Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benedetto Setyo Satrio Utomo
"Asas yang melandasi hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah hubungan kepercayaan (fiduciary relationship). Kewajiban yang berlandaskan Asas Kepercayaan dapat timbul karena adanya hubungan hukum di antara bank dan nasabahnya. Bank dapat digugat atau dilaporkan apabila ia merugikan nasabahnya karena melakukan unsafe dan unsound practices sehingga melanggar kewajiban yang dipercayakan kepadanya. Sengketa yang disebabkan oleh pengaduan nasabah di sektor jasa keuangan terhadap bank tidak selalu dapat menghasilkan kesepakatan maupun penyelesaian secara sederhana, cepat, dan dengan biaya ringan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan nasabah di sektor jasa keuangan atas penyelesaian sengketa di luar pengadilan, maka Otoritas Jasa Keuangan membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (“LAPS SJK”). Dalam penelitian ini, Penulis hendak: (1) menganalisis bagaimana Asas Kepercayaan dalam hukum perbankan dapat menjamin perlindungan terhadap hak-hak nasabah; dan (2) mengkaji pengaturan pelaksanaan mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa perbankan di LAPS SJK sesuai dengan Asas Kepercayaan dalam hukum perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum perbankan Indonesia ternyata belum mengatur secara spesifik mengenai penerapan Asas Kepercayaan oleh bank yang mengemban status sebagai penasihat transaksional sehingga hak-hak nasabah investor belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Selain itu, peraturan pelaksanaan mediasi, baik dalam bentuk Peraturan OJK maupun Peraturan LAPS SJK belum mengakomodir kebutuhan para pihak untuk menentukan jumlah ganti rugi yang wajib dibayar oleh pihak yang melanggar perjanjian mediasi. Dengan diakomodirnya kebutuhan tersebut, maka diharapkan tingkat kepercayaan nasabah terhadap perbankan dan LAPS SJK akan semakin meningkat.

The principle underlying the legal relationship between banks and customers is a relationship of trust (fiduciary relationship). Obligations based on the Principle of Trust can arise because of the legal relationship between the bank and its customers. A bank can be sued or reported if it harms its customers because it carries out unsafe and unsound practices thereby violating the obligations entrusted to it. Disputes caused by complaints from customers in the financial services sector against banks do not always result in agreements or resolutions that are simple, fast and at low cost. Therefore, to meet the needs of customers in the financial services sector for dispute resolution outside of court, the Financial Services Authority established an Alternative Institution for Dispute Resolution in the Financial Services Sector ("LAPS SJK"). In this research, the author wants to: (1) analyze how the Principle of Trust in banking law can guarantee the protection of customer rights; and (2) reviewing the arrangements for implementing mediation as an alternative for resolving banking disputes at LAPS SJK in accordance with the Principles of Trust in banking law. The research results show that Indonesian banking law does not yet specifically regulate the application of the Principle of Trust by banks that hold the status as transactional advisors so that the rights of investor customers do not receive adequate legal protection. In addition, the regulations for implementing mediation, both in the form of OJK Regulations and LAPS SJK Regulations, do not accommodate the needs of the parties to determine the amount of compensation that must be paid by the party who violates the mediation agreement. By accommodating these needs, it is hoped that the level of customer trust in banking and LAPS SJK will increase."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Indriani
"Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak.

Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Probondari
"Tesis ini membahas mengenai mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa perbankan. Terdapat pilihan cara mediasi yang dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa baik pihak Bank maupun pihak nasabah sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menekankan pada penggunaan data kepustakaan dan/atau norma hukum tertulis dengan tipe penelitian deskriptif analisis yang bertujuan memberikan gambaran umum secara tepat dan mendalam mengenai pokok permasalahan tersebut. Sengketa, khususnya dibidang perbankan dapat diselesaikan dengan menempuh cara mediasi melalui Lembaga Mediasi yang difasilitasi oleh Bank Indonesia sebagai mediator. Namun Bank Indonesia harus memiliki independensi atau kemandirian dalam menjalankan kewenangannya itu. Mediasi harus bersifat sukarela dari para pihak yang bersengketa baik dalam memilih lembaga mediasi maupun mediatornya dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka. Akta Perdamaian yang dihasilkan bersifat final and binding, sama dengan keputusan pada tingkat akhir. Akta Perdamaian memiliki kekuatan eksekutorial dan terhadap akta tersebut tidak dapat diajukan upaya banding maupun kasasi.

This thesis discusses about mediation as a means of dispute resolution banking. There is a choice of how mediation can be selected by the parties to the dispute either the Bank nor its customers as an alternative dispute resolution Dispute Settlement. This research is using normative juridical research that emphasizes the use of literature data and / or written legal norms with the type of descriptive analysis of research that aims to provide an exact overview and deep understanding of the subject. Disputes, particularly in banking can be resolved by resort to mediation through the Mediation Institute facilitated by Bank Indonesia as a mediator. However, Bank Indonesia must have the independence or independence in carrying out that authority. Mediation must be voluntary from both the disputing parties in selecting the mediator and the mediation agency in resolving the dispute between them.The resulting Settlement Deed shall be final and binding, together with the decision at the the final. Deed eksekutorial power and against the deed can not be filed an appeal and cassation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21846
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Winner
"Menjelang dan memasuki abad ke-21 atau era globalisasi batas-batas antara negara yang satu dengan yang lain menjadi tidak jelas, dunia telah menjadi suatu perkampungan global dengan satu sistem perekonomian. Konsekuensi dunia bisnis sebagai suatu perkampungan global dalam kesatuan ekonomi tanpa batas, dengan sendirinya membawa bangsa Indonesia ke kancah bisnis global, perdagangan bebas, dan persaingan bebas. Intensitas hubungan perdagangan dan investasi antara masyarakat bisnis, baik domestik maupun internasional, semakin meningkat. Meningkatnya intensitas perdagangan dan investasi itu tidak hanya akan menimbulkan dinamika ekonomi yang makin tinggi, tetapi juga akan meningkat pula intensitas konflik-konflik (sengketa) di antara mereka. Menghadapi kondisi yang seperti ini, diperkirakan sistem peradilan, baik domestik maupun asing, tidak akan mampu memenuhi kebutahan masyarakat bisnis yang semakin kompleks. Penyelesaian melalui pengadilan kurang efektif dan efisien untuk penyelesaian sengketa bisnis internasional karena waktunya lama, memakan tenaga, memerlukan biaya tinggi, dan sering putusannya kurang memuaskan. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif penyelesaian sengketa selain pengadilan. Dewasa ini di negara-negara lain telah dikembangkan suatu alternatif penyelesaian sengketa selain dari pengadilan dan arbitrase, seperti : mediasi, konsiliasi, minitrial, dan lain-lain. Arbitrase yang semula sangat efektif dan efisien untuk penyelesaian sengketa bisnis telah menjadi sangat formal dan kurang efektif. Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa telah berkembang cult-up pesat negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Singapura, dan lain-lain. Mediasi dipilih dan dikembangkan karena waktunya singkat, biaya retatif lebih ringan, hasilnya memuaskan para pihak (win-win solution). Di negara-negara itu mediasi telah melembaga sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis. Secara internasional mediasi juga telah digunakan sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis oleh lembaga-lembaga penyelesaian sengketa bisnis internasional, seperti : American Arbitration Association (AAA), International Chamber of Commerce (ICC), UNCITRAL, World Intellectual Property Organization (WIPO), dan Commercial Arbitration and Mediation Centre for Americas (CAMCA). Mediasi telah dikenal dalam sistem hukum Indonesia, tetapi tidak dapat berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan oleh belum melembaganya mediasi sebagai penyelesaian sengketa bisnis. Belum melembaganya mediasi sebagai penyelesaian sengketa bisnis meliputi : peraturan perundang-undangan, prosedur pendayagunaan, sumber daya manusia, penyedia jasa mediasi, sumber dana, dan pemasyarakatan. Oleh karena itu pengembangan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia harus secara kelembagaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prathiwi Ekawati
"Sengketa keluarga merupakan sengketa yang terjadi diantara pihak yang memiliki hubungan emosi yang kuat. Apabila penyelesaian sengketa keluarga tersebut salah, maka dapat mengakibatkan hancurnya suatu hubungan kekeluargaan yang sudah terbina. Hal ini mendorong untuk mencari suatu metode penyelesaian sengketa alternatif, dan mediasi diharapkan dapat menjadi jawaban yang tepat. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan PERMA No 2 tahun 2003 tentang Prosedr Mediasi di Pengadilan untuk mengatasi permasalahan perdata yang terjadi. PERMA No 2 tahun 2003 ini dibentuk dan diberlakukan dengan tujuan mempermudah masyarakat Indonesia untuk memperoleh keadilan dan mempercepat proses penyelesaian sengketa sehingga mengurangi jumlah penumpukkan perkara yang saat ini terjadi di Mahkamah Agung. Dalam syariat Islam penyelesaian sengketa diluar pengadilan merupakan suatu hal yang dianjurkan bahkan diwajibkan dan beberapa sengketa keluarga yang dapat diselesaikan dengan jalur damai ini antara lain adalah sengketa keluarga yang berhubungan dengan perceraian dan akibatnya yaitu pembagian harta bersama dan pengasuhan anak juga masalah pembagian harta warisan. Dalam penulisan ini terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan yaitu mengenai penyelesaian sengketa dalam Islam, bagaimana PERMA mengatur masalah mediasi dalam pengadilan dan efektifitas dari PERMA tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Ternyata isi dari PERMA No 2 tahun 2003 ini tidak bertolak belakang dengan alternatif penyelesaian sengketa dalam syariat Islam, bahkan dapat dikatakan mendukung berjalannya penggunaan jalur damai dalam menyelesaikan sengketa yang terdapat dalam syarat Islam. Akan tetapi, dalam prakteknya PERMA No 2 tahun 2003 ini tidak dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Hal ini sangat disayangkan mengingat manfaat dari penggunaan PERMA No 2 tahun 2003 ini dalam menyelesaikan suatu sengketa."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S21177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Bill Clinton
"Aktivitas pembiayaan konsumen dapat mengalami kendala apabila salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian pembiayaan yang telah dibuat sehingga terjadi sengketa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Para Pihak adalah menyelesaikan masalah tersebut di luar pengadilan seperti LAPS Sektor Jasa Keuangan dan BPSK.
POJK No. 61 Tahun 2020 membuat LAPS Sektor Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pembiayaan konsumen. Sedangkan, BPSK dapat menyelesaikan sengketa terkait konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Adanya 2 (dua) lembaga ini dapat menimbulkan beberapa pandangan tentang kepastian hukum lembaga yang tepat demi menyelesaikan sengketa pembiayaan konsumen. Tujuan penulisan tesis ini adalah menganalisis kewenangan LAPS Sektor Jasa Keuangan, bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen, dan bagaimana akibat hukum putusan LAPS Sektor Jasa Keuangan terhadap penyelesaian sengketa oleh BPSK di sektor pembiayaan konsumen.
Metode penerapan penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penulisan ini adalah kedudukan LAPS Sektor Jasa Keuangan tidak melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen, pemilihan penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen melalui LAPS Sektor Jasa Keuangan tidak melanggar UU Perlindungan Konsumen, dan kewenangan LAPS Sektor Jasa Keuangan tidak mengurangi efektivitas lembaga BPSK dalam menyelesaikan sengketa pembiayaan Konsumen

Consumer financing activities can face problems if one of the parties does not comply with the financing agreement that has been made, resulting in a dispute. One of the efforts that can be made by the Parties is to resolve the issue out of court, such as the LAPS Financial Services Sector and BPSK.
POJK No. 61 of 2020 makes the LAPS Financial Services Sector have the authority to resolve consumer financing disputes. While BPSK can resolve consumer disputes based on Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection.
The existence of these 2 (two) institutions can give rise to several views about the legal certainty of the right institution to resolve consumer financing disputes. The purpose of writing this thesis is to analyze the authority of the LAPS Financial Services Sector, how to implement consumer financing agreements, and how the legal consequences of the LAPS Financial Services Sector decision on BPSK's dispute resolution in the consumer finance sector.
The method of applying this thesis is normative juridical with a statutory approach. The results of this thesis are that the position of the LAPS Financial Services Sector does not violate the provisions of the Consumer Protection Law, the selection of consumer financing dispute resolution through the LAPS Financial Services Sector does not violate the Consumer Protection Law, and the authority of the Financial Services Sector LAPS does not reduce the effectiveness of the BPSK institution in resolving consumer financing disputes.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivika Dyatri Raumanen
"Access to justice merupakan hak konstitusional warga negara dan salah satu bentuk pelaksanaan dari prinsip equality before the law. Bagi masyarakat kecil, tidak terkecuali para tertanggung dengan sengketa asuransi jiwa tradisional kategori retail and small claim, access to justice dapat diwujudkan melalui proses penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan tidak efisien hanya akan menciderai keadilan para tertanggung karena pengorbanan yang harus mereka keluarkan menjadi terlalu besar sehingga tidak proporsional dibandingkan dengan klaim yang diperjuangkan. Dengan dikeluarkannya POJK No. 61/2020, peran dan fungsi Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) dalam menangani sengketa asuransi beralih kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS SJK). Keadilan memang bersifat subjektif, namun komponen-komponen pemenuhannya dapat dianalisis lebih konkret. Oleh sebab itu, skripsi ini menganalisis efektivitas dan efisiensi pengaturan serta pelaksanaan penyelesaian sengketa asuransi jiwa tradisional kategori retail and small claim di LAPS SJK berdasarkan beberapa komponen dalam POJK 61/2020 dan perbandingan dengan BMAI dari perspektif hukum perlindungan konsumen. Dari hasil analisis yang diperoleh, penelitian ini mencoba mencari solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelesaian sengketa yang mewujudkan access to justice, khususnya bagi para tertanggung.

Access to justice is a constitutional right of citizens in Indonesia and an implementation of the principle of equality before the law. For vulnerable communities, including the insured with traditional life insurance disputes in the retail and small claim category, access to justice can be actualized through a fast, simple, and low-cost dispute resolution process. Ineffective and inefficient dispute resolution will only violate justice for the insured because sacrifices they had to make are logistically pointless to pursue most claims. With the issuance of POJK No. 61/2020, the role and function of Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) in handling life insurance disputes shifts to Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK). Justice is subjective, but the components that fulfill it can be analyzed more concretely. Therefore, this research aims to analyze the effectiveness and efficiency of regulation and implementation of dispute resolution for traditional life insurance for retail and small claims category through LAPS SJK based on several components in POJK 61/2020 and comparison with BMAI from the perspective of consumer protection law. From the results obtained, this study tries to find a solution to increase the effectiveness and efficiency of dispute resolution that realizes access to justice, especially for the insured."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Vick Oetama
"Bank Negara Indonesia sebagai salah satu Bank BUMN, dalam menyediakan layanan perbankan kepada masyarakat tidak terlepas dari beberapa permasalahan, khususnya masalah tentang keluhan nasabah yang berujung pada sengketa nasabah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penerapan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa nasabah di BNI, dan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan setelah adanya mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa nasabah di BNI. Penulis menggunakan cara pendekatan masalah, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan narasumber pada objek penelitian yang berhubungan dengan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa nasabah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa BNI selalu menggunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa nasabah. Dalam menghadapi permasalahan atau sengketa nasabah, pihak BNI memberikan waktu kepada nasabah untuk dapat menyelesaikan masalahnya agar tidak berlarut-larut. Apabila tidak berhasil, maka pihak BNI memanggil nasabah tersebut untuk mendapatkan solusi yang terbaik agar tidak menimbulkan masalah berkepanjangan. Apabila kedua cara tersebut tidak berhasil, maka pihak BNI melakukan cara mediasi dengan pihak luar, seperti pengadilan negeri atau pengadilan arbitrase agar bisa menghilangkan konflik dan mengesekusinya. Proses mediasi perbankan merupan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan konflik antara nasabah dengan BNI. Pihak BNI jarang sekali menggunakan proses pengadilan atau arbitrase untuk menyelesaikan sengketa nasabah karena hanya dengan proses mediasi perbankan, permasalahan sengketa nasabah sudah dapat diselesaikan dan mendapatkan solusi terbaik.

Bank Negara Indonesia as one of the state owned banks, in providing banking services to the public is inseparable from several problems, especially the problem of customer complaints that lead to customer disputes. This study aims to find out the process of applying mediation as an alternative to resolve customer disputes in BNI, and to know the impact caused after the mediation as an alternative to dispute the customer 39 s disputes in BNI. The author use ways of approaching the problem, namely the normative juridical approach and. The research was conducted through observation and interview with resource persons on research object related to mediation as an alternative to customer dispute settlement. The results showed that BNI always use mediation as an alternative to customer dispute resolution. In the face of problems or disputes of customers, the BNI gives time to customers to be able to solve the problem so as not to drag on. If not successful, then the BNI call the customer to get the best solution so as not to cause prolonged problems. If the two methods are unsuccessful, then the BNI mediates with outsiders, such as the district court or arbitration tribunal in order to eliminate the conflict and execution . The banking mediation process is the most effective way to resolve conflicts between customers and BNI. BNI parties rarely use litigation or arbitration to resolve customer disputes because only with the mediation process of banking, customer disputes problems can be resolved and get the best solution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69381
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johana Tania Leuwa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai penyelesaian sengketa antara Nasabah dan
Bank oleh lembaga alternatif penyelesaian sengketa khusus perbankan, yakni
LAPSPI. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah terkait pengaturan
mengenai perlindungan Nasabah Bank di Indonesia dan mekanisme penyelesaian
sengketa antara Nasabah dan Bank melalui LAPSPI. Metode penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dengan
menggunakan data sekunder. Berdasarkan permasalahan terkait pengaturan
mengenai perlindungan Nasabah Bank, didapatkan hasil bahwa terdapat sejumlah
peraturan yang memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak Nasabah
Bank, yakni diantaranya adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dan Peraturan Bank
Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Terkait penyelesaian
sengketa oleh LAPSPI, penyelesaian sengketa merupakan salah satu upaya
perlindungan terhadap Nasabah Bank. Penyelesaian sengketa melalui LAPSPI
hanya dapat dilakukan apabila Nasabah dan Bank telah melakukan upaya
penyelesaian sengketa di internal Bank, atau yang dikenal dengan cara Internal
Dispute Resolution (IDR). Penyelesaian sengketa melalui IDR seringkali tidak
mencapai kesepakatan antara Nasabah dan Bank. Untuk mengatasi hal tersebut,
Otoritas Jasa Keuangan membentuk LAPSPI sebagai sarana bagi Nasabah untuk
mengadukan dan menyelesaikan sengketanya dengan Bank. Adapun saran yang
dapat diberikan adalah perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi peraturan
dengan cara membuat satu peraturan yang mengatur khusus mengenai berbagai
lembaga penyelesaian sengketa perbankan yang dapat dipilih sesuai kebutuhan
Nasabah, dan perlu memublikasikan LAPSPI dengan lebih maksimal agar
eksistensi LAPSPI sebagai lembaga baru dapat diketahui dan dimanfaatkan
dengan baik oleh Nasabah Bank pada khususnya.

ABSTRACT
The focus of this study is about dispute resolution between Customer and
Bank by LAPSPI. Discussion issues in this study are about regulation in Indonesia
concerning the protection for Customer and about dispute resolution between
Customer and Bank by LAPSPI. The method used in this study is juridicalnormative
study by using secondary data as the main data source. Based upon the
issue on regulation concerning the protection of Customer, result shows that there
are several regulations which give the guarantee for Customer?s rights protection,
among them are Law of Consumer Protection, Law of Authority of Financial
Services (OJK), OJK Regulation about Financial Services Consumer Protection,
and Bank of Indonesia Regulation about Bank Customer Complaints Resolution.
Related to dispute resolution through LAPSPI, the dispute resolution itself is one
of the ways to protect the Customer. The dispute resolution through LAPSPI can
be processed if only the Customer and Bank have done the dispute resolution in
Internal Bank, known as Internal Dispute Resolution (IDR) method. Dispute
resolution through IDR usually does not reach the consensus from both Customer
and Bank. In order to solve that problem, OJK established LAPSPI as a mean for
Customer to denounce his problem and resolve his dispute with the Bank.
Recommendations for this study are the need for rules harmonization and
synchronization by making a new regulation which specifically concerns about
the choices of institutions of dispute resolution on banking and also the need to
publicize LAPSPI?s existence more intensively as a newborn institution, so that
LAPSPI can be more utilized by the Customer in particular."
2017
S65949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Alessandra
"Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka terhitung mulai tanggal 31 Desember 2013 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), termasuk dalam hal ini adalah penyelesaian pengaduan Nasabah dan sengketa perbankan. OJK telah mengeluarkan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan sebagai dasar ketentuan dalam mengatur penyelesaian sengketa antara Bank dan Nasabah, baik melalui internal dispute resolution dan external dispute resolution. Dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK, maka alternatif penyelesaian sengketa yang sebelumnya diatur oleh BI berupa Lembaga Mediasi Perbankan Independen kini mulai menemukan titik terang dalam bentuk Lembaga Alternatis Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI). Namun dalam pelaksanaannya LAPSPI akan menghadapi berbagai macam tantangan yang harus dipenuhi, diantaranya merumuskan prosedur dan ketentuan penyelesaian sengketa, penerapan prinsip lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dan memiliki sumber daya untuk dapat melaksanakan pelayanan penyelesaian sengketa. Menarik untuk diteliti lebih lanjut permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan dari BI kepada OJK terutama dalam hal penyelesaian sengketa perbankan dan tantangan pemenuhan prinsip lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang harus dipenuhi oleh LAPSPI.

Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority, then starting on December 31, 2013 the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the banking sector switching from Bank Indonesia (BI) to the Financial Services Authority (OJK), including in this case is customer complaints and dispute resolution between banks and customer. FSA has issued POJK No. 1 / POJK.07 / 2013 on Consumer Protection in the Sector of Financial Services and POJK No. 1 / POJK.07 / 2014 of the Alternative Institution of Dispute Resolution in the Financial Services Sector as a basic provision in arranging the Banking dispute resolution, both through internal and external dispute resolution. With the transition of regulation authorization and banking supervision to the FSA, then the alternative dispute resolution of that were previously regulated by the Bank Indonesia in the form of the Institution Banking Mediation Independent is now beginning to find a bright spot in the form of Alternative Institution of Dispute Resolution of Banking Indonesia (LAPSPI). However, in practice LAPSPI will face numerous challenges to be met, including formulating procedures and dispute settlement provisions, the application of the principle of alternative institutions of dispute resolution, and have the resources to be able to carry out the dispute resolution service. Further interesting to study the problems that occur with the authority transition of regulation and supervision of the banking sector of BI to the FSA, especially in terms of banking dispute resolution and the compliance challenges of the principle of alternative institutions of dispute resolution that must be met by LAPSPI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>