Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135868 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hning Mutiara Gita Saraswati
"Pedoman AAPM TG-238 memberikan rekomendasi mengenai prosedur kajian mutu dalam menjaga kualitas citra angiografi rotasi tiga dimensi (3DRA). Dalam pedoman tersebut, uji uniformitas masih dilakukan menggunakan metode sampling sehingga belum dapat memberikan hasil informasi secara menyeluruh serta kurang akurat dalam mendeteksi masalah kualitas citra yang dapat diamati secara klinis. Meskipun demikian, banyak perangkat lunak yang telah dikembangkan menggunakan metode evaluasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan metode evaluasi uji uniformitas yang baru serta mengembangkan perangkat lunak guna memberikan hasil evaluasi uji uniformitas citra 3DRA yang lebih komprehensif. Metode evaluasi uji uniformitas yang dikembangkan diadaptasi dari pedoman AAPM TG-238 dan pedoman EUREF. Parameter untuk menilai uniformitas dilakukan berdasarkan perhitungan mean pixel value (MPV) dan signal-to-noise ratio (SNR) yang sesuai dengan rekomendasi EUREF, namun dengan nilai limitasi yang direkomendasikan oleh AAPM-TG-238. Nilai limitasi yang digunakan dalam menilai keberhasilan pengujian ditemukan kurang relevan dengan metode pengujian yang dikembangkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, rekomendasi metode pengujian uniformitas dilakukan berdasarkan tingkat sensitivitas dalam mendeteksi dan menampilkan ketidakseragaman yang terjadi. Metode evaluasi yang dikembangkan mampu memberikan hasil evaluasi uji uniformitas citra 3DRA yang lebih komprehensif, namun diperlukan studi lebih lanjut mengenai nilai limitasi yang digunakan dalam menentukan kelayakan lolos uji uniformitas.

AAPM TG-238 provides guidance on quality control procedures to ensuring optimal three-dimensional rotational angiography (3DRA) image quality. The uniformity test outlined in this guideline utilizes a sampling method, which provide limited information on image uniformity and has been found to be a sub-optimum predictor of human-observable image quality issues. Despite this limitation, numerous automated quality control software solutions have been developed using the available method. Therefore, this study was aimed to propose new methods and develop an in-house software to generate more comprehensive uniformity testing of 3DRA images. The uniformity evaluation techniques are adopted from both AAPM TG 238 and EUREF guidelines. The parameters assesses included mean pixel value (MPV) and signal to noise ratio (SNR) following EUREF recommendations with limiting values adapted from AAPM TG-238. In new evaluation methods, the previously established limiting values could not be employed as a reference for determining image uniformity. Therefore, the selection of the optimal uniformity testing method will be based on its sensitivity in detecting and visually displaying non-uniformities. The new evaluation techniques provide a more comprehensive assessment of 3DRA image uniformity. However, further investigation is reserved to refine the limitation values used in determining the pass/fail criteria for the uniformity test."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Sulistyani
"Perhitungan dosis radiasi melalui keluaran metrik 3DRA hanya tersedia pada protokol kontrol kualitas pada CBCT untuk radiologi intervensional. Hal ini dianggap belum andal karena perputaran gantry pada prosedur 3DRA tidak satu lingkaran penuh seperti pada Computed Tomography (CT). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi distribusi dosis aksial untuk prosedur 3DRA menggunakan tiga dosimeter relatif: thermoluminescence dosimeter (TLD), Film Gafchromic® XR-QA2, dan Film Gafchromic® XR-RV3. Dosimeter yang terkalibrasi diletakan di dalam fantom in house berbentuk silinder dan dilakukan pengukuran pada pesawat angiografi Philips Allura Xper FD20 menggunakan tiga mode preset yang tersedia.
Hasil pengukuran menggunakan dosimeter relatif dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan dosimeter absolut untuk mengetahui akurasinya. Dari pengukuran didapatkan bahwa distribusi dosis 3DRA tidak homogen pada seluruh penampang fantom in house. Nilai dosis paling besar berada posisi jam 3 dan jam 9 sedangkan nilai dosis paling rendah berada pada posisi jam 12. Di antara dosimeter yang digunakan, distribusi dosis aksial yang paling akurat diperoleh melalui pengukuran menggunakan Gafchromic® XR-RV3, yang ditunjukkan dengan nilai diskrepansi rata-rata sebesar 33,82%. Selain itu, pengukuran mode Cranial Stent pada posisi jam 12 menunjukkan diskrepansi terkecil, dengan nilai 9,10%.

The calculation of radiation dose for 3DRA output metrics is currently only available in quality control for cone-beam computed tomography (CBCT). This method is considered unreliable because the gantry rotation in the 3DRA procedure is not a full 360 degrees like in CBCT. The objective of this study is to determine the axial dose distribution during the 3DRA procedure using three different relative dosimeters: thermoluminescence dosimeter (TLD), Gafchromic® XR-QA2 Film, and Gafchromic® XR-RV3 Film. The calibrated dosimeters were placed within a cylindrical in-house phantom, and measurements were performed using a Philips Allura Xper FD20 angiography system (in three preset modes).
The output of measurements using a relative dosimeter were compared to those using an absolute dosimeter, with the aim of assessing the accuracy.  It was found that the axial dose distribution in the 3DRA procedure is not evenly distributed across the cross-sectional area of the in-house phantom. The highest dose values were observed at the 3 and 9 o'clock positions, while the lowest dose values were recorded at the 12 o'clock position. Among the dosimeters used, the most accurate axial dose distribution was obtained through measurements using Gafchromic® XR-RV3, as indicated by an average discrepancy value of 33.82%. Additionally, the cranial stent mode measurements at the 12 o'clock position showed the smallest discrepancy, with a value of 9.10%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rosa
"ABSTRAK
Studi ini merupakan kajian awal teknik dosimetri yang diajukan untuk tujuan jaminan kualitas prosedur angiografi rotasi 3 dimensi (3DRA), yakni Rotational Angiography Dose Index (RADI). Metode ini mengakomodasi penggunaan dosimeter standar 10 cm untuk Cone-Beam Computed Tomography (CBCT) di 3DRA dengan berkas yang dikolimasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan fantom CTDI kepala dan dosimeter bilik ionisasi Radcal pada pesawat 3DRA Siemens Artis Zee. Metode yang diusulkan dalam studi ini, yakni RADI, diaplikasikan dengan variasi mode preset, lebar berkas, dan posisi dosimeter. Sebagai hasil dari penelitian ini, posisi dosimeter yang optimum untuk penentuan estimasi dosis adalah posisi Plus dan teknik dosimetri RADI dapat ditetapkan untuk jaminan kualitas. Hasil penelitian ini juga memberikan informasi faktor koreksi antara RADI dan teknik dosimetri CBDI sebesar 0.81.

ABSTRACT
This study serves as a preliminary study of proposed dosimetry techniques for quality control of 3-dimensional rotation angiography (3DRA) procedures, namely Rotational Angiography Dose Index (RADI). This method accommodates the use of a standard 10 cm dosimeter for Cone-Beam Computed Tomography (CBCT) in 3DRA with a collimated beam. The study was performed using head CTDI phantom and Radcal ionization chamber dosimeter on 3DRA feature of Siemens Artis Zee. The proposed RADI method was applied with varied preset modes, beam width, and dosimeter position. As a result of this study, the optimum dosimeter position for determining dose estimation is the Plus position, and RADI techniques can be recommended for dosimetry as part of quality assurance procedure. The study also provide information on the correction factor between RADI and CBDI dosimetry technique to be 0.81 ± 0.02."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrizki Daryl Rachman
"Teknik Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dalam pemindaian 3DRA menggunakan sinar-X berbentuk kerucut bulat atau persegi panjang dengan rotasi pemindaian yang tidak mencapai 360 derajat. Sementara itu, metode perhitungan dosimetri 3DRA saat ini masih mengacu pada konsep CTDI, hal ini mungkin tidak sesuai untuk dosimetri CBCT karena sudut pancaran cone yang lebih besar dibandingkan dengan sudut pancaran fan beam dan rotasi pemindaian 3DRA yang tidak mencapai 360 derajat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi dosis pada simulasi dan pengukuran dalam pemindaian Angiografi Rotasi Tiga Dimensi (3DRA). Metode yang digunakan melibatkan perbandingan hasil simulasi distribusi dosis menggunakan perangkat lunak EGSnrc dengan hasil pengukuran pada pesawat Angiografi Phillips Allura FD20 (tiga mode pemindaian) menggunakan bilik ionisasi. Proses simulasi menggunakan perangkat lunak EGSnrc terdiri dari tiga tahap. Pertama, lima fantom CTDI virtual dibuat untuk merepresentasikan lubang sesuai dengan penempatan dosimeter pada posisi yang berbeda (pusat, arah jam 3, 6, 9, dan 12). Ukuran voxel fantom disesuaikan menjadi 1 × 1 × 1 mm². Tahap kedua melibatkan pemodelan dan simulasi tabung sinar-X pada sistem 3DRA menggunakan perangkat lunak BEAMnrc. Terakhir, dilakukan simulasi penyinaran pada fantom virtual menggunakan perangkat lunak DOSXYZnrc. Jumlah histories untuk simulasi ditetapkan menjadi 2.5×108, nilai energi cutoff diatur pada 0,521 MeV untuk transportasi elektron, dan 0,001 MeV untuk transportasi foton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa area yang paling banyak terpapar radiasi pada ketiga mode 3DRA terletak pada arah jam 3, 6, dan 9 dari fantom. Nilai akurasi tertinggi didapatkan pada mode Xper CT Cerebral HD pada posisi pengukuran pusat dengan nilai presentase perbandingan sebesar 0,9%, sementara nilai akurasi terendah didapatkan pada mode Xper CT Cerebral LD pada posisi pengukuran arah jam 6 dengan nilai prensentase perbandingan sebesar 647,3%.

Cone Beam Computed Tomography (CBCT) in 3D rotational angiography (3DRA) uses cone-shaped X-ray beams with non-360 degrees rotation. However, current dosimetry calculation methods for 3DRA, which are based on CTDI formalism, may not be suitable due to the larger cone beam angles compared to fan beam angles and the rotation of 3DRA being not a full 360-degree rotation. This study aims to analyze the dose distributions in simulations and direct measurements in 3DRA scans. The method involves comparing the simulation results of dose distributions using EGSnrc software with direct measurements Philips Allura FD20 angiography (in three preset modes) using a head CTDI phantom and an ionization chamber. To analyze the dose distributions in 3DRA, five virtual CTDI phantoms are generated to represent holes corresponding to the placement of dosimeters at different positions (at center, 3, 6, 9, and 12 o'clock). The voxel size of the phantoms is adjusted to 1×1×1 mm². The modeling and simulation of the X-ray tube in the 3DRA system using the BEAMnrc software. The DOSXYZnrc software is used to simulate the irradiation on the virtual phantom. The simulation is performed with 2.5×108 histories, and the energy cutoff value is set at 0.512 MeV for electron transport and 0.001 MeV for photon transport. The results show that the areas most exposed to radiation in all three preset modes of 3DRA are located on the sides and bottom (at 3, 6, and 9 o'clock) of the phantom. The highest accuracy value was obtained in the Xper CT Cerebral HD mode at the center position with a percentage comparison value of 0.9%, while the lowest accuracy value was obtained in the Xper CT Cerebral LD mode at the 6 o'clock position with a percentage comparison value of 647.3%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rismat Hidayat
"

Weighted computed tomography dose index (CTDIw) konvensional mungkin tidak sesuai untuk dosimetri three-dimensional rotational angiography (3DRA) karena lebar berkas dan sudut rotasi yang digunakan tidak sama. Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan metrik baru dosimetri 3DRA, yakni rotational angiography dose index (RADI) untuk menentukan dosis rata-rata yang lebih akurat dalam bidang cross-sectional dari fantom silinder menggunakan simulasi Monte Carlo. Fantom CTDI standar dan tabung sinar-X pesawat angiografi 3DRA Siemens Artis Zee disimulasikan dengan menggunakan EGSnrc user code. Metode ini mengakomodasi penggunaan dosimeter bilik pengion standar 10 cm untuk cone-beam computed tomography (CBCT) pada 3DRA dengan berkas yang dikolimasi. Komparasi hasil perhitungan dosis menggunakan metode CTDIw dan RADI dilakukan untuk mengetahui perbedaan relatifnya. Kami menemukan bahwa nilai matrik RADI pada penelitian ini adalah 1/6RADIc + 1/9RADI12 + 1/5RADI3 + 1/4RADI6 + 1/5RADI9 dengan perbedaan relatif terhadap CTDIw sebesar 5,35%. Perlu studi lanjutan untuk mengkonfirmasi nilai koefisien RADI terhadap hasil pengukuran sebelum metode ini dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam aspek dosimetri dari jaminan kualitas modalitas 3DRA.

KATA KUNCI: angiografi rotasi 3 dimensi; dosimetri; jaminan kualitas; simulasi Monte Carlo.

 


The conventional weighted computed tomography dose index (CTDIw) may not be suitable for dosimetry of three-dimensional rotational angiography (3DRA) owing to the non-standard beam width and angle of rotation. This study was conducted to formulate a new metric of 3DRA dosimetry, namely rotational angiography dose index (RADI) to determine a more accurate average dose in the cross-sectional plane of a cylindrical phantom using Monte Carlo simulation. A standard CTDI phantom and the X-ray tube of a Siemens Artis Zee 3DRA angiography were simulated by employing EGSnrc user code in this research. This method accommodates the use of a standard 10 cm ionization chamber for cone-beam computed tomography (CBCT) in collimated 3DRA beam. Comparison of the results on dose calculations using the CTDIw and the proposed RADI methods was carried out to determine the relative differences. We found that the RADI metric of this study was 1/6RADIc + 1/9RADI12 + 1/5RADI3 + 1/4RADI6 + 1/5RADI9 with a relative difference against CTDIw of 5.35%. Further studies are required to confirm the value of the RADI coefficient on the measurement results before this method can be recommended for use in the dosimetry aspect quality assurance of 3DRA feature.

KEYWORDS : three-dimensional rotational angiography; dosimetry; Monte Carlo simulation; quality assurance.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Sahal
"Pesawat angiografi rotasi 3 dimensi digunakan dalam radiologi intervensi, kardiologi intervensi dan bedah invasif minimal yang dapat memvisualisasikan pembuluh darah, dan mengevaluasi anatomi tubuh yang lebih rumit dengan dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan estimasi dosis radiasi yang masuk ke dalam tubuh pasien yang dibandingkan dengan dosis ambang yang dapat diterima. Penelitian dilakukan dengan menggunakan phantom rando jenis wanita di dua instalasi cathlab dengan jenis pesawat yang berbeda. Pengukuran dosis dilakukan dengan menggunakan TLD pada mata, tiroid, spinal cord, payudara dan gonad pada mode preset yang berbeda untuk kepala dan abdomen.
Hasil penelitian menunjukkan pada pesawat 1, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode 5sDR Head berkisar antara 1,17 mGy-3,68 mGy dan pada mode 5sDR Head Care berkisar antara 0,58 mGy-1,15 mGy. Sedangkan untuk pengukuran abdomen pada mode 5sDR Body dosis yang diterima adalah berkisar antara 0,50 mGy-0,85 mGy dan pada mode 5sDR Body Care berkisar antara 0,55 mGy-0,79 mGy. Pada pesawat 2, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode Carotid Prop Scan berkisar antara 2,20 mGy-3.71 mGy dan mode Carotid Roll Scan berkisar antara 2,02 mGy-4,59 mGy. Sedangkan dosis yang diterima untuk pengukuran abdomen pada mode Abdomen Prop Scan berkisar antara 0,44 mGy-2,34 mGy dan pada mode Abdomen Roll Scan berkisar antara 0,43 mGy-1,30 mGy. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua mode preset tidak memberikan dosis yang mendekati dosis ambang untuk setiap titik pengukuran.

Three dimensional Rotational Angiography 3DRA is mostly used in interventional radiology, interventional cardiology, and minimal invansive surgery to visualize blood vessels, and more complicated anatomy with more visual capacity than the previous generation. The rotating nature of image acquisition with suspected high radiation dose requires dose estimation. This study was aimed to measure radiation dose in 3DRA and compare it to the thresholds for deterministic risks. Measurement using TLDs were carried out on female Rando phantom in two angiography suites with different device types, with the organ of interest being eyes, thyroid, spinal cord, breast and gonad. Different preset modes for head and abdomen were employed for comparison.
The result for device 1 showed that dose on 5sDR Head mode ranged from 1,17 mGy 3.68 mGy and in 5sDR Head Care mode ranged from 0,58 mGy 1,15 mGy while the measured dose on the body in 5sDR Body mode ranged from 0,50 mGy 0,85 mGy and in 5sDR Body Care mode ranged from 0,55 mGy 0.79 mGy. On device 2, the result showed the measured dose on the head in carotid prop scan mode ranged from 2,20 mGy 3.71 mGy and in carotid roll scan mode ranged from 2,02 mGy 4,59 mGy while the measured dose on the body in abdomen prop scan mode ranged from 0,44 mGy 2,34 mGy and in abdomen roll scan mode ranged from 0,43 mGy 1,30 mGy. The study presents that all preset modes do not deliver near threshold doses for each measurement point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Khusnia
"Citra dari suatu objek homogen (citra homogen) umumnya digunakan untuk mengetahui kinerja detektor melalui uji uniformitas, dengan memeriksa setiap elemennya apakah berfungsi dengan baik atau tidak mengandung artefak yang dapat mengganggu visibilitas citra. Citra homogen pada pesawat radiografi digital dapat dianalisis dengan metode uji uniformitas, karakterisasi noise menggunakan perhitungan SNR, dan karakterisasi noise menggunakan perhitungan varians (VAR) untuk dekomposisi noise. Analisis uji uniformitas secara kuantitatif terhadap citra radiografi digital dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode yang menggunakan 5 buah ROI berdasarkan IPEM Report No.91 dan Protokol Belgia untuk Kontrol Kualitas Tahunan Peralatan Sinar-X (RX-BHPA), serta metode yang menggunakan ROI half-overlapping yang diadopsi dari European Guidelines for Quality Assurance in Breast Cancer Screening and Diagnosis. Analisis citra radiografi digital ini dilakukan pada 2 pesawat AGFA DX-D100 Mobile dan 2 pesawat Siemens AXIOM Luminos dRF. Analisis uji uniformitas dilakukan terhadap citra radiografi digital untuk mengetahui nilai tipikal mean pixel value (MPV), varians (VAR), dan SNR terhadap nilai dosis atau faktor eksposinya. Selain itu, dapat diketahui juga nilai deviasi mean pixel value (MPV), varians, dan SNR. Pada penelitian ini, didapatkan batas nilai deviasi MPV˂5% di mana hal ini menjelaskan bahwa citra pada semua pesawat radiografi digital yang digunakan seragam. Didapatkan juga batas nilai deviasi varians sebesar ± 10% dan batas nilai deviasi SNR sebesar ± 5% yang dapat digunakan sebagai parameter uji uniformitas selanjutnya. Karakterisasi noise yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari European Guidelines for Quality Assurance in Breast Cancer Screening and Diagnosis. Analisis karakterisasi noise menggunakan perhitungan SNR dapat dilakukan terhadap citra radiografi digital dengan melihat hubungan linear dari grafik hubungan SNR2 dengan dosis. Selanjutnya, analisis karakterisasi noise menggunakan perhitungan varians (VAR) untuk dekomposisi noise dapat membedakan komponen noise pada citra menjadi quantum noise, electronic noise, dan structure noise. Quantum noise merupakan noise yang dominan dibandingkan electronic noise dan structure noise pada semua pesawat radiografi digital yang digunakan. Karakterisasi noise menggunakan perhitungan SNR dan dekomposisi noise ini diharapkan dapat menjadi parameter analisis kontrol kualitas untuk citra pesawat radiografi digital selanjutnya.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Khusnia
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Haryanto
"[ABSTRAK
Uranium merupakan salah satu bahan bakar PLTN. Eksplorasi uranium akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan yang meningkat. Metode geomagnet, tahanan jenis dan polarisasi terinduksi dapat diterapkan dalam eksplorasi deposit uranium yang mineralisasinya berasosiasi dengan mineral sulfida. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data geomagnet, tahanan jenis, dan polarisasi terinduksi dilakukan untuk dapat mengidentifikasi sebaran deposit uranium, litologi batuan, model geometri dalam 3 dimensi, serta memperkirakan sumber daya terunjuk di daerah Rabau Hulu, Kalan, Kalimantan Barat.
Deposit uranium di daerah Rabau Hulu pada umumnya berasosiasi dengan sulfida, turmalin dan terdapat dalam batuan favourable. Gejala mineralisasi uranium dijumpai dalam bentuk-bentuk tidak teratur dan tidak merata terdiri atas mineral uraninit, pirit, kalkopirit, pirhotit, molibdenit, dan ilmenit. Pengolahan data menghasilkan nilai anomali medan magnet total, tahanan jenis, dan faktor logam yang selanjutnya dibuat penampang 2 dimensi. Penentuan nilai tahanan jenis dan polarisasi terinduksi dilakukan dengan mengkorelasi data sumur bor dengan hasil pengolahan data. Tahanan jenis pada zona deposit uranium bernilai kurang dari 2.000 Ωm dan nilai faktor logamnya lebih besar dari 90 mho/m. Zona deposit uranium ini semakin meluas seiring dengan kedalaman. Model 3 dimensi menunjukkan bahwa distribusinya berarah Barat Daya?Timur Laut dan berbentuk lensa. Kadar rata-rata uranium pada zona deposit di daerah Rabau Hulu adalah 0,0085 %. Massa jenis deposit uranium yang digunakan untuk menghitung sumber daya terunjuk adalah 2,83 gr/cm3.

ABSTRACT
Uranium is one of the nuclear fuel. Uranium exploration will continue to increase along with the increased of demand. Geomagnetic, resistivity and induced polarization methods can be applied in the uranium deposits exploration that mineralization is associated with sulphide minerals. Processing, analysis, and interpretation of geomagnetic, resistivity, and induced polarization data conducted in order to identify the distribution of uranium deposits, lithology, model geometry in 3 dimensions and indicated resource estimates in the area Rabau Hulu, Kalan, West Kalimantan.
Uranium deposits in the area Rabau Hulu is generally associated with sulphides, tourmaline and contained in favorable rocks. Symptoms of uranium mineralization encountered in other forms of irregular and uneven consists minerals of uraninite, pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, molybdenite, and ilmenite. Data processing generates a magnetic field total anomalous values, resistivity, and metal factor which further created two-dimensional cross-section. Determination of resistivity and induced polarization conducted by boreholes to correlate the data with the results of data processing. Resistivity in the uranium deposits zone worth less than 2,000 Ωm and the value of metal factor greater than 90 mho/m. Uranium deposit zone is expanding along with the depth. Three dimensional modeling show that the distribution of deposits trending South West-North East and form lens. The average concentration of uranium in the deposit zone in the area Rabau Hulu is 0.0085%. The density of uranium deposits which are used to calculate the indicated resource is 2.83 g/cm3., Uranium is one of the nuclear fuel. Uranium exploration will continue to increase along with the increased of demand. Geomagnetic, resistivity and induced polarization methods can be applied in the uranium deposits exploration that mineralization is associated with sulphide minerals. Processing, analysis, and interpretation of geomagnetic, resistivity, and induced polarization data conducted in order to identify the distribution of uranium deposits, lithology, model geometry in 3 dimensions and indicated resource estimates in the area Rabau Hulu, Kalan, West Kalimantan.
Uranium deposits in the area Rabau Hulu is generally associated with sulphides, tourmaline and contained in favorable rocks. Symptoms of uranium mineralization encountered in other forms of irregular and uneven consists minerals of uraninite, pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, molybdenite, and ilmenite. Data processing generates a magnetic field total anomalous values, resistivity, and metal factor which further created two-dimensional cross-section. Determination of resistivity and induced polarization conducted by boreholes to correlate the data with the results of data processing. Resistivity in the uranium deposits zone worth less than 2,000 Ωm and the value of metal factor greater than 90 mho/m. Uranium deposit zone is expanding along with the depth. Three dimensional modeling show that the distribution of deposits trending South West-North East and form lens. The average concentration of uranium in the deposit zone in the area Rabau Hulu is 0.0085%. The density of uranium deposits which are used to calculate the indicated resource is 2.83 g/cm3.]"
2015
T44946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Prasetyanugraheni Kreshanti
"Fraktur mandibula merupakan fraktur kraniomaksilofasial yang paling umum dan seringkali menyebabkan gangguan mengunyah. Tata laksana definitif fraktur mandibula adalah reduksi terbuka dan fiksasi interna menggunakan plat dan sekrup sistem 2.0, seperti plat tiga dimensi (3D). Namun, desain plat 3D konvensional memiliki keterbatasan karena bentuknya yang tidak dapat diubah, sehingga sulit menghindari garis fraktur atau struktur anatomi penting seperti akar gigi dan saraf saat melakukan pemasangan sekrup. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan desain plat 3D yang dapat diubah konfigurasinya. Oleh karena itu, dikembangkanlah desain plat 3D interlocking. Berbeda dengan plat 3D yang sudah ada selama ini, plat 3D interlocking memiliki kebaruan yaitu plat ini dapat dirangkai dari beberapa jenis plat dengan menumpuk 2 buah plat menjadi 1 kesatuan plat. Sambungan kedua buah plat ini tidak menambah ketebalan plat dan dapat diubah konfigurasinya dengan menyesuaikan sudut antara plat horizontal dan plat vertikal. Finite Element Analysis (FEA) dilakukan untuk menentukan kelayakan desain plat 3D interlocking. Setelah FEA memastikan kelayakan desain, purwarupa yang diproduksi dilakukan pengujian biomekanik menggunakan sepuluh mandibula kambing untuk menilai kekuatan mekanik dan stabilitas plat 3D interlocking. Biokompatibilitas dan penyembuhan tulang dievaluasi dalam uji hewan coba yang melibatkan 28 kambing. Biokompatibilitas dinilai dengan mengevaluasi respons inflamasi dari uji radiologik dan histopatologik (pewarnaan Hematoxylin-Eosin). Penyembuhan tulang dinilai melalui berbagai metode, termasuk uji radiologik yang mengukur kepadatan tulang, uji histopatologik menggunakan pewarnaan Mason Trichome, dan analisis penanda tulang melalui imunohistokimia dan ELISA. Selain itu, uji kemudahan penggunaan dilakukan dengan sembilan Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik untuk menilai tingkat kenyamanan dan durasi yang diperlukan untuk mengaplikasikan plat pada model mandibula sintetik. Uji biomekanik juga dilakukan pada uji kemudahan penggunaan sebagai komponen evaluasi objektif. Dalam uji biomekanik, plat 3D interlocking menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan stabilitas fraktur yang memungkinkan gerakan mikro yang terkendali. Selanjutnya, uji biokompatibilitas menunjukkan bahwa kelompok plat 3D interlocking menghasilkan reaksi jaringan dan respons inflamasi yang lebih rendah dibandingkan plat tolok ukur pada uji hewan coba. Selain itu, plat 3D interlocking juga mempercepat proses penyembuhan tulang, terbukti dari peningkatan bermakna dalam pembentukan dan kepadatan tulang pada uji hewan coba. Hasil uji kemudahan penggunaan menunjukkan bahwa plat 3D interlocking dapat digunakan dengan mudah seperti halnya plat tolok ukur. Secara keseluruhan, plat 3D interlocking menunjukkan potensi sebagai alternatif yang layak untuk tata laksana fraktur mandibula.

Mandibular fractures are the most common craniomaxillofacial fractures, often resulting in mastication disturbances. Mandibular fracture management typically involves the use of 2.0 system plates and screws, such as three-dimensional (3D) plates. However, the conventional 3D plate designs for mandibular fracture management have limitations. Their fixed shape makes it challenging to avoid fracture lines or vital anatomical structures, such as dental roots and nerves when placing screws. A 3D plate design that allows for configuration changes is needed to address this issue. Therefore the interlocking 3D plate was developed. This novel design features components that can be adjusted to avoid critical anatomical structures and fracture lines while still offering the stability of a 3D plate, enhancing its utility in mandibular fracture management. Finite element analysis was performed to establish the feasibility of the interlocking 3D plate design. Once that was established, biomechanical evaluation was conducted using ten goat mandibles to assess the mechanical strength and stability of the interlocking 3D plate. Biocompatibility and bone healing properties were evaluated in an animal study involving 28 goats. Biocompatibility was assessed by evaluating inflammatory responses from radiological and histopathological (Hematoxylin-Eosin staining) study. Bone healing properties were assessed through various methods, including radiological study measuring bone density, histopathological study using Mason Trichome staining, and analyzing bone markers through immunohistochemistry and ELISA. Additionally, usability study were conducted with nine plastic surgeons to assess the level of comfort and the duration required to apply the plate on a synthetic mandibular model. These findings were correlated with biomechanical test results. The biomechanical evaluation revealed that the interlocking 3D plate design better-maintained fracture stability while allowing controlled micro-movement. Regarding biocompatibility, the interlocking 3D plate exhibited better results than the standard plate, as indicated by lower tissue reaction and inflammatory response in animal study. The interlocking 3D plate also facilitated faster bone healing, with significant bone formation and bone density improvements in animal study. Usability study demonstrated that the interlocking 3D plate was as easy to use as the standard plate, with no significant differences in application time. Overall, the interlocking 3D plate demonstrates significant potential as a viable alternative for managing mandibular fractures."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>