Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147624 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoga Rahmansyah Pratama
"Sebagai sebuah negara dengan bentuk kepulauan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai cukup banyak kawasan yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga, baik perbatasan daratan, lautan, maupun udara. Wilayah perbatasan adalah kawasan yang strategis dan penting untuk negara. Pada wilayah perbatasan banyak hajat hidup penduduk yang harus mendapatkan perhatian dalam aspek sosial, ekonomi, politik, lingkungan, budaya, hingga keamanan dan pertahanan nasional. Perhatian yang besar terhadap kawasan perbatasan harus dilakukan, mengingat penataan, pembangunan, dan pengembangan di kawasan-kawasan tersebut adalah hal yang mendasar dan primer untuk pembangunan nasional kedepannya. Sejak berdaulatnya Indonesia sebagai sebuah negara, terdapat banyak permasalahan yang pernah terjadi. Contoh permasalahan yang kerap timbul adalah sengketa perbatasan dengan negara tetangga dan kesejahteraan penduduk di wilayah perbatasan yang dapat menjadi penyebab bergesernya rasa nasionalisme penduduk di wilayah perbatasan. Kondisi kawasan Indonesia di perbatasan dengan negara Malaysia cukup tertinggal. Hal ini membuat kondisi Indonesia menjadi memprihatinkan dan diperlukan pengelolaan yang lebih baik agar tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan tergerusnya kedaulatan nasional. Tesis ini berupaya menjelaskan tentang strategi mengatasi potensi konflik perbatasan Indonesia - Malaysia di Pulau Sebatik dalam perspektif intelijen. Metode deskriptif analitis menggunakan model Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan pada penelitian ini. Hasil observasi dan wawancara secara mendalam, ditemukan beberapa potensi konflik di Pulau Sebatik. Masih terdapat Outstanding Boundary Problem (OBP), belum adanya Pos Lintas Batas Negara (PLBN), dan kesejahteraan masyarakat yang masih luput dari perhatian sehingga dapat memudarkan rasa nasionalisme merupakan beberapa potensi konflik yang dapat terjadi. Berlandaskan hasil analisis dengan menggunakan metode AHP dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prioritas yang harus diperhatikan adalah menggunakan strategi diplomatik untuk menyelesaikan OBP.

As an archipelagic country, the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI) has a quite number of territories directly adjacent to neighboring countries, whether land, sea, or air. The state border area is a strategic and important area for the country. In border areas, many people's livelihoods need attention in social, economic, political, environmental, cultural, and national security and defense aspects. The border area must receive great attention, considering that the arrangement, development, and development of these areas are important and fundamental for future national development. Since Indonesia's sovereignty as a country, there have been many problems. Examples of problems that often arise are border disputes with neighboring countries and the welfare of people in border areas which have caused a shift in the sense of nationalism in border areas. The condition of Indonesia's territory bordering Malaysia is classified as underdeveloped. This makes Indonesia's condition of concern and better management is needed so as not to cause prolonged conflicts that can lead to the erosion of state sovereignty. This thesis seeks to explain strategies to overcome potential border conflicts between Indonesia and Malaysia on Sebatik Island from an intelligence perspective. This study used a descriptive-analytic method using the Analytic Hierarchy Process (AHP) model. From the results of observations and in-depth interviews, several potential conflicts were found on Sebatik Island. The existence of Outstanding Boundary Problems (OBP), the absence of a State Border Post (PLBN), and the welfare of the people that are still being neglected so that the sense of nationalism is fading are some potential conflicts that can occur. Based on the results of the analysis carried out in this study using the AHP method, it can be concluded that the priority that must be addressed is completing OBP using a diplomatic strategy."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sebatik Island, Nunukan Regency is one of the border area of Indonesia and Malaysia. Cocoa is the major commodity in this area. The objective of this study is to analyze the index and sustainability status of cocoa in the border area of Sebatik Island. The analysis uses Multi Dimensional Scaling (MDS) method, called RAP-SEBATIK (Rapid Appraisal for Cocoa on Sebatik Island). RAP-SEBATIK was employed to visualize the status of cocoa in Sebatik Island for five evaluation dimensions. This study uses primary and secondary data. The attributes that affect sensitively on the index and sustainability status was approached using the Leverage and Monte Carlo Analysis. The analysis on the five dimensions (ecology, economy, social-cultural, infrastructure and technology, law and institutional) indicate that ecological dimension is less sustainable (46.23%), economical dimension is less sustainable (48.58%), socio-culture dimension is sustainable (75.20%), infrastructure and technology dimension is less sustainable (36.39%) and dimension of law and institutional is less sustainable (40.49%). Out of 53 attributes, there were 17 attributes need to be taken care immediately because of the sensitive affect on the increase of index and sustainability status."
JAE 27:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
"ABSTRAK
Perbatasan Indonesia - Malaysia selalu terkait dengan adanya salah persepsi, pemahaman, dan konstruksi. Penelitian ini menganalisis media baru berbasos forum diskusi online untuk menemukan masalah perbatasan yang sering muncul ke permukaan. Dengan menggunakan metode netnografi, tels - teks diskursus yang menyebabkan salah persepsi, paham, dan konstruksi dianalisis yang kemudian dibandingkan dengan temuan -temuan keadaan daerah perbatasan yang aktual dengan metode etnografi. Gabungan metpde netnografi dan etnografi dalam pengumpulan, pengelolaan, analisis serta mendiskusikan data-data potensi konflik daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia diharapkan dapat menemukan akar masalah yang sebenarnya. Salah satu temuannya bahwa selain pengguna forum diskusi online belum pernah mengunjungi daerah perbatasan, ternyata masyarakat lokal memperlihatkan bahqa harmonisasi interaksi dan komunikasi seringkali

ABSTRACT
Frontier of Indonesia and Malaysia always related to misperception, misunderstanding, and misconstruction. This study analyzed new media based on discussion online forum to find frontier case that often appeared to surface. By means of using netnography method, discourse text caused misperception, misunderstanding, and misconstruction which analyzed then compared with the region frontier findings were actual with etnography method. Combination of netnography and etnography method in collecting , managing, analyzing, and discussing potential conflict data of region frontier of Indonesia and Malaysia expected to find the fact based case. One of the finding that discussion online forum users never visited region frontier, evidently local society evinced that interacting harmonization and communication were frequently accomodated by media with consideration of country, government, and military. The specific significance group also sparked potential conflict never appearing in viewing of local society frontier."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mahturai Rian Fitra
"Perbatasan negara juga merupakan boundary dan frontier, yang memiliki nilai strategis bagi kedaulatan negara. Pengelolaan perbatasan negara harus didukung oleh ketahanan nasional yang tangguh untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Salah satu bentuk dukungan nyata berupa patroli pengamanan perbatasan negara secara intensif. Sehingga, perlu adanya perencanaan yang efektif dalam meminimalisir tingkat risiko di lapangan. Sistem Informasi Geografis memberikan solusi fungsi analisis medan secara otomatis. Analisis medan mampu menilai tingkat risiko patroli pengamanan berdasarkan kriteria geografi militer. Penelitian ini menggunakan model Applied Research yang bersifat kualitatif dan kuantitatif (mixed method). Penilaian awal terhadap perbandingan 3 pendekatan intelijen (GeoInt, Humint, Osint) bersifat kualitatif. Pengumpulan data melalui kuesioner terhadap 33 prajurit TNI AD aktif. Adapun, implementasi Geospatial Intelligence bersifat kualitatif dengan metode Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). Sumber data berasal dari geodatabase milik BIG (Demnas, Hidrologi), DITTOPAD (Peta Topografi), Kementan (Data vektor jenis tanah) dan ESA (Citra Satelit Sentinel-2A). Hasil penelitian menunjukkan tingkat risiko tertinggi merupakan ancaman musuh dengan persentase 44,1 % dan terendah karena adanya hambatan vegetasi yang rapat dengan persentase 7,2 %. Penelitian ini juga menghasilkan Peta Rekomendasi Rute Patroli yang memiliki tingkat risiko yang rendah berdasarkan klasifikasi standar NATO (Go, Slow Go, dan No Go).

National borders are also boundaries and frontiers, which have strategic value for the country's sovereignty. A robust national resilience must support national borders' management to face threats, challenges, obstacles, and disturbances. One form of real support is in the form of intensive patrols to protect the national border. Thus, it is necessary to have adequate planning in minimizing the level of risk in the field. Geographical Information System provides solutions for automatic terrain analysis functions. Field analysis can assess the level of risk of security patrols based on military geography criteria. This study uses an Applied Research model that is qualitative and quantitative (mixed method). The initial assessment of the comparison of 3 intelligence approaches (GeoInt, Humint, Osint) is qualitative. Data collection through questionnaires to 33 active TNI AD soldiers. Meanwhile, Geospatial Intelligence's implementation is qualitative with the Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) method. Data sources come from the geodatabase belonging to BIG (Demnas, Hydrology), DITTOPAD (Topographic Map), Ministry of Agriculture (Soil Type), and ESA (Sentinel-2A). The results showed that the highest level of risk was an enemy threat with a percentage of 44.1%, and the lowest was due to dense vegetation barriers with a percentage of 7.2%. This research also produced a Patrol Route Recommendation Map with a low-risk level based on the standard NATO classification."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Sunarti
"Disertasi ini membahas hubungan Indonesia-Malaysia pada masa konfrontasi 1963-1966 dengan pokok kajian utama pada proses penyelesaian konfrontasi. Proses penyelesain konflik kedua negara dinilai penting dan menarik, karena konflik yang juga ikut melibatkan kekuatan-kekuatan pihak yang luar seperti Inggris dan Amerika Serikat, bisa diselesaikan dalam waktu singkat bukan melalui pertemuan-pertemuan formal, namun bisa diselesaikan secara kekeluargaan, dengan didahului oleh sejumlah pertemuan-pertemuan rahasia kedua belah pihak yang terlibat secara langsung, tanpa melalui mediator pihak ketiga. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode sejarah dan pendekatan strukturistik.
Hasil penelitian menyimpulkan ada dua faktor yang menjadi pendorong penyelesaian konfrontasi yaitu peristiwa keluarnya Singapura dari Federasi Malaysia pada Agustus 1965 dan peristiwa gerakan 30 September 1965. Kedua peristiwa ini bisa dikatakan saling kait mengkait dan menjadi pendorong utama perubahan sikap kedua negara terkait konfrontasi. Selain itu, penyelesaian konflik bisa terjadi karena munculnya aktor-aktor dikedua negara yang memiliki persamaan pandangan untuk bisa mengubah keadaan yang dinilai telah menghambat dan mengganggu stabilitas kedua negara dan juga kawasan. Hal penting lainnya adalah, pertemuan-pertemuan rahasia yang terjalin pada awal proses penyelesaian konfrontasi adalah dengan memanfaatkan jaringan pertemanan dan persaudaraan.

The Focus of this study is to examine the relationship between Indonesia-Malaysia during confrontation era, 1963-1966. The main focus is the process of resolving the confrontation. The resolved of conflict between the two countries was interesting, because the conflict also involved forces outside such as Britain and the United States, can be resolved in a short time rather than through formal meetings, but can be resolved amicably, preceded by a number of secret meetings of both parties involved directly, without going through the mediator. This research is a qualitative study using historical methods and approaches strukturis.
The results concluded that there are two factors that pushed the end of confrontation namely, Separation Singapore from the Federation of Malaysia in August 1965 and the 30 September 1965 movement. Both of these events can be said to be intertwined and become the main factor of change in the attitude of the two countries related confrontation. In addition, conflict resolution can occur due to the emergence of actors in both countries with a view to the equation could change things which have been inhibiting and destabilizing both countries and the region as well. Another important thing is, secret meetings were established early in the settlement process confrontation is by utilizing a network of friends and fraternity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
D1481
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Secara geografis antara Indonesia dan Malaysia memiliki perbatasan di darat dan di laut. Batas darat terdapat di Kalimantan memiliki panjang K.l. 2000 km-lari, sedangkan perbatasan laut terdapt di selat Malaka terdiri dari batas laut teritorial kurang lebih 174 nm, batas landas kontinen dan batas ZEE( kurang lebih 433nm) di Selat Singapura hanya batas laut teritorial kurang lebih 37,4 nm, , di laut China Selatan terdiri dari batas landas kontinen dan ZEE kurang lebih 594 nm, di perairan Tanjung Datu sepanjang 12 nm (batas laut teritorial, di perairan Selat Sebuko kurang lebih 29,6 nm(batas laut teritorial dan dilaut Sulawesi kurang lebih 165 nm(batas ZEE dan landas kontinen)
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hikmatullah Siknun
"Kerentanan nasionalisme adalah salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia, hal tersebut terindikasi dengan lemahnya sikap sebagian generasi muda terhadap penghayatan simbol-simbol kebangsaan, seperti lagu Indonesia Raya dan bendera Merah Putih. Salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerentanan degradasi nasionalisme adalah wilayah perbatasan, hal ini dikarenakan secara geografis wilayahnya lebih dekat dengan negara tetangga dari pada pusat pemerintahan negaranya sendiri. Kerentanan degradasi nasionalisme di wilayah perbatasan Indonesia dapat dilihat dari kasus lepasnya Timor Leste. Salah satu perbatasan yang perlu diperhatikan nasionalismenya adalah Pulau Alor yang berbatasan dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), hal tersebut terlihat dari kejadian pengibaran bendera RDTL di Pulau Alor pada tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi nasionalisme masyarakat Alor dan strategi Pemerintah Daerah Kab. Alor dalam menghadapi kerentanan nasionalisme di Pulau Alor. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif metode deskriptif analitis menggunakan model analisis Scenario bulding. Hasil observasi dan wawancara secara mendalam, menemukan masyarakat Pulau Alor dapat dikatakan memiliki sikap nasionalisme yang baik, namun dapat beruabah/mengalami kerentanan degradasi nasionalisme, karena sumber daya manusia yang masih rendah, belum terciptanya market dalam pengelolaan sumber daya alam dan kebijakan pembangunan daerah dirasa kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat di Pulau Alor, oleh sebab itu diperlukan banyak tindakan nyata serta peran langsung dari pihak stakeholder dan pemangku kebijakan dalam mengatur kehidupan masyarakat di Pulau Alor yang membawa dampak untuk kesejahteraan. Pengaturan tentang pengembangan kawasan Alor secara hukum berada dibawah tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) Pulau Alor, dengan demikian Pemerintah Daerah Pulau Alor harus dapat mengembangkan kawasan perbatasan. Strategi yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan nasionalisme masyarakat perbatasan Republik Indonesia-RDTL di Pulau Alor adalah peningkatan sumber daya manusia, peningkatan perekonomian dan peningkatan keamanan hingga pembangunan fasilitas yang memadai. Selain itu, Pemerintah Daerah dirasa perlu memperdayagunakan secara optimal semua potensi perubahan internal Alor dan kontribusi kekuatan perubahan eksternal melalui interelasi, interaksi-networking-wilayah dalam skala nasional dan global

Vulnerability to nationalism is one of the problems faced by Indonesia, this is indicated by the attitude of some of the younger generation who live up to national symbols, such as the anthem Indonesia Raya and the Red and White flag. One of the areas that has a level of vulnerability to degradation of nationalism is the border area, this is due to the location of the area that is farthest from the center of government or it can be said to be the area closest to neighboring countries. The vulnerability to degradation of nationalism at the Indonesian border can be seen from the case of the escape of Timor Leste. One of the boundaries that need to be considered for nationalism is Alor Island which uses the Democratic Republic of Timor Leste (RDTL), this can be seen from the incident of raising the RDTL flag on Alor Island in 2017. This study aims to determine the condition of Alor people's nationalism and the strategy of the District Government. Alor in facing the vulnerability of nationalism in Alor Island. This study uses a qualitative descriptive analytical approach using the Scenario bulding analysis model. The results of in-depth observations and interviews, found that the people of Alor Island can be said to have a good attitude of nationalism, but they can change/experience the vulnerability of nationalism degradation, because human resources are still low, there is no market for natural resource management and regional development policies are felt to be lacking. As expected by the people of Alor Island, it requires a lot of concrete actions and direct roles from stakeholders and policy makers in regulating the lives of people on Alor Island which have an impact on welfare. The regulation regarding the development of the Alor area is legally under the responsibility of the Alor Island Regional Government (Pemda), thus the Alor Island Regional Government must be able to develop the border area. The strategy that needs to be carried out by the local government in increasing the nationalism of the border communities of the Republic of Indonesia – RDTL in Alor Island is to increase human resources, increase the economy and increase security to the construction of adequate facilities. In addition, the Regional Government feels the need to optimally utilize all potential internal changes in Alor and the contribution of external change forces through interrelation, interaction-networking-regions on a national and global scale."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Abubakar
Jakarta: Kompas, 2006
551.42 MUS m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rakei Yunardhani
"Tujuan penelitian ini mengetahui dan menjelaskan kondisi community crime prevention di Nunukan dan Sebatik yang merupakan wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan partisipasi masyarakat dan instansi terkait dengan aparat penegak hukum melalui kemitraan (partnership) dalam upaya pencegahan kejahatan (crime prevention) di wilayah perbatasan (border area). Kondisi wilayah perbatasan yang membedakan dengan wilayah lainnya di suatu negara maka hal ini berpengaruh terhadap aspek kehidupan sosial masyarakatnya termasuk aspek pencegahan kejahatan (crime prevention). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan persepsi tentang kejahatan antara masyarakat dengan aparat penegak hukum yang mengacu pada aturan formal normatif sehingga pencegahan kejahatan berbasis masyarakat (community crime prevention) bisa diselenggarakan apabila kejahatan yang ada menjadi masalah bagi masyarakat tersebut. Kejahatan yang terjadi di wilayah perbatasan yang merupakan aktifitas rutin masyarakat adalah pelintas batas ilegal (illegal border crossers/illegal migrant), penyelundupan barang kebutuhan/konsumsi masyarakat (smuggling) dan menjual hasil bumi ke negara tetangga (illegal trading). Kemapuan kolektif yang dimiliki masyarakat untuk pencegahan kejahatan tidak spontan muncul tetapi harus dipicu (trigger) oleh pihak aparat penegak hukum yakni polisi melalui strategi dan program yang dimiliki yaitu pemolisian masyarakat (community policing). Percepatan pengembangan dan pembangunan wilayah perbatasan harus diprioritaskan agar permasalahan serta kesenjangan yang terjadi dapat dikurangi sehingga terciptanya kamtibmas dan demi menjaga keutuhan negara dari ancaman disintegrasi.

The purpose of this study identify and explain the conditions of community crime prevention in Nunukan and Sebatik which is the Indonesia-Malaysia border. In addition, this study also describes the participation of the community and relevant agencies with law enforcement agencies in partnership in the prevention of crime in border areas. Conditions that distinguish the border region with other regions in a country then it is impacting on the social aspects of community life, including aspects of crime prevention. This study used a qualitative approach, as for the type of research used is descriptive. The results showed differences between public perceptions of crime by law enforcement officials refer to the formal rules of normative community crime prevention that can be held where the crime that is a problem for society. Crimes that occurred in the border region which is the routine activities of the community is an illegal border crossers, smuggling of goods or consumption and sell the produce to neighboring countries (illegal trade). Traffic collective society for the prevention of crime have not arise spontaneously but must be triggered by the law enforcement officers and the police through a strategic program that is owned by community policing. Acceleration of development and the development of border regions should be prioritized so that the problems and gaps can be reduced so that the creation of public order and safety and for the sake of preserving the integrity of the country from the threat of disintegration."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31186
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>