Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196302 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghina Khoirunnisa
"Penelitian ini membahas kasus Notaris yang telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Jual. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris adalah dalam pembuatan kedua akta tersebut dibuat tanpa sepengetahuan pemilik objek tanah, dan dari pembuatan kedua akta tersebut terbit Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT lain. Sehingga, dari perbuatan Notaris ini menimbulkan kerugian terhadap pemilik objek tanah. Permasalahan yang diambil adalah mengenai dampak hukum terhadap Akta Jual Beli yang dibuat berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual beli dan Akta Kuasa Jual yang dibuat tanpa sepengetahuan pemilik objek tanah, serta tanggung jawab Notaris yang membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Akta Kuasa Jual yang dibuat secara melawan hukum sehingga mengakibatkan dampak hukum terhadap Akta Jual Beli. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian dengan bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris, metode analisis data kualitatif, dan hasil penelitian deskriptif analitis. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Kuasa Jual, dan Akta Jual Beli kekuatan hukum pembuktiannya menjadi akta batal demi hukum, karena dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Jual sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli telah melanggar ketentuan pembuatan akta notaris sebagai akta autentik. Selain itu, Notaris yang membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Jual dapat dimintakan pertanggungjawaban berupa sanksi perdata atau sanksi administratif. Saran yang dapat diberikan adalah dalam pembuatan akta notaris sebagai akta autentik, Notaris dalam menjalankan jabatannya harus lebih hati-hati, cermat, dan saksama.

This study discusses the case of a Notary who has committed an unlawful act in the making of the Sale and Purchase Binding Agreement and the Selling Authorization Deed. The unlawful act committed by the Notary is that in the making of the two deeds, the deed was made without the knowledge of the owner of the land object, and from the making of the two deeds, a Sale and Purchase Deed was issued by another PPAT. Thus, the actions of this Notary cause losses to the owner of the land object. The problems taken are regarding the legal impact on the Sale and Purchase Deed made based on the Sale and Purchase Binding Agreement Deed and the Selling Authorization Deed made without the knowledge of the owner of the land object, as well as the responsibility of the Notary who made the Sale and Purchase Binding Agreement Deed of Selling Power of Attorney which was made against the law. thus resulting in a legal impact on the Sale and Purchase Deed. To answer these two problems, research methods are used in the form of normative juridical research, the typology of research used is explanatory, qualitative data analysis methods, and analytical descriptive research results. The results obtained from the research are the Sale and Purchase Binding Agreement Deed, Sales Authorization Deed, and Sale and Purchase Deed the legal force of the proof is to be null and void, because in making the Sale and Purchase Binding Agreement Deed and Selling Authorization Deed as the basis for making the Sale and Purchase Deed violated the provisions making a notarial deed as an authentic deed. In addition, the Notary who makes the Sale and Purchase Binding Agreement Deed and the Sale Authorization Deed can be held liable in the form of civil sanctions or administrative sanctions. Suggestions that can be given are in making a notary deed as an authentic deed, a notary in carrying out his position must be more careful, careful, and thorough. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Richsan Suprayogo
"Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum yang diberikan kewenangan oleh negara
untuk membuat akta otentik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 untuk Notaris dan PP 37
Tahun 1998 untuk PPAT seringkali dihadapkan dengan permasalahan yang
menyangkut peran dan tanggung jawabnya sebagai pejabat umum dalam
pembuatan Akta Jual Beli Tanah (AJB) dan Akta Pembebanan Hak Tanggungan
(APHT) terkait dengan keterangan palsu yang diberikan oleh para pihak dalam
pembuatannya terlebih apabila kedua akta tersebut bertautan dengan perjanjian
kredit. Dalam skripsi ini penulis mengkaji peran dan tanggung jawab Notaris dan
PPAT dalam pembentukan Akta Jual Beli dan APHT dan penerapan asas praduga
sah (presumption iustae causa) dan asas kehati-hatian pada pelaksanaan tugas
jabatan notaris dalam keadaan para pihak beritikad tidak baik, serta status dan
kedudukan kedua akta tersebut setelah diketahuinya adanya itikad tidak baik dari
para pihak. Adanya itikad tidak baik dari para pihak merupakan suatu hal materiil
yang tidak perlu dibuktikan oleh Notaris/PPAT, terhadap akta tersebut apabila
dapat dibuktikan adanya cacat materiil di dalamnya maka akta tersebut
berkedudukan sebagai akta dibawah tangan. Notaris/PPAT dalam pelaksanaan
tugas jabatannya perlu memperhatikan penerapan asas Praduga Sah dan Asas-Asas
lainnya guna menjamin integeritas mereka dan terlebih memberikan perlindungan
terhadap-nya.

Public Notary and Land Deed Official as Public Officers are authorized by the state
to make an authentic deed as set out in Law No. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004
for the Notary and PP 37 of 1998 for Land Deed Official as legal standing are often
confronted with issues relating to its role and responsibilities as the public officer
in the making of the Contract of Sale (AJB) and the Mortgage Deed (APHT) in
relation to false evidence provided by the parties in their making when that two
deeds are linked to a credit agreement. In this thesis the author examines the role
and responsibilities of the Notary and PPAT in the drafting of Contract of Sale and
Mortgage Deed and the application of Presumption of Legitimacy (Presumptio
Iustae Causa) and the principle of caution due to the performance of the public
notary and Land Deed Official in the event of adverse parties, as well as the status
and the second position of the deed after being aware of bad faith from the parties.
The existence of a bad faith by the parties is a material matter which the Public
Notary / Land Deed Official does not need to prove, if it can be proven that there
is a material defect that decrease is status as Authentic Deed to Privately Made
Deed. The Public Notary / Land Deed Ofccial in running it’s duties should consider
the application of the Presumption of Legitimacy and other Fundamentals to ensure
their integrity and provide extra protection amongst them.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafina Karima Karim
"Tesis ini membahas tentang Implikasi Perbuatan Notaris/PPAT Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Pembuatan Akta Jual Beli Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas (Studi Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Republik Indonesia Nomor:03/B/MPPN/VII/2019). Notaris adalah jabatan yang terhormat dan luhur yang harus melindungi kepentingan masyarakat dan menjaga kepastian hukum. Namun dalam praktik, sering terjadi kesalahan yang dilakukan oleh Notaris. Permasalahan dalam tesis ini yaitu mengenai akibat pelanggaran jabatan yang dilakukan Notaris, serta implikasi dari pelanggaran jabatan Notaris tersebut terhadap pelaksanaan profesi Notaris sebagai Officium Nobile. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normative, dengan tipe deskriptif analitis.
Hasil penelitian terhadap putusan tersebut mennyatakan tindakan Notaris yang tidak amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak menyebabkan dikenakannya sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan dan mengakibatkan penurunan persepsi terhadap martabat Notaris sebagai Officium Nobile. Seharusnya Notaris dalam masa pemberhentian sementara diblokir aksesnya ke akun online Notaris, serta memberikan tanda non aktif di kantor Notaris sebagai sanksi moral atas tindakannya, juga Surat Keputusan mengenai pemberhentian sementara tersebut segera diturunkan agar Notaris tidak dapat membuat akta selama masa pemberhentian, sehingga menimbulkan efek jera. Pula, apabila Notaris tidak menyanggupi tugas tambahan dari klien, sebaiknya Notaris menolak tugas tambahan tersebut. Apabila Notaris menyanggupi tugas tambahan, sebaiknya dibuat kontrak kerja sehingga terdapat bahwa Notaris telah menyanggupi untuk menyelesaikan pekerjaan tambahan tersebut. Sebaiknya Majelis Pengawas Daerah melakukan sosialisasi berkala sebagai bentuk pembinaan dan memberikan buku saku, serta melakukan pembinaan bersama dengan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia. Pelapor sebaiknya mengajukan sanksi perdata maupun pidana ke pengadilan terhadap tindakan Notaris terlapor.

This thesis discusses the Implications of Notary / Official Certifier Of Title Deeds Actions that Do Not Fulfill the Obligation to Make Sale and Purchase Deed Based on the Binding Agreement of Sales and Purchase (Study of the Decision of the Board of Trustees of the Notary Center of the Republic of Indonesia Number: 03 / B / MPPN / VII / 2019). Notary Public is a respectable and noble position that must protect the interests of the community and maintain legal certainty. But in practice, often a mistake is made by a notary public. The problem in this case is the consequences of notary violations committed by the Notary, as well as the implications of the violation of the Notarys position on the implementation of the Notary profession as Officium Nobile. The research method used is normative juridical research. This type of research is based on a descriptive analytical type. The data processing method used is a qualitative method.
The results of the study can be concluded that Based on the results of the study of the Notary Central Board of Trustees' Decree, the notary actions that are not trustful, honest, thorough, independent, and impartial cause sanctions of temporary dismissal for 3 (three) months and result in a decrease in perception of the dignity of the Notary Public as a Officium Nobile. Notary in the period of temporary dismissal should be blocked access to the online account of the Notary, as well as giving an inactive sign at the Notary Office as a moral sanction for his actions, also a Decree on the temporary dismissal was immediately reduced so that the Notary could not make a deed during the dismissal period, causing a deterrent effect. Also, if the Notary does not undertake additional duties from the client, the Notary should refuse the additional tasks. If the Notary undertakes additional duties, a work contract should be made so that there is a Notary who has agreed to complete the additional work. The Regional Supervisory Council should conduct periodic socialization as a form of coaching and provide a pocket book, and conduct coaching together with the Honorary Board of the Indonesian Notary Association. Reporting parties should submit civil and criminal sanctions to the court against the actions of the reported Notary Public.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Arasyti
"Tesis ini membahas mengenai Hak Tanggungan yang lahir berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT. Akta Jual Beli merupakan dasar dari pendaftaran hak atas tanah untuk dapat dijadikan sebagai objek jaminan atas perjanjian tambahan dari suatu perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Pembuatan Akta Jual Beli haruslah memenuhi syarat sah perjanjian karena jika tidak terpenuhi syarat sah perjanjian maka dapat menyebabkan akta tersebut menjadi cacat hukum. Permasalahan dalam tesis ini yaitu akibat hukum terhadap hak tanggungan yang lahir berdasarkan akta jual beli yang cacat hukum dan tidak mengikat oleh pengadilan, perlindungan hukum bagi Bank selaku kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang akta pemberian hak tanggungannya ditetapkan cacat hukum, dan tanggung jawab PPAT yang membuat Akta Jual Beli tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Metode data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan juga akan menjadi cacat hukum jika objeknya berdasar pada akta jual beli yang cacat hukum, kemudian bank selaku kreditur sebagai pemegang hak tanggungan dapat menempuh jalur non litigasi atau melalui jalur litigasi sebagai perlindungan hukumnya jika akta pemberian hak tanggungannya ditetapkan cacat hukum dan tidak mengikat oleh pengadilan, serta terdapat 3 (tiga) pertanggungjawaban PPAT terhadap akta yang dibuatnya, yaitu pertanggungjawaban secara perdata, secara pidana dan secara administratif. Pada perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 3232 K/PDT/2017, PPAT dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata karena telah merugikan pihak ketiga berupa kerugian materiil dan kerugian immateriil.

This research discusses about Mortgage Right that is born based on Sale and Purchase Deed made by PPAT. Sale and Purchase Deeds are the basis of the registration of land rights to be used as an object of collateral for additional agreements from a principal agreement in the form of a credit agreement. Making a deed of Sale and Purchase must fulfill the legal agreements requirements because if the agreement does not meet the requirements, it can cause the deed to become legally flawed. The problem in this research are the legal consequences of the mortgage rights that are born based on the Sale and Purchase Deed that is legally flawed and not binding by the court, legal protection for the Bank as the creditor as the holder of the mortgage rights that the deed of giving the mortgage right is determined to be legally flawed, and the responsibilities of PPAT that make the deed of Sale and Purchase. The research method used in this article is normative juridical research with descriptive analytical research type. Data analysis conducted using qualitative methods.
The results of this research can be concluded that Mortgage Right will also be a legal defect if the object is based on a deed of legal defect, Bank as creditor as holder of mortgage right can take a non-litigation or through litigation path as legal protection if the deed is granted as legally flawed and not binding by the court, and there are 3 (three) responsibility of PPAT to the deed he made, namely civil, criminal and administrative liability. In the case of Supreme Courts Decision Number 3232 K/PDT/2017, PPAT can be held liable on a civil basis because it has harmed third parties in the form of material losses and immaterial losses.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriah Trisniawati Sutrisna
"Perjanjian pengikatan jual beli pada umumnya merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakan jual beli, namun pada praktiknya kadang kala perjanjian pengikatan jual beli digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang. Sehingga, perbuatan hukum yang tercantum dalam akta bukan merupakan perbuatan hukum yang sebenarnya terjadi diantara para pihak, kondisi yang demikian dikenal sebagai perbuatan atau perjanjian pura-pura. Penelitian ini menganalisis keabsahan dan status kepemilikan objek dalam akta perjanjian pengikatan jual beli sebagai perjanjian pura-pura. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder, dan alat pengumpulan data berupa studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian, akta perjanjian pengikatan jual beli sebagai perjanjian pura-pura adalah sah dan mengikat para pihak, hal tersebut bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2510 K/Pdt/1991. Mengenai status kepemilikan hak atas tanah dan bangunan dalam kasus ini, jika mengacu pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, hak atas tanah dan bangunan beralih jika dibuat akta jual beli di hadapan PPAT, namun jika mengacu pada Pasal 94 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 maka hak atas tanah dan bangunan beralih pada saat adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Notaris pada saat membuat akta sebaiknya memastikan bahwa kehendak para pihak yang akan diformulasikan dalam akta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apabila salah satu pihak mengajukan gugatan mengenai pembatalan akta maka Majelis Hakim harus mempertimbangkan serta memeriksa fakta-fakta materiil yang terjadi sebelum pembuatan akta, di samping formalitas pembuatan akta.

The sale and purchase binding agreement is generally a preliminary agreement before the sale and purchase is carried out, but in practice sometimes the sale and purchase binding agreement is used as collateral in a debt agreement. Thus, the legal act listed in the deed is not a legal act that actually occurs between the parties, such a condition is known as an act or sham agreement. This study analyzes the validity and ownership status of the object in the deed of the sale and purchase agreement as a pretend agreement. This study uses a juridical-normative research method using secondary data, and data collection tools in the form of document studies. Based on the results of the study, the deed of sale and purchase agreement as a pretend agreement is valid and binding on the parties, this is contrary to the Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 2510 K/Pdt/1991. Regarding the ownership status of land and building rights in this case, when referring to Article 37 paragraph (1) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, land and building rights are transferred if a deed of sale and purchase is made before the PPAT, but if it refers to Article 94 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 3 of 1997, the rights to land and buildings are transferred when there is a court decision that has permanent legal force. The notary at the time of making the deed should ensure that the will of the parties to be formulated in the deed does not conflict with the applicable legal provisions. If one of the parties files a lawsuit regarding the cancellation of the deed, the Panel of Judges must consider and examine material facts that occurred before the making of the deed, in addition to the formalities of making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Ichfan Adityo
"Pada praktiknya terdapat ketidakcermatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menyusun akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Hal tersebut menimbulkan akibat hukum dinyatakannya pembatalan akta dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum dibawah tangan. Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui jenis pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat umum ketika melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Metode penulisan tesis ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penulisan menunjukkan bahwa suatu akta yang dinyatakan cacat hukum karena kesalahan, kelalaian maupun karena kesengajaan. PPAT dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui adanya cacat yang melekat pada tanah yang dibelinya, dapat mengajukan gugatan kepada untuk menuntut pengembalian hak atas tanahnya serta dapat menuntut ganti kerugian yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga.

There is an inaccuracy of the Land Deed Official (PPAT) in preparing the land sale and purchase that is not in accordance with the laws and regulations, resulting in losses for interested parties. This creates a legal consequence of the cancellation of the deed before the court or the deed which initially has perfect legal power to become a deed that only has legal force under the hand. The writing of this thesis aims to find out the type of PPAT accountability as a general official when doing negligence in carrying out their duties. The method of writing this thesis uses normative juridical and relies on secondary data presented descriptively analytically. The results of writing indicate that a deed is declared to be legally flawed due to errors, negligence or intentional. PPAT can be held accountable for administrative, civil and criminal matters. The form of legal protection for buyers in good faith who are not aware of any defects inherent in the land, they can file a lawsuit to demand the return of their land rights and can claim damages consisting of costs, losses and interest."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Kusumawati
"Pengikatan jual beli sebagai pendahuluan dari transaksi jual beli tanah seharusnya didasarkan pada alas hak yang sah agar tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak. Penelitian ini membahas mengenai keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan adalah menjadi akta yang tidak memiliki kekuatan hukum karena melanggar syarat subjektif dan syarat objektif perjanjian. Peran notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017 adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar berupa akta di bawah tangan yang seharusnya dipersyaratkan legalisasi untuk mencegah pemalsuan tanda tangan para pihak dalam akta dan tanggung jawab yang dapat dikenakan kepada notaris secara pidana dan perdata adalah tidak ada karena Notaris MN tidak terlibat dalam pemalsuan akta kuasa menjual tersebut.

The binding sale and purchase as a prelude to the sale and purchase transaction of land should be based on legal rights so as not to cause harm to the parties. This research discusses the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell and the role and responsibility of the notary in making the sale and purchase binding agreement  in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017. This research is a normative juridical research using secondary data and explanatory research typology. The results of this research are the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell to become a deed that has no legal force beacuse it violates the subjective and objective terms of agreement. The role of the notary in making the sale and purchase binding agreement in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017 is making a deed of sale and purchase binding agreement based on an under hand deed which should require legalization to prevent falsification of the signatures of the parties in the deed and the responsibility that can be imposed on the notary in criminal and civil terms is non existent because Notary MN was not involved in the falsification of the deed of authorization to sell."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Astrid Wangarry
"PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Sebagai akta otentik, akta PPAT harus memenuhi tata cara pembuatan akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Dalam hal ini PPAT telah membuat akta jual beli dengan dasar blanko kosong yang telah ditandatangani para pihak di dalam rumah tahanan yang merupakan perbuatan melawan hukum dan penyimpangan terhadap syarat materil dan syarat formil tata cara pembuatan akta jual beli. Berdasarkan hal ini, penulis bermaksud untuk mengkaji dan memahami lebih dalam mengenai tanggung jawab PPAT dan keabsahan pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada penelitian data sekunder yaitu norma hukum tertulis.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap analisis kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 6 September 2011 Nomor : 982 K/Pdt/2011 yaitu akibat hukum dari tata cara pembuatan dan penandatanganan akta jual beli yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka PPAT harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi perdata, bahkan sanksi pidana serta mengakibatkan akta tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan akta jual beli tersebut dapat dibatalkan.

PPAT is a public official who is authorized to make authentic act on certain legal actions regarding land rights. As an authentic deed, deed of PPAT must meet PPAT deed procedures as determined by the laws and other regulations. In this case PPAT has made a deed of sale on the basis of who has signed a blank form of the parties in the house prisoners is an unlawful act and the deviation of the material terms and conditions of formal procedures for the manufacture of the deed of sale. Based on this, the author intends to examine and understand more about the responsibilities of PPAT and validity of the making of sale and purchase by PPAT. This study uses normative juridical approach, the research focuses on the study of secondary data is written legal norms.
Based on the results of the analysis of the case of Supreme Court of the Republic of Indonesia On 6 September 2011 Number: 982 K / Pdt / 2011 of the legal consequences of the procedure of making and signing the deed of sale that does not comply with the applicable regulations, the PPAT should be responsible for his actions that may be subject to administrative sanctions, civil penalties, and even criminal sanctions as well as lead to the certificate becomes invalid and legal defects that have no binding legal force and the deed of sale may be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hentry Hynisiah
"Semakin pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia sekarang ini menyebabkan makin meningkatnya potensi untuk timbulnya konflik atau sengketa pertanahan, untuk mencegah atau paling tidak mengurangi potensi konflik atau sengketa tersebut dibutuhkan perangkat hukum dan sistem administrasi pertanahan yang teratur dan tertata rapi. Oleh karena itu, pemindahan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta Jual beli Notaris/PPAT agar bisa didaftarkan. Sebagai akta otentik akta Notaris/PPAT haruslah memenuhi tata cara pembuatannya, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturanperaturan lainnya. Seorang Notaris/PPAT dalam pembuatan akta jual beli yang tidak melihat dokumen/surat aslinya dapat menimbulkan resiko baik terhadap akte itu sendiri maupun terhadap Notaris/PPAT. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode analisis data dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil analisa penelitian ini ternyata pembuatan akta jual beli tanpa melihat dokumen asli berakibat batalnya akta tersebut dan tuntutan gantirugi kepada Notaris/PPAT yang telah melakukannya.

The growing importance of the meaning of land to human life is now causing the ever increasing potential for conflicts or land disputes. The organized and neat law and land administration is required to prevent or avoid conflict dispute. Therefore, transfer of rights over land must be evidenced by the Notary / PPAT deed of sale and purchase to be registered. As an authentic deed, deed of Notary / PPAT must fulfill the procedures of manufacture, as determined by the laws and other regulations. A Notary/PPAT who don't see the original document/letter in the making of the deed of sale and purchase may pose a risk for both the certificate itself and the Notary/PPAT. This study is using the normative juridical method with the method of data analysis and the qualitative approach. The result of this study stated that the creation of the deed of sale and purchase without seeing the original document can end with the cancellation of the deed and the compensation claim for the Notary / PPAT who have done so."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28615
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>