Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114404 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khudori
"Bulog dan beras ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Keduanya seolah sejoli yang tak terpisahkan. Sejak berdiri pada 1967 sampai saat ini Bulog tak pernah lepas dari tetek bengek urusan beras. Akan tetapi, relasi Bulog dan beras tidak selalu manis. Ada masa pasang, ada saat surut. Secara korporasi bahkan Bulog serasa ditimpa ‘tsunami’ tatkala monopoli impor beras dicabut, penyaluran pasti beras untuk golongan anggaran (PNS, TNI-Polri) ditiadakan, dan fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), kredit berbunga rendah, dihentikan. ‘Tsunami’ bagai kiamat berulang ketika outlet penyaluran pasti beras Bulog untuk program Raskin/Rastra diubah menjadi transfer tunai di program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), yang sekarang bernama Program Sembako.
Itu salah satu ‘drama’ perubahan kebijakan yang bisa dibaca di buku ini. Akan tetapi, sesuai judulnya, Bulog dan Politik Perberasan, buku ini diniatkan untuk melacak secara mendalam relasi Bulog dan politik beras yang diformulasikan dalam pelbagai kebijakan publik pemerintah dari sejak BUMN ini berdiri hingga kondisi paling mutakhir. Posisi ekonomi-politik beras dalam percaturan politik-ekonomi Indonesia ditelusuri hingga berujung pada pertanyaan: masihkah Bulog harus mengurus beras? Bongkar pasang kebijakan dalam stok beras publik, baik untuk program Raskin/Rastra, beras operasional Bulog maupun cadangan beras pemerintah, dianalisis lewat pendekatan ekonomi-politik.
Pembaca disuguhi analisis mendalam sejauhmana komitmen (politik) pemerintah lewat kebijakan perberasan yang pelaksanaannya diserahkan kepada Bulog. Baik komitmen anggaran maupun dukungan politik lewat regulasi dan kebijakan. Relasi Bulog dan (politik) beras ini bisa menjadi cermin bagaimana sebuah kebijakan publik seharusnya dibuat. Juga diulas mengapa Bulog masih berada di zona nyaman dengan mengandalkan penugasan publik. Padahal, potensi bisnis komersial yang bisa digeluti cukup luas. Lewat kajian terhadap puluhan regulasi juga dielaborasi bagaimana seharusnya Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) berperan, dan seperti apa negara lain merancang tata kelola pangan mereka. Inilah buku pertama yang merangkai titik-titik hulu hingga hilir bagaimana relasi Bulog dan politik perberasan dari era 1970-an hingga saat ini."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2022
338.19 KHU b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachmat Syahdjoni Putra
"Pangan, khususnya beras merupakan komoditas yang penting dan strategis, karena merupakan kebutuhan pokok manusia yang hakiki yang setiap saat harus dapat dipenuhi. Kebutuhan pangan perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan demikian menyerahkan komoditas pangan khususnya beras ke mekanisme pasar adalah kebijakan yang kurang tepat, hal ini sangat terkait dengan ketahanan pangan (food security) rumah tangga.
Meskipun harus diakui bahwa mekanisme pasar sendiri tidak mampu berfungsi secara sempurna, tetapi pengalaman empiris membuktikan kegagalan pemerintah memberikan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan kegagalan mekanisme pasar sendiri. Namun demikian, tidak semua intervensi pemerintah memberikan hasil yang negatif terhadap perekonomian. Dalam keadaan tertentu untuk mengurangi dampak buruk kepada perekonomian, diperlukan campur tangan pemerintah untuk memperbaikinya.
Beberapa permasalahan beras nasional antara lain: (i) luas areal tanaman padi yang cenderung menurun, (ii) subsidi harga input dicabut, (iii) dana penelitian tanaman padi yang terbatas, (iv) kebijakan harga dasar yang semakin tidak efektif karena keterbatasan dana pemerintah, (v) penduduk meningkat, (vi) pendapatan masyarakat meningkat, serta (vii) impor beras yang semakin meningkat akibat peningkatan produksi lebih lambat dari peningkatan konsumsi.
Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh kebijakan harga dasar gabah dan kebijakan tarif bea masuk impor terhadap pendapatan petani akibat diserahkannya kebijakan perdagangan beras dari monopoli Bulog ke kebijakan mekanisme pasar.
Spesifikasi model dalam penelitian ini menggunakan model persamaan simultan dan diduga dengan metode Two Stage Least Squares (2 SLS). Menggunakan data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1971-2002.
Keterbatasan utama peneiitian ini adalah melakukan simulasi peramalan hanya dengan variabel harga gabah absolut, luas lahan, volume beras impor, laju inflasi dan nilai kurs serta tidak menentukan kebijakan yang tepat dalam perberasan Indonesia.
Hasil pendugaan model adalah sebagai berikut:
Bahwa pendapatan usaha tani tanaman padi dipengaruhi secara positif oleh produksi beras domestik, harga beras domestik, harga gabah absolut dan tidak dipengaruhi oleh kebijakan mekanisme pasar dan kebijakan penerapan tarif bea masuk beras impor.
Kebijakan harga dasar gabah yang didekati dengan harga gabah absolut (selisih harga gabah di tingkat produsen dan harga dasar gabah yang ditetapkan oleh pemerintah) berpengaruh positif dalam meningkatkan pendapatan petani.
Penyerahan kebijakan perberasan ke mekanisme pasar akan mengancam petani domestik sebab mereka belum slap berkompetisi dengan petani Iuar negeri yang mempunyal luas lahan pertanian lebih luas serta didukung oleh teknologi yang lebih modern (canggih) dibandingkan dengan petani Indonesia yang sebagian besar petani gurem dan cars bercocok tanam masih bersifat subsisten.
Produksi beras domestik dipengaruhi secara positif oleh luas lahan, kebutuhan total beras nasional dan bedakala produksi beras domestik berarti luas lahan, kebutuhan total beras nasional dan bedakala produksi beras domestik berbanding lurus dengan produksi beras domestik.
Harga beras domestik dipengaruhi secara positif oleh total konsumsi beras nasional, harga beras impor, laju inflasi umum dan harga beras domestik tahun lalu.
Harga beras impor yang berlaku di Indonesia dipengaruhi secara negatif oleh volume beras impor dan secara positif oleh nilai kurs Rupiah terhadap US dollar.
Kebutuhan beras secara nasional dipengaruhi secara positif oleh penduduk dan dipengaruhi negatif oleh konsumsi makanan jadi/makanan lain. Dengan demikian total kebutuhan beras secara nasional cenderung meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan konsumsi makanan lain/jadi dapat menjadi barang substitusi dari beras.
Hasil simulasi kebijakan dengan menaikkan harga gabah sebesar 17 persen, luas lahan 15 persen, dengan asumsi volume beras impor naik 12 persen, inflasi naik 8 persen serta nilai kurs Rupiah terhadap US$ turun 3 persen pada skenario moderat akan meningkatkan pendapatan sebesar 0,0589 persen.
Ada pun saran dari hasil penelitian ini antara lain:
Kebijakan perberasan melalui penetapan tarif bea masuk perlu dibarengi pula dengan penegakan hukum (law enforcement) mengingat wilayah geografis Indonesia yang luas karena kecenderungan terjadi penyelundupan beras ke negara Indonesia sangat besar.
Dalam jangka panjang pemerintah perlu memikirkan program pemberian income support to the farmer, yaitu memberikan transfer uang secara Iangsung kepada petani berdasarkan jumlah produksi yang dijual kepada Pemerintah. Seperti model yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Walaupun kebijakan ini merupakan kebijakan yang mahal dari sudut pandang ekonomi, kebijakan ini merupakan bentuk keseriusan keberpihakan pemerintah kepada petani domestik yang sebagian besar hidup dari bercocok tanam padi.
Apabila petani padi tidak diberi perlindungan maka jumiahnya akan semakin berkurang karena tidak mampu bersaing dengan sektor non padi dan sektor industri. Dalam jangka panjang hal tersebut akan meningkatkan ketergantungan impor yang besar sehingga dapat mengganggu ketahanan pangan nasional.
Perlindungan tersebut tidak dapat dilakukan secara terus menerus karena dihadapkan dengan berbagai kesepakatan internasional yang telah dibuat dengan WTO (World Trading Organization) seperti di dalam Agreement on Agriculture, Asia Pacific Economic Corporation (APEC) dan Asean Free Trade Association (AFTA)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beddu Amang
Jakarta: Dharma Karsa Uatama, 1993
338.19 BED e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebijakan pemerintah di bidang produksi dan perdagangan beras terus menjadi kontroversi karena sifat komoditas beras yang sangat terkait dengan stabilitas makroekonomi terutama infkasi, ketahanan pangan, pengangguran dan kemiskinan. Tulisan ini membahas kondisi perberasan dan kebijakan perdagangan beras di Indonesia di tengah iklim liberalisasi saat ini. Data menunjukkan Indonesia mengalami surplus beras dari tahun ke tahun, terutama pada lima tahun terakhir. Pada kenyataannya Indonesia terus melakukan impor beras. Angka resmi yang dikeluarkan sejumlah sumber mengenai jumlah beras yang masuk ke pasar domestik bahkan jauh lebih besar dari angka yang dilaporkan BPS. Pemerintah dinilai tidak konsisten dengan sejumlah kebijakan yang dikeluarkan berkaitan larangan import dan penetapan tarif bea masuk import beras. Kelemahan data tampaknya telah menumbulkan kekhawatiran akan jaminan keamanan pangan sehingga impor beras tetap dilakukan di tengah kebijakan yang melarang import. Tingginya marjin ekonomi yang terbentuk dari selisih antara harga beras import dan harga beras domestik kemungkinan besar menjadi alasan dari kuatnya keinginan melakukan import beras, baik oleh Bulog maupun pihak swasta yang menjadi mitra kerja Bulog."
Jurnal Kebijakan Ekonomi, 2 (2) Desember 2006: 183-196, 2006
JUKE-2-2-Des2006-183
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S5786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Nur Solechah
"Tesis ini membahas tentang interaksi antar fraksi di DPR-RI dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasannya yakni hak mengadakan penyelidikan. Sedangkan kasus yang diselidiki adalah kasus penggunaan Dana Yanatera Bulog dan Dana Bantuan Sultan Brunei Darussalam yang terjadi pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid yang dikenal dengan kasus Buloggate-Bruneigate atau kasus Buloggate I.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana penyelidikan yang dilakukan Panitia Khusus/Pansus Bulog-Brunei di DPR-RI. Lebih spesifik penelitian ini hendak menjawab permasalahan bagaimana struktur dan mekanisme yang berlangsung dalam Pansus Bulog-Brunei dan bagaimana interaksi politik antar fraksi yang terjadi dalam Pansus tersebut. Interaksi politik yang menjadi fokus penelitian ini dilihat dari tiga variabel, yaitu kepentingan, orientasi terhadap norma dan prosedur, serta sikap.
Untuk menganalisa masalah tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan tingkah laku. Sedangkan dari metode penelitiannya, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan studi kasus sebagai strategi penelitiannya. Penelitian ini hendak menjawab pertanyaan tentang "bagaimana", sehingga penelitian ini termasuk dalam penelitian eksplanatoris. Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam penelitian studi kasus yang eksplanatoris.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa struktur yang terbentuk dalam Pansus penyelidikan tersebut adalah munculnya polarisasi kubu-kubu yakni pro-Pansus, kontra-Pansus dan kubu yang netral. Masing-masing kubu tersebut memunculkan aktor-aktornya sendiri. Sedang mekanisme yang melandasi beroperasinya Pansus tersebut adalah bahwa penyelidikan kasus itu dilakukan secara tertutup dan rahasia, serta pola pengambilan keputusannya dengan menggunakan mekanisme voting, setelah menggunakan cara musyawarah mufakat dan lobby tidak mencapai titik temu.
Sementara dilihat dari tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini, menggambarkan adanya peta sebagai berikut; dari variabel kepentingan, maka mayoritas fraksi mempunyai kepentingan ideal menciptakan good governance dan memberantas KKN, serta kepentingan praktis menginginkan terjadinya perubahan dari kondisi politik pada waktu itu khususnya menyangkut gaya kepemimpinan Presiden Wahid. Dari variabel orientasi terhadap norma dan prosedur, maka disamping menggunakan mekanisme sesuai peraturan, juga ditengarai ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggota-anggota Pansus sendiri. Sementara dari variabel sikap, maka mayoritas fraksi menerima hasil kerja Pansus dan menginginkan tindak lanjut secara politis maupun yuridis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Krisis harga beras yang terjadi pada tahunn2008 merupakan fenomena yang tidak pernah diduga akan berkembang begitu cepat. Harga beras mengalami kenaikan sekitar 3 kali lipat hanya dalam waktu beberapa bulan..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>