Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusak Kristianto
"Latar belakang: Pascapembedahan dan tatalaksana adjuvan kanker kolorektal (KKR), sekitar 30-50% pasien mengalami kekambuhan. Pemeriksaan berbasis imun, seperti Immunoscore (IS) dan Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR) bersifat independen dalam prediksi kekambuhan dan kesintasan pasien. NLR memiliki keunggulan seperti murah, sederhana, dan mampu laksana bila dibandingkan pemeriksaan IS. Hingga saat ini belum ada penelitian yang mengukur akurasi keduanya dalam prediksi kekambuhan kasus KKR.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dan dilakukan di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dan MRCCC (Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre) pada rentang waktu Juli-Desember 2023 menggunakan data sekunder rekam medis pasien kanker kolorektal stadium I-III, hasil NLR dan IS, dan luaran pasien. Analisis statistik berupa analisis deskriptif, akurasi tes, dan uji hipotesis (bivariat) memakai perangkat lunak Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 25. Penentuan cut-off nilai NLR menggunakan kurva ROC. Perbandingan nilai tes NLR dan IS dalam memprediksi kekambuhan menggunakan perbandingan ROC area (AUC). Pengukuran kesepakatan/kesesuaian 2 alat tes (NLR, IS) dalam membedakan kambuh dan tidak kambuh menggunakan statistik Kappa.
Hasil: Dari 80 pasien kanker kolorektal, terdapat 26 pasien yang mengalami kekambuhan (32,5%) dengan waktu kekambuhan paling banyak yaitu 2 tahun pertama (53%) dan terdapat 54 pasien yang tidak mengalami kekambuhan (67,5%). NLR (cut-off 6,6) memiliki sensitivitas (46,2%), spesifisitas (81,5%), dan nilai akurasi diagnostik NLR 70%. Hasil Chi square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara NLR dengan kejadian kekambuhan (p-value = 0,020). IS memiliki sensitivitas (7,7%), spesifisitas (96,3%), dan nilai akurasi diagnostik IS 67,5%. Hasil Fisher Exactmenunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IS dengan kejadian kekambuhan (p-value = 0,592). Nilai AUC IS dan NLR dengan p-value sebesar 0,064 artinya kemampuan/akurasi antara tes NLR dan IS untuk mendeteksi kekambuhan pada pasien KKR tidak berbeda/sama. Hasil statistik Kappa didapatkan nilai 1.000 (p-value = <,001), artinya terdapat kesesuaian/kesepakatan sangat tinggi antara tes IS tinggi dan NLR rendah dalam membedakan kambuh dan tidak kambuh pada pasien kanker kolorektal.
Kesimpulan: NLR dan IS sama sama memiliki akurasi lemah dalam memprediksi kekambuhan kanker kolorektal stadium I-III, tetapi NLR memiliki korelasi signifikan dengan kekambuhan dibandingkan IS. Kedua tes unggul dalam prediksi kasus kanker kolorektal yang tidak kambuh sehingga dapat diaplikasikan dalam praktek sehari hari.

Background: It is estimated about 30-50% of colorectal cancer (CRC) patients experience recurrence even after definitive therapy. Immune-based tests, such as immune score (IS) and Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR) are independent predictors of CRC recurrence and survival. NLR examination is more affordable, simple, and feasible compared to oncological panel examination IS. To this date, there have been no studies measuring the accuracy of both in predicting recurrence rates in CRC.
Methods: This cross-sectional study was conducted at Siloam Kebon Jeruk Hospital and MRCCC (Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre) within the period of July to December 2023, utilizing secondary data from medical records of stage I-III CRC patients, focusing on NLR and IS results, and outcomes. Statistical analysis comprised of descriptive analysis, accuracy test, and hypothesis testing (bivariate) using the Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) version 25. NLR cut-off value was computed using ROC curve. The comparison of NLR and IS test values was assessed through comparison of ROC area (AUC). Measure of agreement between the two test (NLR and IS) was done using Kappa statistics.
Results: Out of 80 CRC patients, 26 patients experienced recurrence (32.5%), mostly in the first two years (53%), while 54 patients did not recur (67.5%). NLR (cut-off 6.6) showed sensitivity (46.2%), specificity (81.5%), and diagnostic accuracy value 70%. Chi-Square analysis indicated a significant relationship between NLR and recurrence (p-value=0.020). IS showed sensitivity (7,7%), specificity (96,3%), and diagnostic accuracy value 67,5%. Fisher Exact analysis showed no significant relationship between IS and recurrence (p-value=0.592). The AUC value of both tests indicated that the accuracy to predict recurrence in CRC patients are not different/ same (p-value = 0.064). The Kappa statistic indicating a very high agreement between high IS and low NLR tests in predicting non recurrence cases (p-value=<0.001).
Conclusions: NLR and IS has the same weak accuracy in predicting stage I-III CRC recurrences, but NLR has a statistically significant correlation compare to IS. Both tests superior in predicting non recurrence cases and can be applied in daily practice (surveillance).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Ramadhanty
"Angka kejadian kanker payudara di Indonesia dan di dunia masih tinggi begitu pula dengan angka kekambuhan kanker payudara pada pasien yang telah menjalani pengobatan, saat ini diperlukan prediktor yang dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan apakah kanker payudara dapat kambuh kembali setelah ditata laksana. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan inter-rasio NLR/PWBR terhadap rekurensi kanker payudara apakah dapat dijadikan prediktor rekurensi kanker payudara. Penelitian dilakukan menggunakan metode cohort retrospektif minimal 3 bulan sampai 7 tahun dengan melihat rekam medis pasien kanker payudara yang telah mendapatkan terapi untuk mengambil data hasil pemeriksaan darah tepi. Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan program SPSS. Dari 106 sampel yang memenuhi kriteria seleksi, ditemukan 53 pasien dengan NLR/PWBR rendah dengan 23 kejadian rekurensi dan dari 53 pasien dengan NLR/PWBR tinggi dengan 13 kejadian rekurensi (RR=1,77, CI 95% 1,0070 – 3,1083, p=0,065). Dari pasien dengan hormonal positif, ditemukan 21 kejadian rekurensi pada kelompok NLR/PWBR rendah, dan 9 kejadian rekurensi pada kelompok NLR/PWBR tinggi (RR=2,05, CI 95%=1,088 – 3,857, p=0,035).

Incidence rates of breast cancer are still high in Indonesia and in the World. So as the rate of recurrence breast cancer in patients who have undergone treatment. Now needed predictor that can be used as a standard for estimating whether breast cancer can recur after treatment. This research was done to investigate the association between NLR/PWBR inter-ratio to breast cancer recurrence.This research was conducted using a retrospective cohort method by looking at the peripheral blood tests in medical records with minimal 3 months until maximal 7 years observation. The data were analyzed using the Chi Square test with the SPSS software. From 106 patients there were 53 patients with lower NLR/PWBR with 23 breast cancer reccurrence, and from 53 patient with higher NLR/PWBR with 13 breast cancer recurrence (RR=1,77, CI 95%=1,0070 – 3,1083, p=0,065). From patients with hormonal potive, there were 21 breast recurrence from lower NLR/PWBR, and 9 from higher NLR/PWBR (RR=2,05, CI 95%=1,088 – 3,857, p=0,035)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalikul Razi
"Latar belakang: Kanker kolorektal adalah salah satu kanker paling mematikan dan umum di seluruh dunia. Suplemen vitamin D dapat mempengaruhi risiko kanker, tetapi belum jelas efeknya pada pasien kanker kolorektal stadium awal hingga III. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang manfaat vitamin D dalam pengobatan kanker kolorektal di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol yang dilaksanakan pada September 2022–November 2023 di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan kriteria inklusi berusia di atas 18 tahun, memiliki diagnosis kanker kolorektal stadium I–III, serta belum menjalani operasi dan kemoterapi untuk kanker kolorektal. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan Skor Karnofsky <60%, merokok, memiliki inflammatory bowel disease, serta pasien dengan jenis keganasan selain karsinoma kolorektal.
Hasil: Rerata kadar vitamin D pada semua subjek sebelum intervensi adalah sebesar 16,66±6,23 ng/mL. Median kadar CEA pre intervensi sebesar 4,70 (min-max 1,30– 59,40). Terdapat perubahan yang signifikan dalam kadar CEA dalam kelompok eksperimental (median delta CEA: -0,20) dan respons terhadap suplementasi vitamin D bervariasi tergantung pada tingkat diferensiasi sel kanker.
Kesimpulan: Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D secara signifikan dapat menurunkan kadar CEA pada pasien dengan kanker kolorektal stadium I-III yang belum menjalani tindakan medis.

Background: Colorectal cancer is a globally prevalent and highly lethal malignancy. While vitamin D supplementation may impact cancer risk, its precise effect remains unclear, especially in patients with early to stage III colorectal cancer. This research aims to enhance our understanding of the potential advantages of vitamin D in colorectal cancer treatment in Indonesia.
Methods: This study is a randomized controlled clinical trial conducted from September 2022 to November 2023 at Cipto Mangunkusumo Hospital's Surgical Polyclinic (RSCM). Inclusion criteria encompass individuals aged 18 and above, diagnosed with stage I–III colorectal cancer, and without a history of surgical or chemotherapeutic colorectal cancer treatment. Exclusion criteria entail patients with a Karnofsky score below 60%, smokers, individuals with inflammatory bowel disease, and those diagnosed with malignancies other than colorectal carcinoma.
Results: The mean vitamin D level in all subjects before the intervention was 16.66 ± 6.23 ng/mL. The median pre-intervention CEA level stood at 4.70 (min-max 1.30–59.40). There was a notable change in CEA levels within the experimental group (median delta CEA: -0.20), and the response to vitamin D supplementation exhibited variations depending on the degree of cancer cell differentiation.
Conclusion: The outcomes of this study indicate that vitamin D supplementation can significantly reduce CEA levels in patients with stage I-III colorectal cancer who have not received prior medical treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson Kamaruddin
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia dengan tingkat kematian yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti nilai prediktif dari rasio neutrofil-limfosit (NLR) dan antigen carcinoembryonic (CEA) dalam memprediksi tingkat kelangsungan hidup pasien kanker kolorektal di Indonesia.
Metode. Ini adalah penelitian kohort retrospektif. Populasi penelitian terdiri dari pasien dengan kanker kolorektal tahap I-IV yang diobati di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo. Variabel independen adalah NLR dan CEA, sedangkan variabel dependen adalah kelangsungan hidup lima tahun pasien kanker kolorektal. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil. Penelitian ini melibatkan 96 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis menunjukkan bahwa 6,25% subjek memiliki NLR tinggi dan 66,6% memiliki kadar CEA tinggi. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun secara keseluruhan untuk semua subjek adalah 35,4%. Meskipun tidak signifikan secara statistik, proporsi subjek dengan NLR normal memiliki tingkat kelangsungan hidup lima tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki NLR tinggi, dan pola yang sama juga teramati pada kadar CEA. Analisis subkelompok berdasarkan stadium kanker menunjukkan hubungan yang signifikan antara NLR tinggi dan peningkatan risiko kematian pada tahap TNM I-II, namun tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kelangsungan hidup berdasarkan NLR pada tahap III-IV.
Kesimpulan. Rasio NLR praoperasi dan CEA praoperasi tidak menunjukkan peran prediktif dalam kelangsungan hidup kanker kolorektal. Namun, ketika dibagi berdasarkan stadium kanker, terdapat perbedaan signifikan dalam kadar NLR praoperasi antara kelompok yang meninggal dan tidak meninggal pada pasien dengan kanker kolorektal stadium I-II.

Background. Colorectal cancer is the second leading cause of death worldwide, with a high mortality rate. This study aims to investigate the predictive value of the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) and carcinoembryonic antigen (CEA) in predicting the survival rates of colorectal cancer patients in Indonesia.
Method. This is a retrospective cohort study. The study population consisted of patients with colorectal cancer stage I-IV treated at Cipto Mangunkusumo General Hospital. The independent variables are NLR and CEA, while the dependent variable is the five-year survival of colorectal cancer. Data processing and analysis are conducted using SPSS version 20.
Results. This study included 96 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. Analysis revealed that 6.25% of the subjects had high NLR and 66.6% had high CEA levels. The overall five-year survival rate for all subjects was 35.4%. Although not statistically significant, the proportion of subjects with normal NLR had a higher five-year survival rate compared to those with high NLR, and the same pattern was observed for CEA levels. Subgroup analysis based on cancer stage showed a significant association between high NLR and increased risk of mortality in TNM stages I-II, but no significant difference in survival based on NLR was observed in stages III-IV.
Conclusion. The preoperative NLR ratio and preoperative CEA did not show a predictive role in colorectal cancer survival. However, when stratifying by cancer stage, there was a significant difference in preoperative NLR levels between the deceased and non-deceased groups in patients with stage I-II colorectal cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sunita
"Kanker kolorektal (KKR) merupakan salah satu jenis keganasan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kolonoskopi adalah baku emas dalam mendeteksi dan penapisan KKR. Inflamasi kronik dan respons imun pejamu diketahui berperan penting dalam proses tumorigenesis dan progresivitas sel kanker. Proses inflamasi tersebut mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi, sehingga parameter Rasio Hemoglobin-Trombosit (RHT), Rasio Trombosit-Limfosit (RTL), dan Rasio Limfosit-Monosit (RLM) diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran RHT, RTL, dan RLM dalam membedakan kelompok KKR dan non-KKR. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang dengan total 80 pasien tersangka KKR, 40 pasien KKR dan 40 pasien non-KKR yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi. Didapatkan perbedaan bermakna RHT, RTL, dan RLM pada kelompok KKR dan non-KKR. Titik potong RHT, RTL, dan RLM untuk membedakan kelompok KKR dan non-KKR adalah 0,26 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 92,5%), 189,22 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 72,5%), dan 2,864 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 77,5%), secara berturut-turut. Berdasarkan analisis regresi logistik, kombinasi nilai RHT dan RLM lebih baik untuk mendeteksi KKR dibandingkan RHT atau RLM secara tunggal. Kombinasi RHT dan RLM dapat digunakan untuk mendeteksi KKR dengan skor 2 untuk RHT < 0,26 dan skor 1 untuk RLM < 2,864 dengan probabilitas 94,81%.

Colorectal cancer (CRC) is a gastrointestinal malignancy with high morbidity and mortality rates worldwide, including in Indonesia. Colonoscopy remains the gold standard for CRC detection and screening. Chronic inflammation and host immune responses are known to play important roles in tumorigenesis and cancer progression. This inflammation affects the results of hematological examination. Therefore, parameters such as Hemoglobin-Platelet Ratio (HPR), Platelet-Lymphocyte Ratio (PLR), and Lymphocyte-Monocyte Ratio (LMR) are expected to provide information on tumor cell development. This study aims to evaluate the role of HPR, PLR, and LMR in distinguishing CRC and non-CRC. The study was conducted using a cross-sectional design with a total of 80 suspected CRC patients, with 40 CRC patients and 40 non-CRC patients undergoing colonoscopy and histopathology examinations. Significant differences were found in HPR, PLR, and LMR in the CRC and non-CRC groups. The cut-off points of HPR, PLR, and LMR to distinguish the CRC and non-CRC groups were 0.26 (sensitivity 77.5% and specificity 92.5%), 189.22 (sensitivity 77.5% and specificity 72.5%), and 2.864 (sensitivity 77.5% and specificity 77.5%), respectively. Logistic regression analysis showed that the combination of HPR and LMR values is better in detecting CRC compared to HPR or LMR alone. The combination of HPR and LMR can be used to detect CRC with a score of 2 for HPR < 0.26 and a score of 1 for LMR < 2.864 with 94.81% probability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Anissa
"Pada penderita kanker paru terjadi inflamasi sistemik dan dapat dilihat dengan peningkatan rasio netrofil limfosit di mana pemeriksaan ini lazim dilakukan di Rumah Sakit. Inflamasi sitemik dapat menyebabkan anoreksi sehingga asupan pada penderita kanker paru menurun dan memengaruhi status gizinya. Kejadian malnutrisi yang tinggi pada pasien paru dapat berakibat lamanya rawat inap, turunnya kualitas hidup, dan dapat memengaruhi keberhasilan terapi kanker sehingga terapi nutrisi yang cepat dan tepat sangat perlu dilakukan. Salah satu diagnostik status gizi pada penderita kanker yaitu dengan menggunakan kriteria ASPEN yang terdiri dari penurunan asupan, penurunan berat badan, penurunan massa otot dan massa lemak subkutan, akumulasi cairan general atau lokal, dan kapasitas fungsional. Dikatakan malnutrisi jika terdapat dua dari enam kriteria tersebut. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada pasien kanker paru di RSUP Persahabatan. Data diambil dari wawancara, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan rekam medis pasien poliklinik onkologi RSUP Persahabatan (n =52). Pada penelitian ini subjek sebagian besar berjenis laki-laki (61,5%), rentang usia terbanyak antara 50-60 tahun (38,5%), memiliki riwayat merokok (55,8%) dengan indeks Brinkman berat (30,8%). Lebih dari 50% subjek dengan asupan energi dan protein dibawah rekomendasi asupan untuk pasien kanker. Sebagian besar subjek penelitian berisiko malnutrisi atau malnutrisi sedang (38,5%) dan sebanyak 67,3% mengalami malnutrisi. Pada penelitian ini subjek dengan nilai rasio netrofil limfosit tinggi sebanyak 38,5% dan rendah sebanyak 61,5%. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada penelitian ini (p = 0,35).

Systemic inflammation in patients with lung cancer can be seen by the increase in the neutrophil lymphocyte ratio where these examinations are common in hospitals. Systemic inflammation can cause anorexia, with the result that nutrition intake of lung cancer patients decreases and affects their nutritional status. High incidence of malnutrition in lung cancer patients can result in length of stay, decreased quality of life, and can affect the treatment of cancer therapy, therefore prompt and appropriate nutritional therapy is essential. One of the diagnostics of nutritional status for lung cancer patients is by using the ASPEN criteria which consist of decreased nutritional intake, weight loss, decreased muscle mass and subcutaneous fat mass, general or local fluid accumulation, and functional capacity. Malnutrition can be seen if there are two of the six criteria. This study is a cross-sectional study which aimed to determine the association between nutritional status and the ratio of lymphocyte neutrophils in lung cancer patients at Persahabatan Hospital. Data were taken from interviews, physical examinations, laboratory analysis, and patients medical records in the oncology polyclinic of Persahabatan Hospital (n = 52). The subjects of the study were mostly male (61.5%), the largest age range was between 50-60 years (38.5%), had a history of smoking (55.8%) with a severe Brinkman index (30.8%). More than 50% of the subjects with energy and protein intake were below the recommended intake for cancer patients. Most of the study subjects were at risk of malnutrition or moderate malnutrition (38.5%) and 67.3% of them were experiencing malnutrition. The subjects with the highest neutrophil lymphocyte ratio value were 38.5% and the lowest value were 61.5%. Overall, there was no relationship between nutritional status and the ratio of neutrophil to lymphocytes in this study (p = 0.35)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Anissa
"Pada penderita kanker paru terjadi inflamasi sistemik dan dapat dilihat dengan peningkatan rasio netrofil limfosit di mana pemeriksaan ini lazim dilakukan di Rumah Sakit. Inflamasi sitemik dapat menyebabkan anoreksia sehingga asupan pada penderita kanker paru menurun dan memengaruhi status gizinya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada pasien kanker paru di RSUP Persahabatan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil dari wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan dari rekam medis pasien poliklinik onkologi RSUP Persahabatan (n=52). Pada penelitian ini subjek sebagian besar berjenis laki-laki (61,5%), rentang usia terbanyak antara 50-60 tahun (38,5%), memiliki riwayat merokok (55,8%) dengan indeks Brinkman berat (30,8%). Lebih dari 50% subjek dengan asupan energi dan protein dibawah rekomendasi asupan untuk pasien kanker. Sebagian besar subjek penelitian berisiko malnutrisi atau malnutrisi sedang (38,5%) dan sebanyak 67,3% mengalami malnutrisi. Sebagai kesimpulan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada penelitian ini (p = 0,35).

Systemic inflammation in patients with lung cancer can be seen by the increase in the neutrophil lymphocyte ratio where these examinations are common in hospitals. Systemic inflammation can cause anorexia, with the result that nutrition intake of patients with lung cancer decreases and affects their nutritional status. This study aims to determine the association between nutritional status and the ratio of lymphocyte neutrophils in patients with lung cancer at Persahabatan Hospital. This is a cross-sectional study. Data were taken from interviews, physical examinations, laboratory analysis, and patients medical records in the oncology clinic of Persahabatan Hospital (n = 52) The subjects of the study were mostly male (61.5%), the largest age range was between 50-60 years (38.5%), had a history of smoking (55.8%) with a severe Brinkman index (30.8%). More than 50% of the subjects with energy and protein intake were below the recommended intake for cancer patients. Most of the study subjects were at risk of malnutrition or moderate malnutrition (38.5%) and 67.3% of them were experiencing malnutrition. In conclusion, there was no relationship between nutritional status with the ratio of neutrophil to lymphocytes in this study (p = 0.35)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toding, Quinka Dwidara
"Latar Belakang: Sekitar 40% pasien kanker payudara pasca terapi mengalami rekurensi kanker payudara. Sementara itu, masih belum banyak penelitian mengenai faktor prognosis untuk memprediksi kemungkinan rekurensi pada kanker payudara.
Tujuan: Mengetahui inter-rasio rasio limfosit-monosit (LMR) dan rasio limfosit-sel darah putih (LWR) sebagai prediktor rekurensi pada kanker payudara.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara cohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien dari RSCM dan RS MRCC Siloam Jakarta. Peneliti melihat riwayat pasien sejak selesai mendapat terapi dengan rekurensi yang diikuti minimal 3 bulan dan maksimal 7 tahun. Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan uji Chi-square dengan program SPSS for Mac.
Hasil: Peneliti mengelompokkan pasien menjadi kelompok inter-rasio LMR/LWR rendah dan tinggi dengan cut-off berupa median senilai 19,67 103/L. Dari 106 sampel yang memenuhi kriteria, didapatkan 52 pasien kelompok rendah dan 54 pasien kelompok tinggi. Hasil yang didapatkan dari analisis kedua kelompok dengan status rekurensi adalah nilai p 0.001 dengan 26 pasien pada kelompok rendah dan 10 pasien pada kelompok tinggi mengalami rekurensi. RR yang didapat adalah 2,7 (95%CI: 3,45 – 5,029) pada inter-rasio LMR/LWR rendah.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara inter-rasio LMR/LWR dengan kemungkinan rekurensi pada pasien kanker payudara pasca terapi dan dapat dijadikan salah satu prediktor, dengan kelompok inter-rasio LMR/LWR dibawah cut-off penelitian memiliki resiko lebih tinggi mengalami rekurensi kanker payudara.

Background: About 40% cancer patients after they finished their first therapy having a recurrence. However, there isn’t many researches on prognostic factors to predict the possibility of recurrence in breast cancer.
Objective: This research was done to know inter-ratio of lymphocyte-monocyte ratio (LMR) and lymphocyte-white blood cells ratio (LWR) as the predictor for recurrence in breast cancer.
Methods: This study was conducted with cohort retrospective by looking at patient’s medical records at RSCM and MRCC Siloam Hospital Jakarta. Researcher followed patients record after their first therapy finished, and recurrence from 3 months until 7 years later. An analysis was conducted using the Chi-Square test with the SPSS for Mac program.
Results: The patients were grouped into patients with low and high LMR/LWR inter-ratio with median (19,67 103/L) as the cut-off. From 106 samples that met the criteria, there were 52 patients in low group and 54 patients in high group. The results obtained from the analysis between low and high LMR/LWR and patient’s recurrence status is p-value 0.001 which means significant, with 26 patients in low group and 10 patients in high group had recurrence. RR for low LMR/LWR inter-ratio is 2,7 (95% CI : 3,45-5,029) in association with breast cancer’s recurrence.
Conclusion: There is an association between LMR/LWR inter-ratio and the possibility of recurrence in post-treatment breast cancer patients and can be used as predictor. Patients with LMR/LWR inter-ratio under the study cut-off are at higher risk of getting recurrence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Margaretha L. T
"Pada awalnya imunologi dianggap tidak memiliki peran dalam penyakit kanker, namun
berbagai penelitian saat ini telah membuktikan bahwa sel imun tubuh dapat menghambat
perkembangan sel kanker. Sel imun yang diketahui berperan dalam mematikan sel tumor
adalah sel limfosit T sitotoksik CD4+ dan CD8+.
Reseptor PD-1 atau programmed death 1 ligand (CD279) sebagai molekul yang bersifat
mensupresi proses imunologi dihasilkan pada membran plasma sel T dan jika berikatan
dengan PD-L1 akan menekan respon imun, ekspresi berlebihan dari PD-L1 akan
menekan respons dari sel imun terutama sel limfosit T.
Saat ini rasio neutrofil-limfosit (NLR) darah dikenal sebagai salah satu petanda untuk
prognosis maupun prediktor dalam terapi kanker. Peningkatan jumlah neutrofil di darah
perifer merupakan petanda dari inflamasi kronik yang menunjukkan gangguan dari
imunitas seluler, sedangkan jumlah limfosit darah menunjukkan respons dari sel T
sitotoksik yang baik.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara NLR pra radiasi
dengan PD-L1 ELISA pasca radiasi (p=0.010) sehingga NLR pra radiasi dapat digunakan
sebagai prediktor untuk PD-L1 ELISA pasca radiasi. Tidak ditemukan hubungan
signifikan antara PD-L1 intratumoral ELISA dengan sebukan limfosit stromal tumor,
namun terdapat kecenderungan hubungan negatif antara PD-L1 intratumoral ELISA
dengan sebukan limfosit stromal tumor pasca radiasi.

Decades ago immunology was not considered to have role in cancer, but various studies
have now proven that immune cells can inhibit the development of cancer cells. Immune
cells that are known to play a role in killing tumor cells are CD4 + and CD8 + cytotoxic
T cells.
PD-1 receptor or programmed death 1 ligand (CD279) as a molecule that suppresses the
immunological process produced on the T cell plasma membrane and it binds to PD-L1
will suppress the immune response, thus excessive expression of PD-L1 will suppress
the response of immune cells especially T cell lymphocytes
Recently the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) is known as one of the markers for the
prognosis and predictor of cancer therapy. An increase in the number of neutrophils in
peripheral blood is a sign of chronic inflammation which shows a disruption of cellular
immunity, whereas the number of blood lymphocytes shows a response from normal
cytotoxic T cells.
This study showed that there was a significant correlation between pre-EBRT NLR and
post EBRT PD-L1 ELISA (p = 0.010) so that pre-EBRT NLR could be used as a predictor
for post EBRT PD-L1 ELISA. No significant relationship was found between
intratumoral PD-L1 ELISA with a tumor stromal lymphocyte, but there was a trend of
negative relationship between intratumoral PD-L1 ELISA with a post-radiation tumor
stromal lymphocyte"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Prasetya Adhyatma
"Studi-studi sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara rasio neutrofil-limfosit
(neutrophil-to-lymphocyte ratio, NLR) dan rasio platelet-limfosit (platelet-to-lymphocyte
ratio, PLR) sebagai penanda respons inflamasi sistemik dalam mendiagnosis kanker
prostat. Tujuan studi ini adalah menilai NLR dan PLR prebiopsi prostat untuk
menentukan efektivitasnya dalam memprediksi kanker prostat. Studi ini menggunakan
desain retrospektif. Penelitian ini mengikutsertakan seluruh pasien hiperplasia prostat
benigna (benign prostatic hyperplasia, BPH) dan kanker prostat yang menjalani biopsi di
Rumah Sakit Adam Malik antara bulan Agustus 2011 sampai Agustus 2015. Batas PSA
yang digunakan adalah 5 ng/dL sebagai kandidat biopsi. Hubungan antara variabel
prebiopsi yang mempengaruhi persentase prostat dievaluasi termasuk usia, kadar
prostate-specific antigen (PSA), dan estimasi volume prostat (estimated prostate volume,
EPV). Nilai PLR dan NLR dihitung dari rasio hitung platelet dengan neutrofil absolut
terhadap hitung limfosit absolut. Nilainya kemudian dianalisis dan dilihat apakah terdapat
hubungan dengan diagnosis BPH dan kanker prostat. Dari 298 pasien yang diikutsertakan
dalam studi ini, penelitian ini membagi dua grup menjadi 126 (42,3%) pasien BPH dan
172 (57,7%) pasien kanker prostat. Terdapat perbedaan yang signifikan pada PSA
(19.28±27.11 ng/dL vs 40.19±49.39 ng/dL), EPV (49.39±23.51 cc vs 58.10±30.54 cc),
PLR (160.27±98.96 vs 169.55±78.07), dan NLR (3.57±3.23 vs 4.22 ± 2.59) pada kedua
grup (p<0,05). Analisis Receiver Operating Characteristics (ROC) dilakukan untuk PLR
dan NLR dalam menganalisis nilainya dalam memprediksi kanker prostat. Area Under
Curve (AUC) PLR adalah 57,9% dengan sensitivitas 56,4% dan spesifisitas 55,6% pada
batas cut-off 143 (p=0,02). Cut-off NLR 3,08 memberikan AUC 62,8% dengan
sensitivitas 64,5% dan spesifisitas 63,5%. AUC ini komparabel bila dibandingkan dengan
AUC PSA sendiri (68,5%). Penelitian ini lalu menjalani regresi logistik antara PSA, PLR,
dan NLR dengan hasil eksklusi PLR bila dihitung seara konjungtif. DEngan demikian,
NLR memiliki performa menjanjikan dalam memprediksi kanker prostat pada pasien
dengan PSA di atas 4 ng/dL (RO=3,2; 95% CI: 1,96-5,11). Kami menemukan bahwa
sebanyak 80 (63,5%) pasien dengan biopsi jinak memiliki nilai NLR negatif dalam studi
ini. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa NLR memiliki potensi menjanjikan dalam
memprediksi kanker prostat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasinya
sebagai alat diagnostik.

Previous studies demonstrated promising value of platelet-to-lymphocyte (PLR) and
neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) as systemic inflammatory response in prostate
cancer. This study was conducted to evaluate their pre-biopsy values in predicting
prostate cancer. This is a diagnostic study with retrospective design. We included all
benign prostatic hyperplasia (BPH) and prostate cancer (PCa) patients who underwent
prostate biopsy in Adam Malik Hospital between August 2011 and August 2015. We used
PSA value above 4 ng/dL as the threshold for the biopsy candidates. The relationship
between pre-biopsy variables affecting the percentage of prostate cancer risk were
evaluated, including: age, prostate specific antigen (PSA) level, and estimated prostate
volume (EPV). The PLR and NLR was calculated from the ratio of related platelets or
absolute neutrophil counts with their absolute lymphocyte counts. The values then
analyzed to evaluate their associations with the diagnosis of BPH and PCa. Out of 298
patients included in this study, we defined two groups consist of 126 (42.3%) BPH and
172 PCa (57.7%) patients. Mean age for both groups are 66.36±7.53 and 67.99±7.48 years
old (p=0.64), respectively. There are statistically significant differences noted from PSA
(19.28±27.11 ng/dL vs 40.19±49.39 ng/dL), EPV (49.39±23.51 cc vs 58.10±30.54 cc),
PLR (160.27±98.96 vs 169.55±78.07), and NLR (3.57±3.23 vs 4.22 ± 2.59) features of
both groups (p<0.05). A Receiver Operating Characteristics (ROC) analysis was
performed for PLR and NLR in analyzing their value in predicting prostate cancer. The
Area Under Curve (AUC) of PLR is 57.9% with sensitivity of 56.4% and specificity of
55.6% in the cut-off point of 143 (p=0.02). The NLR cut-off point of 3.08 gives 62.8%
AUC with 64.5% sensitivity and 63.5% specificity. These AUCs were comparable with
the AUC of PSA alone (68.5%). We performed logistic regression between PSA, PLR,
and NLR with result in the exclusion of PLR if calculated conjunctively. Therefore, NLR
has a promising performance in predicting PCa in patients with PSA above 4 ng/dL
(OR=3.2; 95% CI: 1.96-5.11). We found as many as 80 (63.5%) patients with benign
biopsy results with negative NLR value in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>