Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113173 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Septiani
"Peran ganda perempuan sebagai pekerja sekaligus menjadi ibu rumah tangga merupakan tantangan tersendiri yang harus dijalani. Jumlah perempuan pekerja sambil mengurus rumah tangga lebih tinggi dibandingkan jumlah laki-laki yang bekerja sambil mengurus rumah tangga (BPS RI – Sarkernas, 2017). Dalam menjalankan peran ganda ini diperlukan adanya kerjasama antar suami-istri dalam menjalankan fungsi keluarga untuk mewujudkan ketahanan keluarga atau disebut dengan kemitraan gender. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa ketahanan keluarga guru perempuan pada komponen kemitraan gender, besera faktor pendukung dan penghambatnya. Sepuluh keluarga guru perempuan SMA Labschool Kebayoran dipilih sebagai partisipan dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus ini. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur serta sumber data diambil dari para informan, arsip sekolah, artikel, buku dan laman resmi yang berkaitan dengan gender, keluarga dan guru perempuan. Pada hasil penelitian ini ditemukan adanya kemitraan gender pada keluarga guru perempuan dengan strategi koping yang dilakukan seperti strategi koping menambah bantuan, menabung waktu, dan strategi koping mengekonomisasi waktu, serta sistem pengelolaan keuangan keluarga masih mengikuti budaya patriarki, dimana perempuan mendominasi. Faktor pendukung; komunikasi yang efektif, fleksibilitas, empati, apresiasi, keterbukaan, kerjasama, sifat sabar, kehadiran anak, dan lingkungan pekerjaan yang responsif gender. Faktor penghambat; perbedaan kultus, ketidakterbukaan, waktu luang yang minim, dan campur tangan pihak ketiga. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan signifikansi teori konflik sosial keluarga dan konsep ketahanan dalam keluarga guru perempuan dalam membangun kemitraan gender guna mewujudkan ketahanan keluarga.

The dual role of women as workers as well as housewives is a challenge that must be faced. The number of women working while taking care of the household is higher than the number of men working while taking care of the household (BPS RI – Sarkernas, 2017). In carrying out this dual role, it is necessary to have cooperation between husband and wife in carrying out family functions to realize family resilience or what is called gender partnership. The purpose of this study was to analyze the resilience of female teachers' families in the gender partnership component, along with the supporting and inhibiting factors. Ten families of female teachers from SMA Labschool Kebayoran were selected as participants in this qualitative research with a case study approach. The data collection process uses semi-structured interviews and data sources are taken from informants, school archives, articles, books and official websites related to gender, families and female teachers. In the results of this study, it was found that there was a gender partnership in the female teacher's family with coping strategies such as coping strategies to add assistance, saving time, and time-saving coping strategies, and the family financial management system still follows a patriarchal culture, where women dominate. Supporting factors; effective communication, flexibility, empathy, appreciation, openness, cooperation, patience, presence of children, and a gender responsive work environment. Obstacle factor; cult differences, openness, minimal free time, and third-party interference. Based on the results of the study, it was found the significance of the theory of family social conflict and the concept of resilience in the family of female teachers in building gender partnerships in order to realize family resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia , 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Mukhlisah
"Resiliensi keluarga merupakan faktor yang penting dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupan, yang dipengaruhi oleh faktor yang bersifat dinamis dan sesuai dengan konteks keluarga. Pola tempat tinggal matrilokal di Minangkabau memberi risiko pada suami untuk mengalami gender role discrepancy dan discrepancy stress yang dapat mengganggu resiliensi keluarga. Tingkat keyakinan masyarakat terhadap nilai budaya Minangkabau yang tercermin dari identitas budaya diduga dapat berperan sebagai faktor protektif terhadap resiliensi keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kontribusi gender role discrepancy, discrepancy stress, dan identitas budaya terhadap resiliensi pada keluarga etnis Minangkabau. Sampel pada penelitian ini adalah 139 laki-laki Minangkabau yang tinggal di rumah keluarga istri yang diambil dengan teknik purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah regresi bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gender role discrepancy, discrepancy stress, dan identitas budaya secara bersama-sama berkontribusi secara signifikan terhadap resiliesi keluarga. Namun analisis secara parsial menunjukkan bahwa discrepancy stress tidak berkontribusi secara signifikan terhadap resiliensi keluarga. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nilai budaya pada suatu masyarakat etnis perlu terus diwariskan karena terbukti menjadi faktor protektif yang meminimalisir faktor risiko dalam menjaga resiliensi keluarga.

Family resilience is important in facing adversities throughout the lide span. Factors that influence family resilience are dynamic and specific in the family context. Matrilocal residence in Minangkabau poses a risk for husbands to experience gender role discrepancy and discrepancy stress that can interfere with family resilience. The level of Minangkabau people’s belief about their cultural values reflected in the cultural identity is expected to play a role as a protective factor in family resilience. This study aimed to test the contribution of gender role discrepancy, discrepancy stress, and cultural identity to the resilience of Minangkabau ethnic families. The samples of this study were 139 Minangkabau who lived in the wife’s family house drawn with purposive sampling techniques. All data collected were analysed by using the hierarchical regression method. Results showed that gender role discrepancy, discrepancy stress, and cultural identity contributed to family resilience significantly. However, the partial analysis showed that discrepancy stress did not contribute to family resilience significantly. The findings of this study suggest the need for Minangkabau people to maintain cultural values and transmit the cultural values over generations because cultural values are proven to be the protective factor to buffer the negative effects of a risk factor on family resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Kusbudiyanto
"Permasalahan siswa putus sekolah merupakan masalah pendidikan nasional yang masih terjadi di Indonesia. Fenomena tingkat siswa putus sekolah pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bekasi masih terbilang tinggi, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama, menganalisis perbandingan siswa putus sekolah dengan siswa yang aktif terhadap faktor demografi, karakteristik sekolah, sosio ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga. Kedua, menganalisis berapa besar pengaruh atau peluang faktor demografi, karakteristik sekolah, sosio ekonomi keluarga dalam mempengaruhi tingkat siswa putus sekolah di Kota Bekasi. Ketiga, menghitung dan menganalisis indeks ketahanan keluarga di Kota Bekasi. Metode yang digunakan yaitu uji komparatif atau uji beda, uji regresi logistik dan analisis faktor. Hasil uji komparatif atau uji beda menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata atau signifikan antara siswa putus sekolah dengan siswa yang aktif jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bekasi pada variabel jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, usia, jenis sekolah, rasio guru dan murid, jurusan, pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan ketahanan keluarga. Hasil uji regresi logistik menunjukan variabel yang mempunyai pengaruh atau peluang untuk terjadinya siswa putus sekolah dan besarnya peluang dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu pada variabel jenis kelamin sebesar 0,512, jumlah anggota keluarga sebesar 3,048, usia sebesar 29,156, jenis sekolah sebesar 0,476, rasio guru dan murid sebesar 38,498, pendapatan keluarga sebesar 0,074 dan pendidikan ibu sebesar 0,493. Hasil perhitungan nilai indek ketahanan keluarga di Kota Bekasi yaitu sebesar 23,51, yang berarti indeks katahanan keluarga di Kota Bekasi masuk kedalam golongan C atau masuk kedalam kategori ketahanan keluaraga Cukup. Nilai indek ketahanan keluarga pada keluarga siswa putus sekolah sebesar 17,86 yang berarti masuk kedalam golongan D atau masuk kedalam kategori ketahanan keluarga Rendah sedangkan pada keluarga siswa yang aktif, indeks ketahanan keluarga sebesar 25,93 yang berarti masuk kedalam golongan C atau masuk kedalam kategori ketahanan keluarga Cukup.

The issue of school drop-out is a problem of national educatioan that still happening in Indonesia. Due to many factors, this phenomenon also still high at vocational school level (Sekolah Menengah Kejuruan/SMK) in Bekasi City. This research aims to, first, analyze the comparison between school drop-out and schoolchild among all pupils against demographic factor, school characteristic, familys socio-economic, and family resilience. Second, analyze the magnitude of influence or opportunity of demographic factor, school characteristic, familys socio-economic in influencing school drop-out in Bekasi City. Third, count and analyze family resilience index in Bekasi City. The method used in this research are comparative analysis, logistic regression analysis, and factor analysis. The result from comparative analysis indicated there were significant difference between school drop-out and schoolchild on gender, number of family members, age, type of school, teacher and pupils ratio, majoring class, family income, mothers education and family resilience. The result from logistic regression analysis showed that the odds ratio (OR) against variables which influencing school drop-out are gender 0.512, the number of family members 3.048, age 29.156, type of school 0.476, teacher and pupils ratio 38.498, family income 0.074, and mothers education 0.493. The calculation result from family resilience index is 23.51, which means family resilience index in Bekasi City include in C Group or in other word categorized Cukup. Family resilience index in school drop-outs family is 17.86 that means D Group or categorized Rendah, while in schoolchild family is 25.93 that means C Group or categorized Cukup.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prayoga Prata
"Fenomena Pandemi COVID-19 yang terjadi seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perubahan sistem pendidikan, dan kekhawatiran akan terinfeksi COVID-19 baik diri sendiri maupun keluarga sejatinya berdampak negatif terhadap stabiliitas keluarga. Berdasarkan hal tersebut tiap-tiap anggota keluarga harus berkontribusi dalam menekan atau mengedalikan stressor yang muncul untuk bersama-sama membangun ketahanan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran regulasi emosi individu dalam memprediksi resiliensi keluarga pada situasi krisis Pandemi COVID-19 di DKI Jakarta. Resiliensi keluarga adalah kemampuan yang dimiliki keluarga untuk dapat beradaptasi dan bangkit dari situasi krisis. Sementara itu, individu yang dapat mengendalikan emosi pada situasi emosi negatif dianggap memiliki regulasi emosi yang baik. Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling, yaitu convenience sampling dengan mempertimbangkan rentang usia produktif (17-65). Partisipan itu jumlah 168 partisipan berdomisili DKI Jakarta (M= 23,92 dan SD = 7,95). Penelitian ini menggunakan alat ukur Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS) untuk variabel regulasi emosi dan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire untuk variabel resiliensi keluarga. Hipotesis penelitian ini diuji menggunakan teknik analisis regresi sederhana. Penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi emosi secara signifikan berperan sebagai prediktor resiliensi keluarga pada anggota keluarga dalam Situasi Pandemi COVID-19 di DKI Jakarta.

The phenomenon of the COVID-19 pandemic that occurs such as termination of employment (PHK), changes in the education system, and concerns about being infected with COVID-19 both for yourself and for your family have a negative impact on family stability. Based on this, each family member must contribute in suppressing or controlling stressors that arise to jointly build family resilience. This study aims to examine the role of individual emotion regulation in predicting family resilience in the COVID-19 pandemic crisis situation in DKI Jakarta. Family resilience is the ability of the family to be able to adapt and rise from crisis situations. Meanwhile, individuals who can control their emotions in negative emotional situations are considered to have good emotional regulation. The sampling technique used is non-probability sampling, namely convenience sampling by considering the productive age range (17-65). The participants were 168 participants domiciled in DKI Jakarta (M= 23,92 dan SD = 7,95). This study used the Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS) for emotion regulation variables and the Walsh Family Resilience Questionnaire for family resilience variables. The hypothesis of this study is tested by simple regression analysis technique. This study shows that emotion regulation plays a significant role as a predictor of family resilience in family members in the COVID-19 Pandemic Situation in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Novia Shabhati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Pengukuran resiliensi keluarga menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) yang disusun oleh Walsh (personal communication, 1 April, 2012) dan pengukuran harapan menggunakan alat ukur State Hope Scale (SHS) yang disusun oleh Snyder (1994). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 247 mahasiswa S1 Reguler yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin (r = 0.388; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi resiliensi keluarga yang dimiliki suatu keluarga, semakin tinggi harapan yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 15.1% skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh skor harapan. Berdasarkan hasil tersebut, penting dilakukan intervensi pengembangan harapan, sebagai faktor pendorong terbentuknya resiliensi keluarga.

This research was conducted to find the correlation between family resilience and hope among college students from poor families. Family resilience was measured using Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) that originally constructed by Walsh (personal communication, April 1, 2012) and hope was measured using the original version of State Hope Scale (SHS) by Snyder (1994). The participants of this research are 247 college students who come from poor families.
The main results of this research show that family resilience positive significantly correlated with hope (r = 0.388; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family resilience, the higher showing hopes. In addition, the result shows that 15.1% of family resilience score can be explained by the score of hope. Based on these results, it is important to develop hope intervention, as one of protective factor of family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Awaliyah Mardiani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak Autistic Spectrum Disorder. Pengukuran keberfungsian keluarga menggunakan alat ukur family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) dan pengukuran resiliensi menggunakan alat ukur resiliet quotient (Reivich & Shatte, 2002). Partisipan berjumlah 40 ibu yang memiliki karakteristik sebagai ibu yang memiliki anak ASD.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD (r = 0.507; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD. Berdasarkan hasil tersebut, maka dukungan dari keluarga untuk ibu yang memiliki anak ASD sangat penting agar dapat meningkatkan kapasitas resiliensinya sehingga mampu bangkit dari trauma yang dialaminya dan mampu menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.

This research was conducted to find the correlation between family functioning and reseiliece on mother who have children with Autistic Spectrum Disorder (ASD). Family functioning was measured using a modification instrument named family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) and resilience was measured using a modification instrument named reseilient quotient (Reivich & Shatte, 2002). The participants of this research are 40 mother who have children with ASD.
The main results of this research show that family functioning positively correlated significantly with resilience (r = 0.507; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family functioning, the higher showing resilience. Based on these results, the support of the family for mothers of children with autistic spectrum disorder is important in order to increase her resiliece capacity so as able to rise from the trauma and able to face difficulties in everyday life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Indra Susilo
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai resiliensi orangtua yang memiliki anak ADHD dan Autisme. Reivich & Satte (2002), resiliensi adalah sebagai kemampuan untuk tetap gigih dan menyesuaikan diri ketika keadaan tidak berjalan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara orangtua dengan anak ADHD dengan orangtua dengan anak autis. Metode yang digunakan yaitu kuantatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner resiliensi Reivich & Shatte (2002). Diperoleh hasil tidak ada perbedaan signifikan antara orang tua ADHD dan Autisme pada 60 partisipan.

This research focuses on understanding the resilience of parents of children with ADHD and Autism. Reivich & Shatte (2002), resilience is the ability to persevere and adapt when things are not going well. The purpose of this study was to determine whether there are differences between parents with ADHD children with a parent with an autistic child. The method used is quantitative descriptive. This study used a questionnaire measure of resilience Reivich & Shatte (2002). The results obtained indicate no significant differences between parents of ADHD and Autism at 60 participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Zahrin Desinaz
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah self-compassion merupakan prediktor resiliensi pada penyintas erupsi Gunung Kelud. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara self-compassion dan resiliensi, namun belum ada studi yang meneliti mengenai self-compassion dan resiliensi pada konteks bencana. Self-compassion diukur dengan menggunakan Self Compassion Scale-Short Form SC-SF , sementara resiliensi diukur dengan Connor-Davidson Resilience Scale CD-RISC . Partisipan dalam penelitian ini adalah 115 warga Desa Puncu, Kec. Puncu, Kab. Kediri. Desa Puncu dipilih sebagai tempat pengambulan data karena merupakan salah satu desa yang terkena dampak terparah akibat erupsi Gunung Kelud 2014 lalu. Analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa self-compassion meningkatkan resiliensi pada penyintas erupsi Gunung Kelud.

This research was conducted to determine self compassion as a predictor for resilience among Kelud eruption survivor. Previous research have shown a link between self compassion and resilience, but there is no study yet about self compassion and resilience in disaster context. Self compassion is measured by Self Compassion Scale Short Form SC SF , while resilience is measured by Connor Davidson Resilience Scale CD RISC . Participants in this research are 115 people lived in Desa Puncu, Kec. Puncu, Kab. Kediri. Desa Puncu is chosen for data retrieval because it was one of the area that has the most severe impact from Kelud eruption. Linear regression statistical techniques showed that self compassion contribute to increase resilience among Kelud eruption survivor."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S66467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentynia Pradnya Paramita
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara resiliensi dan coping pada remaja akhir yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis. Responden penelitian ini sebanyak 42 orang remaja akhir berusia 18-22 tahun. Resiliensi responden diukur dengan alat ukur bernama Resilience Scale-14 yang disusun oleh Wagnild dan Young (1993) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Coping diukur dengan alat ukur Brief COPE yang disusun oleh Carver (1997) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara resiliensi dan coping pada remaja yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis.

This research was conducted to find the correlation between resilience and coping stress in late adolescence with parental chronic illness. The participants of this research were 42 late adolescence in age 18 to 22 years old. Resilience was measured by using Resilience Scale-14 which was constructed by Wagnild and Young (1993) and had been adapted to Indonesian context. Coping was measured by using Brief COPE which was constructed by Carver (1997) and had been adapted to Indonesian context. The results of this research show that there were not significant correlation between resilience and coping stress in adolescence with parental chronic illness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ardhya Irawan
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada remaja penyintas erupsi Gunung Merapi tahun 2010 serta untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya Jawa yang berhubungan dengan kemampuan resiliensi masyarakat suku Jawa yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, khususnya di Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gambaran resiliensi remaja di Desa Krinjing ini diperoleh dengan menggunakan alat ukur resiliensi Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) juga melalui wawancara mendalam yang merujuk kepada karak-teristik resiliensi yang dikemukakan oleh Wagnild (2010), yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, dan existential aloneness. Wawancara secara mendalam juga digunakan untuk menggali penghayatan nilai-nilai budaya Jawa dari partisipan. Partisipan penelitian terdiri dari 15 orang remaja berusia 15-20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja di Desa Krinjing telah menunjukkan resiliensi dalam tingkat yang sedang. Adapun budaya Jawa yang terkait dengan kemampuan resiliensi mereka adalah gotong royong, sopan santun, kebersamaan, dan berbakti pada orang tua. Sejumlah saran untuk menindaklanjuti penelitian ini, termasuk untuk mengatasi keterbatasan yang ditemui, disertakan.

This research was carried out to get an idea of resilience in young survivors of the eruption of Mount Merapi in 2010 and to identify the Javanese cultural values that related to the resilience ability of the Javanese community who live around Mount Merapi, particularly in Krinjing, Magelang regency, Central Java. The idea of resilience in young survivors in Krinjing is achieved by using a measuring instrument Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) and by in-depth interviews refers to the characteristics proposed by Wagnild (2010): meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, and existential aloneness.. Interviews were also used to explore the appreciation of Javanese cultural values of the participants. The participants consisted of 15 adolescents aged 15-20 years. The results showed that young survivors in Krinjing have shown resilience in the medium level. The Javanese culture associated with the resilience ability of survivors of the eruption of Mount Merapi are mutual cooperation, courtesy, togetherness, and dutiful to parents. A number of suggestions to follow-up this research, and to overcome the limitations that were encountered, are included"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>