Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mildania
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh kinerja Environmental, Social, dan Governance (ESG) dan pilarnya terhadap kinerja dan stabilitas keuangan perusahaan berupa profitabilitas dengan proksi return on asset (ROA) dan kemungkinan financial distress dengan proksi Altman Z-score (1968) dengan menggunakan metode regresi data panel. Penelitian juga menguji peran moderasi status Sharia-compliant perusahaan dalam hubungan ESG terhadap kinerja dan stabilitas keuangan perusahaan. Sampel penelitian mencakup 959 perusahaan publik non-finansial di Asia Pasifik periode 2013-2022 mengecualikan perusahaan Taiwan. Kriteria Sharia-compliant didasarkan pada FR IdealRatings Islamic Indices. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja ESG, kinerja pilar Environmental, dan pilar Social signifikan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan secara negatif. Kinerja pilar Governance signifikan mempengaruhi stabilitas keuangan perusahaan secara negatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa status Shariacompliant pada perusahaan memiliki efek moderasi positif terhadap kinerja dan stabilitas keuangan perusahaan. Dampak positif kinerja pilar Social terhadap profitabilitas akan lebih besar pada perusahaan yang berstatus Sharia-compliant. Selain itu, dampak positif kinerja ESG, pilar Environmental dan pilar Social terhadap stabilitas keuangan akan lebih besar pada perusahaan yang berstatus Sharia-compliant. Temuan ini menunjukkan bahwa gabungan pemeriksaan ESG dan Syariah dapat meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan praktik yang lebih etis, bertanggung jawab, dan transparan, sehingga menciptakan pasar baru bagi calon investor.

This research aims to identify the influence of Environmental, Social, and Governance (ESG) performance and its pillars on company financial performance and stability (profitability) with return on assets (ROA) proxy and possibility of financial distress with Altman Z-score proxy using panel data regression method. The research also examines moderating role of a company's Sharia-compliant status in relationship of ESG to company financial performance and stability. The sample includes 959 non-financial public companies in Asia Pacific for the 2013-2022 period excluding Taiwanese companies. Sharia-compliant criteria are based on FR IdealRatings Islamic Indices. The results show that ESG, Environmental and Social pillar performance significantly influence company's financial performance negatively. Governance pillar significantly affects the company's financial stability negatively. This research also finds that Sharia-compliant status of a company has a positive moderating effect on the company's performance and financial stability. The positive impact of Social pillar on profitability will be greater in Sharia-compliant firm. In addition, positive impact of ESG, Environmental and Social pillar on financial stability will be greater in Sharia-compliant firm. These findings show that the combination of ESG and Sharia screenings can increase company value, promote more ethical, responsible and transparent practices, thereby creating new markets for potential investors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Putri Arini
"ABSTRAK
Setiap investor pasti ingin memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi yang dilakukannya. Untuk itu mereka akan berhati-hati dalam memilih suatu keputusan mengenai dimana investasi akan ditempatkan. Semakin baik kinerja dari perusahaan maka diharapkan perusahaan tersebut akan lebih baik dalam usaha untuk meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya. Tetapi bagaimana cara untuk mengukur kinerja suatu perusahaan kembali kepada investor masing-masing untuk memilih salah satu dari sekian banyak metode penilaian perusahaan.
Dalam karya akhir ini, penilaian kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan metode Price Earnings Ratio (PER), Economic Value Added (EVA), dan Market Value Added (MVA). Studi kasus untuk perhitungan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Adapun jumlah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEJ sebanyak tiga perusahaan yaitu PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk, PT. Indosat, Tbk, dan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Namun karena penelitian dilakukan untuk periode 1999-2004 sementara PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk baru terdaftar di BEJ sejak 15 November 2001 maka penelitian hanya dilakukan pada dua perusahaan saja, yakni Telkom dan Indosat.
Dari hasil perhitungan PER diperoleh bahwa untuk tahun 1999-2001, nilai PER Telkom berada di atas nilai PER Indosat. Sementara untuk tahun 2002 dan 2004, nilai PER Indosat berada di atas nilai PER Telkom, dan untuk tahun 2004 nilai PER Telkom kembali naik sedikit di atas nilai PER Indosat.
Dari basil perhitungan EVA, maka secara umum kinerja Telkom terlihat lebih baik daripada Indosat. Hal ini bisa dilihat dari perhitungan EVA yang positif untuk tahun. 2000-2004 dan nilai EVA yang negatif hanya pada tahun 1999. Sementara EVA lndosat hanya bernilai positif pada 1999-2001, semen tara peri ode 2002-2004 nilai EVA-nya negatif.
Dari hasil perhitungan MV A juga terlihat bahwa kinerja Telkom lebih baik dibandingkan Indosat dengan nilai MV A yang negatif hanya untuk tahun 2000 dan 2002 serta nilai MVA positif diperoleh untuk tahun 1999, 2001, 2003, dan 2004. Sedangkan MVA Indosat terns bernilai negatif untuk tahun 1999-2002. Nilai MVA Indosat baru berjumlah positif pada tahun 2003 dan 2004 setelah pihak manajemen Indosat memutuskan untuk melakukan stock-split menjadi lima lembar atas setiap lembar saham yang beredar.
Dari metode-metode yang digunakan, metode PER mernpakan metode yang paling mudah untuk digunakan, akan tetapi penyebut yang digunakan yaitu laba per saham dianggap kurang reliable karena masih banyak dipengaruhi oleh distorsi akuntansi.
Metode EVA dan MVA lebih bagus untuk digunakan dalam mengukur kinerja suatu pernsahaan karena bebas dari distorsi akuntansi dan memang fokus terhadap nilai tambah yang diciptakan untu menghasilkan kekayaan bagi pemegang saham. Akan tetapi perhitungannya tidak mudah, terntama untuk EVA yang memiliki beberapa langkah perhitungan. Terutama dalam menghitung biaya modal yang membutuhkan estimasi - estimasi yang bisa diandalkan. Selain itu hasil dari EVA dan MVA dalam satuan nilai mata uang sehingga sulit untuk dijadikan alat perbandingan kinerja secara langsung antar perusahaan yang berbeda size. Untuk itu dalam karya akhir ini nilai EVA dan MVA hasil perhitungan dibandingkan lagi dengan invested capital agar terlihat perbandingan yang lebih fair atas nilai tambah yang diciptakan masing-masing perusahaan atas total capital yang diinvestasikannya."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairil Amri
"Sebagai salah satu perusahaan minyak tertua di Indonesia, PT.X terus menerus melakukan pencarian-pencarian sumber minyak bam serta menggunakan teknologi-teknologi mutakhir untuk meningkatkan produksinya. PT. X merupakan produsen minyak mentah terbesar saat ini di Indonesia dengan jumlah produksinya sekitar 680,000 barrel per hari.
Setelah didapatkannya minyak mentah dari hasil penambangan minyak tersebut, dan hasilnya disimpan dalam tangki penyimpan, selanjutnya PT. X dihadapkan kepada suatu proses lifting atau pengangkatan minyak untuk dijual kepada pembeli akhir, yaitu dengan menggunakan kapal tanker atau melalui pipa. Proses lifting ini dilakukan oleh para offtakers atau fihak-fihak yang mempunyai hak (entitlement) dalam rangka kontrak bagi hasil antara kontraktor dengan Pertamina / Pemerintah. Untuk mencapai hasil lifting yang maksimal, perusahaan harus menerapkan strategi maksimisasi lifting untuk jumlah minyak yang dikangkat atau dikapalkan, agar didapatkan jumlah revenue yang maksimal pula sehingga bisa meningkatkan pendapatan perusahaan.
Untuk mendapatkan angka lifting yang maksimal tersebut, PT. X dihadapkan kepada beberapa batasan yang harus digunakan dalam menghitung perkiraan entitlement / lifting, antara lain jumlah produksi yang diperkirakan per hari, jumlah cost recoverable yang akan digunakan dan berapa harga minyak mentah yang akan dipakai dalam perhitungan.
Kemungkinan-kemungkinan untuk bisa mendapatkan angka maksimal untuk lifting yang menjadi hak bagi PT. X, yang dalam hal ini adalah sebagai kontraktor, bisa dilihat dari asumsi-asumsi yang dipakai dalam perhitungan. Sebagai perhitungan dasar (base-case) dalam tahun 2001 - 2005, penulis memakai perkiraan produksi, cost recoverable dari harga minyak mentah sama seperti yang dipakai oleh PT. X dalam perhitungan untuk periode tahun 2001 - 2005, seperti yang terlihat pada Lampiran 2-6. Sedangkan untuk perkiraan harga minyak yang aktual adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1.2. Dengan mengganti harga pada perhitungan awal dengan perkiraan harga rainyak yang aktual ini, untuk kontraktor akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang jumlahnya lebih kecil dari angka entitlement /lifting sebelumnya. Hal ini mengakibatkan kontraktor akan berada pada posisi overlift. Kalau overlift tetap terjadi selama satu triwulan, hal ini akan mengakibatkan kontraktor harus membayar jumlah overlift ini dikalikan dengan harga yang terjadi pada bulan ketiga, kepada Pertamina / Pemerintah. Pembayaran ini akan mengurangi revenue perusahaan dan dengan sendirinya akan mengurangi pendapatan perusahaan. Untuk tahun 2001 - 2005 penulis akan menghitung jumlah pembayaran overlift setiap triwulannya, dan dihitung nilai sekarangnya (present value) pada tahun 2000. Discount factor yang dipakai adalah 6.99% per tahun yang merupakan biaya modal rata-rata (weighted average cost of capital) dari PT.X, dan dihitung secara triwulanan.
Pada simulasi kedua dalam perhitungan perkiraan entitlement / lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis merubah harga minyak mentah dari US$ 23 (SLC) dan US$ 21 (DC) menjadi US$26 (SLC) dan US$24 (DC). Sedangkan angka produksi dan cost recoverable sama dengan perhitungan awal (base-case). Besaran harga ini masih dibawah harga yang terjadi pada tahun 2000 dan dianggap cukup konservatip. Dari sini didapatkan angka entitlement I lifting buat kontraktor. Kemudian dengan mengganti harga minyak mentah dengan perkiraan harga aktual, akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang ternyata juga lebih kecil dari angka semula. Hal ini juga mengakibatkan kontraktor akan berada dalam posisi overlift. Jumlah pembayaran overlift selama tahun 2001 - 2005 akan dihitung nilai sekarangnya pada tahun 2000.
Pada simulasi ketiga aalam perhitungan perkiraiin entitlement I lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis menggunakan cost recoverable yang diturunkan sebesar US$ IV periode tahun 2001 - 2005, seperti yang terlihat pada Lampiran 2-6. Sedangkan untuk perkiraan harga minyak yang aktual adalah seperti yang terlihat pada Tabet 1.2. Dengan mengganti harga pada perhitungan awal dengan perkiraan harga minyak yang aktual ini, untuk kontraktor akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang jumlahnya lebih kecil dari angka entitlement /lifting sebelumnya. Hal ini mengakibatkan kontraktor akan berada pada posisi overlift. Kalau overlift tetap terjadi selama satu triwulan, hal ini akan mengakibatkan kontraktor hams membayar jumlah overlift ini dikalikan dengan harga yang terjadi pada bulan ketiga, kepada Pertamina / Pemerintah. Pembayaran ini akan mengurangi revenue perusahaan dan dengan sendirinya akan mengurangi pendapatan perusahaan. Untuk tahun 2001 - 2005 penulis akan menghitung jumlah pembayaran overlift setiap triwulannya, dan dihitung nilai sekarangnya (present value) pada tahun 2000. Discount factor yang dipakai adalah 6.99% per tahun yang merupakan biaya modal rata-rata (weighted average cost of capital) dari PT.X, dan dihitung secara triwulanan.
Pada simulasi kedua dalam perhitungan perkiraan entitlement / lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis merubah harga minyak mentah dari US$ 23 (SLC) dan US$ 21 (DC) menjadi US$26 (SLC) dan US$24 (DC). Sedangkan angka produksi dan cost recoverable sama dengan perhitungan awal (base-case). Besaran harga ini masih dibawab harga yang terjadi pada tahun 2000 dan dianggap cukup konservatip. Dari sini didapatkan angka entitlement I lifting buat kontraktor. Kemudian dengan mengganti harga minyak mentah dengan perkiraan harga aktuaf, akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang ternyata juga lebih kecil dari angka semula. Hal ini juga mengakibatkan kontraktor akan berada dalam posisi overlift. Jumlah pembayaran overlift selama tahun 2001 - 2005 akan dihitung nilai sekarangnya pada tahun 2000.
Pada simulasi ketiga aalam pe^hitungan perkiiaar* entitlement I lifting untuk tahun 2001 - 2005, penulis menggunakan cost recoverable yang diturunkan sebesar US$ 1,500,000 per bulan. Angka ini diambil dan perbedaan rata-rata antara angka perkiraan dengan angka aktual dari cost recoverable pada tahun 1999 dan 2000. Sedangkan angka produksi dan harga minyak mentah sama dengan perhitungan awal (base-case). Dari sini didapatkan angka entitlement I lifting buat kontraktor. Kemudian dengan mengganti harga minyak mentah dengan perkiraan harga aktual, dan mengembalikan cost recoverable kepada posisi semula, maka akan didapatkan angka entitlement / lifting yang baru yang ternyata lebih kecil dari angka semula. Hal ini juga mengakibatkan kontraktor akan berada dalam posisi overlift. Jumlah pembayaran overlift selama tahun 2001 - 2005 akan dihitung nilai sekarangnya pada tahun 2000.
Dari ketiga simulasi diatas maka nilai sekarang yang paling kecil untuk nilai overlift adalah pada simulasi kedua dimana harga perhitungan awal entitlement I lifting menggunakan harga US$26 (SLC) dan US$24 (DC). Simulasi yang kedua ini adalah sebagai alternatif cara perhitungan yang paling tepat bagi PT. X dalam menentukan strategi lifting untuk tahun 2001 -2005 dibanding kedua cara yang lain, dimana dicapainya nilai revenue yang maksimal, sehingga pendapatan perusahaan juga akan menjadi maksimal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vela Alhena
"Krisis moneter yang meianda Indonesia muiai pertengahan iahun 19S7 menyebabkan berbagai aktivitas usaha mengaiami kesulitan, termasuk sektor pariwisata. Sektor pariwisata sangat berganiung kepada perubahan kondisi sosiai poiitik dan kearuanan daiaffi negen, ha! rnt yang menyebabkan pada tahun - tahun 1397 - 1936, perusahaan - perusahaan yang bergerak pada sektor pyriwisata mengaiami penurunan unjuk kerja keuangan.
Kondisi perekonomian iahun 2000 menunjukkan perubahan yang rnenggembirakan, diiambah dengan usaha pernenntah untuk rneiTiulihkan sektor panwisaia dengan rnencanangkan visi bahwa Fariwisata dan Kesenian rnenjadi saiah satu andaian pembangunan, membuat harapan baru uniuk mulai stabiinya aktivitas usaha pada sektor ini. Perusahaan yang diamati pada sektor ini adaiah PT. Sona Topas Tourism industry, Tbk. Hasii pengamatan iahun - tahun yang ialu, termasuk pada masa krisis, unjuk kerja keuangan PT. Sona Topas Tourism industry, Tbk menunjukkan kecenderungan semakin menurun.
Hasil proyeksi unjuk kerja keuangan perusahaan untuk tahun 2000 - 2005 menunjukkan perbaikan dan unjuk kerja keuangan tersebui dengan tetap rnempernatikan kebijakan ? kebijakan perusahaan serta pengalarnn dari iahun - tahun yang iaiu, seningga sesuai dengan karakieristik internal perusahaan. Kewajiban perusahaan menurun ierus sesuai dengan program restrukturisasi hutangnya dan perusahaan tidak rnengalarfii kesulitan keuangan daiarn pembayarannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryata Giripati
"Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri yang terus berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan membaiknya daya beli masyarakat. PT. HM Sampoerna (PT HMSP), sebagai salah satu produsen rokok kretek di Indonesia, sangat mengerti akan hal ini sehingga secara serius menggarap potensial pasar ini baik melalui modemisasi fasilitas yang ada maupun dengan pengembangan brand image dari produkĀ­ produknya. Tidak hanya itu saja, PT. HMSP juga mulai memperdalam bisnisnya dengan masuk ke dunia ritel melalui jaringan minimart Alfamart.
Usaha PT. HMSP ini memberikan hasil yang positif yang ditandai dengan meningkatnya harga saham PT. HMSP ini dari waktu ke waktu Sejak dilakukannya stock split pada September 2001, harga saham PT. HMSP terus mengalami peningkatan. Dari harga awal sebesar Rp. 3.300,- pada akhir September 2001, harga saham PT. HMSP sudah berada pada kisaran Rp. 4.475,- pada akhir Desember 2003, atau naik scbesar 35,6%. Hal inilah yang menyebabkan saham PT. HMSP merupakan salah satu saham unggulan di pasar bursa.
Untuk melihat sejauh mana harga saham ini dapat terus bergerak naik atau bahkan turun, maka diperlukan penelitian yang mendalam mengenai penilaian (valuation) nilai intrinsik saham melalui faktor-faktor fundamental pemsahaan. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini, penulis menggunakan fundamental analysis di samping juga melakukan analisis keuangan perusahaan untuk memberikan dukungan dalam asumsi-asumsi yang digunakan dalam menghitung nilai intrinsik saham PT. HMSP.
Dari sekian banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian (valuation) harga saham, penulis memilih metode Free Cash Flow Equity (FCFE) dan Abnormal Earnings untuk melakukan penilaian harga saham PT. I-WSP. Pemilihan metode ini lebih didasarkan pada karakteristik keuangan perusahaan (dalam hal ini karakteristik keuangan PT. HMSP), di mana pada dasarnya, masing-masing metode penilaian akan bekerja baik untuk tipe/karakteristik keuangan tertentu. Beberapa hal yang mendasari pemilihan metode di atas adalah karena cashflow (arus kas) perusahaan yang selalu positif sehingga dapat diestimasi, serta growth dari leverage perusahaan yang relatif stabil dari waktu ke waktu.
Dari hasil penelitian, didapat bahwa secara umum, kinerja keuangan PT. HMS menunjukkan hasil yang memuaskan bila dibandingkan dengan para kompetitor yang ada di dalam industri rokok kretek nasional dalam bebarapa tahun terakhir. Dari basil penilaian harga saham pun didapat hasil, baik dengan menggunakan metode FCFE maupun Abnormal Earnings, bahwa saham PT. HMSP berada pada posisi undervalued atau lebih rendah dari ni1ai intrinsiknya. Hal ini menunjukkan bahwa saham PT. HMSP masih mempunyai peluang untuk terus meningkat di masa yang akan datang.
Dengan menggunakan metode FCFE, didapat nilai intrinsik saham Pl. HMSP sebesar Rp 6.474,- atau terdapat perbedaan sebesar Rp. 1.999,- dari harga saham tersebut di BEJ pada saat penutupan (30 Desember 2003) yang sebesar Rp. 4.475,-. Di lain pihak, dengan menggunakan metode Abnormal Earnings, didapat nilai intrinsik saham PT. HMSP sebesar Rp. 4.763,- atau hanya lebih besar Rp. 288,- dari harga saham tersebut di BEJ pada sa:tt penutupan.
Dalam hal ini, berdasarkan analisa yang telah dilakukan, penulis melihat bahwa harga saham PT. HMSP tidak saja dapat menembus ke level Rp. 4.763,- melainkan dapat menembus hingga ke level Rp. 6.474,-. Oleh karena itu, bagi para investor, penuhs menyarankan untuk mengambil posisi buy (beli) terhadap saham PT. HM Sampoema saat ini mengingat prospeknya yang besar untuk meningkat di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Astuti
"ABSTRAK
Karya akhir ini mempunyai tujuan untuk menganalisis pemilihan investasi (capital budgeting) mesin produksi yang paling layak untuk dilakukan. Investasi yang dianalisis adalah berupa pembelian mesin produksi produk Face Powder atau produk Face Cleanser baru oleh PT Kosmetika X. Kedua produk ini merupakan pengcmbangan varian dari produk existing yang saat ini menjadi backbone penjualan PT Kosmetika X. Investasi ini diperlukan oleh PT Kosmetika X untuk menambah pangsa pasamya selama ini. Dengan asumsi bahwa kapasitas mesin produksi existing sudah penuh, maka untuk memproduksi produk baru ini diperlukan tambahan investasi mesin baru. Namun, PT Kosmetika X harus membuat prioritas mesin manakah yang harus dibeli terlebih dahulu karena keterbatasan dana yang ada.
Studi karya akhir ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur Net Present Value, IRR, dan Payback Period. Sedangkan langkah-langkah penelitian yang dilakukan secara garis besar adalah mencarifree cash flow dengan adanya mesin baru ini. Free cash flow yang dimaksud adalah berasal dari pendapatan karena penjualan dikurangi dengan COGS, ditambahkan net working capital dan net capital expenditure. Setelah free cash flow teridentifikasi, kemudian dicari discount rate-nya. Discount rate yang dipakai adalah cost of equity karena seluruh pendanaan yang dibutuhkan adalah berasal dari equity.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam studi karya akhir ini antara lain yaitu: jangka wak'iu perhitungan selama 5 tahun dengan pertimbangan umur efektif mesin, jangka waktu pembayaran AR adalah selama 30 hari dan AP selama 45 hari. Selain itu, mengingat karakteristik fungsi produk baru ini serupa dengan produk existing, maka akan ada pangsa pasar produk existing yang terserap. Dengan demikian diasumsikan kapasitas mesin yang digunakan untuk memproduksi produk existing ada yang tidak terpakai sehingga sebagian permintaan produk baru yang berasal dari penyerapan produk existing dapat diproduksi pada mesin yang sudah ada. Penentuan jumlah permintaan dari hasil serapan produk existing dilakukan dengan pembobotan. Setelah free cash flow diidentifikasi, analisis NPV, IRR, dan Payback Period dilakukan. NPV dan IRR tertinggi serta Payback period investasi tercepat adalah yang dipilih.
Hasil yang diperoleh dalam studi karya akhir ini adalah bahwa NPY dan IRR untuk produk Face Powder lebih tinggi dan Payback period lebih ccpat dibandingkan dengan produk Face Cleanser. IRR dan payback yang diperokh lebih besar dibandingkan dengan benchmark yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen. Nilai NPV dan IRR yang sangat besar diperoleh karena PT Kosmetika X adalah perusahaan manufacturing yang menjual produknya kepada sister company-nya yaitu PT Kosmetika Y yang merupakan perusahaan marketing untuk didistribusi melalui sister company yang lain yaitu PT Kosmetika Z. Dalam hal ini tidak ada biaya transportasi, distribusi, dan promosi yang harus dikeluarkan oleh PT Kosmetika X.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore : McGraw-Hill Education, 2015
658.15 COR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson
"ABSTRAK
Sebelum krisis ekonomi melanda kawasan Asia dan Indonesia tahun 1997, salah satu lokomotif perekonomian Indonesia selain sektor perbankan adalah sektor properti, baik property untuk usaha maupun tempat tinggal. Namun, seperti sektor perbankan Indonesia yang pada waktu itu mengalami keterpurukan, sektor properti juga termasuk yang mengalami dampak paling parah akibat gejolak perekonomian regional Asia. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat Indonesia secani signifikan serta mahalnya biaya produksi yang harus ditanggung oleh perusahaan-perusahaan properti. Faktor yang terakhir ini timbul akibat jatuhnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap beberapa mata uang asing, terutama dollar Amerika Serikat. Di lain pihak, perusahaan-perusahaan properti tersebut telah banyak menggalang dana pinjaman dari dalam maupun luar negeri dengan berbagai mata uang asing, sehingga jumlah hutang mereka meningkat secara signifikan akibat melcmahnya kurs rupiah dan terancam default.
PT ABC Tbk sebagai salah satu grup perusahaan pengembang properti yang telah go public di Indonesia juga melakukan pinjaman pada bank dan lembaga keuangan dalam dan luar negeri untuk ekspansi usahanya. Proyek pembangunan perumahan, lapangan golf dan pusat perbelanjaan serta pemiagaan terus dikembangkan oleh grup ini di beberapa kota besar Indonesia.
Namun karena pinjaman untuk ekspansi usaha tersebut sebagian besar diperoleh dalam mata uang dollar Amerika Serikat dan tidak dilindung nilai (hedging) secara memadai, perusahaan mengalami kesulitan ketika nilai tukar rupiah mengalarni penurunan yang sangat drastis terhadap dollar. Jumlah hutang yang tercatat pada laporan keuangan PT ABC Tbk menjadi sangat besar karena selisih kurs mata uang yang digunakan. Dengan penghasilan dari penjualan properti di dalam negeri yang sebagian besar menggunakan mata uang rupiah, perusahaan berpotensi untuk tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar pinjaman yang telah diperoleh tersebut, yang sebagian besar jatuh tempo antara tahun 1998 dan 1999.
Sejak tahun 1999, pinjaman yang diperoleh PT ABC Tbk dari bank-bank dalam negeri telah
dialihkan kepada Badari Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk direstrukturisasi. Demikian pula halnya dengan pinjaman yang diperoleh dari bank dan lembaga keuangan asing,
sedang dilakukan negosiasi dengan para kreditur untuk direstrukturisasi. Altematif yang digunakan untuk restrukturisasi dengan BPPN maupun kreditur asing ini antara lain dengan
penerbitan convertible bond, perpanjangan waktu pembayaran pokok pinjaman maupun haircut
atas bunga pinjaman.
Penulisan karya akhir ini mencoba menganalisa skema restrukturisasi hutang yang sebagian besar telah disepakati dengan para kreditur dan mulai dilaksanakan oleh PT ABC Tbk pada tahun 2002 serta melihat pengaruhnya terhadap nilai Perusahaan. Dengan menggunakan metode discounted cash flow dan berbagai asumsi yang menyertainya terlihat bahwa nilai Perusahaan pada akhir tahun 2002 adalah sebesar Rp 290,08 per lembar saham, lebih tinggi dibandingkan harga saham PT ABC Tbk di Bursa Efek Jakarta pada saat yang sama yaitu Rp 80 per lembar saham.
Penulisan karya akhir ini juga mencoba untuk memberikan altematif skema restrukturisasi
hutang melalui perpanjangan masa jatuh tempo pembayaran dengan tujuan untuk melihat apakah
dapat memberi dampak yang lebih baik terhadap aktivitas Perusahaan tanpa mengabaikan
kepentingan para pemegang saham. Dengan menggunakan metode penilaian yang sama dan
berbagai asumsi yang menyertainya, diperoleh nilai Perusahaan yang tidak jauh berbeda dengan
hasil penilaian sebelumnya, yaitu Rp 289,24 per lembar saham. Meskipun demikian, secara
kualitatif altematif restrukturisasi hutang ini diyakini akan memberi nilai lebih bagi Perusahaan karena lebih menjamin ketersediaan kas bagi Perusahaan untuk berekspansi lebih lanjut. Hal ini
mengingat bahwa di awal tahun 2003, seperii banyak diprediksi oleh para pengamat ekonomi dan
prope1ii, merupakan laagkah awal kebangkitan ekonomi Indonesia. Dengan demikian, PT ABC
Tbk tetap memiliki kekuatan secara finansial, yang tercermin dari ketersediaan kas Perusahaan,
untuk menangkap peluang usaha pada ekonomi Indonesia yang mulai bangkit ini.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes mvh, Author
"ABSTRAK
Berbagai macam alternatif tindakan korporasi dan transaksi bisnis dilakukan oleh perusahaan, baik itu perusahaan yang go public maupun perusahaan yang sahamnya dimiliki perseorangan atau sekelompok orang, baik lokal maupun asing, yang dilakukan semata-mata agar perusahaan tersebut dapat bertahan dalam menghadapi setiap tantangan, baik dari dalam (internal factors) maupun dari luar perusahaan (external factors) juga agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Dalam melakukan kegiatannya, perusahaan dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan secara baik dan benar (good corporate governance). Berangkat dari hal tersebut, dalam upaya melindungi para pemegang saham terutama pemegang saham minoritas atau investor publik atas kerugian yang mungkin timbul dari suatu tindakan korporasi atau transaksi (corporate transactions) yang didominasi oleh pemegang saham mayoritas atau pihak lain yang terlibat, BAPEP AM telah menetapkan Peraturan Nomor IX.E.l tentang "transaksi benturan kepentingan" dan IX.E.2 tentang "transaksi material dan perubahan kegiatan usaha". Adapun salah satu syarat pokok dari kedua peraturan tersebut adalah keharusan menunjuk pihak independen untuk memberikan pendapat atas kelayakan atau kewajaran suatu transaksi yang pada umumnya disebut pendapat kewajaran atas transaksi atau ''fairness opinion transactions".
PT SMART dalam melindungi asset yang dikelolanya menggunakan berbagai macam strategi bisnis, salah satunya adalah menggunakan instrumen derivatif-swap valuta berjangka yang bertujuan melindungi nilai kewajiban dalam mata uang asing terhadap resiko fluktuasi dalam transaksi mata uang asing.
Dalam rangka hal tersebut diatas, PT SMART Tbk melakukan dua perjanjian swap valuta berjangka dengan pihak BII Bank Limited (BIIBL) masing-masing bernilai USD. 75 juta. Sehingga nilai total perjanjian swap valuta berjangka tersebut adalah sebesar USD. 150 juta.
Pada saat kedua perjanjian swap tersebut akan jatuh tempo, pihak BIIBL meriyatakan tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian swap yang telah disepakati dengan PT SMART Tbk. dikarenakan sedang melaksanakan restrukturisasi keuangan dan hutang dengan para debitumya. Sebagai jalan keluar, Pihak BIIBL menawarkan opsi pengalihan aktiva jaminan milik PT Century Capital Ltd, debitur BIIBL yang gagal memenuhi kewajibannya terhadap BIIBL, berupa kepemilikan 7.650 saham atau sebesar 49,997% kepemilikan di PT. Tapian Nadenggan dan 45 juta saham atau sebesar 9% kepemilikan di PT Ivo Mas Tunggal, yang menurut perhitungan financial analyst (PT Asian Appraisal Indonesia) masing - masing bemilai Rp. 480.086.621.789 ekuivalen USD.46,162,175 untuk 7.650 saham PT Tapian Nadenggan dan Rp. 286.756.560.000 ekuivalen USD.27,572,746 untuk 45 juta saham PT lvo Mas Tunggal.
Tujuan penulisan karya tulis akhir ini adalah memberikan suatu gambaran mengenai kinerja penilaian yang dilakukan financial analyst atau business valuers dalam memberikan suatu opini / pendapat kewajaran atas suatu transaksi bisnis yang dilakukan PT SMART Tbk tersebut dan mengetahui bagaimana penerapan penilaian suatu perusahaan dikaitkan dengan teori penilaian perusahaan yang ada (business valuation theory).
Analisis yang digunakan adalah dengan menganalisa laporan penilaian financial analyst yaitu PT Asian Appraisal Indonesia, dengan mengacu pada berbagai literatur, Undang-Undang dan Peraturan BAPEPAM, bahan seminar business valuers, audit report, appraisal report, laporan kinerja, dan laporan tahunan perusahaan, dan buku-buku acuan lainnya.
Hasil analisis terhadap laporan financial analyst menunjukan bahwa perhitungan yang dilakukan mengacu pada prinsip-prinsip penilaian tetapi masih mempunyai beberapa kelemahan dalam mengkaji lebih dalam faktor-faktor ekstemal yang seharusnya dapat mempertajam proses penilaian.
Last but not lease, dapat diambil suatu saran singkat bahwa dalam melakukan penilaian terhadap suatu badan usaha diperlukan bermacam-macam penyesuaian yang mungkin saja berbeda dengan penerapan teori yang ada yang disebabkan oleh perbedaan jenis karakter perusahaan yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun ekstemal perusahaan itu sendiri, sejauh hal tersebut tidak menyimpang dari kaidah-kaidah peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah selaku regulator.
"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Elmanto
"ABSTRACT
The main purpose of this study is to apply a valuation model of a heavy manufacturing company value and compare it with the market value. The discounted cash flow model is used to calculate the intrinsic value of the company. As a case study, I use PT Komatsu Indonesia Tbk (KI), a company that manufactures the heavy equipment machineries.
PT Komatsu Indonesia Tbk as a member of Komatsu Group all over the world is a heavy manufacturing company, which has activities in Indonesia as one of Asia country. This statement brings KI's business as the part of the global economic businesses which nowadays is much more affected by China as the new emerging force in Asia and the world. The issues of the great of economic growth, which enjoyed by China for the decades must be balanced by its policy to push the growth itself. Besides China, United States is still has its power in driving the world economic growth. It is a rumor which outcomes similarly to the rising of China, that United States tries to increase its interest rate using its Federal Reserve, connecting to the drop off the stock price in Wall Street.
Indonesia as a country actually has some internal issues to be solved regarding to its economic growth after the recession 1998. Indonesia has issues in its foreign debt payment (affected by the macroeconomic conditions), incoming election, domestic consumption, and the other assumptions, which affect Indonesia perpetual growth generally, and Kl's intrinsic value regarding to this study.
In calculating the company's intrinsic value, I use different scenarios. The purpose of using different scenarios is to vary the information, which reflects different assumptions about economic environment nowadays. These scenarios also help us especially investors to decide whether they want to invest in KI' s stocks or not.
The final phase of the valuation process involves comparing the company's value to the market value. These efforts are conducted in order to justify the assumptions used in the discounted cash flow model. The final step is to interpret the results.
The results of the valuation process show that intrinsic value of the company range between Rp 896 per share and Rp 1,278 per share. The range is below the actual market price at December 30, 2003, which is Rp 1,375 per share. Therefore, the company's market value is overvalued. Even though different scenarios are used to reflect different possible economic environment, the range of the intrinsic value of the company is still below its market price.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>