Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditia Budiman
"Mikronutrien merupakan komponen yang penting dalam makanan dan memiliki peranan yang fundamental dalam mencegah penyakit. Termasuk di dalam kategori mikronutrien adalah elemen besi. Kekurangan unsur besi dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk di antaranya adalah anemia defisiensi besi. Pengobatan anemia defisensi besi dilakukan dengan administrasi senyawa besi inorganik seperti ferro sulfat dan ferro fumarat. Akan tetapi bioavailabilitasnya buruk dan efek sampingnya menganggu. Beberapa efek samping yang dapat timbul adalah konstipasi, diare, serta mual. Kompleksasi besi dengan protein diketahui memberikan bioavailabilitas yang lebih baik. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dibuat kompleks besi (II) proteinat dari bahan pasir besi serta protein ampas kecap. Serbuk protein ampas kecap dibuat dari ampas kecap dengan pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Besi diekstraksi dari pasir besi dengan metode pelarutan asam. Kandungan besi yang terekstraksi ditentukan dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA). Senyawa besi (II) proteinat dibuat dengan tiga perbandingan yang berbeda yakni 10%, 12,5%, dan 15% untuk diketahui kondisi sintesis yang optimum. Penetapan kadar logam terikat dilakukan dengan menggunakan metode SSA. Produk yang diperoleh diuji dengan uji permeasi in vitro menggunakan sel difusi Franz serta uji peningkatan berat badan pada tikus dengan pembanding besi (II) sulfat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa produk dengan rendemen serta kadar besi yang optimum adalah kompleks besi (II) proteinat 15% dengan rendemen 79,2040% dan kadar besi terikat 13,6395 mg/g. Berdasarkan hasil uji difusi Franz diketahui bahwa tidak ada senyawa besi (II) proteinat 15% yang berpenetrasi hingga akhir percobaan. Berdasarkan hasil uji kenaikan berat badan pada tikus, diketahui bahwa suplementasi besi (II) proteinat 15% dapat meningkatkan berat badan pada hewan uji menunjukkan bioavailabilitas yang baik pada hewan uji.

Micronutrients are one of the important elements in our diets that have a fundemantal role in prevention of desease’s. Iron element is one of the micronutrients mentioned above. Iron depletion can lead to several desease’s. One of them would be iron deficiency anaemia. Iron deficiency anaemia is usually treated by administration of inorganic iron compounds such as ferrous sulfate and ferrous fumarate. It is well known that inorganic iron have terrible bioavaiability an disturbing adverse reactions. Adverse reactions to therapeutic doses of inorganic iron are constipation, diarrhea, and vomitting. It is also known that chelation between iron element and protein offers better bioavaibility of iron to the body. In this study, synthesis of iron proteinate complex would be carried out by the reaction between soy waste protein powder and iron sand. Soy sauce waste protein powder was prepared by heating, milling, and sieving of raw soy sauce waste. Extraction of iron from iron sand is carried out by acidic solution with heating. Amount of iron extracted is determined by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) assays. iron proteinate compound was made in three comparison namely 10%, 12,5%; and 15%. Amount of iron bound to the product obbtained is analysed by AAS assays. The product obtained is then assayed to Franz penetration test as well as weight test on rats. It is then known that optimum synthesis method of metal-proteinate is obtain from metalproteinate 15%, which shows the highest yield of 79,2040% with 13,63965 mg/g iron bound to the product compound. Based on the result from Franz penetration test, It is known that metal-proteinate 15% failed to penetrate the membrane untill the end of the test. Based on the result from weight gain test it is then known that supplementation of iron-proteinate 15% resulted in weight gain in rats,showing good bioavailability in rats."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditia Budiman
"Mikronutrien merupakan komponen yang penting dalam makanan dan memiliki peranan yang fundamental dalam mencegah penyakit. Termasuk di dalam kategori mikronutrien adalah elemen besi. Kekurangan unsur besi dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk di antaranya adalah anemia defisiensi besi. Pengobatan anemia defisensi besi dilakukan dengan administrasi senyawa besi inorganik seperti ferro sulfat dan ferro fumarat. Akan tetapi bioavailabilitasnya buruk dan efek sampingnya menganggu. Beberapa efek samping yang dapat timbul adalah konstipasi, diare, serta mual. Kompleksasi besi dengan protein diketahui memberikan bioavailabilitas yang lebih baik. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dibuat kompleks besi (II) proteinat dari bahan pasir besi serta protein ampas kecap. Serbuk protein ampas kecap dibuat dari ampas kecap dengan pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Besi diekstraksi dari pasir besi dengan metode pelarutan asam. Kandungan besi yang terekstraksi ditentukan dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA). Senyawa besi (II) proteinat dibuat dengan tiga perbandingan yang berbeda yakni 10%, 12,5%, dan 15% untuk diketahui kondisi sintesis yang optimum. Penetapan kadar logam terikat dilakukan dengan menggunakan metode SSA. Produk yang diperoleh diuji dengan uji permeasi in vitro menggunakan sel difusi Franz serta uji peningkatan berat badan pada tikus dengan pembanding besi (II) sulfat. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa produk dengan rendemen serta kadar besi yang optimum adalah kompleks besi (II) proteinat 15% dengan rendemen 79,2040% dan kadar besi terikat 13,6395 mg/g. Berdasarkan hasil uji difusi Franz diketahui bahwa tidak ada senyawa besi (II) proteinat 15% yang berpenetrasi hingga akhir percobaan. Berdasarkan hasil uji kenaikan berat badan pada tikus, diketahui bahwa suplementasi besi (II) proteinat 15% dapat meningkatkan berat badan pada hewan uji menunjukkan bioavailabilitas yang baik pada hewan uji.

Micronutrients are one of the important elements in our diets that have a fundemantal role in prevention of desease’s. Iron element is one of the micronutrients mentioned above. Iron depletion can lead to several desease’s. One of them would be iron deficiency anaemia. Iron deficiency anaemia is usually treated by administration of inorganic iron compounds such as ferrous sulfate and ferrous fumarate. It is well known that inorganic iron have terrible bioavaiability an disturbing adverse reactions. Adverse reactions to therapeutic doses of inorganic iron are constipation, diarrhea, and vomitting. It is also known that chelation between iron element and protein offers better bioavaibility of iron to the body. In this study, synthesis of iron proteinate complex would be carried out by the reaction between soy waste protein powder and iron sand. Soy sauce waste protein powder was prepared by heating, milling, and sieving of raw soy sauce waste. Extraction of iron from iron sand is carried out by acidic solution with heating. Amount of iron extracted is determined by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) assays. iron proteinate compound was made in three comparison namely 10%, 12,5%; and 15%. Amount of iron bound to the product obbtained is analysed by AAS assays. The product obtained is then assayed to Franz penetration test as well as weight test on rats. It is then known that optimum synthesis method of metal-proteinate is obtain from metalproteinate 15%, which shows the highest yield of 79,2040% with 13,63965 mg/g iron bound to the product compound. Based on the result from Franz penetration test, It is known that metal-proteinate 15% failed to penetrate the membrane untill the end of the test. Based on the result from weight gain test it is then known that supplementation of iron-proteinate 15% resulted in weight gain in rats,showing good bioavailability in rats."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Indira Diniarti
"Latar belakang: Sindrom nefrotik (SN) idiopatik merupakan penyakit glomerulus dengan proteinuria akibat peningkatan permeabilitas glomerulus. Transferin merupakan salah satu protein yang keluar di urin dan dapat mengganggu homeostasis besi. Keadaan ini dapat menyebabkan defisiensi besi dan anemia defisiensi besi (ADB).
Tujuan: Mengetahui perbedaan status besi, transferin urin, proporsi defisiensi besi dan ADB pada pasien SN idiopatik aktif dan remisi.
Metode: Penelitian potong lintang pada pasien SN idiopatik aktif dan remisi usia 1-18 tahun di RSCM. Pengukuran status besi menggunakan Hb,MCV, MCH, Ret-He, SI, TIBC, ferritin, dan saturasi transferin. Pengukuran transferin urin menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Hasil: Terdapat 65 subyek, dengan 32 pasien SN idiopatik aktif dan 33 pasien remisi. Kadar SI antara kelompok aktif dan remisi adalah 60,7±33,5 µg/dL dan 84,6±35,3 µg/dL (p<0,05). Kadar TIBC antara kelompok aktif dan remisi adalah 220±90,7 µg/dL dan 309,4(±47,7) µg/dL (p<0,05). Kadar transferin urin antara kelompok aktif dan remisi adalah 435,3(7,7-478,4) ng/mL dan 23,4 (0-358) ng/mL (p<0,05). Proporsi defisiensi besi dan ADB pada kelompok aktif adalah 7(21,9%) dan 5 (15,6%) subyek, sedangkan pada kelompok remisi adalah 4(12,6%) dan 1(3%) subyek. Perbedaan proporsi tersebut tidak bermakna (p=0,04; RR 2,47; IK95% 0,98-6,23).
Kesimpulan: Kelompok SN idiopatik aktif memiliki nilai SI dan TIBC yang rendah serta transferin urin yang tinggi. Proporsi defisiensi besi dan ADB pada kelompok SN idiopatik aktif lebih tinggi walaupun tidak bermakna secara statistik.

Background: Idiopathic nephrotic syndrome (NS) is a common glomerular disease in children, which cause increased glomerular permeability resulting in proteinuria. Transferrin is one of the protein that is excreted in the urin, thus disturbing iron homeostasis and may lead to iron deficiency (ID) or iron deficiency anemia (IDA).
Objective: To know the differences in iron status, urinary transferrin, and the proportion of ID and IDA in children with active and remission idiopathic NS.
Methods: A cross-sectional design study was conducted on patients with active and remission idiopathic NS aged 1-18 years at RSCM. Measurement of iron status using Hb, MCV, MCH, Ret-He, SI, TIBC, ferritin, and transferrin saturation. Measurement of urinary transferrin using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Result: There were 65 study subjects, with 32 patients with active idiopathic NS and 33 subjects were in remission.The SI levels between the active and remission groups were 60.7±33.5 g/dL and 84.6±35.3 g/dL (p<0.05). The TIBC levels between the active and remission groups were 220±90.7 g/dL and 309.4(±47.7) g/dL (p<0.05). The median of urinary transferrin levels between the active and remission groups were 435.3(7.7-478.4) ng/mL and 23.4 (0-358) ng/mL (p<0.05). The proportions of ID and IDA in the active group were 7(21.9%) and 5(15.6%) subjects, while in the remission group were 4(12.6%) and 1(3%) subjects. Nonetheless the difference were not statistically significant (p=0.04; RR 2.47; CI95% 0.98-6.23).
Conclusion. Active idiopathic NS had significant lower values of SI and TIBC, and higher urinary transferrin levels. The proportion of ID and IDA in the active group was higher, although not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyah Az-Zahra
"Tingginya angka kejadian anemia pada remaja putri, tentu berhubungan dengan perilaku konsumsi tablet tambah darah (TTD). Di Provinsi DKI Jakarta, angka prevalensi anemia sebesar 23% dan proporsi remaja putri (10-19 tahun) yang mengonsumsi TTD dari sekolah sesuai anjuran hanya sebesar 1,8%. Prevalensi anemia pada remaja putri sebesar 40,63% di Jakarta Timur, sebesar 37,85% di Kecamatan Duren Sawit, dan sebesar 70,68% di Kelurahan Malaka Jaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku konsumsi TTD pada siswi SMA Negeri 103 Jakarta tahun 2024. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Penelitian dilakukan pada 90 siswi yang dipilih secara acak dengan menggunakan metode simple random sampling dan dilakukan pada bulan Januari-Juni tahun 2024 dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswi SMA Negeri 103 Jakarta memiliki perilaku tidak patuh dalam mengonsumsi TTD (76,2%). Hasil uji bivariat didapatkan hubungan yang signifikan antara faktor predisposisi (pengetahuan (p-value = 0,000), sikap (p-value = 0,027), dan efek samping TTD (p-value = 0,011)) dan faktor penguat (dukungan teman sebaya (p-value = 0,02) dan dukungan keluarga (p-value = 0,023)) dengan perilaku konsumsi TTD pada siswi SMA Negeri 103 Jakarta. Oleh karena itu, perlu diadakan penyuluhan terkait pentingnya konsumsi TTD pada siswi, termasuk edukasi kesehatan dengan metode peer-group (grup antar teman sebaya) dan sosialisasi kepada orang tua atau wali siswi terkait manfaat dan keamanan mengonsumsi TTD, serta pentingnya memberikan dukungan kepada siswi untuk meningkatkan kepatuhan siswi dalam mengonsumsi TTD.

The high incidence of anemia among female adolescents is certainly related to the consumption behavior of iron supplements. In DKI Jakarta Province, the prevalence rate of anemia is 23% and the proportion of female adolescents (10-19 years old) who consume iron supplements from school as recommended is only 1,8%. The prevalence of anemia among female adolescents was 40,63% in East Jakarta, 37,85% in Duren Sawit Subdistrict, and 70,68% in Malaka Jaya Village. This study aims to determine the determinants of iron supplement consumption behavior among female students at SMA Negeri 103 Jakarta in 2024. This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The study was conducted on 90 female students who were randomly selected using the simple random sampling method and conducted in January-June 2024 using a questionnaire. The results showed that most of the female students of SMA Negeri 103 Jakarta had non-adherent behavior in taking iron supplements (76,2%). The results of the bivariate test showed a significant relationship between predisposing factors (knowledge (p-value = 0,000), attitude (p-value = 0,027), and side effects of iron supplement (p-value = 0,011)) and reinforcing factors (peer support (p-value = 0,02) and family support (p-value = 0,023)) with the consumption behavior of iron supplement among female students at SMA Negeri 103 Jakarta. Therefore, it is necessary to conduct counseling related to the importance of consuming iron supplements in female students, including health education using the peer-group method and socialization to parents or guardians of female students regarding the benefits and safety of taking iron supplements, as well as the importance of providing support to female students to increase their compliance in taking iron supplements."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marhamah Dwi Anjani
"Air tanah berperan penting sebagai sumber pemenuhan air bersih dan air minum sehari-hari di Kota Depok. Air tanah dianggap memiliki kualitas alami yang baik, namun tidak berarti semua air tanah berkualitas baik. Besi dan mangan merupakan logam esensial dan juga toksik yang sering ditemukan pada air tanah. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) yang bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko pajanan besi dan mangan pada air tanah sebagai air minum. Pengumpulan data konsentrasi besi dan mangan didapatkan dari data hasil survei kualitas air tanah oleh BPP PDAM Tirta Asasta Kota Depok tahun 2018 sebanyak 63 sampel. Data lainnya, antropometri, laju aktivitas, dan pola konsumsi air minum didapatkan dari wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran berat badan secara langsung di rumah 63 responden. Hasil analisis konsentrasi besi dan mangan menunjukkan hanya terdapat 18 sampel yang melebihi baku mutu konsentrasi mangan menurut Permenkes 492/2010. Jumlah estimasi asupan besi dan mangan masing-masing 5,02059 x 10-4 mg/kg/hari dan 5,52265 x 10-3 mg/kg/hari. Sedangkan RQ non karsinogenik besi dan mangan masing-masing 0,00072 dan 0,03945 yang menunjukkan bahwa tidak berisiko atau aman. Hasil analisa lebih lanjut menemukan bahwa asupan harian besi dan mangan menurut umur dan jenis kelamin dikategorikan defisiensi (Asupan besi dan mangan

Groundwater plays an important role as a source of fulfillment of daily clean water and drinking water in Depok City. Groundwater is considered to have good natural qualities, but that does not mean that all groundwater is good quality. Iron and manganese are essential but also toxic metals that are often found in groundwater. This study uses the Environmental Health Risk Assessment (EHRA) method which aims to estimate the level of iron and manganese risk exposure in groundwater as drinking water. Data collection of iron and manganese concentration was obtained from groundwater quality survey results by BPP PDAM Tirta Asasta Depok City in 2018 as many as 63 samples. Other data, anthropometry, activity rates, and drinking water consumption rates were obtained from interviews using questionnaires and measurement of body weight directly in the homes of 63 respondents. The result of the analysis of iron and manganese concentration showed that there were 18 samples that exceeded the standar quality of manganese according to Permenkes 492/2010. The estimated amount of iron and manganese intake is 5,02059 x 10-4 mg/kg/day and 5.52265 x 10-3 mg/kg/day, respectively. Whereas non-carcinogenic RQ of iron and manganese were 0,00072 and 0,03945 respectively which indicated that they were safe. Further analysis found that daily intake of iron and manganese according to age and sex categorized as deficiency (intake of iron and manganese "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfansyah Prabowo
"ABSTRAK
Di Indonesia, Anemia Defisiensi Besi masih merupakan permasalahan umum terutama masyarakat pada kelompok remaja putri, wanita hamil, serta anak-anak dibawah usia 5 tahun. Pemerintah dan Dinas terkait telah berupaya dengan sangat keras melalui program suplementasi dan fortifikasi pangan sehingga berhasil menurunkan prevalensi ADB, namun hasil tersebut masih diatas angka prevalensi 15 yang mengindikasikan bahwa ADB merupakan permasalahan gizi yang umum dan serius di Indonesia Kurniawan dkk., 2006 . Fortifikasi besi secara langsung juga menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan dikarenankan sifat besi yang mudah mengalami oksidasi dan reduksi pada kondisi pH tertentu, oksidasi Fe2 menjadi Fe3 . Mendasarkan pada pendekatan permasalah tersebut, maka metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode atau strategi sangat tepat untuk melindungi besi. Namun sebelum fortifikasi dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mencari jenis besi yang paling efektif untuk dienkapsulasi menggunakan polimernya. Oleh Karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas control rilis beberapa jenis besi Besi Sulfat, Besi Fumarat, Besi Glukonat menggunakan polimer kitosan. Polimer kitosan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kitosan memiliki sifat seperti tidak beracun, biodegradable, biokompatibel sehingga cocok untuk digunakan dalam pelepasan obat terkendali didalam tubuh. Besi yang digunakan adalah Besi Sulfat, Besi Fumarat, dan Besi Glukonat. Alasan penggunakan jenis besi ini Karena ketiga jenis besi ini merupakan jenis besi yang memiliki bioavabilitas kemampuan tubuh menyerap suatu senyawa yang tinggi dan besi ini merupakan besi food grade yang berarti aman dikonsumsi oleh tubuh. Dari penelitian ini didapatkan jenis besi yang paling baik dienkapsulasi dengan kitosan adalah besi glukonat 1:1.5 dengan nilai EE 80 , oksidasi awal 15.2 , loading capacity 1.4 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 besi glukonat 1:2 dengan nilai EE 82.8 , oksidasi awal 27.1 , loading capacity 2.0 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 Di Indonesia, Anemia Defisiensi Besi masih merupakan permasalahan umum terutama masyarakat pada kelompok remaja putri, wanita hamil, serta anak-anak dibawah usia 5 tahun. Pemerintah dan Dinas terkait telah berupaya dengan sangat keras melalui program suplementasi dan fortifikasi pangan sehingga berhasil menurunkan prevalensi ADB, namun hasil tersebut masih diatas angka prevalensi 15 yang mengindikasikan bahwa ADB merupakan permasalahan gizi yang umum dan serius di Indonesia Kurniawan dkk., 2006 . Fortifikasi besi secara langsung juga menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan dikarenankan sifat besi yang mudah mengalami oksidasi dan reduksi pada kondisi pH tertentu, oksidasi Fe2 menjadi Fe3 . Mendasarkan pada pendekatan permasalah tersebut, maka metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode atau strategi sangat tepat untuk melindungi besi. Namun sebelum fortifikasi dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mencari jenis besi yang paling efektif untuk dienkapsulasi menggunakan polimernya. Oleh Karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas control rilis beberapa jenis besi Besi Sulfat, Besi Fumarat, Besi Glukonat menggunakan polimer kitosan. Polimer kitosan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kitosan memiliki sifat seperti tidak beracun, biodegradable, biokompatibel sehingga cocok untuk digunakan dalam pelepasan obat terkendali didalam tubuh. Besi yang digunakan adalah Besi Sulfat, Besi Fumarat, dan Besi Glukonat. Alasan penggunakan jenis besi ini Karena ketiga jenis besi ini merupakan jenis besi yang memiliki bioavabilitas kemampuan tubuh menyerap suatu senyawa yang tinggi dan besi ini merupakan besi food grade yang berarti aman dikonsumsi oleh tubuh. Dari penelitian ini didapatkan jenis besi yang paling baik dienkapsulasi dengan kitosan adalah besi glukonat 1:1.5 dengan nilai EE 80 , oksidasi awal 15.2 , loading capacity 1.4 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 besi glukonat 1:2 dengan nilai EE 82.8 , oksidasi awal 27.1 , loading capacity 2.0 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70.

ABSTRACT
In Indonesia, Iron Deficiency Anemia is still a common problem, especially for people in groups of young women, pregnant women, and children under 5 years of age. The Government and the relevant Dinas have worked very hard through food supplementation and fortification programs that have succeeded in reducing the prevalence of ADB, but the results are still above the prevalence rate of 15 indicating that ADB is a common and serious nutritional problem in Indonesia Kurniawan et al., 2006 . Direct iron fortification also decreases organoleptic qualities and shortens the shelf life due to the oxidation and reduction of pH at certain pH conditions, the oxidation of Fe2 to Fe3 . Based on the approach of the problem, the microencapsulation method is seen as a very appropriate method or strategy to protect iron. But before fortification is done, the first thing to do is to find the most effective type of iron for encapsulation using the polymer. Therefore, in this study will be tested the effectiveness of the release control of several types of iron Iron Sulfate, Iron Fumarate, Iron Gluconate using chitosan polymer. Chitosan polymer used in this research because chitosan has properties such as non toxic, biodegradable, biocompatible so suitable for use in the release of controlled drugs in the body. The iron used is ferrous sulfate, ferrous fumarate, and ferrous gluconate. The reason for using this type of iron Because these three types of iron is a type of iron that has a high bioavailability body ability to absorb a compound and iron is a food grade iron which means safe to eat by the body. From this research, the best iron species encapsulated with chitosan are 1 1.5 iron gluconate with EE 80 , initial oxidation 15.2 , loading capacity 1.4 , and also cumulative release reaches 70 and iron gluconate 1 2 with EE value of 82.8 , initial oxidation of 27.1 , loading capacity 2.0 , and also cumulative release reaching 70.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melita Adiwidjaja
"Defisiensi besi adalah defisiensi mikronutrien yang paling sering ditemui. Jika tidak diobati, dapat menyebabkan anemia defisiensi besi dan gangguan kognitif, terutama pada anak usia sekolah, yang ireversibel. Diagnosis defisiensi besi rumit, tidak praktis, dan mahal. Organisasi AAP merekomendasikan RET-He sebagai pemeriksaan laboratorium untuk skrining defisiensi besi. Tujuan penelitian adalah untuk mencari nilai batasan RET-He untuk skrining status besi pada anak usia 6 – 18 tahun. Studi ini merupakan studi potong lintang terhadap 207 anak sehat usia 6 - 18 tahun di Indonesia. Penelitian ini mencari nilai batasan RET-He untuk skrining status besi, kemudian dibandingkan dengan hemoglobin, mean corpuscular volume, feritin, dan saturasi transferin. Kurva ROC dikerjakan untuk menentukan nilai batasan RET-He untuk skrining status besi dengan menggunakan IBM SPSS versi 22. Pemeriksaan RET-He mendapatkan nilai batasan ≤ 30,3 pg (sensitivitas 100%, spesifisitas 19,7%, NDN 100%, NDP 5,4%) untuk skrining deplesi besi; nilai batasan RET-He ≤ 28,9 pg (sensitivitas 78,9%, spesifisitas 56,2%, NDN 92,2%, dan NDP 28,9%) untuk defisiensi besi; dan nilai batasan RET-He ≤ 27 pg (sensitivitas 75%, spesifisitas 80%, NDN 98,1%, dan NDP 18,7%) untuk anemia defisiensi besi. Peneliti menarik kesimpulan bahwa RET-He dapat digunakan sebagai parameter skrining defisiensi besi dengan nilai batasan ≤ 28,9 pg. Skrining untuk anemia defisiensi besi dapat menggunakan RET-He dengan nilai batasan ≤ 27 pg, namun harus dilakukan dengan parameter lain, seperti Hb. Pemeriksaan RET-He dengan nilai batasan ≤ 30,3 pg tidak dapat digunakan untuk skrining deplesi besi.

Iron deficiency (ID) is the most common micronutrient deficiency in the world. Left untreated, ID will lead to iron deficiency anemia (IDA) and other irreversible consequences. Screening iron deficiency is complex, impractical, and expensive. The AAP recommended RET-He as an alternative laboratory examination to screen ID. The objective is to find RET-He cut-off value to screen for iron status in healthy children, aged 6 – 18 years old. This study is a cross-sectional study of 207 children aged 6 – 18 years old in Indonesia. RET-He was compared with hemoglobin, mean corpuscular volume, ferritin to assess iron status in children. Receiver operating curve was performed to determine the optimal cut-off value for RET-He using IBM SPSS 22. Reticulocyte hemoglobin equivalent with cut-off value ≤ 30.3 pg was established to screen iron depletion (100% sensitivity, 19.7% specificity, 100% NPV, 5.4% PPV); meanwhile RET-He ≤ 28.9 pg to screen iron deficiency (78.9% sensitivity, 56.2% specificity, 92.2% NPV, 28.9% PPV); and RET-He ≤ 27 pg to screen IDA (75% sensitivity, 80% specificity, 98.1% NPV, 18.7% PPV). The researcher concluded that RET-He can be used as an iron deficiency screening parameter with a cut-off value ≤ 28.9 pg. Screening for IDA with RET-He ≤ 27 pg need to be done with other parameters, such as Hb. RET-He ≤ 30.3 pg cannot be used for iron depletion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Le Thandar Soe
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari optimized food-based recommendation FBR dan biskuit fortifikasi terhadap performa kognitif siswa sekolah dasar. Cluster randomized controlled trial selama enam bulan pada anak sekolah usia 7-9 tahun n=252 dilaksanakan di 12 sekolah di Kota Nyaundon yang terdiri dari 3 kelompok; kombimasi optimized FBR dan biskuit fortifikasi, optimized FBR, dan kontrol. Performa kognitif, antropometri, dan indicator biokimia diukur sebagai outcome. Pada kedua kelompok intervensi optimized FBR dengan biscuit fortifikasi dan optimized FBR terdapat pengaruh yang significant terhadap performa kognitif, weight-for-age z-scores dan kadar besi serum. Akan tetapi kombinasi optimized FBR dengan biscuit fortifikasi menghasilkan skor performa kognitif yang lebih tinggi dibandingkan optimized FBR saja dengan skor yang lebih tinggi secara signifikan pada daya ingat 1.1 0.1: p-vale

The study aimed to determine the effect of optimized food-based recommendation FBR and fortified biscuits on cognitive performance of primary school children. A six-month cluster randomized controlled trial among 7-9 years old school children n=252 were conducted at 12 schools in Nyaungdon Township with three intervention groups; optimized FBR with fortified biscuits, optimized FBR, and control. The cognitive performances, anthropometry and biochemical indicators were assessed as outcomes. Analysis of covariance and multiple linear regression analysis were done. Both intervention optimized FBR with fortified biscuits and optimized FBR groups had significant effect on the cognitive performances, weight-for-age z-scores and serum iron status. But combined optimized FBR with fortified biscuits improved cognitive performances higher scores than optimized FBR alone with significantly higher in memory 1.1 0.1: p-vale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjo Soejoso
"Pemerintah di dunia sedang berkembang memberi semua ibu hamil mendapat antenatal care, memberi tablet besi dan asam folat (IFO) sedini mungkin dalam jumlah cukup. Lembaga Internasional di dunia mendorong pemberian suplemen mikronutrien multipel (MNM) pada ibu hamil, dimaksudkan memberi efek positip pada pertumbuhan fetus dalam umur gestasi cukup bulan. Pemberian MNM pada semua ibu hamil hasilnya inkonsisten.
Penelitian ini bertujuan melihat efek MNM khusus pada ibu hamil tanpa komplikasi terhadap outcome kelahiran yaitu: pertumbuhan (berat lahir), perkembangan (lingkar kepala lahir) dan maturitas (umur gestasi) bayinya. Harapannya adalah setiap bayi lahir bisa dibekali dengan pertumbuhan, perkembangan dan maturitas yang optimal sebagai satu kesatuan hasil kelahiran. Masih diragukan apakah suplementasi MNM pada ibu hamil lebih baik jika dibandingkan dengan IFO untuk memperbaiki antropometri dan umur gestasi. Pertanyaan tersebut ingin dipecahkan melalui pemberian suplemen MNM pada ibu hamil tanpa komplikasi dibandingan IFO. Penelitian ini mengeluarkan faktor yang menyebabkan hambatan pertumbuhan fetus dari populasi studi, memanfaatkan data sekunder studi SUMMIT di Pulau Lombok 2001 ? 2004, desainnya randomized control trial double blind.
Analisis data melihat efek MNM terhadap rata-rata tiga outcome dengan statistik MANOVA; terhadap masing-masing outcome secara tersendiri yaitu berat lahir di bawah normal, lingkar kepala di bawah normal dan umur gestasi di bawah normal; terhadap status gizi prahamil rendah dibanding status gizi prahamil baik.
Suplementasi MNM meningkatkan rata-rata berat lahir 38,52g lebih tinggi dibanding IFO, secara statistik bermakna. Risiko terjadinya berat lahir <2.600 g pada suplementasi IFO ibu hamil tanpa komplikasi sebesar 1,2 kali dibanding MNM, apabila menggunakan batas α=0,10 secara statistik bermakna, 90%CI: 1,00-1,46. Jika pemberian IFO diganti dengan MNM, akan tercegah sebanyak 13/1.000 bayi dengan berat lahir <2.600 g. Kejadian berat lahir <2.600 g pada pemberian IFO bisa dikurangi 15,1% dari kejadian 83/1.000 bayi lahir bila diganti MNM. Risiko terjadinya berat lahir <2.600 g pada suplementasi IFO jika diganti dengan MNM lebih jelas pada IMT prahamil <18,50 sebesar 1,7 kali bila menggunakan batas α=0,10 secara statistik bermakna, 90%CI: 1,08-2,65. Jika pemberian IFO pada ibu hamil tanpa komplikasi dengan status gizi prahamil rendah diganti dengan MNM, akan tercegah sebanyak 70/1.000 bayi dengan berat lahir <2.600g. Kejadian berat lahir <2.600g pada pemberian IFO ibu hamil tanpa komplikasi dengan IMT prahamil <18,50 bisa dikurangi 40,7% dari kejadian 172/1.000 bayi lahir bila diganti MNM.

Government on developing countries care to all pregnant women for ANC access, give iron?folic acid (IFO) as soon as possible. International agencies on the world stimulate multiple micronutrients (MMN) suplement to pregnant women, that is aimed for giving good of fetal growth in appropriate gestation age. MMN distribution for all pregnant women still have inconsisten result.
The purposes of this study look for MMN effect especially on pregnant women without complication for birth outcome: growth (birth weight), development (head circumference at birth) and maturity (gestation age). It is doubted that MMN suplementation on pregnant women is better than IFO for increasing anthropometry and gestation age. This research need specific care with restrict factors that delay fetal growth, using SUMMIT secondary data at Lombok Island 2001-2004 with RCT double blind design.
Analyzing data was looking the MMN effect for three mean outcome values by MANOVA statistic, was looking the MMN effect for each outcome individually: birth weight below normal cut-off, head circumference at birth below normal cut-off and gestasion age below normal cut-off, was look at low prepregnancy BMI stratum comparing by normal prepregnancy BMI.
MMN suplementation increases mean birth weight as 38,52g more than IFO with statistical significant. The risk of <2,600 g birth weight happened at IFO supplementation on pregnant women without complication were 1.2 time comparing with MNM. If it used at α=0.05 level, it was not statistical significant, but when it used at α=0.10 level, it was statistical significant with 90%CI: 1.00-1.46. If IFO supplementation on pregnant women without complication be replaced by MNM, it would prevent as 13/1,000 infant with <2,600 g birth weight. Incidence of <2.600 g birth weight at IFO supplementation on pregnant women without complication could be decreased 15.1% of 83/1,000 at birth babies happened if it were replaced by MNM. The risk of <2,600 g birth weight happened at IFO supplementation on pregnant women without complication if it be replaced by MNM were clearer on pregnant women without complication at <18.50 prepregnancy BMI stratum as 1.7 time. If it used at α=0.05 level, it was not statistical significant, but when it used at α=0.10 level, it was statistical significant with 90%CI:1.08-2.65. If IFO supplementation on pregnant women without complication at low nourish prepregnancy status were replace with MNM, it would be prevent as 70/1,000 infant with <2,600g birth weight. Incidence of <2,600g birth weight at IFO supplementation on pregnant women without complication at <18.50 prepregnancy BMI stratum could be decreased as 40,7% of 172/1,000 at birth babies happened if it were replaced by MNM."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
D1304
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Defisiensi vitamin A pada anak masih merupakan masalah gizi masyarakat di Indonesia. Pengukuran kadar
retinol serum/plasma merupakan cara terbaik untuk menentukan status vitamin A. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa infeksi menurunkan kadar retinol serum, sehingga dapat salah mendiagnosa status vitamin A, dan dapat
mempengaruhi kebijakan penanggulangan masalah defi siensi vitamin A di masyarakat. Penelitian ini bertujuan
memperlihatkan pentingnya menerapkan faktor koreksi berdasarkan status infeksi pada kadar retinol serum, sebagai
petanda status vitamin A.
Metode: Survei yang melibatkan 54 anak sekolah sehat dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur. Pengukuran tinggi,
berat badan, kadar retinol, CRP dan AGP serum dilakukan. Berdasarkan kadar CRP dan AGP serum, subyek
penelitian dibagi dalam empat kelompok: tanpa infeksi, masa inkubasi, penyembuhan awal dan penyembuhan akhir.
Faktor koreksi didapatkan dengan membagi kadar retinol serum dari kelompok subyek tanpa infeksi dengan masingmasing
tiga kelompok lainnya. Faktor koreksi tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan kadar retinol serum
yang tidak dipengaruhi oleh adanya infeksi.
Hasil: Prevalensi subyek yang pendek dan berat kurang adalah 43% dan 22%, dan tidak ada subyek yang kurus.
Sebelum dan setelah kadar retinol serum dihitung dengan faktor koreksi, prevalensi defi siensi vitamin A menurun dari
20.4% menjadi 18.5%, sehingga defi siensi vitamin A yang tanpa faktor koreksi merupakan masalah gizi masyarakat
yang berat, menjadi masalah gizi menengah setelah faktor koreksi diterapkan. Perubahan tingkat masalah gizi ini
dapat merupakan faktor penentu rencana kebijakan penanggulangan masalah gizi tersebut.
Kesimpulan: Menerapkan faktor koreksi berdasarkan keadaan infeksi menurunkan besaran masalah defi siensi vitamin A. Hal ini dapat mempengaruhi kebijakan perencanaan program gizi masyarakat.

Abstract
Aim: Vitamin A defi ciency among children is still a public health problem in Indonesia. Serum/plasma retinol
concentration is the best indicator in assessing vitamin A status. However, there is growing concern that infection/
infl ammation lowers serum retinol concentration, thus creating potential misinterpretation of vitamin A status, which
could affect policy makers in planning suitable nutrition programs targeted at community. The aim of this study was
to highlight the importance of applying correction factors, to better interpret serum retinol as a nutritional status
biomarker.
Methods: A cross sectional study involving 54 apparently healthy school children was conducted in East Nusa Tenggara.
Height, body weight, concentrations of serum retinol, CRP and AGP were assessed. Based on concentrations of serum
CRP and AGP, four infl ammation groups were determined, namely reference, incubation, early convalescence and late
convalescence groups. Correction factor was obtained by dividing serum retinol concentration of reference group by
that of the other three groups. Correction factors were then used to correct serum retinol concentration without any
infl uence of infection/infl ammation.
Results: The prevalence of stunting and underweight were 43% and 22% respectively, but there was no wasting among
the school children. Applying correction factor lowered the prevalence of vitamin A defi ciency from 20.4% to 18.5%;
thus changing vitamin A defi ciency from a severe public health problem to a moderate public health problem.
Conclusion: Correcting serum retinol concentration for the infl uence of infection reduced the apparent severity of
vitamin A defi ciency. This could affect policy for planning nutrition programs designed for communities"
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>