Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136549 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdinandus Adri Pradhana
"Tujuan: Kondisi obesitas berpotensi menyebabkan kondisi stres oksidatif dalam tubuh. High Intensity Interval Training (HIIT) diyakini dapat membantu memperbaiki kondisi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas HIIT terhadap penanda stres oksidatif dan persentase lemak tubuh pada laki-laki dewasa muda dengan obesitas.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan uji pre-post pada satu kelompok perlakuan. Subjek penelitian adalah laki-laki obesitas berusia antara 18-30 yahun yang tidak melakukan latihan fisik rutin selama 6 bulan terakhir. Subjek mendapat intervensi HIIT selama 12 minggu dan diperiksa kadar SOD, MDA, serta komposisi tubuh pada awal dan akhir intervensi.
Hasil: Terdapat peningkatan SOD dan penurunan MDA namun tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan (p=0,674 dan p=0,562). Kemudian terdapat penurunan persentase lemak namun tidak signifikan (p=0,086).
Kesimpulan: Pemberian program HIIT pada subjek laki-laki dewasa muda dengan obesitas selama minimal 12 minggu dapat menurunkan rerata kadar MDA sebesar 0,27µM, meningkatkan rerata kadar SOD sebesar 8,43U/mL, dan menurunkan persentase lemak tubuh sebesar 2,26% namun perubahan tersebut tidak signifikan. Tidak ditemukan hubungan antara perubahan persentase lemak dengan perubahan kadar MDA dan SOD setelah intervensi.

Objective: Obesity has the potential to cause oxidative stress in the body. High Intensity Interval Training (HIIT) is believed to help improve oxidative stress conditions. This study aims to determine the effectiveness of HIIT on oxidative stress, markers and body fat percentage in young adult men with obesity.
Methods: This study used an experimental design with pre-post tests in one treatment group. The research subjects were obese men aged between 18-30 years who had not done regular physical exercise for the last 6 months. Subjects received HIIT intervention for 12 weeks and had SOD, MDA and body composition levels checked at the beginning and end of the intervention.
Results: There was an increase in SOD and a decrease in MDA but did not show significant changes (p=0.674 and p=0.562). Then there was a decrease in fat percentage but it was not significant (p=0.086).
Conclusions: Giving the HIIT program to young adult male subjects with obesity for a minimum of 12 weeks can reduce the average MDA level by 0.27µM, increase the average SOD level by 8.43U/mL, and reduce the percentage of body fat by 2.26%, but these changes not significant. No relationship was found between changes in fat percentage and changes in MDA and SOD levels after the intervention.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retnoningtyas
"Latar belakang: Obesitas dan dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Salah satu strategi mengurangi faktor risiko tersebut adalah melakukan latihan fisik secara teratur. Pandemi COVID-19 mengharuskan masyarakat mencari alternatif latihan fisik yang fleksibel dalam hal lokasi dan efisien dalam waktu. Latihan fisik dengan supervisi jarak jauh juga belum banyak dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, studi ini bertujuan melihat perubahan profil lipid dan komposisi tubuh partisipan lakilaki dewasa muda obesitas setelah pemberian High Intensity Interval Training (HIIT) dengan kombinasi supervisi luring dan daring. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain pretest-posttest dengan satu kelompok perlakuan. Tujuh partisipan laki-laki dewasa muda obesitas mengikuti intervensi program HIIT dengan kombinasi supervisi daring dan luring selama 12-14 minggu. Program latihan terdiri dari 5 gerakan berbasis lari dan kalistenik dengan rasio interval 8:12 detik pada 85–95% denyut jantung maksimal. Hasil: Hasil menunjukkan penurunan rerata LDL sebesar 12% (p=0,048) dan peningkatan rerata massa otot sebesar 3% (p=0,033) dengan angka kepatuhan latihan 92,3%. Selama intervensi, tidak didapatkan pengaruh asupan diet terhadap luaran penelitian. Kesimpulan: Program HIIT selama 12-14 minggu secara kombinasi daring dan luring dapat memperbaiki profil lipid dan komposisi tubuh dengan angka kepatuhan yang tinggi.

Background: Obesity and dyslipidemia are risk factors for the development of cardiovascular disease. One of the strategies to overcome these risk factors is by engaging viii regular physical exercise. The COVID-19 pandemic requires people to find alternative physical exercise that is flexible in terms of location and efficient in time. Moreover, a remote exercise supervision is yet uncommon to conduct. Therefore, this study aims to see changes in lipid profiles and body compositions in obese young adult male participants after prescription of High Intensity Interval Training (HIIT) with offline and online supervision. Methods: This research is an experimental study with a pretestposttest design with one treatment group. Seven obese young males participated in 12-14 weeks of HIIT with combination of offline and online supervisions. The program consists of 5 running and calisthenic based movements with 8:25 seconds of intervals at 85–95% maximum heart rates. Results: The results showed a decrease in LDL by 12% (p=0.048) and an increase in muscle mass by 3% (p=0.033) with an exercise adherence rate of 92.3%. During the intervention, there was no effect of dietary intake on the research outcome. Conclusions: The 12-14 weeks of HIIT program with combined online and offline supervisions improved lipid profiles and body compositions with high adherence rates."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Attika Dini Ardiana
"Obesitas dan berat badan berlebih memiliki dampak negatif pada fungsi kognitif. Hal ini disebabkan oleh adanya inflamasi sentral yang terjadi di otak. Latihan fisik yang sesuai dan efektif adalah salah satu solusi untuk mencegah dampak negatif dari obesitas. High Intensity Interval Training (HIIT) merupakan jenis olahraga efektif yang menggunakan intensitas tinggi dengan durasi yang singkat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh respon akut dan kronik dari HIIT terhadap fungsi kognitif yang ditinjau dari kadar BDNF, Irisin, dan uji fungsi kognitif (MoCA, Trail Making Test, N-Back). Penelitian ini menggunakan uji eksperimental pada 15 laki laki dewasa yang memiliki berat badan berlebih. Latihan HIIT akan dilakukan selama 12 minggu dengan frekuensi 3 kali setiap minggu, kemudian akan dilakukan pengambilan sampel darah dan uji fungsi kognitif pada minggu ke-1 dan minggu ke-12 latihan HIIT. Terdapat respon akut HIIT pada minggu ke-12 terhadap fungsi kognitif pada uji TMT-A, TMT-B, N-Back, serta terhadap peningkatan kadar irisin dan BDNF. Tidak terdapat respon kronik HIIT terhadap peningkatan pada uji fungsi kognitif, kadar irisin dan BDNF.

Obesity and overweight have a negative impact on cognitive function. This is caused by a central inflammation that occurs in the brain. Appropriate and effective physical exercise is one of the solutions to prevent the negative effects of obesity. High Intensity Interval Training (HIIT) is an effective type of exercise that uses high intensity for a short duration. The purpose of this study is to assess the acute and chronic effects of HIIT on cognitive function as measured by BDNF, Irisin, and cognitive function tests (MoCA, Trail Making Test, N-Back). This study applied an experimental test on 15 overweight adult males. HIIT exercises will be carried out for 12 weeks with a frequency of 3 times per week, then blood samples and cognitive function tests will be carried out in the 1st and 12th weeks of HIIT training. There was an acute HIIT response at week 12 to cognitive function on the TMT-A, TMT-B, N-Back tests, as well as to increased levels of irisin and BDNF. There was no chronic HIIT response to improvements in cognitive function tests, irisin levels and BDNF.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Febri Lestari
"Asupan makanan memiliki hubungan dengan kejadian obesitas di Indonesia. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2010 untuk mengetahui hubungan asupan makanan dengan kejadian obesitas pada penduduk dewasa di Indonesia berdasarkan jenis kelamin dan umur. Dengan menggunakan standar obesitas Indonesia (IMT≥27 kg/m2) didapatkan sebanyak 13,7% penduduk dewasa Indonesia menderita obesitas. Prevalensi obesitas terbesar berada di Provinsi Sulawesi Utara dan terendah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara. Prevalensi obesitas lebih tinggi pada wanita (18,1%) dibandingkan pria (9,1%), prevalensi tertinggi pada usia 40-49 tahun (30,1%) dan terendah usia 60+ (8,4%). Sebanyak 8,3% responden memiliki asupan energi lebih, 50% memiliki asupan karbohidrat lebih, 50% memiliki asupan lemak lebih dan 29,8% memiliki asupan protein lebih. Asupan energi, lemak dan protein memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian obesitas berdasarkan jenis kelamin dan usia.

Food intake associate with Obesity in Indonesia. This research using quantitative with cross sectional study based on health research survey 2010 to determine the association of food intake with obesity among adult population in Indonesia by respondent characteristics. By using standart indonesian obesity (BMI≥27 kg/m2) were obtained 13,7% Indonesian people are obese. The highest prevalence of obesity in province of North Sulawesi and the lowest prevalence in province of East Nusa tenggara and Southeast Sulawesi. The Prevalence of obesity were higher among woman (18,1%) than men (9,1%) The highest prevalence among aged 40-49 years (30,1%) and the lowest prevalence among aged 60+ years (8,4%). 8,3% respondent with high energy intake, 50% with high carbohydrat intake, 50% with high fat intake, and 29,8% with high protein. Energy intake, fat intake and protein intake have a significant association with the incident of obesity by sex and age."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Dwi Rahayu
"Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas di dunia meningkat dalam tiga dekade terakhir. Pada usia muda, lebih banyak laki-laki yang mengalami kelebihan berat badan daripada wanita. High-Intensity Interval Training adalah alternatif latihan fisik yang membutuhkan komitmen waktu lebih singkat. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi protokol untuk mengetahui efektivitas latihan dalam memperbaiki komposisi tubuh dan kebugaran kardiorespirasi serta tingkat keamanan dan kesenangan yang ditimbulkan pada laki-laki dewasa muda dengan kelebihan berat badan. Penelitian ini memiliki desain eksperimental dengan uji pre-post. Subyek adalah laki-laki dengan berat badan berlebih sesuai klasifikasi WHO berusia 18-30 tahun yang sehat dan tidak terlatih. Durasi intervensi 12 minggu dengan jumlah latihan 3 kali per minggu. Dalam satu set, subyek melakukan 5 gerakan (lari lurus, zigzag, dan kotak serta jumping jackdan burpees) dalam waktu masing-masing 8 detik. Waktu istirahat aktif antar gerakan 25 detik dan antar set 2 menit. Jumlah set ditingkatkan per minggu dari 3 hingga 14 set. Hasil penelitian menunjukkan penurunan persentase lemak, lemak viseral, lingkar pinggang namun tidak bermakna. Indeks Massa Tubuh meningkat tidak bermakna dan massa otot meningkat bermakna {p-value 0,03; CI -1,7 (-3,21 – [- 0,19]}. VO2max meningkat namun tidak bermakna. Terdapat laporan 3 insiden yang digolongkan sebagai cedera musculoskeletal ringan dan intoleransi latihan. Rerata skor PACES adalah 83,79 ± 8,14 dengan tren skor yang menurun seiring peningkatan jumlah set. Kesimpulannya, High-Intensity Interval Training efektif dalam memperbaiki komposisi tubuh dan kebugaran kardiorespirasi pada laki-laki dewasa muda dan overweight, aman, dan menyenangkan.

Worldwide prevalence of overweight and obesity is increasing in the last three decades. Prevalence overweight in young males is higher than females at the same age. High-intensity interval training is an alternative of exercise which need less time commitment. We modify the protocol to identify the its effect on body composition and cardiorespiratory fitness, its safety and enjoyment in overweight young males. This is an experimental study with pre-post assessment. Subjects are healthy untrained male aged 18 – 30 years old with overweight according to WHO classification. Duration of intervention is 12 weeks, 3 times per week. During one set, the subjects perform 5 movements (straight running, zig zag running, squared running, jumping jack, burpees) in 8 seconds interval, active recovery 25 seconds between movements and 2 minutes between sets. The number of sets is increased weekly from 3 to 14 sets. The fat percentage, visceral fat, and waist circumference are decreased after intervention. Body mass index is increased and muscle mass is increased significantly (p-value 0,03; CI -1,7 (-3,21 – (- 0,19)) after intervention. VO2max is increased but not significant. There are 3 reports of minor musculoskeletal injuries and exercise intolerance, all categorized as mild injuries. The average PACES score is 83,79 ± 8,14 and the score tends to decrease with weekly set increments. High-Intensity Interval Training is effective to improve body composition and cardiorespiratory fitness in overweight young males. It is also safe and provide enjoyment."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Octavia
2003
S3315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidiati Sekarsari
"Pesatnya perkembangan dunia hiburan memungkinkan kita untuk mengetahui lebih jauh akan kehidupan sehari-hari selebriti favorit. Dengan kesempatan tersebut, kita kemudian merasa mengenal dan memiliki hubungan dengan selebriti favorit, yang disebut dengan perilaku parasosial. Beberapa karakteristik individu yang memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku parasosial adalah individu yang kurang dalam interaksi sosialnya dan memiliki self-esteem rendah. Kedua karakteristik tersebut ternyata juga merupakan karakteristik personal dari individu yang sering mengalami loneliness.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah loneliness berhubungan dengan kuatnya perilaku parasosial seseorang. Peneliti menggunakan UCLA Loneliness Scale ver 2. untuk mengukur loneliness dan Celebrity Attitude Scale untuk mengukur perilaku parasosial. Sampel dalam penelitian ini adalah 84 orang wanita dewasa muda yang berusia antara 20 - 40 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda.

The rapid change in the entertainment world give us the opportunity to know the daily lives of the celebrity. With that opportunity, we could then feel that we know the celebrity and have a relationship with that person, which can be called as parasocial. Some of the characteristics of an individual who have the tendency to do a parasocial behavior are having a lack of social interaction and low self-esteem. Both of those characteristics are also a personal characteristics of an individual who tend to experience loneliness.
The aim of this research is to know if loneliness would be linked to the strenght of one?s parasocial behavior. The researcher used UCLA Loneliness Scale ver. 2 to measure loneliness and Celebrity Attitude Scale to measure paraosical behaviors. The sample of this research was 84 young adulthood women in the age range between 20-40 years old. The result of this research shown that there are significant positive relationship between loneliness and parasocial behavior in young adulthood women."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2009
155.92 MEI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dini Susilowati
"ABSTRAK
Merokok merupakan salah satu dari kebiasaan atau gaya hidup yang
kurang baik karena memberikan resiko atau dampak yang tinggi terhadap
penurunan kesehatan atau bahkan menjadi penyebab kematian. Studi WHO
menunjukan kematian akibat merokok sekitar 30 juta orang setahun, 10 kali lebih
tinggi dari angka kematian akibat kecelakaan berlalulintas. Di Indonesia sendiri
perokok aktif mencapai 70 % dari total penduduk atau sebesar 141,44 juta orang.
Dan kecenderungan perokok di kalangan wanita dan remaja pada usia 15-18
tahun mengalami peningkatan (http://www.koalisi.org). Sedangkan penelitian di
Jakarta menunjukkan bahwa 64,8% pria dan 9,8% wanita dengan usia di atas 13
tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Berbagai alasan yang melatarbelakangi
mulai maraknya kebiasaan merokok di kalangan wanita, salah satunya adalah
gaya hidup. Persepsi tersebut dipicu oleh gencarnya iklan yang ditayangkan media
massa, yang mencitrakan wanita modem dengan kebiasaan merokok. Realita ini
berbeda dengan kondisi puluhan tahun lalu dimana wanita perokok distereotipkan
sebagai wanita "nakal" alias tidak baik.
Komponen yang paling berbahaya dari merokok dengan membakar
tembakau adalah nikotin, carbon monoxide, yang dikenal sebagai carcinogens.
Efek jangka panjang dari merokok adalah kanker paru, emphysema, kanker larynx
dan esophagus dan sejumlah penyakit cardiovascular (Davison & Neale, 2001).
Pada wanita yang merokok terdapat dampak-dampak khusus yang ditimbulkan
oleh rokok antara lain masalah-masalah pada organ reproduksi wanita
(diantaranya menurunkan kesuburan), meningkatkan jumlah kehamilan ektopik,
aborsi spontan, kelahiran prematur, menopause dini, serta meningkatkan resiko
kanker leher rahim.
Informasi mengenai dampak buruk dari rokok terhadap kesehatan tersebut
di atas, menjadi salah satu alasan untuk berhenti merokok. Kaplan, Sallis dan
Patterson (1993) mengatakan bahwa perokok berhenti atau mencoba berhenti
merokok untuk berbagai alasan, antara lain: masalah kesehatan, masalah
penerimaan sosial, usia, serta alasan untuk menjadi contoh yang baik. 50% dari usaha untuk berhenti merokok adalah membuat keputusan untuk berhenti.
Terkadang sangat sulit bagi perokok untuk memutuskan berhenti merokok.
Berbagai pertimbangan dilakukan seorang perokok dalam memutuskan
berhenti merokok Karenanya penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran
proses pengambilan keputusan yang terjadi pada seorang mantan perokok beserta
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusannya. Selain itu
diteliti pula strategi ketika memutuskan untuk berhenti merokok. Penelitian ini
mengacu pada teori pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Janis &
Mann (1977).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Oleh
karena itu dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dan observasi.
Subyek penelitian berjumlah 4 orang dengan kriteria wanita usia dewasa muda
yang dulu pernah merokok tetapi telah berhenti minimal 6 bulan.
Hasil penelitian menujukkan hanya satu subyek yang terlihat melalui
kelima tahap. Subyek umumnya tidak melalui tahap kedua (mencari alternatif).
Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor circumstances dan preferences. Hal
ini menunjukkan bahwa selain merupakan proses internal, pengambilan keputusan
untuk berhenti merokok juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Sedangkan strategi yang digunakan dalam situasi berhenti merokok ini adalah safe
strategy (memilih alternatif yang paling aman dan membawa keberhasilan) atau
escape strategy (memilih alternatif yang paling memungkinkan untuk menghindar
dari hasil yang buruk)."
Lengkap +
2004
S3394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Mawar Nusantari
"ABSTRAK
Ketika seseorang menginjak usia 18-22 tahun, ia memasuki masa transisi
dari remaja menuju dewasa muda (Kail & Cavanaugh, 2000; Smolak, 1993). Menurut
Smolak (1993), seseorang pada usia ini bukan anak-anak, dan dianggap bukan remaja
lagi, namun mereka juga belum memiliki kriteria dewasa. Banyak ahli yang meyakini
bahwa krisis pembentukan identitas terjadi pada masa remaja, namun studi cross
sectional dan longitudinal menunjukkan bahwa krisis identitas terjadi pada masa
transisi ini (Smolak, 1993). Kail & Cavanaugh (2000) mengemukakan bahwa transisi
itu tergantung pada faktor kebudayaan dan beberapa faktor psikologis. Pada budaya
timur, patokan yang dipakai untuk menentukan apakah seseorang menjadi dewasa
lebih -jelas daripada budaya barat. Pada kebudayaan timur, pernikahan menjadi
determinan yang paling penting dalam status kedewasaan (Schlegel & Barry, 1991).
Berbicara mengenai menikah dan kemudian memiliki anak akan dikaitkan dengan
kematangan dan tanggung jawab seseorang. Oleh karena itu untuk memasuki
pernikahan seseorang akan dipertanyakan apakah ia sudah cukup matang atau apakah
ia sudah cukup dewasa.
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta (BPS, 2002) menunjukkan bahwa, kurang
lebih 11 % dari penduduk yang berusia 18-22 tahun telah menikah. Data tersebut
menunjukkan bahwa banyak orang yang memutuskan untuk menikah di usia muda.
Padahal setelah menikah mereka akan dihadapkan pada masalah baru ketika mereka
mempunyai anak. Menjadi orang tua juga merupakan krisis dalam hidup, karena
menyebabkan perubahan besar dalam sikap, nilai, dan peran seseorang. Mempunyai
anak juga berarti mendapatkan tekanan untuk terikat pada tingkah laku peran jender
sebagai ayah dan ibu (Carstensen, dalam Kail & Cavanaugh, 2000). Oleh karena itu
untuk menjadi orangtua diperlukan persiapan yang matang baik secara finansial,
mental, maupun emosional.
- Laki-laki yang berperan sebagai ayah dituntut untuk bertanggung jawab yang
besar sebagai pemimpin keluarga serta bertanggung jawab sebagai pencari nafkah
utama dalam keluarga sehingga memerlukan perlu persiapan yang matang untuk
memasuki jenjang perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana seorang pria yang berada
pada usia transisi dewasa muda (18 - 22 tahun) yang telah menikah dan memiliki
anak menghayati perannya sebagai seorang ayah. Penghayatan yang dimaksud dalam penelitian ini termasuk alasan seorang pria berusia transisi dewasa muda memutuskan
untuk menikah, pemahaman tentang peran ayah, bagaimana mereka menghayati
tuntutan perannya sebagai seorang ayah, serta interaksi yang mereka lakukan dalam
memenuhi tugasnya sebagai seorang ayah, serta bagaimana penghayatan peran
sebagai ayah tersebut mempengaruhi perkembangan kepribadian mereka. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan usia transisi dewasa muda,
teori peran dikhususkan pada teori peran ayah dalam keluarga.
Peneliti mengambil 5 orang sampel dengan kriteria seorang pria, berusia 18 -
22 tahun, telah menikah dan memiliki anak, serta pendidikan minimal SMU atau
sederajat untuk diwawancara secara mendalam. Sampel berasal dari kota Jakarta dan
Cirebon.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sebagian besar subjek, yaitu 4 dari 5
orang subjek penelitian ini menikah di usia muda karena terpaksa. Karena melakukan
pacarnya terlanjur hamil, maka subjek pun bertanggung jawab untuk menikahi
pacarnya. Maka menjalani peran sebagai seorang ayah pun tidak dapat dihindari,
walaupun mereka mengaku merasa belum siap menjadi seorang ayah. Menjalani
peran sebagai seorang ayah memerlukan tanggung jawab yang besar dan memerlukan
kesiapan baik secara materi maupun mental. Walaupun subjek merasakan adanya
tuntutan peran sebagai ayah dari lingkungan namun yang berperan lebih besar dalam
tingkah laku subjek dalam menjalani peran sebagai ayah adalah tuntutan peran yang
ada dalam diri subjek sendiri. Tuntutan peran yang ada dalam diri subjek tersebut
diperoleh dari konsep subjek mengenai ayah yang ideal serta berpatokan pada tingkah
laku dan pendidikan orangtuanya dulu, terutama ayah mereka. Walaupun subjek
merasa belum sesuai dengan konsep ayah yang ideal tersebut, namun mereka semua
berusaha menuju ke arah sana. Sebagian besar subjek penelitian ini sudah menyadari
betapa penting perannya sebagai ayah terhadap perkembangan anak. Dalam
penelitian ini terlihat bahwa selain melakukan aktivitas mendidik dan bermain,
mereka juga merasa bertanggung jawab untuk ikut terlibat dalam aktivitas merawat
anaknya terutama kegiatan memandikan, menina-bobokan, serta melindungi saat anak
bermain. Mereka menyadari bahwa dalam aktivitas merawat tersebut merupakan saat
yang tepat untuk membangun kedekatan emosional dengan anak mereka. Setelah
menikah dan memiliki anak, banyak perubahan yang terjadi pada diri subjek, terutama
mengenai cara subjek memandang tentang hidup. Subjek yang sebelumnya
merupakan orang-orang yang selalu berorientasi pada kesenangan diri sendiri dan
selalu mengikuti hati nurani dalam bertindak. Setelah menikah dan memiliki anak,
timbul rasa tanggung jawab yang besar pada diri mereka, mereka mulai berpikir
bahwa hidup tidak selamanya santai dan ada yang perlu diperjuangkan, terutama
mengenai anak. Mereka mulai berpikir panjang sebelum bertindak dan mulai berpikir
tentang masa depan. Selain itu mereka juga merasa hidupnya lebih baik dan lebih
teratur serta lebih termotivasi dalam melakukan sesuatu."
Lengkap +
2003
S3219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Rozandi Suhaidi
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan strategi regulasi emosi pada individu dengan kecenderungan locus of control internal dan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal pada pria dewasa muda. Strategi regulasi emosi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 9 strategi yang digunakan oleh Gamefski (2001) pada penelitiannya yaitu self-blame, other-blame, acceptance, refocus on planning, refocus positive, rumination or focus on thought, positive reappraisal, putting into perspective, dan catastrophizing. Subyek penelitian adalah sebanyak 232 pria dewasa muda. Data untuk mengukur regulasi emosi diperoleh melalui kuesioner the cognitive emotion regulation questionnaire (CERQ) dan alat ukur locus of control menggunakan Rotter I-E scale. Uji validitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan konsistensi internal, sedangkan perhitungan reliabilitas alat ukur menggunakan metode Cronbach alpha. Metode analisis yang digunakan untuk mengukur perbedaan penggunaan strategi adalah t-test, dan analisis faktor untuk mendapatkan pengelompokkan data. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan strategi regulasi emosi pada individu dengan kecenderungan loc internal dan individu dengan kecenderungan loc eksternal pada pria dewasa muda. Hasil lain yang diperoleh adalah adanya perbedaan yang signifikan pada pengguna strategi refocus positive ditinjau dari kecenderungan loc individu dengan nilai koefisien signifikansi 0,009. Dan strategi regulasi emosi yang banyak digunakan oleh pria dewasa muda adalah rumination or focus on thought. Saran yang diajukan peneliti adalah, (1) untuk meyakinkan nilai reliabilitas dan validitas, maka sampel yang dipergunakan dalam penelitian diperbanyak dan instruksi harus diberikan sejelas-jelasnya kepada responden (2) melakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel penelitian lain, agar penelitian ini dapat lebih bermanfaat bagi dunia psikologi."
Lengkap +
2005
S3481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>