Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54969 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahril
"Rusaknya lingkungan dan tingkat eksploitasi ikan yang tinggi dikuatirkan akan berdampak pada punahnya habitat ikan. Konsekuensinya itu juga berdampak pada punahnya bahasa lokal. Pada konteks tradisi, pelestarian leksikon ekologi, salah satunya terdapat pada sampiran pantun. Penelitian ini membahas keberadaan leksikon ikan yang terdapat pada sampiran pantun. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji tingkat kebertahanan bahasa Melayu Barus berkaitan dengan leksikon ikan. Ancangan penelitian ini menggunakan teori ekolinguistik. Metode yang digunakan adalah metode penelitian gabungan (mixed methods) antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan data penelitian terdapat 10 leksikon ikan air tawar dan 30 leksikon ikan laut yang berasal dari 40 bait pantun. Dari 40 jawaban responden diketahui bahwa untuk leksikon ikan laut berada dalam kategori bertahan, sedikit mengalami penurunan, yaitu 23,3%. Sementara untuk leksikon ikan air tawar masuk pada kategori terancam."
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Syamsuar
"Tesis ini merupakan laporan penelitian tentang perolehan leksikon bahasa Inggris seorang anak Indonesia dwibahasawan pada tahap tuturan multi-kata. Anak itu dikatakan dwibahasawan karena telah terpajan kepada bahasa Inggris yang diberikan ayahnya sebagai bahasa sang ibu (BSI) atau parentese dan kepada bahasa Indonesia sebagai BSI lainnya yang diberikan ibunya serta orang dewasa pemberi masukan bahasa lainnya. Pemajanan kedua bahasa itu telah dilakukan secara terkontrol, ajek, serentak, dan sinambung sejak sang anak lahir. Penelitian yang menggunakan ancangan kualitatif ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian, yakni "Bagaimana perolehan leksikon bahasa Inggris sang anak" Sejumlah butir leksikal dalam perolehan leksikon bahasa Inggris sang anak didapat dari hasil upaya interpretasi data. Kemudian, analisis data perolehan leksikon bahasa Inggris sang anak dilakukan berdasarkan sudut pandang fonetis-fonologis, morfologis, sintaktis, dan semantis. Sang anak terbukti termasuk ke dalam tipe kedwibahasaan berkoordinasi; dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa gejala preferensi terhadap sebuah bahasa, yang menjadi karakteristik utama tipe kedwibahasaan itu, juga ditemukan dalam studi kasus ini. Kekhasan leksikon bahasa Inggris yang telah diperoleh sang anak merupakan salah satu temuan dalam penelitian ini dan diuraikan dalam analisis data.

This thesis is a report of a research on acquired English lexicon of an Indone-sian biligual child at multi-word stage. The child is considered bilingual; it is due to the exposure of English as child directed speech or parentese by his father and the exposure of Indonesian as the other parentese by his mother and other care-givers. The exposure of the two languages has been controlled, done consistenly, simultaneously, and continuously since the child was born. This research uses the qualitative approach; and it is projected to answer the research question, i.e. "How is the child's acquired English lexicon"" Certain number of lexical items in the child?s acquired English lexicon is obtained from the effort of data interpretation. Then, the analysis of the data of acquired lexicon is done based on the phonetic-phonological, morphological, syntactic, and semantic viewpoints. It is proved that the child bilingualism can be categorized into coordinate bilingualism; and the research findings show that the child?s preference to use a certain language, which is the main characteristic of that type of bilingualism, is also found in this case study. The uniqueness of the child?s acquired English lexicon is obtained as one of the research findings; and it is explained further in data analysis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T26710
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pamusuk Eneste
Jakarta : Djambatan, 1990
R 899.221 03 PAM l
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1981
R 899.221 03 LEK
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Meutia Rizkina Zagloel
"Penelitian ini menganalisis pertimbangan majelis arbitrase dalam memberikan kompensasi moral damages dalam penyelesaian sengketa antara investor dan negara (ISDS) dan cara Indonesia untuk melindungi diri terhadap pembayaran ganti rugi moral damages dalam perjanjian investasi bilateral (BIT) generasi baru. Moral damages diakui sebagai bentuk kerugian non-material yang dapat dialami investor, namun standar pemberiannya masih kontroversial dan sering kali menimbulkan risiko gugatan yang signifikan bagi negara tuan rumah. Penelitian ini berbentuk doktrinal dengan pendekatan kasus dan perbandingan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa majelis arbitrase mempertimbangkan tiga standar utama dalam pemberian kompensasi moral damages: pertama, keadaan luar biasa yang melibatkan tindakan dengan niat jahat dari negara tuan rumah, kedua, standar pembuktian yang ketat dengan adanya pelanggaran serius yang menyebabkan penderitaan mental atau hilangnya posisi sosial yang memiliki dampak substansial, dan terakhir, kerugian reputasi yang memerlukan bukti hubungan sebabakibat yang memadai. Selanjutnya, untuk melindungi diri dari gugatan moral damages, Indonesia sebagai negara tuan rumah perlu memasukkan klausul yang secara eksplisit melarang gugatan moral damages dalam BIT generasi baru untuk mengeliminasi risiko hukum dan melindungi kepentingan nasional.

This research analyzes the arbitral tribunal’s considerations in awarding moral damages in investor-State dispute settlement (ISDS) cases and explores how Indonesia can protect itself against such claims in the new-generation of bilateral investment treaties (BITs). Moral damages are recognized as non-material losses that investors may suffer, yet the standard for awarding such damages remains controversial and often impose significant risks for host States. This doctrinal research employs a case law and comparative approach. The study concludes that arbitral tribunals consider three main factors when awarding moral damages: first, exceptional circumstances involving malicious conduct by the host State, second, a stringent burden of proof requiring a serious breach of international obligations that causes mental suffering or loss of social position with substantial impact, and lastly, reputational harm necessitating adequate evidence of causality. Further, this research emphasizes the necessity for Indonesia as a host State to include a clause that explicitly prohibits claims for moral damages in new-generation BITs to mitigate legal risks and safeguard national interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Az Zahra
"Ganti rugi terhadap kerugian sebagai akibat dilakukannya perbuatan melawan hukum bukan merupakan hal yang asing lagi. Di Indonesia, ganti rugi ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sedangkan di Amerika Serikat, selain merujuk pada yurisprudensi, mengenai ganti rugi ini diatur pula dalam Restatement Second of Torts. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode perbandingan hukum dengan bentuk yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum di Indonesia dan tort di Amerika Serikat dikenal dalam berbagai bentuk. Dapat terlihat pula bahwa konsep dan pengaturan ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum di Indonesia tidak hanya memiliki persamaan, tetapi juga memiliki perbedaan dengan ganti rugi dalam tort di Amerika Serikat. Dari sudut konsep, perbedaannya dapat dilihat dari bentuk ganti rugi, penentu jumlah ganti rugi dan pemberian ganti rugi. Sedangkan dari sudut pengaturan, perbedaan dapat dilihat dari pengklasifikasian pasal/section, adanya Federal Tort Claims Act di Amerika Serikat, dan jumlah ganti rugi yang dapat diberikan.

Damages of torts are nothing but common nowadays. In Indonesia, damages are provided in Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Whereas, in United States, besides referring to case law, damages are also provided in the Restatement Second of Torts. This research is conducted through a comparative law method in the form of normative juridical research which indicated that damages of torts in Indonesia and United States are known in various forms. The result also shows that there are differences and similarities in concept and regulation of damages of torts in Indonesia and United States. By the concept, the differences can be seen from the form of damages, the determinant of damages rsquo amount, and the damages awards. Meanwhile regarding the regulation, the differences can be seen from the classification of article section, the existence of Federal Tort Claims Act in United States, and the amount of damages that can be awarded.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S63569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aldo Britano Kuncoro
"Indonesia dan Jerman keduanya berasal dari suatu rumpun hukum yang sama yaitu civil law, akan tetapi dikarenakan adanya faktor-faktor seperti politik, ekonomi, geografi, dan sosial sehingga terdapat perbedaan dalam konsep. Baik di Indonesia maupun Jerman, konsep dari perbuatan melawan hukum adalah sama yaitu mengembalikan kepada posisi yang semula sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum. Pengaturan dari perbuatan melawan hukum di Indonesia dapat ditemukan dalam ketentuan pasal di KUH Perdata yang mengatur mengenai konsep dan juga pengaturan ganti rugi umum yang dapat diberikan dalam hal wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Di Jerman sendiri pengaturan mengenai perbuatan melawan hukum tidak hanya terdapat dalam suatu kodifikasi hukum perdata, dalam perkembanganya mengenai kasus yang berkaitan dengan strict liability, terdapat peraturan perundang-undangan khusus yang mengaturnya.
Penulis melihat sebuah keunikan dari sistem hukum perdata di Jerman, dimana meskipun berasal dari negara rumpun civil law, keputusan hakim sering digunakan sebagai pelengkap dan penjelas peraturan perundang-undangan. Dengan gencarnya pengunaan yurisprudensi, hal-hal detail mengenai jumlah dan perhitungan ganti rugi menjadi jelas. Selain itu juga ditemukan bahwa, berbeda dengan Indonesia, di Jerman mengenal dua cara pemberian ganti rugi yang diatur dalam BGB yaitu dengan cara lump sum dan periodic payment.
Dengan kata lain pengaturan mengenai perbuatan melawan hukum di Jerman pengaturanya lebih lengkap dan rinci mengenai ganti rugi, dengan memperhatikan hal-hal detail seperti metode pemberan ganti rugi, selain itu pengaturan ganti rugi juga berkembang pesat mengikuti perubahan yang ada, yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan lain diluar BGB. Dengan adanya penelitian ini disarankan agar hakim lebih mempertimbangkan penggunaan yurisprundensi dalam penentuan jumlah, cara penghitungan dan metode pemberian ganti rugi. Diharapkan pula hakim dapat melakukan sebuah penemuan hukum dalam keputusanya, untuk mengisi kekosongan hukum megenai rincian penentuan ganti rugi.

Indonesia and Germany derives from a similar famility Law which is Civil Law, however due to the difference in politics, social, and economy different concepts can be found. Both Germany and Indonesia aknowldge the same concept of torts, which is to bring remedy if a particular condition before the damages. The regulation on torts could be found in the Indonesia civil code KUH Perdata, which regulates the concept of torts and a general provision of damages in the case of torts or contractual breach. In Germany the regulation on torts is not only found in the German Civil Code, throughout the years damages regarding strict liability can be found in other provision outside the civil code.
In this research, that found the uniqueness of how a civil law country like Germany is also heavily jurisprudence based like that of a common law country. This heavilty Jurisprudence based approach serves to fill the gap left within the regulation in Germany. Thus, detail things like the method and amount of regulation are stated and described detailly. Moreover, unlike in Indonesia, Germany recognize two method of paying damages which is divided into lump sum payment and periodic payment.
In sum the regulation on damages in Germany is more complex and detailed with regards to the method and assessment of damages. Moreover, the development on law of damages can be seen on the provision outside BGB, which follows the current development. With this research, the writer hopes that Indonesian judges would be willing to use past jurisprudence as the basis of their decision. The writer strongly hopes that the Indonesian judges could contribute to development of law by achieving legal discovery, on the law of damages especially on the assessment on damages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard, Leonardo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S26038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Rotua Angelina
"Skripsi ini membahas kompensasi yang merupakan kerugian manfaat yang dapat diminta untuk memulihkan hak kreditor karena wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1246 KUH Perdata melalui keputusan pengadilan. Metode penelitian yang digunakan di Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yaitu data yang diperoleh melalui Tinjauan Literatur. Masalah utama dalam skripsi ini adalah apa yang dimaksud dengan kerugian keuntungan yang merupakan kerugian karena gagal bayar dan Bagaimana pertimbangan hakim yang menyidangkan kasus wanprestasi di kesepakatan untuk menentukan menerima atau menolak kompensasi dalam bentuk kerugian keuntungan. Berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui manfaatnya Hukum perdata merupakan salah satu unsur kepentingan dalam perjanjian, yaitu kepentingan telah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Ketidakkonsistenan hakim menerima atau menolak kompensasi dalam bentuk keuntungan yang hilang karena minimnya pengetahuan yang seragam dari para hakim Indonesia terkait keuntungan yang kemudian dapat dihitung sebagai kerugian kreditor.
This thesis discusses compensation which is a loss benefits that can be requested to restore creditors' rights due to default as regulated in Article 1246 of the Civil Code through a court decision. The research method used in This research is normative juridical, namely the data obtained through Literature Review. The main problem in this thesis is what is meant by profit loss which is a loss due to default and how the judge who hears the case of default is considered in the agreement to determine whether to accept or reject compensation in the form of profit loss. Based on the results of the author's research, it is known that the benefits Civil law is one of the elements of interest in the agreement, namely interest has been envisioned or calculated by the creditor. Inconsistency of judges accept or reject compensation in the form of lost benefits due to the lack of uniform knowledge of Indonesian judges regarding profits which can then be counted as creditors' losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Conrado Maximanuel Cornelius
"ABSTRAK
Gugatan perubahan iklim dalam berbagai yurisdiksi hukum di berbagai belahan dunia kerap kali berakhir dengan penolakan oleh hakim walaupun tidak semuanya, disebabkan terutama kesulitan para penggugat membuktikan kausalitas antara perbuatan tergugat dengan kerugian yang dialami penggugat. Kesulitan ini timbul disebabkan perubahan iklim adalah diskursus yang dilingkupi ketidakpastian ilmiah serta kerugian yang ditimbulkannya berupa resiko kerusakan ekologis yang mengancam kelangsungan hidup manusia. Dalam tradisi doktrin hukum sampai saat ini, pemahaman pembuktian kausalitas konvensional tidak memungkinkan adanya pertanggungjawaban berdasarkan resiko. Keterbatasan kausalitas konvensional ini semakin nyata ditunjukkan melalui perspektif sosiologi masyarakat resiko yang dipelopori oleh Ulrich Beck. Teori masyarakat resiko menjelaskan bahwa ancaman bahaya yang dipersepsikan sosio-kultural mentransformasi suatu ancaman menjadi resiko. Ketika resiko muncul, maka ia akan diikuti dengan tindakan kehati-hatian. Tetapi melalui pendekatan kausalitas konvensional, tindakan-tindakan ini mustahil untuk dilakukan. Menurut Beck, perubahan iklim berada dalam situasi yang seperti ini. Untuk memungkinkan aspirasi sosio-kultural ini dapat diterima permohonannya di muka-muka pengadilan, penerapan prinsip kehati-hatian yang ditafsirkan secara kontekstual dapat memecahkan isu ketidakpastian ilmiah yang melingkupi diskursus perubahan iklim. Berangkat dari permasalahan ini, skripsi ini bertujuan untuk memberikan sebuah solusi terhadap ketidakpastian ilmiah dalam membuktikan kausalitas gugatan perubahan iklim dengan menerapkan Prinsip Kehati-Hatian.

ABSTRACT
Recent trends have shown the dismissals of many climate change lawsuit in different jurisdictions across the globe, is due to the plaintiffs rsquo inability to proof causation between defendant rsquo s conduct to the alleged losses suffered by plaintiffs. These dismissals are warranted given the fact that climate change discourses are faced with predicaments clouded with a significant degree of scientific uncertainty and exacerbated with its alleged losses being understood in terms of risk. Our existing legal scholarship hitherto recognizes no rules of torts whatsoever to justify the imposition of liability on conjectural losses such as risks. The downsides arising from the limitations posed by conventional causation doctrine would best be described through Ulrich Beck rsquo s risk society theory. According to Beck, threats are transformed into risks through a cultural construction. On Beck rsquo s account, the notion of risk implies the existence of scientific uncertainty. The realization of risk entails the necessity of taking precaution measures. But under a conventional causation approach, such undertaking would be proven impossible. According to Beck, climate change is thus situated within such context. This thesis endeavors, under this scenario, to explain how precautionary principle can serve as a recourse to solve the inhibitions posed by scientific uncertainty situations in climate change litigations, in which its application would justify the undertaking of precautionary measures responding to uncertain risks."
2017
S69025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>