for windows.
Result : The study show sexual violence occurred 40.6% at school age and 70.3% in girls. A third subject (35.7%) had below average intellectual capacity. Most common type of sexual violence (64.3%) is contact with penetration. Most psychopathology is adjustment disorder (18.9%) while posttraumatic stress disorder is 2%. Adjustment disorders occured when child faces another stressor after sexual violence. Sosio-demographic factors that are positively correlated with mental disorders are age of having sexual violence for the first time, intellectual capacity of children and type of sexual violence.(p <0.01).
Conclusion : Socio-demographic factors associated with mental disorders in children who experienced sexual violence are age of having sexual violence for the first time, intellectual capacity of children and type of sexual violence."
2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Suwarni
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Perawat kesehatan merupakan sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam kegiatan rumah sakit. Perawat kesehatan selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, seperti beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif, kerja gilir, risiko penularan, tanggung jawab tugas, dan sebagainya. Semua masalah ini dapat merupakan stresor kerja yang akan berdampak pada kesehatan jiwa perawat, diantaranya gangguan mental emosional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stresor kerja dengan gangguan mental emosional di kalangan perawat kesehatan.Unluk menganalisis hubungan antara stresor kerja dengan gangguan mental emosional pada perawat kesehatan RSUPNCM Jakarta, digunakan dua macam instrumen. Pengukuran stres kerja dipergunakan instrumen kuesioner Survai Diagnostik Stres. Penilaian gangguan mental emosional dipergunakan instrumen kuesioner Symptom Check List 90 (SCL9O). Penelitian ini menggunakan disain studi potong lintang(cross sectional), terhadap 300 subjek penelitian yang terdiri dari perawat rawat inap dan rawat jalan. Analisis dilakukan dengan cara analisis bivariate, dilanjutkan analisis multivariat regresi dengan cara analisis regresi linear ganda.
Hasil dan kesimpulan: Perawat rawat inap lebih stres dibandingkan perawat rawat jalan. Stresor pada perawat rawat inap didominasi oleh beban kualitatif dan konflik peran. Prevalensi gangguan mental emosional pada perawat kesehatan 17,7%. Perawat rawat inap lebih banyak mengalami gangguan mental emosional dibandingkan perawat rawat jalan. Ada hubungan bermakna antara stresor kerja dengan gangguan mental emosional. Pada derajat sires tinggi, yang mempunyai hubungan bermakna dengan dengan gangguan mental emosional adalah stresor ketaksaan peran. Risiko terjadinya gangguan mental emosional pada stresor ini adalah 5,8 kali lebih tinggi dibandingkan derajat stres rendah. Pada derajat stres sedang, yang ada hubungan bermakna dengan gangguan mental emosional adalah stresor tanggung jawab, pengembangan karier, beban kuantitatif, dan konflik peran, dengan risiko tertinggi pada stresor tanggung jawab. Pada stresor tanggung jawab, risiko terjadinya gangguan mental emosional perawat yang mengalami stres derajat sedang adalah 3,54 kali dibandingkan stres rendah. Pada analisis multivariat, stresor kerja yang ada hubungan bermakna dengan gangguan mental emosional adalah stresor tanggung jawab. Karakteristik subjek yang ada hubungan bermakna dengan stres kerja adalah variabel bagian (rawat inap/rawat jalan).

Scope and study method: Nurses are human recourses who are direct involved in hospital activity. Nurses are often confronted with many problems such as qualitative overload, quantitative overload, shift work, job responsibilities, and contaminated risk. All of the problems are occupational stressors which result in mental health of nurses, such as emotional disorders. The purpose of this study is to find the relationship between occupational stress and mental emotional disorders among health nurses at RSUPNCM in Jakarta. The Survey Diagnostic Stress questionnaire was used to measure the occupational stress and the SCL 90 questionnaire was used to measure the mental emotional disorders. This study design was a cross sectional design with a sample of 300 subjects. Collected data was processed using bivariate analysis and multivariate analysis.
Results and conclusions: Ward nurses were more stressful) than ambulatory nurses. Stressors of ward nurses were dominated by qualitative overload and career development. Stressors of ambulatory nurses were dominated by qualitative overload and role conflict. Prevalence of mental emotional disorders on nurses are 17.7%. There were significant relationship between occupational stress with mental emotional disorders. In high level stress, stressors which having significant relationship with mental emotional disorders was role ambiguity. Mental emotional disorders risk of this stressor is 5.8 times more than low level stress. In the moderate stress, stressors which having significant relationship with mental emotional disorders was responsibility stressor, career development, quantitative overload, and role conflict. The highest risk was responsibility stressor. For responsibility stressor, nurses with moderate stress experience have a risk of mental emotional disorders 3,45 times more than nurses with low stress. By multivatriate analysis, occupational stressor with significant relationship to mental emotional disorders was responsibility stressor. Subject characteristics with significant relationship to the stress was unit variable ( ward nurses/ambulatory nurses).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresna Lintang Pratidina
"Gangguan mental emosional, atau yang biasa disebut dengan distres psikologik, merupakan salah satu penyebab disabilitas pada negara ekonomi menengah ke bawah. Gangguan neuropsikiatri ini merupakan penyumbang sepertiga disabilitas yang dinilai dengan disability adjusted life years (DALYs). Banyak faktor yang memengaruhi gangguan mental ini. Selain karakteristik responden seperti umur dan jenis kelamin, banyak penelitian yang menemukan bahwa keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan mental seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan mental emosional ditinjau dari keberadaan RTH dan karakteristik responden. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara untuk mendapatkan data mengenai status mental, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan responden, data sekunder dari Bappeda, BPLH, dan Dinas Tata Kota Bekasi untuk mengetahui jumlah RTH di wilayah penelitian.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 23,3% responden di Kecamatan Jatiasih mengalami gangguan mental emosional. Faktor risiko tertinggi yang berhubungan signifikan dengan gangguan mental emosional pada responden yaitu tingkat pendidikan (OR = 4,206) dan status pekerjaan (OR = 2,306). Tidak ada hubungan yang signifikan antara RTH dan gangguan mental emosional.

Emotional mental disorders, or commonly referred to as psychological distress, are one cause of disabilities in the lower middle economies. Neuropsychiatric disorders is a third contributor to disability as measured by disability adjusted life years (DALYs). Many factors affect the mental disorder, such as depression and anxiety. In addition to respondent characteristics, e.g. age and gender, many studies found that the presence of green open space to be one of the factors that determine a person's mental health condition.
This study aims to determine the factors associated with emotional mental disorders in terms of the presence of green spaces and respondent characteristics. The study design for this reaseach was cross sectional. Data collected by interviews to obtain data regarding mental status, age, gender, education level, and employment status of the respondents, secondary data from Bappeda, BPLH, and Dinas Tata Kota Bekasi to determine the amount of green spaces in the study area.
The analysis showed that 23.3% of respondents in the Kecamatan Jatiasih suffered mental emotional disorder. The highest risk factors significantly associated to educational level (OR = 4,206) and employment status (OR = 2,306). There is no significant relationship between green space and mental emotional disorders.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Paulus Gunata
"Stresor dapat menyebabkan Gangguan Terkait Stres pada prajurit dan masalah yang dialami oleh prajurit dengan gangguan ini menghambat pelaksanaan tugas pokok dan perintah yang harus dilaksanakan, serta merusak hubungan dengan atasan ataupun rekan kerja hingga menimbulkan terjadinya berbagai pelanggaran, sehingga perlu adanya kebijakan serta sistem manajemen Combat Stress Control (CSC) yang tepat dan sesuai. Dengan adanya pengetahuan yang baik pada seluruh unsur pelayanan kesehatan jiwa mengenai stresor pada prajurit, kebijakan dan penerapan sistem manajemen pelayanan yang sesuai pada fasilitas kesehatan maka kesembuhan yang lebih optimal dapat dicapai dan berbagai dampak buruk dapat dicegah lebih dini. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Responden berjumlah 3 orang yang dipilih berdasarkan pusposive sampling dan penyaringan sesuai kriteria. Studi dilaksanakan selama 3 bulan dengan menggunakan instrumen Holmes and Rahe Stress Scale, Instrumen Penilaian Stres Psikososial, dan wawancara mendalam. Bertambahnya stresor dalam kehidupan, diperberat dengan stresor dalam penugasan dapat menyebabkan gangguan terkait stres pada prajurit, dan memperlambat kesembuhan serta memperluas dampak. Pelayanan dalam mengatasi hal ini pada Prajurit belum sesuai, sehingga diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ketidaksesuaiannya dan membuat sistem manajemen yang lengkap dan sesuai dalam pembekalan pengetahuan, sosialisasi, hingga pencegahan PTSD dan tatalaksana yang sesuai dengan unsur Brevity, Immediacy, Centrality, Expentancy, Proximity, Smplicity bagi prajurit yang mengalami PTSD mulai dari garis depan, fasilitas kesehatan kesatuan, hingga rumah sakit militer dan sistem koordinasinya dengan rumah sakit non militer, maupun dalam pengambilan keputusan oleh atasan.

Stress can cause stress related disturbance to soldiers and the problems experienced by soldiers with this disorder hinder the implementation of basic tasks and orders that must be carried out, as well as damage relationships with superiors or co-workers to cause various violations. It is a need to find a relationship between stressors and this disorder, and the need for policies and management systems in stress control for soldiers or Combat Stress Control (CSC), both in prevention and handling in combat units to referral health facilities. With good knowledge in all elements of mental health services regarding stressors for soldiers, policies and implementation of appropriate service management systems in health facilities, optimal healing can be achieved and various adverse effects can be prevented early. This is a qualitative study with a study case approach. Respondents in this study amounted to 3 people who were selected based on purposive sampling and filtering according to the criteria. The study was conducted for 3 months using the Holmes and Rahe Stress Scale instrument, the Psychosocial Stress Assessment Instrument, and in-depth interviews. The addition of stressors in life, compounded by stressors in assignment can cause stress-related disturbances in soldiers. Stressors can cause other stressors, slowing healing and extending the impact. Services in overcoming Stress-Related Disorders for Soldiers are not appropriate, so research is needed that aims to determine the mismatches so that they can be repaired and create a complete and appropriate management system in knowledge provision, socialization, prevention of PTSD and management in accordance with the elements of Brevity, Immediacy, Centrality , Expentancy, Proximity, Smplicity for soldiers experiencing PTSD starting from the front lines, unit health facilities, to military hospitals and their coordination system with non-military hospitals, as well as in decision making by superiors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zackya Yahya Setiawan
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan
Pekerja redaksi merupakan aset utama bagi suatu perusahaan media cetak. Mereka bekerja dengan deadline yang sangat ketat, oleh karena itu mereka harus senantiasa sehat secara fisik, mental dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan stres kerja dan hubungannta dengan kecenderungan gejala gangguan mental emosional.
Metode
penelitian ini menggunakan desain potong melintang dengan analisis perbandingan internal. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosiodemografi responden, karakteristik lingkungan kerja, data pengukuran stres kerja dengan menggunakan kuesioner Survey Symptomp Check List 90 (SCL-90), serta data pengukuran tingkat kebisingan, pencahayaan, dan suhu kelembaban di lingkungan kerja.
Hasil
Dari 100 responden didapatkan prevalensi kecenderungan gejala gangguan mental sebesar 38% dengan kecenderungan gejala terbanyak adalah psikotism 36%, somatisasi dan paranoid masing-masing 33% serta obsesif-konvulsif 29%. Stres kerja bermakna berhubungan dengan kecenderungan gejala gangguan mental emosional melalui stresor pengembangan karir (p 0.00, OR 13,75, CI 3.69.51.11). Jenis stres kerja yang dominan terhadap stres kerja adalah beban kerja berlebih kuantitatif 83%. Faktor karakteristik yang bermakna berhubungan dengan stres kerja adalah pendidikan pada stresor beban kerja berlebih kuantitatif (p 0.00, OR 0.17, CI 0.05-0.52), asa kerja pada stresor konflik kerja (p 0.04, OR 2.72, CI 1.04-7.09), dan olah raga pada stresor tanggung jawab terhadap orang lain (p 0.00 OR 4.66 CI 1.66-13.08 ). Faktor kebiasaan yang bermakna berhubungan dean stres kerja adalah merokok pada stres tanggung jawab terhadap orang lain (p 0.00 OR 4.77, CI 1.37-11.64).
Kesimpulan
Stres kerja mempunyai hubungan bermakna dengan kecenderungan gejala gangguan mental emosional melalui stres pengembangan karir. Pendidikan merupakan faktor protektif terhadap stres kerja pada stresor bebas kerja berlebih kuantitatif. Masa kerja pada stresor konflik peran dan olah raga pada stresor tanggung jawab terhadap orang lain berisiko mengkonsumsi rokok empat kali lebih banyak dibanding dengan responden yang tidak stres.

Background and Objectives
The joumalist is a valuable asset for publishing company. They work with a very strict deadline and that requires them to have a good state ol' physical, mental, and social health. This research aims to find out the existance of work-related stress and its relationship with die tendency of acquiring symptom ot' mental emotional disorder.
Method
This research uses a cross sectional design with internal comparison analysis. The data collected were respondent?s characteristic of sociodemograplty, work envirenmcnfs characteristic, measurement of work-related stress by using Survey Disgnostic Stress questionnaire, data of the tendencies of acquiring symptom of mental emotional disorder by using Sympromp Check Lis! 90 (SCL-90), and data measurement of noise, lighting, and moisture level within work environment.
Result
From 100 respondents, it was found that the prevalence ofthe tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder is 58% with tendency of phsyeotism 36%, somatisation and paranoid symptoms each of 33%, and obsesive-convulsive 29%. There is signilieant relationship between work-related stress and the tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder on stressor of carrier development (p 0.00, OR 13. 7.5, CI 3.69-51.11 ). The dominant stressor is role of overload quantitative 83%. The significant characteristic relationship to work-related stress is education on stressor of role of overload quantitative (p 0.00. OR 0.17, CI 0.05-052), work period on stressor of role of conflict (p 0.04, OR 2.72, CI L04-7.09), and time spent on exercise on strcssor of responsibility for people (p 0.00, OR 4.66, C7 1.66-l3.08). Smoking has significant relationship to work-related stress on stressor of responsibility for people (p 0. 00, OR 4. 77, CI 1.37-11.64).
Conclusion
Work-related stress has a signilieant relationship with the tendency of acquiring symptom of mental emotional disorder on strcssor of carrier development. Education is a work-related stress protective factor on strcssor of role of overload quantitative. Work period on stressor of role of conflict and time spent on exercise on strcssor of responsibility for people have a siginificant relationship to stress at work. Respondent who experiences work-related stress because of stressor of responsibility for people has a greater tendency to smoke tour times more than one who does not experience it.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D773
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livana Ph
"Gangguan jiwa merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik didunia maupun di Indonesia. Jumlah gangguan jiwa di Kabupaten Kendal meningkat sehingga meningkatnya stres pada keluarga. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat stres keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa berat di Poli Jiwa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Desain penilitian quasi eksperiment prepost test with control group dengan 96 sampel secara purposive sampling, 48 yang mandapat terapi dan 48 kelompok yang tidak mendapat terapi.
Hasil penelitian ada perbedaan yang bermakna antara tingkat stres responden pada kelompok yang mendapat dan yang tidak mendapat terapi relaksasi otot progresif (P Value= 0,001). Rekomendasi penelitian ini bahwa terapi relaksasi otot progresif sebaiknya diberikan pada keluarga klien gangguan jiwa yang merupakan care giver utama sebagai upaya mengatasi tingkat stres keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa.

Mental disorders are not contagious disease that is public health problem, both in the world and in Indonesia. In kendal the number of mental disorders increase so increasing the level of family stress. The purpose of this study to identify the effect of progressive muscle relaxation on the level of family stress in caring for clients of mental disorders in Poli Jiwa RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Quasi experiments research design pre-post test with control group with 96 sampels by purposive sampling ,48 groups received therapy and 48 groups did not receive therapy.
The results showed that a progressive muscle relaxation exercise significant difference between the stress levels in the group who received and did not receive therapy (P Value= 0.001). Recommendations of this research that progressive muscle relaxation therapy should be given to families who are clients of mental disorders as a primary care giver stress levels of families cope with caring for clients in mental disorders.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyoko
"Di Provinsi DKI Jakarta gangguan mental emosional khususnya pada lansia menjadi masalah seiring dengan bertambahnya jumlah lansia. Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi, distribusi dan perbedaan proporsi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan mental emosional pada lansia .Metode penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data Riskesdas tahun 2007. Hasil Penelitian prevalensi sebesar 21,1%, Berdasarkan umur proporsi gangguan mental emosional pada lansia lebih besar pada umur ≥ 70 tahun (21,0%), lebih besar pada jenis kelamin perempuan (26,0%), lebih besar pada tingkat pendidikan rendah (26,8%), lebih besar pada yang tidak bekerja (24,2%), lebih besar pada status ekonomi tinggi (24,1%), lebih besar pada anggota keluarga (25,3%), lebih besar pada yang cerai (30,6%), lebih besar pada yang menderita DM (31,6%), lebih besar pada yang menderita hipertensi (29,9%), lebih besar pada menderita gangguan sendi (26,2%) lebih besar pada yang kurus (27,4%) lebih besar pada yang tidak mandiri (46,5%).

In Jakarta Provincial mental disorders in the elderly in particular emotional an issue as the number of elderly. The research objective was to determine the prevalence, distribution and differences in the proportion of risk factors related with emotional mental disorder in the elderly. This method is a cross sectional study using data Riskesdas 2007. Research a prevalence of 21.1%, Based on the emotional life of the proportion of mental disorders in the elderly greater at age ≥ 70 years (21.0%), greater in the female sex (26.0%), greater in the low education level (26.8%), greater in that it does not work (24.2%), greater in the high economic status (24.1%), greater in family members (25.3%), greater in the divorce (30.6%), which suffer greater in DM (31.6%), greater in hypertensive (29.9%), greater in suffering from joint disorders (26.2%) greater in the lean (27.4%) was greater in the dependent (46.5%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>