Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nizam Zikri Akbar
"Tiga ratus dua puluh pasien yang menjalani pemeriksaan Skintigrafi Perfusi Dipyridamol di RS. Jantung Harapan Kita dievaluasi untuk melihat nilai sensitifitas dan spesifisitas dari tes ini. Dipyridamol diberikan dalam dosis infus O,56 mg I kg selama 4 menit. Pencitraan dengan metode Planar dilakukan pada 209 pasien dan dengan metode SPECT pada 101 pasien. Alasan penderita menjalani tes ini paling banyak untuk tujuan penggolongan resiko 154 orang ( 48,1 % ), untuk evaluasi diagnostik sebanyak 92 orang ( 28,7%) dan untuk pemeriksaan viabilitas sebesar 74 orang ( 23,2% ). Dari 320 pasien yang dievaluasi, ada 194 pasien yang juga menjalani pemeriksaan angiografi koroner, hasilnya berupa 3S orang normal, 48 orang dengan penyempitan > 5O % diameter arteri pada 1 pembuluh arteri, 5O orang pada 2 pembuluh arteri dan 61 orang pada 3 pembuluh arteri, dimana 2 orang diantaranya juga disertai dengan penyempitan pada arteri kiri utama. Respon hemodinamik terhadap dipyridamol berupa kenaikan denyut nadi sebesar 12 ± 1S, penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik, masing-masing sebesar 10 ± 24 dan 7 ± 13. Efek samping yang paling banyak terjadi adalah rasa kebas di tangan ( paresthesia ) di jalan masuk obat, dijumpai pada 133 orang ( 66,2 % ), sedang efek samping kardiak yang paling sering terjadi adalah depresi gelombang ST pada 78 orang ( 38,8 % ), nyeri dada pada SO orang ( 24,9 % ), hipotensi pada 33 orang ( 16,4 % ), aritmia berupa ekstra sistol pada 20 orang ( 9,9%) dan bronkospasme yang dapat diatasi dengan aminofilin pada 3 orang ( 1,5 % ), tidak terjadi infark miokard atau kematian. Didapati nilai sensitifitas dan spesifisitas sebesar 87 % dan 70 % dengan metode Planar dan 91 % dan 75 % dengan SPECT, nilai perkiraan akurasi sebesar 94% untuk metode Planar dan 93 % untuk metode SPECT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1999
T29113
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Betriza
"Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara stenosis arteri koroner dan ketebalan intima media arteri karotis pada populasi umum. Ketebalan intima media arteri karotis ini pada penderita DMTTI lebih tebal dibandingkan pada penderita yang tanpa diabetes. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah berat dan luasnya stenosis arteri koroner secara angiografi pada penderita PJK dengan DMTTI mempunyai korelasi dengan makin tebalnya intima media arteri karotis. Telah dilakukan pemeriksaan ketebalan intima media arteri karotis komunis, bifurkasio-bulbus, arteri karotis interna dan eksterna kanan dan kiri pada 30 orang penderita PJK dengan DMTTI yang terdiri dari 25 laki-laki dan 5 perempuan, berumur rata-rata 58 ± 8,5 tahun (44 - 74 tahun). Dari hasil angiografi koroner terdapat 2 orang dengan 1 VD, 11 orang dengan 2VD dan 17 orang dengan 3VD. Terdapat penebalan intima media arteri karotis pada semua penderita dengan rata-rata ketebalan intima media arteri karotis yaitu 2,6 ± 1,1 mm (1 - 6 mm), ini menunjukkan adanya korelasi antara ketebalan intima media arteri karotis dan stenosis arteri koroner, namun tidak didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara 1 VD, 2 VD dan 3 VD dengan ketebalan intima media arteri karotis yang lebih tebal meskipun ada kecenderungan bahwa makin banyak pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis makin tebal intima media arteri karotis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Andreas Michael
"Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular memiliki kontribusi 30% terhadap total kematian semua umur di Indonesia pada tahun 2011. Dalam upaya revaskularisasi dalam penyakit jantung koroner, Bedah Pintas Arteri Koroner menjadi salah satu upaya utama. Namun, jumlah pasien hidup dalam 10 tahun pasca-BPAK hanya mencapai 77% dibandingkan populasi normal yang mencapai 86%.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara lama Aortic Cross-clamping dan Cardiopulmonary Bypass dengan kematian pascaoperasi BPAK pada pasien di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Metode: Dari seluruh pasien yang menjalani operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006, dilakukan studi kohort retrospektif dengan mempelajari rekam medis subyek dan menentukan faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor mortalitas (lama Aortic Cross-clamping dan Cardiopulmonary Bypass). Subyek penelitian (n=48) kemudian dihubungi untuk mencari tahu mortalitas subyek. Pada setiap variabel dilakukan Uji T Tidak Berpasangan atau Uji Mann-Whitney.
Hasil: Dari 48 subyek, 85,41% (n=41) hidup, dan sebesar 14,58% (n=7) meninggal setelah 6 tahun pascaoperasi BPAK. Untuk hubungan lama Artery Cross-clamping dengan kematian didapatkan p=0,265, dan untuk hubungan lama Cardiopulmonary Bypass dengan kematian didapatkan p=0,214.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara lama Aortic Cross-clamping dan Cardiopulmonary Bypass dengan kematian dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK pada pasien di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Background: Cardiovascular diseases contribute to 30% of deaths in all age in 2011. Cardiopulmonary Bypass Graft remains a choice in revascularization for patients with coronary heart disease. Nevertheless, 10-year survival in post-CABG patients (77%) pales in comparison with such in normal population (86%).
Aim: To find out whether Aortic Cross-clamping Time and Cardiopulmonary Bypass Time are associated with 6-year post-CABG mortality at Harapan Kita National Cardiovascular Center.
Methods: All patients who underwent CABG at Harapan Kita National Cardiovascular Center in 2006 was included in a retrospective cohort study. Medical records of such patients were studied, and factors predicting mortality (Aortic Cross-clamping Time and Cardiopulmonary Bypass Time) noted. Subjects (n=48) were then called in order to determine mortality of subjects. All variables were analyzed using Unpaired T-Test and Mann Whitney Test where appropriate.
Results: Of all 48 subjects, 85.41% (n=41) survived, and 14,58% (n=7) died within 6-year post-CABG. Of Artery Cross-clamping Time and mortality, p=0.265, and of Cardiopulmonary Bypass Time and mortality p=0.214.
Conclusions: There is no relation of Aortic Cross-clamping and Cardiopulmonary Bypass Time with 6-year Post-Coronary Artery Bypass Graft Mortality at Harapan Kita National Cardiovascular Center.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Chandratmoko
"ABSTRAK
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu masalah penting dalam bidang kardiologi. Penentuan ada tidaknya PJK yang bermakna, luasnya PJK dan resiko yang dihadapi sangat diperlukan untuk penanganan penderita PJK. Salah satu pemeriksaan non invasif yang relatif baru di Indonesia adalah pemeriksaan perfusi miokard dengan menggunakan bahan radioaktif Thallium 201. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan skintigrafi Thallium 201 yang dilakukan di RSJHK dan menilai sensitifitas pemeriksaan ini dalam mendeteksi penyempitan pada individu arteri koroner.
Dilakukan penelitian retrospektif dan prospektif terhadap penderita dengan penyakit jantung koroner atau tersangka penyakit jantung koroner yang dilakukan pemeriksaan perfusi miokard dengan Thallium 201 antara Januari 1987 sampai dengan Maret 1989 dan dilakukan angiografi koroner dengan selang waktu tidak lebih dari tiga bulan. Dari 454 orang yang dilakukan pemeriksaan perfusi miokard dengan Thallium 201 pada periode tersebut, terdapat 108 orang yang memenuhi persyaratan penelitian terdiri dari 105 pria dan 3 wanita dengan usia rata - rata 52,05 ±8,5 tahun. Sembilan puluh enam orang mempunyai penyempitan bermakna pada angiografi koroner dimana 73 diantaranya pernah mengalaroi serangan infark, 23 tanpa riwayat serangan infark. Duabelas orang mempunyai koroner normal. Tiga puluh orang menderita penyakit satu pembuluh, 29 menderita penyakit dua pembuluh dan 37 orang menderita penyakit tiga pembuluh. Seluruhnya terdapat 199 pembuluh koroner yang mengalami penyempitan bermakna terdiri dari 90 LAD, 54 LCX dan 55 RCA.
Pada pemeriksaan Thallium 201, 94 dari 96 orang dengan penyempitan koroner bermakna mempunyai hasil positip (sensitifitas 98%), 5 dari 6 orang dengan koroner normal mempunyai hasil negatip (spesifisitas 83%). Sensitifitas dalam mendeteksi kelainan LAD, LCX dan RCA adalah 88%, 81% dan 82%. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara hasil pemeriksaan Thallium 201 pada grup penderita infark dengan non infark {sensitifitas 84% dan 87%). Juga tidak didapatkan perbedaan bermakna dari kemampuan pemeriksaan Thallium 201 dalam mendeteksi kelainan mas ing-mas ing pembuluh (LAD, LCX atau RCA) maupun kelainan pembuluh pada penyakit satu, dua atau tiga pembuluh. Tercapainya nadi maksimal sesuai umur atau 85% dari maksimal pada latihan sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan Thallium 201 kecuali telah timbul tanda-tanda iskemi sebelumnya.
Dengan prosedur pemeriksaan yang teliti, pemeriksaan dengan Thallium 201 akan memberikan hasil yang sangat bermanfaat untuk penatalaksanaan selanjutnya."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pintoko Tedjokusumo
"Suatu infark miokard akan mengakibatkan kerusakan miokard, yang dapat bersifat reversibel atau menetap. Kerusakan miokard tersebut akan mempengaruhi fungsi ventrikel kiri, baik secara global maupun regional. Fungsi regional tersebut dapat dinilai dari analisis pergerakan dinding ventrikel secara segmental. Beberapa parameter klinis maupun laboratoris, antara lain angina pasca infark, gaga! jantung, aritmia dan luasnya infark akan menentukan prognosis pasca infark miokard. Dari keempat faktor tersebut luasnya infark akan tercermin dari adanya gangguan pergerakan dinding ventrikel, sebagai petanda ada tidaknya viabilitas miokard. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara analisis pergerakan dinding ventrikel yang di lakukan secara serial dengan viabilitas miokard pasca infark miokard akut. Telah dilakukan pemeriksaan ekokardiografi secara serial terhadap 35 penderita infark miokard akut di RS. Jantung Harapan Kita. Dari pemeriksaan tersebut dibuat suatu skor yang dikenal sebagai 'wall motion score index' (WMSI) berdasarkan gangguan pergerakan dinding ventrikel secara segmental. Data yang di peroleh menunjukkan adanya penurunan nilai WMSI dari hari ke hari pada semua penderita yang diteliti. Penurunan nilai WMSI yang dianggap bermakna secara statistik adalah - 0,25 (p < 0,001 ). Nilai tersebut menunjukkan adanya viabilitas miokard. Uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara WMSI pada 24 jam pertama infark miokard akut dengan nilai puncak dari enzim CKMB (r = 0,23) namun terdapat korelasi yang sedang antara WMSI tersebut dengan nilai puncak enzim CK (r= 0,4). Ketidak sesuaian terse but ( discrepeney) menunjukkan bahwa nilai puncak enzim sebetulnya tidak dapat mencerminkan luasnya infark yang berpengaruh terhadap pergerakan dinding ventrikel. _ Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara WMSI dengan fraksi ejeksi (r = -0,06), fraksi pemendekan (r = -0,08) volume akhir sistol (r = 0,21) dan volume akhir diastol (r = 0,35). Gambaran tersebut jauh berbeda pada 1 hari sebelum penderita di pulangkan, dimana terdapat korelasi yang cukup kuat antara WMSI dengan fraksi ejeksi, fraksi pemendekan dan volume akhir diastol (r = -0,51 ; r = -0,46 ; r = 0,67) tetapi tetap tidak ditemukan korelasi dengan volume akhir sistol (r = 0, 19). Hal ini menunjukkan bahwa fraksi ejeksi dan fraksi pemendekan kurang dapat mencerminkan fungsi ventrikel kiri pada fase akut infark miokard (24 jam pertama). Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Perubahan WMSI ~ 0,25 dapat digunalan sebagai parameter untuk menilai viabilitas miokard. 2. WMSI merupakan pencerminan fungsi regional ventrikel kiri yang dapat digunakan untuk menilai fungsi ventrikel pada 24 jam pertama infark miokard. 3. Pada 24 jam pertama IMA tidak terdapat korelasi antara WMSI dengan EF, FS, ESV dan EDV, sedangkan pada hari ke 5 pasca IMA korelasi hanya didapat dengan EDV. Akan tetapi pemeriksaan yang dilakukan sebelum penderita dipulangkan, terdapat korelasi antara WMSI dengan EF, FS dan EDV. 4. Sebagian penderita yang diteliti mengalami ustunning" dari miokard."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1996
T59091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fauzi Shibly
"Sejak lebih dari 25 tahun yang lalu muncul bukti-bukti yang menunjang hipotesis bahwa meningkatnya homosistein plasma merupakan faktor risiko aterosklerosis, Berbagai studi kasus kontrol retrospektif, prospektif maupun intervensi telah dilakukan dan membuktikan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko independen PJK. Pada satu meta-analisis dari 15 studi, rasio odds untuk PJK pada subjek dengan hiperhomosisteinemia adalah 1,7. Salah satu risiko penting terjadinya hiperhomosisteinemia adalah rendahnya asupan vitamin yang berperan pada metabolisme homosistein yaitu asam folat, vitamin B12 dan vitamin B6. Telah dilakukan penelitian deskriptif analisis terhadap 70 subyek PJK sebagai kasus dan 36 subyek sebagai kontrol di RS Jantung Harapan Kita dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kadar homosistein plasma pada penderita PJK dan kontrol serta hubungannya dengan asam folat dan vitamin B12 yang diketahui berperan mempengaruhi kadar homosistein plasma. Hasil pemeriksaan homosistein plasma, didapatkan rerata kadar homosistein plasma pada kelompok kasus maupun kontrol diatas normal (12,2 6,9 dan 13,1 + 3,6 Umol/L) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini. Frekuensi defisiensi vitamin B12 masing-masing didapatkan 30% pada kelompok PJK dan kelompok tanpa PJK. Hal yang sangat menyolok didapatkan pada penelitian ini adalah defisiensi asam folat yang mencapai 82% pada kasus dan 83% pada kelompok kontrol. Korelasi antara homosistein plasma dengan vitamin B12 dan asam folat, didapatkan adanya korelasi negatif lemah yakni masing-masing r=-0,3 (p= 0,0004) dan r= -0,25 (p= 0,0095). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan.
1. Pada subyek PJK 61% kadar homosistein plasmanya diatas normal dan 80% pada subyek tanpa PJK.
2. Terdapat korelasi negatif lemah antara homosistein plasma dengan vitamin B12 serum dan asam folat.
3. Hal yang menyolok dari hasil penelitian ini adalah tingginya angka defisiensi asam folat pada kelompok PJK (82%) dan 83% pada kelompok tanpa PJK. 4. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kadar homosistein antara kasus dengan kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Montolalu, Gabriela
"ABSTRAK
Penyakit Jantung Koroner (PJK) memegang urutan pertama penyebab kematian dini pada laki-laki dengan usia menengah. Salah satu operasi tersering yang sering dilakukan sebagai intervensi terhadap PJK adalah Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kematian pasien dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK di RS Pusat Jantung Harapan Kita (RSPJNHK) pada tahun 2006. Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien yang menjalani operasi BPAK di RSPJNHK pada tahun 2006 menggunakan rekam medis subyek untuk menentukan apakah kadar kreatinin dan diabetes melitus dapat menjadi prediktor kematian. Pada setiap variabel dilakukan uji chi-square. Dari 75 subyek untuk variabel kadar kreatinin, 18,66% (n=14) meninggal setelah 6 tahun pascaoperasi BPAK (p=0,007). Dari 79 subyek untuk variabel diabetes melitus didapatkan 18,98% (n=15) subyek meninggal setelah 6 tahun pascaoperasi BPAK (p=0,55). Kematian pasien dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK di RSPJNHK pada tahun 2006 menunjukkan adanya hubungan dengan kadar kreatinin preoperasi namun tidak berhubungan dengan status diabetes melitus subyek."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denys Putra Alim
"Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia Sensus nasional Indonesia tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner PJK sebesar 26,4% Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor faktor yang memengaruhi kematian 6 tahun pasca bedah pintas arteri koroner BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Studi yang digunakan adalah kohort retrospektif pada pasien yang menjalani BPAK tahun 2006 di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan menggunakan total population sampling Hasilnya terdapat 308 tindakan BPAK di RS Harapan Kita tahun 2006 dengan eksklusi 5 subjek karena data rekam medis tidak lengkap 1 subjek karena BPAK dengan tindakan bedah lain 225 subjek karena tidak dapat dihubungi kembali Didapatkan 77 subjek penelitian dengan angka kematian sebesar 18,2% (14 dari 77 subjek). Faktor prediktor kematian oleh usia> 50 tahun didapatkan nilai p=0,725 faktor jenis kelamin nilai p=0,198 dan faktor fraksi ejeksi <40% nilai p=0,449 Kesimpulannya faktor usia jenis kelamin dan fraksi ejeksi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kematian subjek dalam 6 tahun pasca operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Cardiovascular disease is one of the leading causes of death worldwide Indonesian national census in 2001 showed that deaths due to cardiovascular disease including coronary artery disease CAD by 26 4 This study aims to find factors that influence the 6 year mortality post coronary artery bypass surgery CABG at National Cardiovascular Center Harapan Kita The study design is retrospective cohort study in patients undergoing CABG in 2006 at the National Cardiovascular Center Harapan Kita by using total population sampling There were 308 CABG procedures at National Cardiovascular Center Harapan Kita in 2006 which were excluded 5 subjects with incomplete medical records 1 subject with other cardiovascular surgery procedure 225 subjects lost to follow up There were 77 eligible research subjects with a mortality rate of 18 2 14 of 77 subjects Predictor factors of mortality by age 50 years p 0 725 sex p 0 198 and ejection fraction 40 p 0 449 Therefore there were no significant correlation among age sex and ejection fraction to the 6 years mortality outcome for patients undergo CABG at National Cardiovascular Center Harapan Kita
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartaty Sarma Sangkot
"ABSTRAK
Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mortalitas dan
morbiditas pada pasien elektif dalam daftar tunggu serta gambaran waktu tunggu
pasien elektif dalam daftar tunggu operasi bedah pintas koroner dikaitkan dengan
ketersediaan sumber daya (sistem, sumber daya manusia dan fasilitas) UPF Bedah
Jantung Dewasa, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif dikumpulkan secara prospektif selama 2 bulan sejak bulan Agustus-
September 2010.
Hasil : Dari 58 pasien tersebut, 1 pasien meninggal selama menunggu dan 1
pasien terkena stroke selagi menunggu. Tidak terdapat sistem khusus atau skoring
untuk menentukan waktu tunggu pada pasien. Belum terdapat sistem penjadwalan,
termasuk metode memasukan pasien kedalam daftar, memutuskan status
kegawatan, menjadwalkan tanggal masuk dan memindahkan pasien dari daftar
yang adekuat.
Kesimpulan : Kejadian mortalitas dan morbiditas selama waktu tunggu tidak
ditemukan sebagai kejadian yang sering terjadi selama menunggu operasi bedah
pintas koroner pada studi ini. Namun sulit mengabaikan kerjadian yang terjadi
pada kedua pasien pada penemuan, apalagi hasil penelitian menguatkan bahwa
belum terdapat sistem penentuan waktu tunggu dan penjadwalan yang adekuat di
UPF Bedah Jantung dan Intermediate Bedah Dewasa RS.Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita walaupun sementara ini sumber daya yang ada (baik fisik
maupun sumber daya manusia) masih dirasakan cukup mengakomodir jumlah
kasus yang ada.

ABSTRACT
Background: This study is aimed to find out mortality and morbidity in elective
patient while waiting and description of waiting time in elective patient related to
resources needed (system, human resources and facility) at department of
cardiovascular surgery, Harapan Kita Hospital.
Method : This study is use quantitative and qualitative desain study. The
quantitative data collected prospectively within 2 months since August until
September 2010.
Result : From 58 patients, 1 patient was died while waiting and 1 fall into stroke.
There?s no adequate system in scheduling patient, including put the patient into
the list of que, decide the urgency and remove the patient from the list.
Conclusion : It?s known that morbidity and mortality is not found as a significant
event happened while waiting for CABG in this study. It?s difficult to ignore the
things happened to the 2 patient, especially after knowing there?s no adequate
system to decide wait time and scheduling at Department of cardiovascular
surgery, Harapan Kita Hospital, while resources is still"
2010
T31717
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Rustan
"ABSTRAK
Tujuan:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner.
Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita.
Bahan dan Cara:
Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner.
Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman.
Hasil:
Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia.
Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Kesimpulan:
Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>