Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Fahmi Rizaldy
"Tulisan ini akan melihat tiga konflik terkait dengan penambangan semen di Pegunungan Kendeng. Konflik-konflik tersebut memunculkan berbagai dinamika baik secara sosial, politik maupun hukum. Hal itu tidak terlepas dari banyaknya sudut pandang yang terbentuk dari konflik tersebut yang begitu beragam dan kompleks. dinamika sosial politik dan hukum mengenai perizinan pertambangan pada wilayah Pegunungan Kendeng sangat kompleks dan padat. Konflik sosial yang terjadi memiliki dampak implementasi pada proses pelaksanaan penerbitan izin maupun eksekusi pembangunan di lapangan, hal tersebut terjadi karena ada perbedaan antara pihak pro yang terhadap tambang dan kontra. Sedangkan pada sisi politik hukum kebijakan/izin akan ditemukan beberapa kemungkinan seperti pengaruh politik. Faktor-faktor yang menyebabkan konflik sosial antara masyarakat Pegunungan Kendeng dengan korporasi yaitu perbedaan kepentingan, faktor lingkungan, keadilan sosial dan kesejahteraan, faktor hukum. Ada perbedaan kepentingan antara yang mendukung dan yang menentang pembangunan pabrik semen. Penyebaran tersebut termasuk penolakan membangun pabrik semen karena akan menimbulkan kerugian seperti kehilangan air dan terhentinya perlindungan hutan. Pada saat yang sama, penentang percaya bahwa, misalnya, memiliki pabrik semen akan membuat ekonomi lebih baik. Alasan tersebut di atas menyebabkan hilangnya diskriminasi dan keragaman dalam masyarakat.Dalam politik hukum analisa yang dituju menyasar pada arah dan kebijakan Gubernur Jawa Tengah yang memiliki prefensi kepentingan peningkatan pendapatan daerah dari investor. Kebijakan penerbitan izin baru dari Gubernur setelah diputuskan oleh MA mengenai pembatalan izin sebelumnya menandakan keberpihakan dan mengarah pada kepentingan PT Semen Indonesia, dengan kata lain, unsur pokok penafsiran unntuk alasan ini, pendekatan eksternal ilmu politik cenderung lebih dominan bagi pembuat kebijakan dengan tingkat akurasi yang tinggi.

This paper will look at three conflicts related to cement mining in the Kendeng Mountains. . These conflicts give rise to various dynamics both socially, politically and legally. This can not be separated from the many points of view formed from the conflict which are so diverse and complex. Socio-political and legal dynamics regarding mining permits in the Kendeng Mountains area are very complex and dense. The social conflicts that occur have an implementation impact on the process of implementing the issuance of permits and execution of development in the field, this happens because there are differences between the pros and cons of mining. While on the political side of the policy/license law, several possibilities will be found, such as political influence. The factors that cause social conflict between the Kendeng Mountains community and corporations are differences in interests, environmental factors, social justice and welfare, legal factors. There is a difference of interest between those who support and those who oppose the construction of a cement factory. The spread includes the refusal to build a cement factory because it will cause losses such as loss of water and cessation of forest protection. At the same time, opponents believe that, for example, owning a cement factory will make the economy better. The reasons mentioned above cause the loss of discrimination and diversity in society. In legal politics, the analysis aimed at the direction and policies of the Governor of Central Java who has a preference for increasing regional income from investors. The policy of issuing a new permit from the Governor after being decided by the Supreme Court regarding the cancellation of the previous permit indicates partiality and leads to the interests of PT Semen Indonesia, in other words, the main element of interpretation for this reason, the external approach of political science tends to be more dominant for policy makers with a high level of accuracy. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM R.I., 2018
341.44 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haura Klarisa Tiffany
"ABSTRAK
Pada pelaksanaan Online Single Submission berdasarkan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sebagai upaya dari reformasi dalam sektor perizinan, terdapat aspek kewenangan yang perlu untuk ditelaah terkait kewenangan penerbitan perizinan berusaha yang menjadi kewenangan kepala daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 350 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk menyikapi hal tersebut, penulis melakukan penelitian agar dapat diketahui secara lebih rinci mengenai hubungan antara kewenangan yang dimiliki lembaga Online Single Submission dan kewenangan yang berada pada pemerintahan daerah berikut implementasi Online Single Submission berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018. Penelitian dilakukan dalam bentuk yuridis-normatif dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif-evaluatif. Melalui penelitian skripsi ini, masyarakat dapat mengetahui bahwa kewenangan lembaga Online Single Submission adalah meneruskan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam hal penerbitan perizinan berusaha, serta implementasi dari lembaga Online Single Submission dalam hal memberikan kemudahan berupa percepatan dari segi prosedur, waktu, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha dalam memohonkan perizinan yang diperlukan sebagai legalitas dari kegiatan dan/atau usahanya di Indonesia.

ABSTRACT
On the implementation of Online Single Submission based on the issuance of Government Regulation Number 24 of 2018 concerning Electronically Integrated Business Licensing Services as an effort of reform in the licensing sector, there are aspects of authority that need to be examined related to the authority to issue business licenses which are the authority of regional heads as stated in Article 350 Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government. To address this, the author conducted a study so that it can be known in more detail about the relationship between the authority possessed by the Online Single Submission institution and the authority in the regional government and the implementation of Online Single Submission based on Government Regulation Number 24 of 2018. The research was conducted in juridical form normative by using descriptive- evaluative research typology. Through this thesis research, the public can comprehend that the authority of the Online Single Submission institution is to carry out the authority possessed by the regional government in terms of publishing business licenses, as well as the implementation of the Online Single Submission institution in terms of facilitating acceleration in terms of procedures, time and costs issued by business actors in applying for permits needed as the legality of their activities and / or business in Indonesia."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahadist Sulthon M.
"Transformasi ekonomi di negara Indonesia tidak terlepas dari dukungan aktivitas pertambangan batubara sebagai salah satu objek galian yang dioptimalisasikan baik oleh individu perseorangan maupun badan hukum seperti perseroan terbatas sebagai pelaku usaha. Implementasi pertambangan batubara hanya dapat diselenggarakan dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan yang telah diperbaharui untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan pemerintah yang dinamis. Rumusan masalah adalah pengaturan usaha pertambangan serta tinjauan investasi klasifikasi objek galian di Indonesia. Penelitian ini juga menelusuri praktik pemberian izin usaha pada usaha penambangan batubara di Provinsi Jambi. Penelitian dilakukan menurut metode yuridis normatif dan menelusuri Undang-Undang terkait dengan Pertambangan Mineral dan Batubara beserta peraturan turunan lainnya yang berkaitan. Hasil penelitian ini menguraikan penjelasan mengenai Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2009. Ketentuan sebelum diubah untuk mengakomodasi ketentuan pertambangan nasional agar selaras dengan kepentingan nasional, kepastian hukum, dan keterbukaan investor, serta pelestarian ekosistem ekologi. Investasi di bidang pertambangan terbuka untuk investor dengan ketentuan pemenuhan minimum 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh investor dalam negeri melalui Bursa Efek Indonesia. Pembenahan peraturan persaingan usaha di bidang pertambangan mineral batubara mempunyai objektif untuk mencegah pertentangan ketentuan terkait perizinan berusaha dengan penanaman modal dalam sektor jasa pertambangan. Pemerintah hadir dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang jujur dan tidak melawan hukum. PT X mempunyai potensi melakukan praktik oligopoli, pembuatan perjanjian seperti perjanjian tender, dan/atau pendominasian pasar melalui posisi dominan. Dengan ini, PT X mempunyai kemampuan untuk menentukan besaran produksi, klasifikasi jenis, pendistribusian, dan pertumbuhan per kapita batubara yang selaras dengan ketentuan persaingan usaha.

Economic transformation in Indonesia is inseparable from the support of coal mining activities as one of the excavation objects which is optimized both by individuals and legal entities such as limited liability companies as business actors. The implementation of coal mining can only be carried out by complying with the provisions of laws and regulations that have been updated to suit the needs of the dynamic community and government. The issue of the research is the regulation of the mining business and the investment review of the classification of excavated objects in Indonesia. This research also explores the practice of granting business licenses to coal mining businesses in Jambi Province. The research was carried out according to normative juridical methods and traced the Law related to Mineral and Coal Mining along with other related derivative regulations. The results of this study describe the explanation regarding Law No. 3 of 2020 concerning Mineral and Coal Mining as amended by Law No. 4 of 2009. Provisions before being amended to accommodate national mining regulations so that they are aligned with national interests, legal certainty, and investor transparency, as well as the preservation of ecological ecosystems. Investments in the mining sector are open to be purchased by investors through the Indonesia Stock Exchange with the condition that a minimum fulfillment of 51% (fifty one percent) is owned by domestic investors. The objective of reforming business competition regulations in the coal mineral mining sector is to prevent conflicting provisions related to business licensing and investment in the mining services sector. The government is present in creating a business competition climate that is fair and not against the law. PT X has the potential to practice oligopoly, drafting cartel agreements, and/or dominating the market. With this, PT X has the ability to determine the amount of production, type classification, distribution, and growth per capita of coal in line with the provisions of business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra
"Tesis ini membahas mengenai kepastian hukum terhadap penyesuaian perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) berdasarkan Undang- Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). PKP2B adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati antara pihak kontraktor baik dari dalam negeri ataupun asing dengan pihak pemerintah Republik Indonesia dalam rangka kerjasama pengusahaan pertambangan batubara. PKP2B diatur pertama kali melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Umum Pokok Pertambangan. Kelahiran UU Minerba mengharuskan agar ketentuan yang terdapat dalam PKP2B disesuaikan paling lambat 1 tahun sejak UU Minerba diundangkan. Sebelum UU Minerba lahir sistem pengelolaan pertambangan batubara dilakukan melalui perjanjian antara pemerintah dengan kontraktor, UU Minerba tidak mengenal perjanjian dalam pengelolaan pertambangan batubara. Penyesuaian PKP2B dilakukan pemerintah melalui renegosiasi dengan rancangan amandemennya, hingga saat ini proses renegosiasi telah berjalan hampir 4 tahun sejak UU Minerba diundangkan, namun belum mempunyai titik temu. Kepastian hukum atas UU Minerba menjadi dipertanyakan. Pertanyaan yang muncul adalah apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak (dalam hal renegosiasi disini tentunya pemerintah) yang berinisiatif mengubah suatu ketentuan dalam PKP2B sebagai suatu perjanjian yang telah disepakati apabila di lain pihak menolak. Bagaimana dengan ketentuan yang mengatur bahwa suatu sebab adalah terlarang dalam perjanjian apabila sebab tersebut bertentangan dengan Undang-Undang. Penelitian tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan.
Hasil penelitian yang didapat adalah meskipun renegosiasi PKP2B saat ini tidak menemui kata sepakat, sebenarnya PKP2B telah dilakukan beberapa kali perubahan sebelum UU Minerba diundangkan. Salah satu alasan renegosiasi PKP2B tidak menemui kata sepakat karena posisi para pihak dalam renegosiasi dibatasi ketentuan UU Minerba yang merupakan produk dari pemerintah sebagai penguasa, dan di satu sisi pemerintah sebagai pihak dalam perjanjian PKP2B itu sendiri. Sehingga hal-hal yang dibahas dalam renegosiasi tersebut cenderung mengunci dan menutup kesempatan pihak lainnya untuk merundingkan hak dan kewajibannya. Bahwa perjanjian mengikat kedua belah pihak sebagai Undang-Undang diantara mereka yang menyepakatinya dan para pihak harus menghormati perjanjian yang telah disepakati (asas kepastian hukum dalam perjanjian yang dikenal dengan istilah Pacta Sunt Servanda).

This thesis discusses the legal certainty against the adjustment of coal contract of work (PKP2B) based on Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining (Mining Law). PKP2B are agreements made and agreed between the contracting parties either domestic or foreign by the government of the Republic of Indonesia in the coal mining business cooperation. PKP2B first regulated through Law No. 11 of 1967 on General Provisions of Mining. The birth of the Mining Law requires that the provision contained in PKP2B adjusted at least 1 year from the Mining Law was enacted. Before the Mining Law was born coal mining management system given through an agreement between the government and the contractor, the Mining Law does not recognize an agreement in the management of coal mining. PKP2B adjustments made by the government through the draft amendments to the renegotiation, the renegotiation process to date has been running almost 4 years since the promulgation of the Mining Law, however, does not have any common ground. Legal certainty of the Mining Law to be questionable. The question that arises is what should be done by one of the parties (in terms of renegotiation of the government here of course) who took the initiative to change a provision in an agreement PKP2B as agreed when on the other hand refused. What about the provision which provides that a cause is forbidden in the agreement if the cause is contrary to the Act. This thesis research using normative legal research approach legislation.
The results were obtained despite the renegotiation PKP2B currently not met an agreement, actually PKP2B been done several times before the Mining Law was enacted. One reason renegotiation PKP2B not meet an agreement because the position of the parties to renegotiate, under the provisions of the Mining Law is limited which is a product of government as rulers, and on one side of the government as a party to the treaty itself (PKP2B). So things are discussed in the renegotiation tends to lock and close the other parties an opportunity to negotiate their rights and obligations. That the agreement binds both parties as the Act among those who agree and the parties must honor the agreements that have been agreed upon (the principle of legal certainty in the agreement known as pacta Sunt servanda).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rido Pradana
"ABSTRAK
Masalah perizinan pertambangan pada dasarnya merupakan masalah hukum administrasi. Hal ini disebabkan karena perizinan merupakan salah satu bentuk keputusan beschikking sepihak yang diberikan oleh badan atau pejabat pemerintahan kepada perusahaan tambang yang mengajukan izin tambang untuk melakukan kegiatan pertambangan. Tetapi dalam penerbitan izin, terdapat pelanggaran-pelanggaran administrasi yang pada umumnya dalam bentuk maladministrasi keberpihakan, diskriminasi, konflik kepentingan, penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, dan permintaan imbalan uang, barang dan jasa yang dapat mengarah ke perbuatan tindak pidana korupsi. Dalam kasus tindak pidana korupsi perizinan pertambangan, pelanggaran-pelanggaran administrasi tersebut merupakan modus operandi utama yang digunakan. Sehingga terjadi perdebatan dalam menentukan pelanggaran-pelanggaran administrasi yang merupakan ranah pertanggungjawaban administrasi yang tunduk dalam ketentuan hukum administrasi atau pertanggungjawaban tindak pidana korupsi yang tunduk dalam ketentuan hukum pidana. Dengan menggunakan penelitian yuridis normatif, penelitian ini menjawab permasalahan tersebut dengan studi kepustakaan dan kasus. Hasil penelitian ini, secara jelas menjelaskan sudut perbedaan maupun persamaan yang membedakan pelanggaran-pelanggaran administrasi yang masuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan pelanggaran administrasi. Pertama, menyangkut subjek, perbuatan dan objek. Kedua, menyangkut penyalahgunaan wewenang. Ketiga, menyangkut kerugian negara yang terjadi akibat penerbitan izin tambang. Selain itu dalam penelitian ini juga menyajikan beberapa analisis putusan yang menggambarkan bahwa pelanggaran administrasi merupakan modus operandi utama dalam terjadinya tindak pidana korupsi perizinan pertambangan. Adanya penelitian ini mendorong pemerintah dan penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum dalam permasalahan tindak pidana korupsi dan pelanggaran administrasi perizinan pertambangan.

ABSTRACT
The issues of mining licensing are essentially a matter of administrative law. Its caused because licensing is one of the unilateral decisions beschikking given by government agencies or officials to mining companies that apply for mining licenses to conduct mining activities. However, in the issuance of mining licenses, there are administrative violations generally in the form of maladministration partiality, discrimination, conflict of interest, protracted delay, abuse of power, procedural deviation, and demand for money rewards, goods and services that may lead to corruption. In the mining licensing corruption cases, the administrative violations are the main modus operandi used. So there is a debate in determining the administrative violations which are the domain of administrative responsibility which is subject to the provisions of administrative law or corruption responsibility which is subject to the provisions of criminal law. By using normative legal research, this research answered the problems by literature and case study. The result of this research, clearly explained point of similarities and differences that distinguish administrative violations in corruption responsibility and administrative responsibility. First, concerning the subjects, acts and objects. Second, concerning abuse of power. Third, concerning the state losses consequenced of the issuance of mining licenses. In addition, in this research also presented some verdicts analysis describing that administrative violations are the main modus operandi in the occurrence of corruption of mining licensing. The existence of this research encourages the government and law enforcement to enforce the law in the problem of corruption and administrative violation in mining licensing."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Reza Alfiandri
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang terdapat pada rumusan Pasal 93 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang mengatur mengenai pengalihan Izin Usaha Pertambangan. Terdapat kontradiksi antara ayat (1) dan ayat (2) pasal tersebut. Pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa pengalihan Izin Usaha Pertambangan tidak diperbolehkan akan tetapi pada ayat (2) dinyatakan bahwa pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu. Selain itu dalam Pasal 93 ayat (3) disebutkan bahwa pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham harus memberitahu pemberi izin. Konteks memberitahu dianggap bertentangan dengan prinsip administrasi negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa rumusan pasal ini perlu diperjelas melalui peraturan pelaksananya.

This thesis discusses about the issue on the Article 93 Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal that is regulated about transfer of Mining Business Permit. There are a contradiction between paragraph (1) and paragraph (2) on this article. Article 93 paragraph (1) explain that transfer of mining business permit are not allowed but on paragraph (2) stated that transfer of ownership and/or shares on the stock exchange can be made only after perform a certain stage exploration activities. Furthermore, Article 93 paragraph (3) mentioned that the transfer of ownership and shares on the stock exchange should notify the issuer of Mining Business Permit. The context of ?notify‟ is contravene with the state administration principle. This research is qualitative with description design. This research result suggested that this article needs to be clarified through the implementing regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1288
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shan Riwanto Utomo
"Masih terdapat polemik yang timbul pasca diperbaharuinya landasan hukum pertambangan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara diantaranya perihal perubahan norma kaidah pertambangan yang baik khususnya lingkungan serta kaitan perizinan dengan kaidah pertambangan yang baik. Pendekatan yang dilakukan yakni menggunakan metode yuridis normatif dan hasil dari penelitian yakni berupa preskriptif analitis. Norma kaidah pertambangan yang baik di Indonesia menurut UU Nomor 3 Tahun 2020 sudah cukup baik, seperti sudah dimasukkannya ketentuan Kaidah Teknik Pertambangan di dalam Pasal 96, yang bilamana merujuk pada Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018, Kaidah Pertambangan yang Baik meliputi juga di dalamnya Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik. Perizinan kaitannya dengan kaedah pertambangan yang baik ialah pemohon serta pemegang izin wajib melaksanakan kaidah teknik pertambangan yang baik dimana hal tersebut sudah diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Hal ini penting untuk menciptakan kepastian hukum dalam pengelolaan dan pengusahaanpertambangan di Indonesia

There are still polemics that arise after the renewal of the mining legal basis with the issuance of Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining, including changes to Good Mining Practice, especially regarding the environment and the link between licensing and Good Mining Practice. The approach taken is using a normative juridical methodand the results of the research are in the form of analytical prescriptive. Thenorms of Good Mining Practice in Indonesia according to Law Number 3 of 2020 are quite good, as has been included in the provisions of the Good MiningPractice in Article 96 when referring to Article 3 of the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 26 of 2018, the Good Mining Practice also include the following in it the Good Mining Practice. Licensing with Good Mining Practice is that the applicant and the permit holder are required to implement Good Mining Practices which has been explicitly regulated in Law Number 3of 2020. This is important to create legal certainty in mining management andexploitation in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Winarno Raharjo
"Pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang Pertambangan yang baru No.4 tahun 2009, Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) di tanggal 12 Januari 2009. Undang-undang yang baru tersebut untuk mengganti Undang-undang Pertambangan No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan praktek Pertambangan di dalam negeri dan luar negeri. Pasal 169 dari UU Minerba yang baru, menyebutkan bahwa semua Kontrak Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) harus mengikuti perubahan regulasi pertambangan yang baru dalam waktu satu tahun semenjak UU Minerba yang baru diundangkan. Mengacu kepada pasal tersebut, Pemerintah selanjutnya meminta negosisasi ulang PKP2B sehingga ketentuan-ketentuan dalam UU Minerba yang baru diakomodasi kedalam semua PKP2B. Setelah memerlukan waktu bertahun-tahun dalam proses negoisasi ulang PKP2B, Pemerintah Indonesia berhasil menerapkan amandement tersebut terhadapa semua PKP2B yang ada mulai 1 Januari 2018. Terdapat 6 isu strategis yang timbul selama proses negosiasi ulang tersebut, yaitu pertama, lisensi operasi tambang batubara yang berkaitan dengan keberlangsungan usaha pertambanganan batubara setelah konsensi PKP2B berakhir; kedua, kewajiban untuk pemrosesan barang tambang didalam negeri; ketiga, kewajiban untuk melakukan pembelian dalam negeri untuk material dan jasa; keempat, kewajiban divestasi yang sesuai dengan jumlah tahun operasi; kelima, luasan area konsesi mengikuti UU Minerba yang baru; keenam, penerimaan Negara dimana UU Minerba yang baru menyatakan PKP2B harus mengikuti peraturan Pajak yang sedang berlaku dengan segala konsekwensinya. Studi ini melakukan pengujian untuk melihat bilamana amandemen kontrak karya memiliki pengaruh yang merugikan terhadap performa Keuangan perusahaan-perusahan tambang barubara. Studi ini membanding performa Keuangan perusahaan-perusahaan tersebut untuk periode 3 tahun sebelum dan 2 tahun setelah amendmen tersebut diberlakukan. Mengambil sampel Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa effek Jakarta untuk dianalisa performa keuangannya selama 5 tahun terakhir dari 2015 hingga 2019. Kesimpulan dari studi ini menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan tambang batubara merespon atas perubahan kebijakan Pemerintah tersebut dan selanjutnya memberikan saran kepada Pemerintah dalam melakukan perubahan kebijakan.

Government Indonesia issued new mining law No. 4 tahun 2009, Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) on 12 January 2009. This new mining law is to overrule Undang-undang Pertambangan No. 11 Year 1967 about Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan which was considered no longer compatible with development of mining practices both domestic and international. Article 169 of new UU Minerba, cites that any existing Coal Contract of Work (CCoW) has to follow the new mining regulation within one year after UU Minerba issuance date. By referring to the article Government then called out for CCoW renegotiation so clauses in new UU Minerba accommodated into all CCoW. After taking several years in CCoW renegotiation, Government Indonesia has managed to impose the amendment to all CCoW by 1 January 2018. There are six strategic issues called out during the renegotiation consist of 1st. mining operation license which dealing with business continuity after CCoW period expired, 2nd. Domestic processing obligation to where Coal mining company has to establish coal processing in country, 3rd. Domestic purchase obligation for material and services, 4th. Percentage divestment obligation to fulfil according years of operation, 5th. Size of area concession where coal mining company only allow much lesser area concession for mining operation, 6th. State revenue under new UU Minerba required to follow prevailing tax law and its consequences. This study is to examine whether the amendment has significant unfavourable impact toward coal mining companies’ performance. The study compares their financial performance for the period of 3 years before and 2 years after coal contract of work applied. Taking sample from coal mining companies listed in Jakarta stock exchange to analysis financial performance for the period from 2015 to 2019. The finding from this study shows how coal industry responding the change in government regulation and further provides suggestion to Government in changing regulation. "
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maksum Syam
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang jaringan penolakan terhadap perusahaan tambang di Pegunungan Kendeng Utara, yang terdiri dari beragam aktor dengan latar dan identitas yang berbeda. Berbagai kajian terdahulu tentang gerakan perlawanan petani terhadap perusahaan tambang hanya menguraikan bentuk-bentuk perlawanan petani serta kontribusi beragam aktor, akademisi dan aktivis NGO, dalam mengadvokasi gerakan perlawanan terhadap perusahaan tambang, namun belum menguraikan keterhubungan beragam aktor yang memungkinkan bertahan dan berkembangnya gerakan sosial. Melalui studi kasus terhadap Jaringan Peduli Pegunungan Kendeng JMPPK yang melakukan gerakan perlawanan terhadap rencana penambangan PT SI dan PT SMS, penelitian ini menemukan bahwa JMPPK mengembangkan relasi informal di antara beragam aktor, seperti komunitas Sedulur Sikep, kalangan muslim, akademisi, aktivis NGO, dan berbagai aktor individual, dalam membangun aliansi gerakan sosial. Selain itu, meski terdiri dari beragam aktor, jejaring informal yang terjalin secara intensif mampu membentuk identitas kolektif yang terbingkai dalam framing ldquo;pelindung ibu bumi rdquo; untuk menandai pentingnya melindungi Pegunungan Kendeng Utara dari ancaman pengrusakan akibat penambangan, sehingga gerakan sosial ini mampu mempertahankan militansi penolakan terhadap kehadiran perusahaan semen di Pegunungan Kendeng Utara.

ABSTRACT
This research discusses anti mining movement networks in North Kendeng Mountains which actually intertwine various actors with different identities and backgrounds. The previous studies of peasant movement and anti mining movement commonly tend to examine the form of peasant movement and the type of actor rsquo s contribution such as scholars and NGO rsquo s activists in advocating and struggling against mining industry. But there is lack of explanation in examining the intertwinement of actors in term of empowering and sustaining social movement. By considering research about Jaringan Peduli Pegunungan Kendeng JMPPK ndash The anti mining networks of Kendeng Mountains which struggles against mining industry of PT Semen Indonesia and PT SMS, this research aims to understand the informal networks of JMPPK combined through Sedulur Sikep, Muslim community, scholars, NGO rsquo s activist, and individual initiatives in developing social movement rsquo s alliance. The network which is intensively interlinked various actors is able to develop collective identity by using the framing of ldquo Pelindung Ibu Bumi The Guard of Mother Earth . rdquo This framing will be identified as the sign of social movement to protect North Kendeng Mountains and the way of anti mining movement members to support the struggles against cement industry. "
2016
T47421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>