Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aritonang, Miko Bangun Agustinus
"Dalam era digital saat ini, penjahat internet telah menunjukkan kemampuan mereka yang terampil dan canggih dalam melakukan kejahatan berdasarkan peluang yang ada. Kejahatan siber telah menjadi tren yang meningkat di sektor teknologi informasi dan digital, khususnya pada platform binary option. Para pelaku penipuan ini cenderung memanfaatkan media sosial dan platform online untuk menarik calon korban mereka. Mereka menggunakan strategi pemasaran yang cerdik dengan "flexing" atau memamerkan gaya hidup mewah dan kekayaan yang seolah-olah merupakan hasil dari investasi mereka. Korban penipuan investasi online peluang investasi yang menguntungkan, orang awam yang tertarik pada dunia perdagangan, serta orang-orang yang tengah menghadapi kesulitan finansial dan mencari jalan keluar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk viktimisasi dengan menggunakan gaya hidup flexing sebagai daya tarik korban dalam penipuan berbasis online trading pada kasus binary option dan menentukan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan penipuan ini. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan wawancara terhadap lima informan yang terdiri dari empat korban dan satu petugas kepolisian yang menangani kasus penipuan daring. Berdasarkan hasil penelitian, fenomena ini dapat dianalisis menggunakan teori aktivitas rutin, yang menjelaskan bahwa kejahatan terjadi ketika pelaku, korban potensial, dan ketiadaan pengawasan bertemu pada waktu dan tempat yang sama. Penipuan ini juga memanfaatkan halo effect, di mana bias kognitif membuat korban menilai positif investasi berdasarkan kesan pertama yang diciptakan oleh gaya hidup mewah para promotor. Untuk pencegahan terhadap manipulasi ini, teori primary crime prevention menekankan pentingnya edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang taktik manipulatif yang digunakan pelaku. Dampak penipuan ini tidak hanya dirasakan oleh korban primer yang mengalami kerugian finansial langsung, tetapi juga oleh viktimisasi sekunder yang menanggung beban emosional dan sosial, serta viktimisasi tertier yang merasakan dampak sosial jangka panjang, seperti penurunan kepercayaan masyarakat terhadap investasi daring. Pendekatan ini relevan dengan teori secondary crime prevention, yang berfokus pada pengurangan risiko viktimisasi lebih lanjut, serta teori tertiary crime prevention, yang bertujuan untuk mengurangi dampak jangka panjang dari kejahatan dan mencegah kejahatan berulang.

In today's digital era, internet criminals have shown their skilled and sophisticated abilities in committing crimes based on existing opportunities. Cybercrime has become an increasing trend in the information and digital technology sector, especially on the binary option platform. These fraudsters tend to utilize social media and online platforms to attract their potential victims. They use clever marketing strategies by "flexing" or showing off a luxurious lifestyle and wealth that seems to be the result of their investment. Victims of online investment fraud through binary options come from various backgrounds, including novice investors looking for profitable investment opportunities, laypeople interested in the world of trading, and people who are facing financial difficulties and looking for a way out. This study aims to analyze the form of victimization by using the flexing lifestyle as an attraction for victims in online trading- based fraud in the binary option case and to determine preventive measures to protect the public from this fraudulent crime. The research method used is qualitative, with interviews with five informants consisting of four victims and one police officer who handles online fraud cases. Based on the results of the study, this phenomenon can be analyzed using the Routine Activity Theory, which explains that crime occurs when perpetrators, potential victims, and the absence of supervision meet at the same time and place. This fraud also exploits the halo effect, where cognitive biases cause victims to positively evaluate investments based on the first impression created by the promoters' lavish lifestyles. To prevent this manipulation, the primary crime prevention theory emphasizes the importance of education to raise public awareness of the manipulative tactics used by the perpetrators. The impact of this fraud is not only felt by the primary victims who experience direct financial losses, but also by the secondary viktimisasi who bear the emotional and social burden, as well as the tertiary viktimisasi who experience long-term social impacts, such as decreased public trust in online investment. This approach is relevant to the econdary crime prevention theory, which focuses on reducing the risk of further victimization, as well as the tertiary crime prevention Theory, which aims to reduce the long-term impact of crime and prevent recurrence of crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Deviena Putri
"Maraknya digitalisasi penjualan tiket dan penggunaan media sosial yang luas menjadikan penipuan tiket konser secara daring sebagai isu yang tak kunjung selesai. Prevalensi kasus tersebut malah semakin meningkat dengan adanya tren pelaksanaan konser musik di Indonesia. Didasari oleh pendekatan kualitatif, studi ini mengeksplorasi pengalaman viktimisasi yang dilalui oleh para pengguna media sosial ketika mereka melalui penipuan tiket konser. Dengan melakukan wawancara dengan sepuluh pengguna media sosial yang merupakan korban dari penipuan tiket konser, temuan dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pengalaman dan dampak viktimisasi antara korban. Di atas itu, hasil dari wawancara yang dilakukan dengan Kominfo dan Polda Metro Jaya menemukan bahwa sudah terdapat beberapa langkah pencegahan yang dilakukan oleh negara. Namun, pernyataan dari para subjek penelitian menunjukkan bahwa implementasi dari segala upaya tersebut masih menghadapi berbagai hambatan.

The digitalization of ticket sales and the widespread use of social media have made online concert ticket fraud a persistent issue. The prevalence of these cases has increased with the rising trend of music concerts in Indonesia. Based on a qualitative approach, this study explores the experiences of victimization experienced by social media users when they go through concert ticket fraud. By conducting interviews with ten social media users who were victims of concert ticket fraud, the findings of this research show that there are differences in the experiences and impacts of victimization between victims. On top of that, the results of interviews conducted with Kominfo and Polda Metro Jaya found that there had been several preventive steps taken by the state. However, statements from research subjects show that the implementation of all these efforts still faces various obstacles."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogo Tri Hendiarto
"Penelitian ini berfokus pada analisis sosiodemografis terhadap risiko mengalami viktimisasi kejahatan di Indonesia dalam konteks individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko seseorang untuk mengalami viktimisasi berdasarkan analisis sosiodemografis. Variabel bebas dari penelitian ini yakni usia, lokasi, status perkawinan, status pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Aspek korban merupakan salahsatu indikator utama dalam mengetahui kondisi kriminalitas di Indonesia. Ketika terdapat korban kejahatan maka terdapat kejahatan. Korban kejahatan juga merupakan salah satu indikator dari rasa aman yang dimiliki oleh masyarakat. Rasa aman penting dimiliki oleh setiap individu agar dapat meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Pengalaman viktimisasi dalam penelitian ini diperoleh melalui survey korban yang dilakukan oleh BPS, yakni terdapat dalam survei politik, kemanan dan ketertitiban masyarakat yang dilakukan pada tahun 2002. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu yang memiliki usia diatas 17 tahun. Metode statistik yang digunakan adalah dengan analisis statistik deskriptif dengan tabulasi silang dan tabel frekuesi serta analisis statistik inferensia dengan teknik regresi logistik dummy variabel. Penelitian ini bersifat cross sectional. Penelitian menggunakan teknik purposive sehingga hasilnya tidak mewakili karakteristik populasinya. Penelitian juga hanya melihat pengalaman viktimisasi tanpa membedakan jenis-jenis kejahatan yang dialami oleh responden sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Hasil empiris menunjukkan bahwa secara statistik adanya pengaruh yang signifikan dari variabel jenis kelamin perempuan memiliki risiko 0,4 kali dari laki-laki , usia 25 tahun ke atas memililki risiko 0,5 kali lebih besar dari usia 17-24 tahun , responden yang tinggal di jawa memiliki risiko 4,8 kali dibanding diluar jawa, tingkat pendidikan rendah memiliki risiko yang lebih tinggi 0,6 kali dari pendidikan tinggi, dan tingkat pendapatan rendah memiliki risiko yang lebih tinggi 0,4 kali dari pendidikan rendah dikaitkan dengan risiko mengalami viktimisasi ( p<0,05) sedangkan variabel status perkawinan dan status pekerjaan tidak signifikan (p>0,05). Namun bila diinteraksikan dengan jenis kelamin, variabel status perkawinan dan status pekerjaan mengakibatkan memiliki dampak yang signifikan dalam mempengaruhi pengalaman viktimisasi pada individu. Hasil ini juga mendukung kerangka pikir Hindelang, Gotfredson dan Garofalo (Meier:1993) yaitu pendekatan teori aktivitas rutin dalam menjelaskan pengaruh variabel demografis terhadap kerentanan seseorang untuk menjadi korban kejahatan.
This research is a socio-demographic analysis on individual risks of crime victimization. The research dependent-variable is risk factors for an individual to experience crime victimization. The independent variables acquired through socio-demographic analysis were age, place of residence, marital status, occupation, sex, education, and salary. Understanding crime victims was critical due to the fact that it was an aspect as well as a primary indicator in understanding criminality in Indonesia. This aspect also indicates security belongs to the society members. Such security is important for an individual to improve his quality life in order to participate in national development. Crime victims? experience in this research was obtained through victim surveys conducted by the National Beureau of Statistics (BPS) in its 2002 political, security and social order survey. The research analysis unit was individuals with minimum age of 17 years. The data was processed by a statistical method of descriptive analysis with cross tabulation and frequency table and by an inferential analysis with logistic-regression technique of dummy variable. The research was cross sectional in terms of time.
The empirical result has revealed statistically significant influence from variables of sex(B=1,5), age(B=-0,9), place of residence(B=1,5), education(-0,4) and salary (-0,7). Insignificant influence of marital status and occupation (P>0.05). When crossed with sex, however, the variables of marital status and occupation have impacted significantly on influencing individual experience in crime victimization. The result has supported Hindelang, Gotfredson and Garofalo?s(Meier:1993) routine activity theory in explaining demographic variables? influence on an invidual? susceptibility to be a crime victim. The research findings are expected to be important considerations for the government in designing public policies concerning crime and population. For security is a human right for everyone to improve his quality life in order to participate in the national developmen.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T25615
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suhartati Astoto
"Di dalam perkembangan dan pertumbuhan yang masih sangat muda dan singkat maka kelahiran/munculnya viktimologi dari bagian kriminologi masih merupakan dan menimbulkan pelbagai tanggapan dari para ilmuwan/para ahli. Di antaranya muncul ungkapan dari Separonic yang menulis bahwa "if victims are only those suffering from criminal act or offences, victimology will a part of the crime problem and consequently, a discipline, within criminology or as B. Mendelsohn suggested, a science parallel to it or the reverse of criminology". Sedangkan kepustakaan kriminologi telah diperkaya dengan pemikiran-pemikiran mengenai masalah korban mulai tahun 1940 dari Von Hentig sampai dengan tahun 1960 dengan pemikiran-pemikiran dari Mendelsohn dan Schaffer. Ditambah dengan hasil seminar Internasional tentang korban kejahatan yang telah beberapa kali diselenggarakan. Dengan kenyataan-kenyataan ini, maka timbul suatu pertanyaan apa yang menyebabkan perhatian kita dan para ilmuwan beralih ke pihak korban. Jawabannya memang tergantung dari aspek mana kita ingin melihatnya. Bilamana beberapa saat yang lampau kita telah terlalu banyak menyoroti peranan pelaku kejahatan baik dilihat dari segi kesalahan maupun dalam usaha untuk mencegah terjadinya kejahatan ataupun meringankan penderitaannya. Maka sebagai hal-hal yang menyebabkan beralihnya pandangan kita terhadap peranan si korban adalah sebagai yang pertama diungkapkan bahwa si korban acapkali mempunyai peranan yang penting dalam terjadinya kejahatan misalnya dalam pembunuhan, pemerkosaan, penipuan dan lain sebagainya.
Hal kedua yang perlu diketahui jugs bahwa bukan hanya pelaku saja yang diperhatikan hak-haknya tetapi diperhatikan Pula hak--hak si korban. Sehubungan dengan hal ini maka ada suatu pendekatan yang dilakukan dengan mengetengahkan bahwa bukan saja banyak korban yang tidak mengetahui hak-haknya tetapi ternyata mereka takut atau mungkin tidak dapat melaporkan kejadian yang menimpanya. Dalam hal ini korban kejahatan tidak hanya korban dari kejahatan konvensional, misalnya : pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan pencurian tetapi juga mencakup kejahatan non-konvensional antara lain : terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika, kejahatan melalui komputer dan lain-lainnya. Adapun pembicaraan yang kini menghangat adalah korban yang meliputi pelanggaran hak asasi manusia, penyalahgunaan secara melawan hukum kekuasaan ekonomi maupun kekuasaan umum. Mari uraian-tersebut di atas terlihat bahwa pembahasan tentang masalah korban akan sedemikian luas lingkupnya sehingga perlu dipelajari secara mandiri melalui ilmu pengetahuan yang disebut viktimologi. Dan perlu dipahami pula bahwa korban-korban itu ada kemuagkinan bisa terjadi karena negara ikut berperan/bersalah; dalam hal ini maka negara perlu memberikan kompensasi ( compensation ) kepada si korban di samping kemungkinan adanya restitusi ( restitution ) kepada si korban dari si pelaku. Kemungkinan pembayaran dalam bentuk kompensasi dapat terwujud dalam 2 bentuk :
1). di mana negara merasa turut bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa karena tidak mampu melindungi korban dari ancaman si pelaku.
- Wujud kompensasi itu dapat berupa fasilitas pengobatan secara cuma-cuma
- mengganti penghasilan yang hilang
- mengganti biaya pemakaman
- penggantian karena cacat badan
- biaya penasehat hukum untuk membela kepentingan korban.
2). negara ( instansi resmi ) memang bertanggung jawab atas terjadinya korban, misalnya dalam hal bentuk korban karena penyalahgunaan kekuasaan umum; penyalahgunaan kekuasaan ekonomi, kerugian dalam hal pencemaran lingkungan.
Untuk hal restitusi maka untuk memperolehnya dikaitkan dengan putusan pengadilan, Bentuk-bentuk kerugian pada dasarnya sama dengan diuraikan dalam hal kompensasi. Masalahnya adalah bageimana bila pelaku tidak mau/ tidak mampu membayar restitusi tersebut. Dalam hal ini..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Permana
"Kejahatan mempunyai dampak yang luas bagi kesejahteraan manusia. Kejahatan dapat mengganggu  bisnis dan perdagangan, menyebabkan penurunan investasi maupun tabungan masyarakat, terjadinya migrasi dan sebagainya. Tulisan ini mencoba menganalisis pengaruh akses keamanan terhadap peluang menjadi korban kejahatan. Beberapa literatur yang ada menggunakan jumlah polisi, namun kami berpendapat bahwa akses keamanan mungkin lebih penting karena dapat menggambarkan distribusi pada level desa/kelurahan. Akses keamanan dalam penelitian ini adalah jarak desa/kelurahan tempat tinggal ke kantor polisi terdekat. Idealnya, semakin dekat dengan kantor polisi maka peluang seseorang menjadi korban kejahatan akan menurun. Hasil analisis regresi panel logistik menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pengaruh jarak ke kantor polisi dengan peluang seseorang menjadi korban kejahatan. Hal ini bisa disebabkan karena kinerja kepolisian Indonesia yang belum baik.

It is very important to understand about crime, both the offenders or victim behavior. Because its have a big impact on human well-being. Shock of business and trade, decrease in investment and saving, migration choice so on. This paper analyzes effect of security access on probability victimization. While other similar studies use number of police, we argue access may be more important. We define access to security as the shortest distance from the village/district of residence to the nearest police station. Ideally, getting closer with access to security will reduce probability victimization. We have found no evidence about the relationship between police station and probability victimization in Indonesia. This is maybe because  uneficiency of Indonesian police department."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refine Fuaini
"Besarnya daya serap tenaga kerja industri kreatif serta kontribusinya yang massif terhadap PDB menyebabkan pemerintah terus mendorong perkembangan industri kreatif. Namun pada kenyataannya para pekerja industri kreatif masih diliputi kerentanan dan mengalami beragam bentuk viktimisasi. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan data sekunder dari literatur ilmiah dan laporan yang diterbitkan oleh SINDIKASI. Hasilnya menemukan bahwa praktik pengaturan sistem kerja fleksibel yang dilakukan oleh pekerja industri kreatif pada masa Labor Market Flexibelity atau pasar tenaga kerja fleksibel dalam rezim neoliberalisme telah membuka ruang untuk dilakukannya praktik yang disebut flexploitation. Pemerintah yang secara tidak langsung abai untuk melindungi pekerja ini diidentifikasi menyebabkan viktimisasi struktural terhadap pekerja industri kreatif.

The large capacity of creative industry workers and their massive contribution to GDP causes the government to continue to encourage the development of creative industries. However, in reality creative industry workers are still vulnerable and experience various forms of victimization. This paper uses a qualitative approach by using secondary data from the scientific literature and reports published by SINDIKASI. The results found that the practice of regulating a flexible work system carried out by creative industry workers during the Labor Market Flexibility in the neoliberalism regime has opened up space for a practice called flexploitation. The government which indirectly neglects to protect these workers is identified as causing structural victimization of creative industry workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Button, Mark
"Crime is undergoing a metamorphosis. The online technological revolution has created new opportunities for a wide variety of crimes which can be perpetrated on an industrial scale, and crimes traditionally committed in an offline environment are increasingly being transitioned to an online environment. This book takes a case study-based approach to exploring the types, perpetrators and victims of cyber frauds. Topics covered include: An in-depth breakdown of the most common types of cyber fraud and scams. The victim selection techniques and perpetration strategies of fraudsters. An exploration of the impact of fraud upon victims and best practice examples of support systems for victims. Current approaches for policing, punishing and preventing cyber frauds and scams. This book argues for a greater need to understand and respond to cyber fraud and scams in a more effective and victim-centred manner. It explores the victim-blaming discourse, before moving on to examine the structures of support in place to assist victims, noting some of the interesting initiatives from around the world and the emerging strategies to counter this problem. This book is essential reading for students and researchers engaged in cyber crime, victimology and international fraud. Book jacket."
New York : Routledge, 2017
364.163 BUT c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
California: Sage Publications, 1983
302.542 DEV
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juniati
"Permasalahan korban belum menjadi pengetahuan umum dan dasar bagi para pembuat regulasi, masih mencari bentuk terbaik dalam perlindungan korban. Situasi struktural menjadikan konsumen sebagai target yang tepat untuk menjadi korban, karena perlindungan korban masih dikelilingi oleh pemilik kekuasaan. Perlindungan korban yang terjadi selama ini selalu melibatkan intervensi negara dengan menggunakan prinsip-prinsip kekuasaan polisi atau aparat hukum terkait. Dalam kasus konsumen meikarta, kejahatan korporasi bukan satu-satunya masalah, akan tetapi kebanyakan yang terjadi adalah kejahatan korporasi. Bahkan konsumen tidak menyadari bahwa mereka menjadi korban kejahatan tersebut. Tesis ini membahas tentang upaya perlindungan korban dari kejahatan korporasi yang terjadi pada konsumen Meikarta, dimana sangat diharapkan dapat dilakukan secara efektif tanpa intervensi dari aspek kekuasaan. Penelitian ini merupakan penelitian metode kualitatif dengan menekankan pada data-data hasil lapangan, observasi dan wawancara narasumber mengenai upaya perlindungan korban karena kejahatan korporasi khususnya konsumen Meikarta. Tujuan penelitian yaitu memposisikan korban dalam perlindungan sebagai pusat dalam proses pelayanan korban.

The problem of victims has not become common knowledge and basic for regulators, still looking for the best form in victim protection. The structural situation makes consumers the and right target and victims because the protection of victims is still surrounded by power owners. The victim's actions that have occurred during this cell involve state intervention using the principles of police or related law enforcement powers. In the case of Meikarta consumers, corporate crime is not the only problem, but most of what happens is a corporate crime. Even consumers don't realize they're victims of such crimes. This thesis discusses efforts to protect victims from corporate crimes that occur in Meikarta consumers, which is expected to be done effectively without intervention from consumers. the aspect of power. This study is qualitative method research with emphasis on field results data, observations, and interviews of sources about efforts to protect victims due to corporate crimes, especially Meikarta consumers. The purpose of the study is to position the victim in protection as a center in the process of victim service."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Utju R. Koesoemahatmadja
"ABSTRAK
Disertasi ini mengemukakan perihal penyalahgunaan kekuasaan (ekonomi dan politik) oleh korporasi, yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Korban tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi tersebut antara lain, negara, pemerintah, masyarakat, dan warga negara. Pihak-pihak ini merupakan suatu kelompok korban dari tindak pidana korporasi. Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok korban dilatarbelakangi oleh masih kurangnya perlindungan hukum dari pihak pemerintah dalam hal penegakan hukum pada proses peradilan pidana.
Adanya perlindungan hukum tidak terlepas pada peranan penegak hukum, yang berfungsi sebagai alat dalam menegakkan hukum untuk mencapai ketertiban dan keadilan pada proses peradilan dan untuk melindungi korban individual maupun kelompok akibat tindak pidana korporasi. Korban tindak pidana korporasi membutuhkan pemulihan kembali bempa kompensasi maupun hukuman kepada pelaku tindak pidana sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari pelaku yang melakukan tindak pidana.
Bentuk atau jenis tanggung jawab pelaku tindak pidana (korporasi) dalam proses peradilan pidana (bqmpa putusan pengadilan), masih berorientasi pada kepentingan atau hak individu dad pelaku tindak pidana. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korporasi dalam proses peradilan di Indonesia, khususnya pada putusan sidang pengadilan berlandaskan konsep ? asas retributif? yaitu suatu asas yang menitikberatkan kepada kepentingan dan melindungi hak-hak pelaku tindak pidana. Seyogyanya putusan pengadilan dalam menanggulangi masalah tindak pidana korporasi berdasarkan pada konsep ?rasa keadilan masyarakat" yang berasaskan ?keadilan restoratif" tanpa meninggalkan asas ?keadilan retributif? bagi pelaku tindak pidana.

Abstract
This desertation issues the misuse of power (economicalty and politicalty) by corporation, which violates the social and economic rights of the people. Crime victims caused by those corporation are the state, government, society, and citizens itself. The problem faced by these victims are back grounded by the lack of law protection by the government in law enforcement for judicial crime process.
The existence of law protection cannot be separated from the role of law enforcers, functioning as a tool uphold the law to achieve justice in the judicial process and to protect individual and group victims as the result of corporate crime. Corporate crime victims need some medicine for their trauma in the form compensation, and punishment of the party which committed the crime.
Forms and types of responsibility of the party which committed the (corporate) crime in the judicial crime process (in the form of court devision) still circles on the interest and individual rights of the party which commited the crime. This shows that the law enforcement againts corporate crimes in the judicial process in indonesia, especially on the court decision, is based on the retributive concept, a concept which concentrates on protecting the best interest and the rights of the party which committed the crime.
The court decision in handling a case of corporate crime should be based on the people?s justice concept whith a touch of restorative justice concept without leaving behind the retributive justice concept for the party. Which committed the crime.
ABSTRAK
"
2003
D1134
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>