Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firda Safitri Rachmaningsih
"

Integrasi pelayanan kesehatan primer (ILP) merupakan bagian dari transformasi layanan primer yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan puskesmas dan jejaringnya dalam penerapan ILP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil studi kasus pada puskesmas dengan karakteristik perkotaan, yaitu di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian mengadopsi kerangka konseptual pemantauan PHC oleh WHO dan teori kesiapan perubahan organisasi oleh Weiner. Hasil penelitian menujukkan bahwa kesiapan ILP di Puskesmas Pamulang belum sepenuhnya siap untuk pelayanan berbasis klaster, pendekatan jejaring, dan penguatan digitalisasi. Ketersediaan sumber daya berupa SDM, infrastruktur, dan sarana prasarana belum memadai, khususnya pada level jejaring puskesmas. Kesiapan teknologi digital masih terkendala dan belum turunnya pembiayaan menjadi faktor yang menghambat persiapan ILP. Terdapat komitmen individu berupa pemahaman informasi dan penilaian positif terhadap ILP, serta komitmen organisasi melalui dukungan tata kelola berupa draft regulasi dan pembiayaan yang telah dialokasikan sebagai inisiasi penerapan ILP sehingga hambatan yang bersifat teknis diharapkan dapat diatasi. Penelitian ini merekomendasikan agar pembiayaan untuk kegiatan persiapan ILP segera diturunkan, dilakukan pemenuhan sumber daya di puskesmas dan posyandu, serta diperlukan dukungan kerja sama dan komitmen semua pihak dalam penerapan ILP. Keterbatasan penelitian ini belum dapat menganalisis lebih detail kecukupan jumlah anggaran yang dialokasikan dan kebutuhan sumber daya sesuai standar pelayanan untuk setiap klaster sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang dapat memperkaya analisis terhadap faktor-faktor tersebut.


Integrated primary healthcare (ILP) is part of the transformation of primary healthcare aimed at improving access to quality healthcare. This study aims to analyze the readiness of community health centers (puskesmas) and their networks in implementing ILP. This research used a qualitative approach, focusing on a case study of a puskesmas in an urban setting, specifically in the operational area of Puskesmas Pamulang in South Tangerang. Data collection methods include in-depth interviews, observations, and document reviews. This research adopts the conceptual framework of PHC monitoring by WHO and Weiner's theory of organizational change readiness. The findings indicate that the readiness of ILP at Puskesmas Pamulang is not fully prepared for cluster-based services, networking approaches, and digitalization strengthening. Resource availability in terms of human resources, infrastructure, and facilities is inadequate, especially at the puskesmas network level. The readiness for digital technology is still constrained, and the lack of funding hampers ILP preparation. Individual commitment, demonstrated through an understanding of information and positive assessments of ILP, as well as organizational commitment evidenced by governance support such as draft regulations and allocated funding, serve as initiatives for ILP implementation, which is expected to overcome technical barriers. The study recommends prompt allocation of funding for ILP preparation, resource fulfillment in puskesmas and posyandu, and the need for cooperation and commitment from all stakeholders in ILP implementation. The limitation of the study lies in its inability to analyze in detail the adequacy of the allocated budget and resource needs according to service standards for each cluster. Further research is needed to enrich the analysis of these factors.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Maharanti
"Pelayanan primer sebagai gatekeeper dengan managed care dimana suksesnya dinilai dari angka kunjungan dan angka rujukan. Berdasarkan data tahun 2016 Puskesmas Kota Tangerang memiliki rata ndash; rata capaian yang tidak sesuai dengan target yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan, yaitu untuk rate kunjungan sebesar 41 permil; dibawah zona aman < 150 permil; , sedangkan rasio rujukan sebesar 29 yang idealnya adalah 10 . Selain itu, sebagian besar Puskesmas memiliki rasio rujukan non spesialistik diatas 5 dan berada di zona tidak aman. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem pelayanan puskesmas sebagai gatekeeper di Kota Tangerang tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan WM, telaah dokumen dan observasi. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pedurenan dan Puskesmas Pabuaran Tumpeng dari bulan Mei sampai dengan Juni 2018. Dari penelitian ini ditemukan bahwa output angka kontak masih rendah dan rasio rujukan non spesialistik di zona prestasi walaupun masih terdapat kasus non spesialistik di rumah sakit. Pada variabel proses yang menyebabkan angka kontak rendah yaitu first contact, continuity, comprehensiveness, proses pendaftaran pasien dan sumber daya manusia pada variabel input. Pada variabel proses yang menyebabkan rasio rujukan non spesialistik masih terjadi karena proses pemberian rujukan dan pada variabel input meliputi peralatan medis, obat-obatan.

Primary care as gatekeeper with managed care where the success is assessed from contact rate and referral ratio. Based on data from 2016, PHC in Tangerang has average achievement that is not in accordance with the target set by BPJS Health, contact rate is 41 permil below the safe zone "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliha Mahsuna
"Puskesmas merupakan penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Kota Tangerang Selatan memiliki 25 Puskesmas yang tersebar di 7 Kecamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola keruangan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan berdasarkan: 1 pola sebaran Puskesmas, 2 kualitas Puskesmas, 3 Kunjungan Puskesmas dan 4 keterjangkauan penduduk mengakses Puskesmas. Metode yang digunakan adalah analisis tetangga terdekat untuk mengetahui sebaran Puskesmas, uji one way ANOVA untuk melihat hubungan antara kualitas Puskesmas dengan jumlah kunjungan pasien dan Locations Quotient LQ untuk melihat keterjangkauan Puskesmas. Berdasarkan analisa tetangga terdekat terlihat pola sebaran 25 Puskesmas di Kota Tangerang Selatan bersifat seragam atau merata yaitu jarak antara lokasi satu dengan lokasi lainnya teratur dengan nilai NNR 1,407471. Berdasarkan kualitas Puskesmas dan kunjungan pasien menunjukkan adanya kecenderungan penduduk mengunjungi Puskesmas yang memiliki kualitas baik. Hal ini dikarenakan Puskesmas yang memiliki kualitas baik selain didukung oleh sarana prasarana pelayanan kesehatan yang memadai juga didukung oleh kondisi jaringan jalan yang baik yaitu jalan kolektor sekunder dan jalan arteri sekunder. Sehingga keterjangkauan penduduk mengakses Puskesmas lebih tinggi pada Puskesmas dengan kualitas baik yaitu 11 Puskesmas yang banyak dikunjungi oleh penduduk dan 14 Puskesmas yang sedikit dikunjungi oleh penduduk.

Primary Health Care is responsible for organizing health efforts to the first level. South Tangerang City has 25 health centers spread over in 7 districts. This study aims to determine the spatial pattern of Primary Health Care in South Tangerang City based on 1 the distribution pattern of health centers, 2 the quality of health centers, 3 visit health centers and 4 the affordability of the population access to Primary Health Care. The method is the nearest neighbor analysis to determine the distribution of the health center, one way ANOVA statistic test to look at the relationship between the quality of the health center with a number of patient visits and Locations Quotient LQ to look at the affordability of the health center. Based on the analysis of nearest neighbor distribution pattern seen 25 health centers in South Tangerang City are uniform or evenly the distance between the location of the other locations regularly with NNR value 1.407471. Based on the quality of the health center and visit the patients showed a tendency residents visited the health center which has good quality. This is because the health center which has a good quality in addition be supported by means of adequate health care infrastructure is also supported by the good condition of the road network is a secondary collector roads and secondary arterial roads. So the affordability of the population access to Primary Health Care higher in health centers with good quality with 11 health centers which are visited by residents and 14 health centers were little visited by residents.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Hamzah
" Peran Puskesmas sebagai ujung tombak pelayananan kesehatan dalam implementasi rujuk balik Diabetes menjadi sangat penting. Penelitian ini untuk mengetahui implementasi kebijakan rujuk balik Diabetes Melitus di Puskesmas Pamulang tahun 2014 dari aspek komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Desain Studi melalui content analisis dan metode triangulasi. Data primer didapatkan dengan wawancara mendalam, Diskusi kelompok terarah, dan pengamatan di lapangan. Untuk data sekunder dari dokumen kebijakan dan literatur. Dari hasil penelitian : menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan rujuk balik Diabetes Melitus di Puskesmas Pamulang masih berjalan optimal. Untuk itu perlu menyempurnakan kembali regulasi yang ada selama ini agar tidak terjadi kesenjangan dalam implementasi kebijakan rujuk balik diabetes di masa mendatang

Increased prevalence of diabetes mellitus will have an impact on the high health financing in the Era of National Health Insurance . The role of PHC as a spearhead in the implementation of health pelayananan refer back Diabetes becomes very important . Study is to examine the implementation of policies refer back Diabetes Mellitus in PHC Pamulang 2014 from aspects of communication , resources, disposition , and organizational structure . This study used a qualitative approach to the study design through content analysis and triangulation methods . Primary data obtained by in-depth interviews , focus group discussions , and field observations . For secondary data from policy documents and literature . From the results of research : indicates that the implementation of policy refer back Diabetes Mellitus in PHC Pamulang still running optimally . For that we need to revise the existing regulations for this so as not to there are gaps in the implementation of the reconciliation policy behind diabetes in the future next ."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Dewayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Peraturan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Puskesmas di Wilayah Jakarta Timur Tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam sisi komunikasi, sumber daya, serta pelaksanaan untuk mencapai indikator kinerja. Peneliti menyarakan agar dilakukan upaya perbaikan dalam hal sosialisasi, peninjauan ulang mengenai beban kerja dan pembagian tugas, membuat SOP khusus untuk kegiatan Prolanis, pelatihan rutin untuk dokter, membuat anggaran khusus Prolanis, serta pembuatan kebijakan khusus terkait pelayanan bagi peserta yang bukan terdaftar di Puskesmas yang dituju.

This research aims to find out the implementation of Performance Based Capitation Regulation in Primary Helalth Care in East Jakarta Region, 2017. This research is a qualitative study with data collection through interviews, observation, and document review. This study shows that there are problems in communication, resources, and implementation to achieve performance indicators. The researcher suggested that improvement efforts should be made in the case of socialization, review of workload and task division, make SOPs for Prolanis activities, routine training for doctors, make allocation budget for Prolanis, and policy making related to services for participants who are not registered in Primary Health Care Addressed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditia Putri
"Transformasi pelayanan kesehatan primer merupakan Pilar Pertama dalam Transformasi Kesehatan. Pendampingan Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer di Puskesmas (ILP) untuk mewujudkan fokus transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2022. Penelitian bertujuan melakukan analisis kebijakan ILP di lokasi intervensi awal, mewakili karakteristik wilayah Puskesmas. Lokasi penelitian adalah Puskesmas Kebonsari, Kota Surabaya, Puskesmas Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, Puskesmas Banjarwangi, Kabupaten Garut, dan Puskesmas Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain studi kasus eksploratif. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan realist evaluation dengan empat tahap yaitu pengembangan teori program, pengumpulan data, pengujian teori program serta interpretasi dan perbaikan. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam, FGD, telaah dokumen dan observasi. Informan penelitian ini sejumlah 73 orang mulai dari tingkat Pusat dan daerah (Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas dan Desa). Di seluruh lokasi, durasi pelayanan bertambah akibat skrining antara lain disebabkan kurangnya dokter. Di perkotaan, terdapat sistem pendaftaran online dan batasan durasi pelayanan yang berpengaruh. Posyandu Prima dan Posyandu mewujudkan tersedianya akses di tingkat desa melalui pemenuhan sumber daya termasuk bidan, perawat dan kader. Belum semua lokasi melaksanakan Posyandu dusun terintegrasi satu waktu. Pelaksanaan Posyandu integrasi perlu memperhatikan jumlah sasaran dan SDMK yang bertugas. Sosialisasi dengan pendekatan sesuai karakter masyarakat dapat meningkatkan utilisasi layanan dalam ILP. Dashboard untuk mewujudkan Pemantauan Wilayah Setempat masih belum optimal. Koordinasi kasus antar Puskesmas sampai desa dilakukan manual via telepon maupun kartu kontrol. Tingginya komitmen ditunjukkan oleh para aktor tingkat Pusat, Daerah dan Desa dibuktikan secara verbal, regulasi pendukung maupun alokasi anggaran termasuk insentif kader. Daerah siap mereplikasi ILP namun menyampaikan kebutuhan kejelasan regulasi. Penelitian ini menghasilkan teori program pelaksanaan ILP mengacu pada tiga fokus transformasi pelayanan primer serta regulasi, integrasi kebijakan dan dukungan stakeholders. Dalam konteks berbeda, pendekatan ILP akan mengalami mekanisme berbeda dalam menghasilkan outcome peningkatan utilisasi layanan. Diperlukan percepatan kebijakan untuk mendukung pendekatan ILP serta harmonisasi kebijakan pendukung untuk konsistensi dukungan daerah dalam replikasi ILP.

Transformation of primary health services is the first pillar of Health Transformation. Pilot of Integrated Primary Health Care in Puskesmas (ILP) to implement the focus of the transformation of primary health services carried out from July to October 2022. This research aims to conduct a policy analysis of ILP at the initial intervention location, representing the characteristics of the Puskesmas. Research locations were in Puskesmas Kebonsari in Surabaya, Puskesmas Jereweh in Sumbawa Barat, Puskesmas Banjarwangi in Garut, and Puskesmas Niki-Niki in Timor Tengah Selatan. This research used qualitative method with an exploratory case study design. The study was conducted using a realist evaluation approach in four stages: development of program theory; data collection; testing the program theory; interpretation and refinement. Primary data were obtained from in-depth interviews, FGDs, document reviews, and observations. The informants for this study were 73 people from the central and regional levels (Provincial, District/City Health Offices, Puskesmas, and Villages). In all locations, the duration of service increased as a result of screening, in part because of a lack of doctors. In urban areas, there is an online registration system, and service duration limits that matter. Posyandu Prima and Posyandu provide access at the village level through the fulfillment of resources including midwives, nurses, and cadres. Not all locations performed integrated Posyandu at one time. The implementation of integrated Posyandu needs to pay attention to the number of targets and the health staff involved. Socialization with an approach depending on community character can increase service utilization od ILP. The dashboard for accomplish Local Area Monitoring is still not optimal. Coordination of cases between Puskesmas and villages was done manually via telephone or control card. Actors at the Central, Regional, and Village levels showed a high level of commitment as evidenced verbally, supporting regulations and budget allocations including cadre incentives. Several regions are ready to replicate the ILP, but convey the need for regulatory clarification. This research create program theories of ILP referring to the three focuses of primary service transformation as well as regulation, policy integration, and stakeholders support. In different contexts, the ILP approach will experience different mechanisms in producing service utilization improvement outcomes. Policy acceleration is needed to support the ILP approach and harmonize supporting policies for consistent local government support in ILP replication."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Hariyani
"Tesis ini membahas kesiapan puskesmas untuk mengimplementasikan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer merupakan kontak pertama pasien yang diharapkan dapat
menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan penyakit sedini mungkin
sesuai dengan kebutuhan medis pasien. Untuk dapat menerapkan kebijakan
tersebut di puskesmas, dokter memerlukan dukungan/peran dari SDM kesehatan
lainnya, kelengkapan obat, peralatan, sarana dan prasarana puskesmas yang sesuai
dengan panduan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sampel
penelitian yaitu tiga puskesmas di Kabupaten Garut dan terdapat 11 orang
informan untuk menggali informasi secara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketiga puskesmas kurang siap untuk mengimplementasikan
kebijakan. Untuk itu, disarankan agar puskesmas menjadi Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) dan meningkatkan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat
promotif dan preventif, untuk Kementerian Kesehatan agar melengkapi
Formularium Nasionaldengan obat-obat yang dibutuhkan di fasilitas pelayanan
kesehatan primer, dan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Garut agar membuat
perencanaan untuk pembanguan kesehatan di daerahnya dengan mengintegrasikan
semua aspek, begitu pula dalam melakukan renovasi atau membuat bangunan baru
puskesmas hendaknya mengikuti pedoman teknis bangunan dan prasarana
puskesmas.

This thesis discusses the puskesmas readiness to implement the Minister of Health Regulation No. 5 of 2014 about Clinical Practice Guidelines for Doctors in
Primary Health Care Facilities. Doctors in primary health care facilities is the first contact patients who are expected to uphold a diagnosis and give treatment of
diseases as early as possible in accordance with the medical needs of the patient.
In order toimplement this policy in puskesmas, doctors need support/the role of
other health human resources, equipment, medicines, facilities and infrastructure
of puskesmas that accordance with the guidelines. This research was qualitative
research with a sample of research are three puskesmas in Garut and there were 11
people toexplorein depthinformation. The results showed that all
threepuskesmasare lessreadytoimplementthe policy. It is recommended that
puskesmas be the Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) and increase promotive
and preventive activities,for the Ministry of Health in order to complement
NationalFormulariumwith needed medicines in primary health care facilities,
GarutHealth Office makes the development of health planning in the region by
integratingallaspectsandin doingrenovationsorcreatea newbuildingpus kesmasshouldfollowtechnicalguidelines forbuildingsandinfrastructure of puskesmas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra
"Pelayanan ibu hamil yang sesuai standar di Indonesia hanya sekitar 19%. Penelitian ini untuk
mengevaluasi pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu di Puskesmas perkotaan di wilayah
Kota Tangerang Selatan. Analisis dilakukan melalui kualitas dokumentasi pelayanan
antenatal atau antenatal care (ANC) di Puskesmas serta alternatif solusi perbaikan kualitas
ANC melalui model monitoring pelayanan antenatal berbasis teknologi informasi. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan mengambil pemberi layanan
antenatal serta penerima layanan antenatal di Puskesmas wilayah Kota Tangerang Selatan.
Penelitian menunjukkan bahwa kualitas pencatatan masih kurang lengkap. Permasalahan
utama dari kurangnya kualitas tersebut adalah beragamnya dokumentasi yang harus diisi
secara manual oleh Bidan. Survei terhadap penerima pelayanan yaitu ibu hamil,
menunjukkan bahwa ketepatan waktu kedatangan ibu di Puskesmas dipengaruhi oleh faktor
sosial seperti: status pekerjaan, penghasilan, mengetahui alasan kedatangan ANC, adanya
penjelasan diagnosis, dan jenis pencatatan jadwal ANC. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi pelayanan sesuai standar adalah pendidikan, status pekerjaan, dukungan
komunitas (kader) dan dukungan dari Bidan. Hasil ini merekomendasikan penggunaan
teknologi informasi dalam pelaksanaan monitoring pelayanan antenatal terpadu
direkomendasikan agar meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan yang dijalankan saat
ini. Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang aspek sosial dan teknikal yang
mempengaruhi kesiapan Puskesmas dalam mengadopsi Sistem Teknologi Informasi.
Mayoritas Bidan dan Kader di Puskesmas wilayah Kota Tangerang Selatan telah siap untuk
menggunakan sistem monitoring pelayanan antenatal berbasis teknologi informasi.
Sementara dari hasil pengujian keberpakaian menggunakan metode System Usability Scale
terhadap desain sistem monitoring dan registrasi ibu hamil (SIMORI) memperlihatkan bahwa
desain tersebut dapat diterima oleh pengguna. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model
monitoring antenatal care terpadu berbasis Teknologi Informasi seperti sistem monitoring
dan registrasi ibu hamil (SIMORI) yang di desain sesuai kebutuhan pengguna. Sistem ini
direkomendasikan untuk mengintegrasikan proses pelayanan antenatal, mempermudah
proses monitoring standar pelayanan antenatal di Puskesmas, dan pemantauan sendiri oleh
ibu hamil.
Currently, only 19% of pregnant women in Indonesia have received the minimum standard
for antenatal care (ANC). Thus, the objective of this study is to evaluate the quality of ANC
services in South Tangerang District, an urban area of Banten Province through measuring
the quality of ANC documentation and factors related to the quality of ANC. Analysis of
ANC service standards through the evaluation of ANC documentation in Puskesmas was
carried out to provide a positive contribution to the government as well as health
organizations and offer an alternative solutions to improve the quality of ANC standards
through designing a monitoring and registration system for pregnancy named SIMORI. This
research is a descriptive study with qualitative and quantitative approaches. The participants
of this study were health workers who directly related to the ANC services such as health
management consist of 70 midwives, 140 community health workers and 207 pregnant
women who visited the Government Primary Health Care of South Tangerang District for
ANC. The result of the study shows that the quality of the ANC documentation in cohort
book is still poor with only 38% of the records completely filled by the midwives. The main
problems in the current ANC monitoring process from the midwives perspective are the
numbers of book that must be filled and the high workload due to the large number of
patients. Meanwhile, from the perspective of pregnant women, the result shows that the
punctuality of ANC visit in urban Puskesmas is strongly related to the social factors such as
employment status, awareness to know the reason for ANC visit, the reminder usage and
diagnosis information from midwife. While factors related to the basic standard for ANC
were related to level of education, environmental support from community health workers,
and working status. Furthermore, the health providers and pregnant women readiness for
eHealth implementation shows positive results where most of the health workers are ready
to implement an electronic monitoring system for pregnant mother. The conclusion of this
study is that the design of a monitoring and registration system for pregnant women
(SIMORI) can be recommended to integrate the antenatal, to improve the monitoring process
for minimum standard of ANC and to self-monitored system for pregnant women"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julie Rostina
"Penelitian ini menggunakan desain Rapid Assesmenl Procedures (RAP) dengan menerapkan metoda pendekatan kualitatif yang bertujuan mcndapatkan infonnasi yang mendalam mcngcnai gambaran koniidensialitas yang ada di puskesmas PKPR “Y” dan “X” Jakarta Selatan. Penelitian melibatkan remaja sebagai klien PKPR dan provider serta para pcmbuat kebiiakan dari pusat hingga tingkat puskesmas. Terdapat kesenjangan pengetahuan mengenai sehat, kesehatan reprcduksi dan kesehatan reproduksi, akses informasi PKPR, hukum yang melindungi hak~hak klien, serta pemahaman kerahasiaan di antara remaja, provider dan pembuat kebiiakan selain itu ada perbedaan persepsi mengenai konfidcnsialitas di PKPR menurut remaja, pnovider, dan pembuat kebUakan. Terjadi kesenjangan antara standar peiayanan dengan implementasi di lapangan dalam peiaksanaan prinsiflprinsif kerahasiaan di PKPR.Disarankan kepada Kepada Departemen Kesehatan untuk: 1) membuat buku panduan pelayanan kesehatan remaja yang dapat menjamin kerahasiaan di PKPR. 2) Bekerja sama dan berkoordinasi dengan dcpartemen tcrkait seperti Depclagri, Dep, dan Depag dalam sosialisasi PKPR. 3) Menjadikan program peer educator dan peer counselor sebagai salah satu media dan stratcgi penyebaran infom1asi. Kepada Sudinkes dan Dinas Kesehatan terkait: 1) Menjadikan program peer educator dan peer counselor sebagai salah satu media dan strategi penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi, 2) Mengevaluasi dan monitoring PKPR secara rutin, 3) Melakukan pelatihan mengenai konfidensialitas pada semua tim PKPR oleh ahli dan praktisi konseling. Bagi Puskcsmas PKPR: 1) Membuat standar pelayanan yang memasukkan sikap dan etika petugas selama pelayanan kesehatan remaja, 2) Membuat jadwal yang ramah remzja. Kepada LSM: Bekeria sama dengan puskesmas PKPR dalam sosialisasi kesehatan rcproduksi pada remaja dan maupun mcnjadi sarana mjukan PKPR. Organisasi Profesi: Menyusun dan memperbaharui standar pelaksanaan profesi yang terkait dengan pelayanan kesehatan yang konfidensial pada remaja. Bagi Peneliti lain: Perlu dilakukan lebih dalam lagi mengenai pengaruh dan dampak konfidensilitas dalam pelayanan remaja.

The study used qualitative method which the objective is to gain infomation deeply on confidentiality at Adolescent Friendly Health Services (AFHS) in Primary Health Care “Y” and “X” South Jakarta. This study involved Adolescent who had treated in AFHS as an informant and providers and policy makers as key informants. There are still lacking knowledge on health, reproductive health, adolescent reproductive health, access of information on AFHS, client’s rights, policy of cIient’s rights and also definition of confidentiality among clients, providers, and decision makers. Beside there is a different perception on confidentiality among them. Still lacking between standard and implementation on confidentiality at AFHS. Suggestion for Ministry of Health: 1) Developing guideline confidentiality services at AFHS. 2) Collaboration with Ministry of Home Afairs, the Ministry of National Education of Indonesia, and Department of Religious AlTairs for socialization on AFI-IS and reproductive health. District Level Health Office: 1) Monitoring and evaluation periodically, 2) attempting training on confidentiality at adolescent services for AFHS workers by an expert. For Primary Health Care Services: I) Provide standard of services which include ethics and attitude on AFHS services, 2) provide friendly schedule for adolescents. NGOs: collaboration with primary health care which provides AFHS on socialization reproductive health and for referral services. Professional organization: developing and refresh guideline of professional services on confidentiality for adolescent services. Others researcher: needs for following up research on impact of confidentiality on adolescent services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34255
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Imada
"

Puskesmas selaku institusi pelayanan kesehatan wajib melakukan pengelolaan limbah padat B3. Kota Tangerang Selatan memiliki rasio Puskesmas per Kecamatan tertinggi ke 2 di Provinsi Banten yaitu 4,1 Puskesmas per Kecamatan.  Namun hingga saat ini belum tersedia data terkait pengelolaan limbah padat B3 di Puskesmas baik pada Puskesmas yang telah terakreditasi Utama ataupun terakreditasi Dasar. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi aspek legal, aspek kelembagaan, aspek teknis, aspek sosial budaya, aspek keuangan, dan aspek lingkungan dalam pengelolaan limbah padat B3, serta mengetahui prioritas masalah dalam pengelolaan limbah padat B3, dan mengetahui hubungan status akreditasi terhadap pengelolaan limbah padat B3. Desain studi penelitian ini Crossectional dengan metode observasi lapangan menggunakan formulir inspeksi di 29 Puskesmas Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini 6,9% memenuhi kriteria aspek legal, 69% memenuhi kriteria aspek kelembagaan, 79,3% memenuhi kriteria aspek teknis, 37,9% memenuhi kriteria aspek sosial budaya, 0% memenuhi kriteria aspek keuangan, dan 27,6% memenuhi kriteria aspek lingkungan, dan tidak terdapat hubungan antara status akreditasi dengan pengelolaan limbah padat. Sebagian besar Puskesmas belum memenuhi kriteria pada setiap aspek.

 


Puskesmas is the health service institution that should manage solid health-care waste. South Tangerang City has the second-highest ratio Puskesmas per District in Banten Province is that 4.1. The report about solid healthcare waste management either in Main accredited or Basic accredited Puskesmas is not available. This study identifies the legal aspects, institutional aspects, technical aspects, social-cultural aspects, financial aspects, and environmental aspects, priority problems in solid healthcare waste management, and the relationship between accreditation status and solid health-care waste management. This was a crossectional study with an observational method to use the inspection form. The result is 6.9% on the criteria of legal aspects, 69% on the criteria of institution aspects, 79.3% on the criteria of the technical aspects, 37.9% on the social-culture aspects, 0% on the criteria of the economic aspects, and 27,6% on the criteria of the environmental aspects. The majority of Puskesmas in South Tangerang City is not in the criteria of all aspects.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>