Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12141 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adityo Nugroho
"Perwujudan poros maritim dunia menjadi bukti bahwa Indonesia adlah negara maritim yang besar dan digdaya. Namun dalam perjalannya masih penuh dengan berbagai dinamika dan tarik marik antar kepentingan kelompok tertentu."
Jakarta: Seskoal Press, 2019
023.1 JMI 7:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Irma Kesuma
"Indonesia sebagai negara maritim tidak hanya identik dengan geografisnya, lebih dari itu, budaya maritim yang sebagai identitas pada masa lalu sekaligus penting untuk menjadi daya ungkit dewasa ini dalam mengembangkan negara maritim indonesia modern."
Jakarta: Seskoal Press, 2019
023.1 JMI 7:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto Zuhdi
"Maritim dan bahari sering dipertukarkan untuk maksud yang sama. Meskipun pada umumnya mempunyai arti yang sama yakni tentang laut, tetapi terdapat perbedaan dalam makna tertentu. Substansi maritim tidak hanya berarti laut, tetapi juga menunjuk pada “lokasi yang dekat dengan laut”. Itu artinya bahwa daratan berupa daerah pesisir, menjadi penghubung antara wilayah laut dengan daerah di pedalaman. Bahari memiliki arti lain tentang dimensi waktu dan tradisi berkaitan dengan laut. Dalam hal ini bahari lebih sesuai dikaitkan dengan budaya (budaya bahari), sedangkan maritim untuk negara (negara maritim). Dalam perspektif kekinian untuk mendukung visi-misi pemerintahan Ir. Joko Widodo, “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”. Pendapat tentang poros maritim sebagai jalur pelayaran maritim, sehingga Indonesia menguasai jalur pelayaran maritim; dalam istilah Global Maritime Nexus (GMN), lebih cocok dengan ‘benang merah’ sejarah mengenai jaringan pelayaran dalam konteks nusantara silang bahari. Untuk menjadi negara maritim perlu kerja keras dari setiap komponen bangsa melalui keahlian dan bidangnya masing-masing. Untuk menjadi negara maritim diperlukan budaya bahari. Perwujudan hard power pada negara maritim harus diiringi dimensi soft power, suatu kekuatan yang berasal dari budaya: nilai dan tradisi budaya bahari yang dalam perspektif historis telah terbukti. Faktor sejarah memiliki nilai lebih yaitu, memberikan banyak pilihan yang mengarah pada penemuan atau kesimpulan baru."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
June Kuncoro Hadiningrat
"Diplomasi maritim merupakan bagian integral dari diplomasi Indonesia. Fondasi diplomasi maritim Indonesia telah dilaksanakan secara serius. Selanjutnya dirancang langkah-langkah untuk mencapai peningkatan kinerja diplomasi maritim untuk berkontribusi pada fondasi lanjutan untuk Poros Maritim Dunia. Pada jangka menengah, perlu dikuatkan kualitas diplomasi maritim dan diabdikan lebih jauh untuk menciptakan rezim kelautan yang lebih kuat. Diplomasi maritim juga perlu diperkuat dengan semangat bisnis, sehingga dapat berkontribusi mengajak investor dan ahli-ahli untuk membangun konektivitas Indonesia, infrastruktur
pelabuhan dan bisnis perkapalan secara umum."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luna Puspita
"Fokus dari skripsi ini adalah untuk membahas prinsip perbatasan maritime dan penerapannya pada Sengketa Laut Cina Selatan, khususnya pada batas maritim negara penuntut. Skripsi ini juga menguraikan lebih lanjut mengenai posisi Indonesia di dalam sengketa tersebut. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai Sengketa Laut Cina Selatan dan mendiskusikan lebih lanjut mengenai negara penutut yang mana yang memiliki klaim paling sah di Laut Cina Selatan.

The focus of this thesis is to discuss the maritime boundaries principle and applying the principle in the South China Sea Dispute regarding the maritime boundaries of the Claimant States. The thesis also elaborates more about Indonesia's position in the dispute. The purpose of this thesis is to give a more thorough understanding about the South China Sea Dispute, and discuss further regarding which claimant state has the most legitimate claim in the South China Sea.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anhar Gonggong
"Selama ini kita telah memunggungi laut. Istilah memunggungi itu bermakna: diabaikan alias tidak dipedulikan, tidak dipentingkan. Karena alam-geografis negara kita ini terdiri dari pulau-pulau yang justru dihubung-persatukan oleh air, yaitu laut dan sungai. selama ini, tampak bahwa tanah dalam arti darat, dianggap lebih penting dari air dalam arti laut-sungai. Dalam topik yang diberikan kata budaya yang dikaitkan dengan maritim – budaya maritim. Dengan berdasar tersebut, dihubungkan dengan PMD (Poros Maritim Dunia), yang terdiri dari: 1) Pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), 2) Pertahanan, keamanan, penegakan hukum dan keselamatan di laut, 3) Tata kelola dan kelembagaan laut, 4) Ekonomi dan infrastruktur kelautan dan peningkatan kesejahteraan, 5) Pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut, 6) Budaya bahari, dan 7) Diplomasi maritim. PMD itu, tidaklah cukup untuk disosialisasikan di dalam negeri, karena tidak hanya akan menyangkut penataan aspek-aspek di dalam negeri, melainkan terutama juga akan berkaitan dengan negara-negara lain. Sekarang, kita harus mengacu kepada Perpres, yaitu yang berkaitan dengan tujuh aspek-pilar yang harus menjadi perhatian utama untuk mengembalikan budaya maritim Indonesia. Strategi yang penting untuk menghadapi masa depan, selain strategi dalam bidang pertahanan, keamanan, penegakan hukum dan keselamatan di laut, adalah pembangunan dan pengembangan industri di bidang maritim."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wiranto
"Indonesia pada masa lampau memiliki pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara dan bahkan seluruh Wilayah Asia, terutama melalui kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Indonesia memiliki keunggulan aspek budaya Maritim bentukan alamiah dari sejak dahulu bahkan sebelum konsep Indonesia lahir. Sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua provinsinya memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian menjadikan Indonesia negara Maritim. Jayanya maritim Indonesia perlu menjadi penyemangat dalam mendukung Pertahanan Maritim Indonesia. Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Budaya maritim Indonesia merupakan salah satu poin kebijakan dalam lima pilar pembentukan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Budaya maritim menjadi dasar dalam pembentukan elemen elemen pertahanan maritim di Indonesia. Budaya maritim yang kuat akan membentuk pertahanan maritim yang kuat."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Heriyanto
"Angkatan laut di dunia memiliki peran yang bersifat universal. Demikian juga tni angkatan laut memiliki beberapa peran, salah satunya adalah peran tni dalam mengembangkan budaya maritim, yaitu peran diplomasi."
Jakarta: Seskoal Press, 2019
023.1 JMI 7:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arcelinocent Emile Pangemanan
"Belum berlakunya ketentuan perbatasan Indonesia - Australia dalam Perth Treaty 1997 mengundang berbagai ancaman tersendiri terhadap keberlangsungan kedua negara, sehingga status kawasan perbatasan tersebut perlu dipetakan dengan tepat. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tetang Kebijakan Kelautan Indonesia, sebagai suatu roadmap kemaritiman Indonesia, telah mengamanatkan bahwa program prioritas kemaritiman negara ialah melaksanakan percepatan perundingan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga melalui mekanisme diplomasi pertahanan maritim yang berakar pada cita-cita Poros Maritim Dunia (PMD). Dengan demikian, Indonesia pada dasarnya mengartikan diplomasi pertahanan maritim sebagai bentuk implementasi kebijakan luar negeri Indonesia yang dilakukan demi mencapai tujuan besar kemaritimannya, sehingga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan kemampuan kemaritimannya sembari menjaga dan mempertahankan integritas wilayah kedaulatannya, salah satunya melalui Joint Declaration on Maritime Cooperation beserta dengan plan of action yang terdiri dari sembilan area prioritas. Tentu kerjasama kemaritiman tersebut bertujuan untuk mewujudkan tercapainya confidence building meassure yang dapat menunjang keamanan, pertahanan, kepastian hukum terhadap hak berdaulat, pengembangan kemampuan kemaritiman hingga mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara bersama."
Jakarta: Seskoal Press, 2022
023.1 JMI 10:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
La Malihu
"ABSTRAK
Informasi mengenai pelayaran tradisional di Buton telah disinggung dalam Ligtvoet (1878), Dick (1975a, 1975b, 1985, 1987), Horridge (1979a, 1981), Hughes (1984), Evers (1985), Schoorl (1985), Liebner (1990), dan Southon (1995). Bagian terbesar dari kajian mereka, kecuali Southon, masih menempatkan pelayaran tradisional Buton dalam kerangka kajaian umum, balk secara spasial maupun tematis. Secara spasial perhatian mereka terutama diarahkan pada kegiatan pelayaran di Kepulauan Tukang Besi, terutama Wanci dan Kaledupa, kecuali Southon yang memusatkan perhatian pada Desa Gerak Makmur di Kecamatan Sampolawa, Secara tematis mereka melihat pelayaran terutama dari aspek kegiatan ekonominya, sementara aspek perkembangan dan kemundurannya masih luput dari perhatian.
Studi ini mencoba mengisi "celah" tersebut dengan mencoba menganalisis tradisi maritim serta perkembangan dan kemunduran pelayaran tradisional di Buton Timur, dengan fokus perhatian pada Kecamatan Pasarwajo. Untuk keperluan ini beberapa pendekatan teori, seperti pendekatan Mentaliteit (Ladurie 1986), pendekatan ekologi (Steward 1955, Binford 1967, dan Geertz 1993), pendekatan Sea System (Braude! 1971, Chauduri 1985, Lapian 1987, Leirissa 1996), serta teori pemilihan kerja (Hommans 1961), teori modernisasi (Tipps 1973) dan teori invohrsi (Geertz 1993), digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang relevan.
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa orang Buton sesungguhnya berakar dari suatu masyarakat dengan tradisi maritim yang sangat kuat. Hal ini diindikasikan oleh, antara lain: (1) pola pemukirnan penduduk yang terkonsentrasi di pinggiran pantai, (2) pandangan ideologis yang menempatkan "laut" pada tataran yang seimbang dengan "darat", (3) ideologi barala yang diilhami oleh keseimbangan pada perahu bercadik ganda, (4) konsep pertahanan kerajaan yang ditekankan pada matra laut, dan (5) berkembangnya pelayaran yag secara konkrit dapat diidentifikasi sejak abad ke-17.
Wilayah Buton Timur tumbuh menjadi pusat pelayaran tradisional terkait dengan (1) kondisi lingkungan geografisnya yang terdiri dari ratusan pulau, (2) keadaan alamnya yang kering dan tandus, dan (3) letak geografisnya di tengah jalur pelayaran yang menghubungkankawasan barat dan timur Indonesia.
Perahu lambo -- perahu yang digunakan dalam pelayaran -- dilihat sebagai sesuatu yang bermakna simbolik. Lamho dipersepsikan seperti manusia, sehingga dalam kesetaraannya dengan rumah, dipersepsiskan sebagai "suami". Desain dan konstruksinya merupakan paduan antara desain barat dengan metode konstruksi tradisional.
Pelayaran tradisional di Pasarwajo berkembang seiring dengan dinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan; baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Pembatasan-pembatasan yang didterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menjamin monopoli KPM, misalnya, telah membuat pelayaran tradisional makin tersisih dalam perebutan pangsa angkutan barang (dan penumpang); bahkan mengalami stagnasi sema sekali setelah masuknya Jepang pada Maret 1942 hingga Agustus 1945.
Demikian pula gejolak politik selama beroperasinya DIITII di Sulawei Tenggara sepanjang tahun 1950-an dan awal 1960-an, yang terus berlanjut hingga pecahnya G.30S serta proses penumpasan dan pembersihannya sejak akhir 1965 hingga 1967.
Kemajuan berarti baru dapat dicapai setelah memasuki Repelita I, ketika keadaan ekonomi, sosial, dan politik mulai membaik; dan mencapai puncaknya pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an. Namun memasuki paruh kedua dasawarsa 1980-an terjadi apa yang oleh Geertz disebut involusi, yang disebabkan terutama oleh merosotnya harga dua komoditas unggulannya, yaitu kopra dan cengkeh; adanya saingan perahu layar motor; kelangkaan kayu; terjadinya alih profesi menjadi nelayan penangkap ikan; dan kurang positifnya pandangan generasi muda terhadap pelayaran tradisional. "
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>