Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190303 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisea Rainima
"Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa korelasi antara Keketatan Budaya dan kecenderungan individu dalam melakukan Penekanan Emosi. Selain itu, penelitian ini juga memeriksa apakah religiusitas bertindak sebagai moderator dalam interaksi antara pengaruh Keketatan Budaya dan Penekanan Emosi. Keketatan budaya mengacu pada keberadaan norma sosial yang ketat dan tidak fleksibel. Religiusitas ditandai dengan keyakinan kuat terhadap adanya kuasa yang lebih tinggi. Penekanan emosi melibatkan penahanan ekspresi emosi yang dilakukan secara sengaja. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan analisis korelasi dan moderasi untuk menjawab tujuan dari penelitian. Penelitian ini melibatkan 141 partisipan yang diperoleh menggunakan teknik convenience sampling melalui iklan di berbagai platform media sosial dan poster. Temuan penelitian mengkonfirmasi semua hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Ditemukan bahwa Keketatan Budaya memiliki hubungan yang signifikan dengan Penekanan Emosi. Selain itu, terdapat efek moderasi yang signifikan dan negatif dari Religiusitas pada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Meskipun hasil moderasi yang diperoleh memiliki skor yang signifikan, namun temuan temuan ini tidak sesuai dengan asumsi awal penelitian. Hal ini dapat dijelaskan melalui pandangan bahwa kesadaran bahwa identitas sosial pada dasarnya fleksibel dan mudah beradaptasi, sehingga memungkinkan mereka untuk hidup berdampingan tanpa konflik.

The purpose of this study was to examine the correlation between Cultural Tightness and Emotion Suppression. The purpose also included examining if Religiosity acts as a moderator in the interaction between the influence of Cultural Tightness and Emotion Suppression. Cultural tightness refers to the presence of strict and inflexible social norms. Religiosity is characterised by a strong belief in a higher power. Emotion suppression involves deliberately reducing the outward display of emotions. The study employed a cross-sectional research design and utilised correlation analysis and moderation analysis to determine the study's findings. A total of 141 participants responded to the link that was distributed using convenience sampling technique, which involved utilising various social media platforms and posters for the study. The research findings confirmed all the hypotheses that were formulated for investigation. It was found that Cultural Tightness has a significant relationship with Emotion Suppression. Additionally, there was a significant and negative moderating effect of Religiosity on the relationship between the main independent variable and dependent variables. The research findings did not align with the initial assumptions of the study, despite the presence of significant moderation. This led to the realisation that social identities are inherently flexible and adaptable, enabling them to coexist without conflicts.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Kuswidhiastri
"Regulasi emosi kognitif merupakan keterampilan individu untuk mengelola pikiran dan reaksi emosional dalam menghadapi situasi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan kemampuan menggunakan strategi regulasi emosi kognitif berdasarkan jenis kelekatan dengan orang tua pada remaja akhir. Penelitian dilakukan secara cross-sectional pada 674 orang remaja akhir berusia 18-22 tahun (n perempuan = 75.2%) yang terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kelekatan aman (46.2%), kelekatan tidak aman-menghindar (48.2%), dan kelekatan tidak aman- ambivalen (5.8%). Penelitian menggunakan analisis One-Way MANOVA untuk mengamati perbedaan kemampuan menggunakan strategi kognitif dalam masing-masing kelompok jenis kelekatan. Penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga jenis kelekatan dalam menggunakan strategi regulasi emosi kognitif (F (18, 1328) = 11.29, p < 0.01; Pillai’s V = .265, η2 = .133). Strategi kognitif yang lebih adaptif lebih mampu digunakan oleh remaja dengan kelekatan aman, sementara remaja dengan kelekatan tidak aman lebih sering menggunakan strategi kognitif yang kurang adaptif. Perbedaan penggunaan strategi kognitif juga ditemukan pada kedua jenis kelekatan tidak aman.

Cognitive emotion regulation is the ability to manage thoughts and emotional reactions when faced with bad situations. This research aims to prove the differences between in the cognitive emotion regulation strategies of late adolescents based on their parental attachment types. Cross-sectional study was conducted on a total sample of 674 late adolescents between 18-22 years (n female = 75.2%) which are divided into three groups based on parental attachment types. A set of One-Way MANOVA was used to assess the differences in the ability to use cognitive emotion regulation strategies between groups. Results showed that there are significant differences in the three types of attachment in using cognitive emotion regulation strategies (F (18, 1328) = 11.29, p < 0.01; Pillai’s V = .265, η2 = .133). Adolescents with secure attachment are more likely to use adaptive cognitive strategies, while those with insecure attachments are more likely to use less adaptive strategies. Differences in cognitive strategy use were also found in the insecureavoidant and insecure-ambivalent attachment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Endang Sriningsih
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S2532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Edy Subandono
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresidder, Andrew
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005
155.4 TRE i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Laili Irawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ceisha Kartika Novianti
"Anak usia prasekolah rentan mengalami permasalahan regulasi emosi yang berdampak pada aspek psiko-sosial dan akademik, baik pada saat ini maupun usia mendatang. Regulasi emosi anak terbukti berhubungan dengan regulasi emosi ibu dan sosialisasi emosi juga terbukti mampu berperan sebagai mediator dalam hubungan ini. Penelitian ini ingin mengetahui peran sosialisasi emosi sebagai mediator dalam hubungan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah. Penelitian kuantitatif dengan desain korelasional ini melibatkan 205 ibu dari anak usia prasekolah (3-6 tahun) sebagai partisipan.
Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa tidak terdapat direct effect yang signifikan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah dan tidak terdapat indirect effect yang signifikan melalui sosialisasi emosi secara supportive, tetapi terdapat indirect effect yang ditemukan signifikan melalui sosialisasi emosi secara unsupportive dalam memediasi hubungan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ibu tidak dapat berhubungan secara langsung dengan regulasi emosi anak usia prasekolah, tetapi harus melewati sosialisasi emosi secara unsupportive terlebih dahulu untuk berhubungan dengan regulasi emosi anak usia prasekolah.

Preschool-aged children are vulnerable to emotional regulation problems that have an impact on psycho-social and academic aspects, both now and in the future. Children's emotional regulation has been shown to be related to maternal emotion regulation and emotional socialization has also been shown to be able to act as a mediator in this relationship. The current study examined the role of emotion socialization as a mediator of the relations between maternal emotional regulation and emotion regulation of preschool-aged children. This quantitative study with a correlational design involved 205 mothers of preschool children (3-6 years old) as participants.
Results of the mediation analysis revealed that there was no significant direct effect between the maternal emotion regulation and preschool-aged children was not significant, and there was no significant indirect effect through supportive emotional socialization, whereas there was significant indirect effect through unsupportive emotional socialization in mediating the relationship between maternal emotion regulation and preschool-aged children. Therefore, it can be concluded that maternal emotional regulation cannot be directly related to emotional regulation of preschool-aged children, but must pass through unsupportive emotional socialization first to correlate with emotional regulation of preschool-aged children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan
"Emosi atau perasaan manusia adalah salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam aktivitas apapun. Tidak sedikit juga pekerjaan yang seringkali berkaitan dengan emosi manusia terutama di industri hiburan dan juga kesehatan. Oleh karena itu, 1 dekade kebelakang banyak riset yang dilakukan untuk mempelajari emosi manusia secara langsung maupun menggunakan teknologi. Pengembangan model speech emotion recognition berbahasa Indonesia masih sangat sedikit dan oleh karena itu dibutuhkan perbandingan secara spesifik pada penelitian ini diantara dua model classifier yaitu Convolutional Neural Network (CNN) dan juga Multilayer Perceptron (MLP) untuk menentukan model yang menghasilkan akurasi terbaik dalam memprediksi emosi dari suara manusia.
Dalam speech recognition secara umum, salah satu faktor penting dalam mendapatkan model dengan akurasi terbaik adalah metode ekstraksi fiturnya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 3 fitur untuk melakukan pelatihan terhadap model yaitu Mel-frequency Cepstral Coefficients (MFCC), Mel-Spectrogram dan chroma. Dari 3 fitur ini, divariasikan dan menghasilkan 7 metode ekstraksi yang berbeda untuk digunakan sebagai input pelatihan model.
Terakhir, untuk memastikan bahwa model sudah menggunakan parameter terbaik, dilakukan eksperimen dengan membandingkan model yang menggunakan batch size serta activation function yang berbeda. Ditemukan bahwa dengan menggunakan CNN dan fitur gabungan antara MFCC, mel-spectrogram dan juga chroma menghasilkan model dengan skor akurasi 50.6% sedangkan menggunakan MLP dengan fitur yang sama menghasilkan model dengan skor akurasi 58.47%.

Emotions or human feelings are one of the factors that cannot be controlled in any activity. There are also many jobs that are often related to human emotions, especially in the entertainment and health industries. The development of speech emotion recognition models in Indonesian is still very little and therefore a specific comparison is needed in this study between two classifier models, namely Convolutional Neural Network (CNN) and Multilayer Perceptron (MLP) to determine the model that produces the best accuracy in predicting the emotion of the human voice.
In speech recognition in general, one of the important factors in acquiring a model with the best accuracy is the feature extraction method. Therefore, this study uses 3 features to train the model, namely Mel-frequency Cepstral Coefficients (MFCC), Mel-Spectrogram and chroma. From these 3 features, they were varied and resulted in 7 different extraction methods to be used as model training inputs.
Finally, to ensure that the model has used the best parameters, an experiment was conducted by comparing models using different batch sizes and activation functions. It was found that using CNN and the combined features of MFCC, mel-spectrogram and also chroma resulted in a model with an accuracy score of 50.6% while using MLP with the same features resulted in a model with an accuracy score of 58.47%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Eva
"Belajar adalah aktivitas yang kompleks, bukan hanya mengaktifkan kognitif dan motorik saja, namun juga melibatkan emosi individu. Kebanyakan individu akan lebih mcrnikirkan sesuatu jika merasakannya. Ernosi dapat berpemn sebagai pemberi semangat, cncrgi, dan mengarahkan perilaku pada individu (Eyler dan Giles, dalam Hunt, 2006).. Oleh karenanya, menjadi penting, bagi siswa tuna netra yang belajar dalam program inklusi untuk mampu mengembangkan kemampuan regulasi emosi karena ia akan berhadapan dengan situasi belajar yang heterogen.
Berdasarkan hasil pemcriksaan psikologi diketahui bahwa A tidak mempunyai masalah dengan kecerdasan, namun ia mempunyai masalah dalam kemampuan mengelolaan emosi. Untuk melanjutkan pendidikan ke SLTP dengan program inklusi, A perlu mengingkatkan diri dalam mengelola cmosi. Mengingat, A akan menghadapi beragam karakter individu pada saat bersekolah di SLTP dengan program inklusi. Peningkatan kemampuan mengelola emosi terutama dibutuhkan A untuk mengembangjcan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain.
Program intervensi didasarkan pada pendekatan modiiikasi perilaku dengan pendckatan kognitif dan pendekatan perilaku. Pendekatan kognitif menggunakan strategi antecedent focused, sedangkan pendekatan perilalcu menggunakan strategi response focused dengan relaksasi pemapasan dalam. Disamping itu, peneliti, mengintegrasikan dua strategi tersebut dengan pengembangan kesadaran diri melalui in-depth interview.
Tujuan intervensi adalah menunmkan perilaku agresif A ketika sedang marah, seperti, menendang lemari, menendang pintu, menyobek buku, tidak hadir di sekolah tanpa alasan yang jelas, dan menarik diri. Program intervensi ini diadakan dalam 14 kali pertemuan dan disusun dalam sebuah rancangan program intezvensi yang terdid atas tiga bagian yaitu : 1) Data Dasar; 2) Program Intervensi; 3) Evaluasi Program.
Hasil intervensi secara umum memmjukkan bahwa program intervensi efektif untuk meningkatkan regulasi emosi A. Teknik modiiikasi situasi lebih sering digunakan A dibanding teknik yang lain dan relaksasi pemapasan dalam memberikan dampak positifterhadap emosi A.

Learning is a complex activity which not only involves cognition and motor abilities, but also one’s emotion. Most individuals will tend to think about something if they can feel it. Emotion can have a role in giving spirit, energy and guidance to one’s behavior (Evler & Giles, in Hunt, 2006). Thus, it is important for blind children who leam in an inclusion program to be able to develop the ability to regulate emotion because she will face a diverse learning situasion.
Based on the psychological assesment, it is known that A d0esn"t have any intelectual barriers, though she does have difheulties in regulation his emotions. To continue his studies in the secondary level with a inclusive program, A needs to improve her emotion regulating abilities. Reason being is, because A will face a lot of different individual characters while in that education level. Improvement in emotion self-regulation is especially needed to develop A’s social interaction abilities.
The intervention program is based on the modification behavior technique with a cognitive and behavior approach. The cognitive approach uses the antecedent focused strategy, whilst the behavior approach uses the response focused strategy with the deep breathing relaxation technique. Moreover, the two strategies are integrated with the development of self consciousness by using depth interview.
The purpose of the intervention is to decrease aggressive behavior of A, for example kicking closets, kicking doors, tearing books, skipping school and withdrawing himself from his society. The intervention program is conducted 14 times and is based on an intervention program which consists of three parts: 1) Data based; 2) Intervention program; 3) Evaluation program.
The results of the intervention show that in general intervention program is elfective to enhance A’s emotion regulation. Situation modiiication technique is used more otien by A compared to the other techniques and deep breathing relaxation in giving a positive influence towards A’s emotion.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34093
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rezkita Gustarachma Astari Suhendar
"Dalam konteks perkembangan industri media massa, tantangan para fotografer (fotojurnalis) di era digital berhadapan dengan tuntutan nilai objektivitas dan proses manipulasi visual jurnalisme. Representasi pada fotojurnalisme terkandung dalam salah satu bentuk dari estetika jurnalisme. Penulis memandang bahwa hasil karya fotojurnalisme dapat mengupayakan cara para fotografer memilih untuk menggunakan fotografi sebagai 'a different way of seeing'. Tulisan ini menawarkan pentingnya meninjau kembali terhadap membangun sikap intensional dalam proses penciptaan fotografi jurnalistik. Melalui metode distingsi konseptual, tulisan ini menawarkan bagaimana nilai fotojurnalisme tidak terlepas dari pengalaman estetis fotografer dengan melibatkan peran emosi dan narasi dalam sebuah fotografi. Lebih lanjut, tulisan ini akan bertumpu pada pemikiran Mikel Dufrenne mengenai The Phenomenology of Aesthetic Experience sebagai teori utama. Kemudian dengan metode fenomenologi digunakan untuk memperlihatkan bagaimana proses performatif pada karya fotojurnalisme ini dipengaruhi oleh kemampuan seseorang mengeksplorasi gestur secara intensional, diikuti dengan pengalaman estetis sebagai Welstanchauung seorang fotografer. Alhasil, tulisan ini berusaha untuk mengartikulasi peran pengalaman estetis subjektif terlibat dalam membentuk representasi fotojurnalisme yang bekerja secara intersubjektif.

In the context of the development of the mass media industry, the challenges of photographers (photojournalist) in the digital age are faced with demands for objectivity and the process of manipulation of visual journalism. Representation of photojournalism is embodied in one form of journalism aesthetics. The author considers that the work of photojournalism can work out the way photographers choose to use photography as "a different way of seeing". This article offers the importance of revisiting towards building intentional attitudes in the process of creating journalistic photography. Through the conceptual distinction method, this article offers how the value of photojournalism is inseparable from the photographer's aesthetic experience by involving the role of emotion and narrative in photography. Furthermore, this article will rely on Mikel Dufrenne's The Phenomenology of Aesthetic Experience as the main theory. Then, the phenomenological method is used to show how this performative process in photojournalism influenced by one's ability to explore gestures intentionally, followed by aesthetic experience as a photographer’s Welstanchauung. As a result, this article seeks to articulate the role of subjective aesthetic experiences involved in forming photojournalism representation that work intersubjectively."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>