Ditemukan 86540 dokumen yang sesuai dengan query
Fuad Hasan
"Pencucian uang merupakan proses kompleks yang digunakan pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan sumbernya agar terlihat sah. Korporasi berbadan hukum sering disalahgunakan sebagai media pencucian uang, Rekomendasi FATF menghendaki setiap Negara dapat mengambil tindakan untuk mencegah korporasi agar tidak disalahgunakan untuk pencucian uang. Identifikasi pemilik manfaat pada korporasi merupakan proses yang holistik, pemenuhanan kerangka regulasi dalam transparansi pemilik manfaat akan memperoleh informasi pemilik manfaat yang bermanfaat dalam penanganan perkara pencucian uang yang memanfaatkan korporasi sebagai medianya sehingga dapat mengidentifikasi pelaku pencucian uang. Tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal, dengan metode analsis data kualitatif analisis konseptual dan komparatif, yang didukung melalui studi pustaka serta wawancara. Tesis ini menganalisis bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah signifikan untuk memenuhi transparansi kepemilikan manfaat badan hukum guna mencegah penyalahgunaannya sebagai media pencucian uang, sesuai Rekomendasi 24 FATF dan Immediate Outcome 5. Upaya ini mencakup penilaian risiko terhadap berbagai jenis badan hukum, pengembangan kerangka regulasi yang komprehensif, serta penyediaan informasi pemilik manfaat bagi otoritas terkait untuk mendukung penegakan hukum dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Pelaku pencucian uang sering memanfaatkan badan hukum dengan struktur kepemilikan berlapis, seperti nominee, perusahaan cangkang, atau special purpose vehicles, untuk menyamarkan identitas pemilik manfaat sebenarnya. Identifikasi pemilik manfaat dapat dilakukan melalui dua klasifikasi: pertama, mereka yang berada dalam struktur badan hukum dengan memanfaatkan informasi pengendali akhir berdasarkan regulasi atau berdasarkan proses bisnis korporasi; kedua, mereka yang berada di luar struktur korporasi, yang diidentifikasi menggunakan pendekatan follow the money dan tipologi pencucian uang berdasarkan interkoneksinya.
Money laundering is a complex process used by criminals to hide or disguise its sources to appear legitimate. Legal person are often misused as a medium for money laundering. FATF recommendations require every country to take measures to prevent legal person from being exploited for money laundering purposes. Identifying beneficial owners within legal person is a holistic process, and fulfilling the regulatory framework for transparency of beneficial ownership will provide crucial information for handling money laundering cases involving corporations as the medium, thereby enabling the identification of money laundering perpetrators. This thesis employs a doctrinal research method, using qualitative data analysis, conceptual, and comparative analysis, supported by literature review and interviews. It analyzes that the Indonesian government has taken significant steps to enhance transparency in beneficial ownership of legal person to prevent their misuse as a medium for money laundering, in line with FATF Recommendation 24 and Immediate Outcome 5. These efforts include risk assessments for various types of legal entities, developing a comprehensive regulatory framework, and providing beneficial ownership information to relevant authorities to support law enforcement and prevent money laundering crimes. Money launderers often exploit legal entities with layered ownership structures, such as nominees, shell companies, or special purpose vehicles, to obscure the true identity of beneficial owners. Identifying beneficial owners can be conducted through two classifications: first, those within the corporate structure, by utilizing ultimate control information based on regulations or corporate business processes; and second, those outside the corporate structure, identified using the follow-the-money approach and money laundering typology based on interconnections."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Adnan Fawwaz Hadju
"Badan hukum sebagai beneficial owner merupakan topik yang relevan dan penting dalam konteks sistem hukum di Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia. Dalam ketiga negara ini, regulasi dan definisi mengenai beneficial owner memiliki perbedaan, baik dalam aspek hukum maupun implementasinya. Sebagai negara-negara dengan sistem hukum yang berbeda, Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia memiliki pendekatan yang unik terhadap identifikasi dan perlindungan hak beneficial owner dalam konteks badan hukum. Secara umum, dapat dikatakan bahwa Amerika Serikat dan Inggris memiliki regulasi yang lebih maju dan tegas dalam hal mengidentifikasi dan melaporkan beneficial owner dibandingkan dengan Indonesia. Di Amerika Serikat, peraturan lebih terfragmentasi dengan regulasi yang bervariasi di tingkat negara bagian. Sedangkan di Inggris, peraturan berfokus pada perusahaan yang mencatat dan mengungkapkan beneficial owner mereka. Di Indonesia, meskipun telah ada upaya untuk meningkatkan transparansi dan mengidentifikasi beneficial owner, masih ada tantangan yang perlu diatasi untuk menerapkan regulasi ini secara efektif. Konsep Badan Hukum sebagai pemilik manfaat memiliki peran penting dalam hukum perusahaan di Indonesia. Identifikasi pemilik manfaat sebenarnya sangat penting untuk mencegah penipuan dan pencucian uang yang menggunakan badan hukum.
The legal entity as beneficial owner is a relevant and important topic in the context of the legal systems in the United States, United Kingdom and Indonesia. In these three countries, the regulations and definitions of beneficial owners are different, both in legal aspects and implementation. As countries with different legal systems, the United States, United Kingdom and Indonesia have unique approaches to the identification and protection of beneficial owner rights in the context of legal entities. In general, it can be said that the United States and the United Kingdom have more advanced and strict regulations in terms of identifying and reporting beneficial owners compared to Indonesia. In the United States, regulations are more fragmented with regulations varying at the state level. Whereas in the UK, regulations focus on companies recording and disclosing their beneficial owners. In Indonesia, while there have been efforts to increase transparency and identify beneficial owners, there are still challenges that need to be overcome to effectively implement these regulations. The concept of a legal entity as a beneficial owner plays an important role in Indonesian corporate law. The identification of beneficial owners is actually very important to prevent fraud and money laundering using legal entities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Novariza
"Pengusaha UMKM berkontribusi besar atas PDB perekonomian Indonesia sehingga apabila terjadi krisis perlu dilakukan intervensi pemerintah untuk mempercepat pemulihan pengusaha UMKM, salah satunya dengan penjaminan kredit. Peneliti melihat bahwa pemberian penjaminan kredit dapat merubah perilaku pengusaha UMKM terhadap utang dagang dan piutang dagang mereka. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pengaruh signifikan pemberian penjaminan kredit terhadap jumlah kredit perbankan pengusaha UMKM, kemudian dari jumlah kredit perbankan diketahui bahwa tidak ada pengaruh signifikan kepada perilaku utang dagang dan terdapat pengaruh signifikan terhadap piutang dagang. Penambahan piutang dagang ini membawa dampak positif karena memberikan modal bagi pengusaha lain untuk bertumbuh. Di sisi lain, belum konklusifnya utang dagang membawa dampak negatif dikarenakan kredit perbankan bersifat komplementer yang berarti pengusaha UMKM dapat membebani pemasok untuk mendapatkan sumber pembiayaan. Selain itu, penelitian ini juga melihat bahwa dalam implementasi pemberian penjaminan kredit terdapat adverse selection dan moral hazard yang dilakukan oleh PT Jamkrindo selaku pemberi jaminan dan pengusaha UMKM selaku penerima manfaat jaminan.
MSME entrepreneurs contribute greatly to the GDP of the Indonesian economy, so if a crisis occurs, government intervention is necessary to accelerate the recovery of MSME entrepreneurs, one of which is credit guarantees. Researchers see that providing credit guarantees can change the behavior of MSME entrepreneurs towards their trade payables and trade receivables. The results of the study explain that there is a significant effect of providing credit guarantees on the amount of bank credit for MSME entrepreneurs, then from the amount of bank credit it is known that there is no significant effect on the behavior of trade payables and there is a significant effect on trade receivables. The addition of trade receivables has a positive impact because it provides capital for other entrepreneurs to grow. On the other hand, the inconclusive trade debt has a negative impact because banking credit is complementary, which means that MSME entrepreneurs can burden suppliers to obtain sources of financing. In addition, this study also sees that in the implementation of the provision of credit guarantees has an adverse selection and moral hazard carried out by PT Jamkrindo as the guarantee provider and MSME entrepreneurs as the beneficiaries of the guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ranahumaira Savira Putra
"Saat Ini Korporasi dan Trust sering digunakan oleh pelaku pencucian uang sebagai sarana untuk melakukan pencucian uang dengan menyembunyikan identitas mereka sebagai pemilik sebenarnya dari sumber uang tidak sah di dalam korporasi ataupun Trust sehingga otoritas akan menghadapi kesulitan untuk melacak penerima manfaat dari korporasi dan Trust. Jika data mengenai pemilik manfaat serta sumber aset sudah tersedia untuk pihak berwenang, maka kejahatan pencucian uang akan berikurang dikarenakan pihak berwenang dapat melacak pemilik manfaat daru suatu perusahaan dan trust. Sejauh data tersebut dibuat tersedia, itu akan memfasilitasi lembaga keuangan untuk menerapkan persyaratan due diligence (CDD) terhadap customer mereka. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana peraturan perundang-undangan mengenal pemilik manfaat di Indonesia dan Singapura dan Bagaimana implementasi peraturan tentang mengenal pemilik manfaat untuk mencegah pencucian uang di Indonesia dan Singapura. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis sarjana ini adalah pendekatan normatif yuridis dan tipologi penelitian deskriptis analitis. Kesimpulan adalah 1) peraturan tentang mengenal pemilik manfaat di Indonesia dan Singapura terdapat perbedaan dimana di Indonesia diatur dalam peraturan presiden yaitu peraturan presiden No 13 tahun 2018 sedangkan singapura mengatur peraturan mengenal pemilik manfaat di dalam undang-undang perusahaan. Selain itu peraturan mengenal pemilik manfaat di Singapura lebih di atur secara mendalam dan merinci dibandingkan peraturan mengenal pemilik manfaat di Indonesia. 2) dalam hal implementasi, terdapat beberapa kesulitan yang di hadapi oleh Indonesia dan Singapura dalam menerapkan peraturan mengenal pemilik manfaat. Rekomendasi adalah Indonesia harus mengatur peraturan mengenal pemilik manfaat di dalam undang-undang dan mengatur secara rinci lagi mengenai peraturan tersebut
At Present Corporations and Legal arrangement (Trust) is often used by the criminal as a means to conduct money laundering by hiding the real owner of the source of illicit money inside the corporations or legal arrangement (Trust). If data concerning the beneficial owner were readily available to the authorities, then concealing crime are going to be reduced as the result of those perpetrators cannot hide their identity through companies and legal arrangement any longer. To that the extent such data is created available, it going to facilitate financial institutions (FIs) to implement the customer due diligence (CDD) requirements on company vehicles and legal arrangements. The formulation of the problem is how the regulations and implementation of transparency on Beneficial Ownership in Indonesia and Singapore. The research method which is used is the juridical normative approach. The conclusion is 1) there are differences in the regulations regarding transparency on beneficial owners in Indonesia and Singapore, wherein Indonesia it is regulated in a presidential regulation No. 13 of 2018 while Singapore regulates transparency on beneficial owners in their Company Law. In addition, the regulations of the transparency on beneficial owners in Singapore are more detailed than the regulations of transparency on beneficial owners in Indonesia. 2) In terms of implementation, there are several difficulties faced by Indonesia and Singapore in implementing the regulations on transparency on beneficial owners. The recommendation is that Indonesia must regulate the regulations of transparency on beneficial owners in the Law and regulate more detail about these regulations"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Monica Yesica Febrina
"Perseroan Terbatas sering kali digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan terutama tindak pidana pencucian uang. Pelaku tindak pidana pencucian uang menggerakkan badan hukum dengan menggunakan nama orang lain atau disebut sebagai legal owner sedangkan pelakunya sendiri bersembunyi dibalik Perseroan Terbatas dan mendapat keuntungan dari tindak pidana yang dilakukan atau disebut sebagai beneficial owner. Mengungkapkan beneficial owner di Indonesia bukanlah hal mudah karena aturan-aturan hukum belum cukup untuk menjangkau beneficial owner. Tidak hanya itu, hukuman yang diberikan tidak cukup hanya melalui pendekatan penal policy tetapi juga dengan melakukan perampasan aset. Metode penelitian ini menggunakan metode normatif dengan jenis penelitian yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Seluruh data dan bahan tersebut dikaji dengan metode deduktif. Setelah dilakukan penelitian dari segala aspek hukum yang berkaitan maka simpulan dari penelitian ini adalah identifikasi terhadap beneficial owner perlu dilakukan guna mencegah tindak pidana pencucian uang. Identifikasi dapat dilakukan secara mandiri oleh Perseroan Terbatas dengan melaporkan kepada pihak-pihak berwenang. Tindakan ini juga dilakukan untuk dapat mempermudah penanganan suatu perkara tindak pidana pencucian uang. Pengungkapan beneficial owner dalam kasus tertentu dilakukan melalui pemeriksaan di pengadilan. Penegakan hukum dengan menjatuhkan pidana penjara dan denda pada pelaku dilakukan untuk memberikan efek jera selain itu juga perlu untuk diterapkan pendektan follow the money dengan metode pemulihan aset
Limited Liability Companies are often used as tools to commit crimes, especially on money laundering. The perpetrator of the crime of money laundering moves a legal entity using someone else's name or called as a legal owner, while the perpetrator himself hides behind a Limited Liability Company and obtains benefits from the criminal act committed or called as a beneficial owner. Disclosure beneficial owners in Indonesia is not easy because legal regulations are not sufficient to reach beneficial owners. furthermore, the punishment given is not sufficient if only through the penal policy, therefore needs assets recovery approach to maximize the punishment. This research method uses normative method with normative juridical research type. Data collection techniques has been sourced from literature studies and interview. Data and materials were reviewed using the deductive method. After examining all relevant legal aspects, the conclusion of this study is necessary to identify a beneficial owner in order to prevent the crime of money laundering. The Limited Liability Company can do the identification independently by reporting itself to the authorized government. This research is also taken to facilitate the handling of a case of money laundering crime. Disclosure of a beneficial owner in certain cases is carried out through examination in court. Law enforcement by imposing imprisonment and fines on perpetrators is carried out to provide a deterrent effect. In addition, it is also necessary to apply a follow the money approach with the asset recovery method."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ponco Nugroho
"
Tesis ini membahas terkait pertanggungjawaban pemilik modal korporasi (Perseroan Terbatas) yang hanya sebatas pada modal yang ditanamkannya, akan tetapi dimanfaatkan dan menjadi celah hukum bagi pelaku tindak pidana. Hal ini karena operasional suatu Perseroan Terbatas dijalankan oleh pengurusnya, sehingga akan dipandang tidak adil jika pemilik modal harus bertanggung jawab atas kegiatan perseroan yang dijalankan oleh pengurus. Contoh paling konkrit adalah ketika Perseroan Terbatas dijadikan alat kejahatan penyuapan oleh kaum pemilik modal, kemudian manfaat penyuapan tersebut diperoleh Perseroan Terbatas dan keuntungan yang diperolehnya menjadi keuntungan perseroan. Pada akhirnya keuntungan tersebut dinikmati oleh pemilik modal (Pemegang Saham atau Ultimate Owner), dengan merubah harta dari manfaat tindak pidana penyuapan menjadi harta yang legal dan terbagi kepada pemilik modal. Tesis ini akan mengilustrasikan mengapa pemilik modal dari PT yang melakukan tindak pidana penyuapan (Bribery) perlu dikenakan ketentuan tindak pidana pencucian uang, berbagai persyaratan untuk menerapkannya, serta bentuk penerapan yang paling efektif dari hal ini. Metode penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) karena tidak membahas sesuatu yang baru melainkan berpijak dari Teori Hukum yang sudah ada. Selain itu, penelitian ini juga dibantu dengan Pendekatan Historis (Historical Approach) dan Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) untuk memahami hakikat awal dari adanya suatu ketentuan dan pengejawantahannya di berbagai negara. Adapun yang menjadi kesimpulan dari tesis ini adalah menerapkan perluasan teori identifikasi untuk mengenakan ketentuan tindak pidana pencucian uang terhadap pemilik modal dari suatu Perseroan Terbatas yang melakukan tindak pidana penyuapan (bribery).
This thesis discusses the accountability of corporate capital owners (Limited Liability Company) with a limitation to the invested capital which later be taken advantage of and become a legal loophole for perpetrators of criminal acts. This happens because the operation of a Limited Liability Company is run by its management, so that it will be considered unfair if the capital owners hold any responsibilities regarding the company’s activities run by the management. The most concrete example is when the capital owners exploit the Limited Liability Company to commit an act of bribery, then the benefits of bribery obtained goes to the Limited Liability Company and the profits earned goes into the company's profits. In the end, the benefit is enjoyed by the capital owner (Stockholder or Ultimate Owner), by converting the assets from the benefits of bribery into legal assets to be distributed among capital owners. This thesis will illustrate why the capital owners of a Limited Liability Company who commit bribery need to be charged with the provisions on money laundry, various requirements for implementing it, as well as the most effective form of application of it. The research method used is the Conceptual Approach as it does not discuss something new but is based on the existing Legal Theory. In addition, this research is also supported by Historical Approach and Comparative Approach to understand the initial nature of the existence of a provision and its manifestation in various countries. The conclusion of this thesis is to apply an extension of the identification theory to impose provisions on the money laundry against capital owners of Limited Liability Company who commit bribery.
"
2018
T51869
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yunus Husein
"Money Laundering it considered as a transnational organized crime. T he logic of elimination money laundering it to omit the criminal motivation to enjoy their proceed of crime. The efforts to eliminate money laundering is much related to the issues of national jurisdiction. Thus, it requires international cooperation among countries, where international law is needed Even though there is still no specifyc convention about money laundering, but regulation about money laundering is* partially arranged in some conventions such os Wanna Convention l988 and in UN Convention on Transnational Organized Crimes 2000. ,indonesia has enected a regulation about money laundering that is' UU no. I5 year of.2000, which is amended by no. 25 year of 2003. This article will describe the implementation of international law on money laundering in Indonesia and the reason why Indonesia it still included in the list of non-cooperatives countries and territories (NCCI)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
JHII-1-2-Jan2004-342
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Deddy Sunanda
"Pelaku tindak pidana yang disebut sebagai Pemilik manfaat/penerima manfaat menggunakan korporasi sebagai sarana/kendaraan (corporate vehicle) untuk menyembunyikan/menyamarkan hasil tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Terkait pelaku tindak pidana tersebut belum ada pengaturan khususnya dalam tindak pidana korupsi terkait korporasi sebagai penerima/pemilik manfaat sehingga terjadi kekosongan hukum. Sehingga untuk mengambil hasil tindak pidana yang telah dialihkan atau dinikmati atau dimiliki oleh penerima manfaat tersebut hanya dapat dilakukan melalui gugatan perdata atau memprosesnya dengan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, apabila digunakan instrumen-instrumen tersebut maka akan melalui proses yang panjang dan dikhawatirkan hasil tindak pidana akan dialihkan atau dinikmati oleh pelaku tindak pidana sebelum kedua proses tersebut selesai. Berdasarkan hal tersebut disertasi ini melakukan telahaan mengenai konsep pemilik manfaat dalam rezim hukum di Indonesia, alasan pemilik manfaat dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan praktek pertanggungjawaban pidana pemilik manfaat dalam tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia. Metode penelitian ini kualitatif mengkaji secara sistematis mengenai aturan hukum, perbandingan, konsep, doktrin, putusan kasus, dan dokumen-dokumen yang didukung dengan wawancara kepada akademisi dan praktisi. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Korporasi dapat menjadi pemilik manfaat selain orang perorangan karena Indonesia mengakui korporasi sebagai subjek hukum pidana, dan kebutuhan dalam praktik hukum untuk merampas hasil tindak pidana menjadikan korporasi sebagai pemilik manfaat; berdasarkan kasus-kasus di Indonesia antara lain tindak pidana korupsi, pemilik manfaat/penerima manfaat atau penikmat manfaat dari hasil tindak pidana menggunakan modus operandi baru antara lain pelaku tindak pidana berada diluar struktur korporasi, tetapi dapat mempengaruhi kebijakan korporasi untuk menghindari pertanggungjawaban pidana oleh karena itu perlu dibuat aturan yang lebih jelas dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi; dalam praktik hukum belum ada korporasi yang disangkakan korupsi karena menerima manfaat dan dalam hal terjadi peralihan harta kekayaan kepada penerima manfaat sementara itu harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana. Dalam hal Ultimate Beneficial Owner atau Beneficial Owner statusnya melarikan diri atau meninggal dunia untuk perampasan hasil tindak pidana tersebut dapat menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Atau Tindak Pidana Lain. Penelitian ini merekomendasikan agar dilakukan reformulasi KUHP, UU Tipikor dan Perma No.1 Tahun 2013 terkait dengan pertanggungjawaban pidana pemilik manfaat (Beneficial Owner) dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia.
The perpetrator of a criminal act is referred to as the beneficial owner/beneficiary to hide/disguise the proceeds of criminal acts can be held criminally liable. Regarding the perpetrators of these criminal acts, there are no regulations, especially for criminal acts of corruption related to corporations as recipients/beneficial owners, resulting in a legal vacuum. So, retrieving the proceeds of criminal acts that have been transferred or enjoyed or owned by the beneficiary can only be done through a civil lawsuit or processed in accordance with Article 5 of Law Number 8 of 2010 concerning Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering. However, if these instruments are used, it will go through a long process and it is feared that the proceeds of the crime will be transferred or enjoyed by the perpetrator of the crime before both processes are completed. Based on this, this dissertation examines the concept of beneficial owners in the legal regime in Indonesia, the reasons why beneficial owners can be held criminally liability and the practice of criminal liability for beneficial owners in criminal acts of corruption based on court decisions in Indonesia. This qualitative research method systematically examines legal rules, comparisons, concepts, doctrine, case decisions, and documents supported by interviews with academics and practitioners. From the results of the research conducted it can be concluded that corporations can be beneficial owners other than individuals because Indonesia recognizes corporations as subjects of criminal law, and the need in legal practice to confiscate the proceeds of criminal acts makes corporations as the beneficial owners; based on cases in Indonesia, including criminal acts of corruption, the beneficial owners/beneficiaries or beneficiaries of the proceeds of criminal acts using new modus operandi, among others, the perpetrators of criminal acts are outside the corporate structure but can influence corporate policy to avoid criminal liability, therefore it is necessary clearer regulations are made in the Corruption Crime Law; In legal practice, no corporation has been suspected of corruption because it received benefits and in the event of a transfer of assets to the beneficiary, the assets were the proceeds of a criminal act. In the case that the Ultimate Beneficial Owner or Beneficial Owner has the status of running away or dies, to confiscate the proceeds of the crime, you can use Supreme Court Regulation (Perma) Number 1 of 2013 concerning Procedures for Settlement of Applications for Handling Assets in the Crime of Money Laundering or Other Crimes. This research recommends that reformulation of the Criminal Code, the Corruption Law and Perma No.1 of 2013 be carried out regarding the criminal liability of beneficial owners in cases of criminal acts of corruption in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Selvi Maharani Pujianti
"Pencegahan penyalahgunaan Teknologi Finansial atau Fintech sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme memerlukan pendekatan pencegahan kejahatan multi-agen untuk mendapatkan solusi yang lebih komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana aktor yang terlibat dalam penerapan rezim internasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), khususnya Komite TPPU sebagai badan koordinasi nasional untuk mengantisipasi kedua jenis kejahatan tersebut, berupaya untuk menerapkan kebijakan APUPPT bagi industri Fintech. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang data primernya didapatkan melalui wawancara tidak terstruktur dengan PPATK, Dittipideksus Bareskrim Polri, Espay, dan NCB-INTERPOL Indonesia. Teori yang digunakan adalah space-transition theory, rational choice theory, teori pencegahan kejahatan multi-agen dan teori kemitraan. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk mencapai kerja sama yang maksimal dalam mencegah penyalahgunaan Fintech sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme perlu menggunakan prinsip kemitraan. Konsep kemitraan pada penelitian ini ditekankan pada hubungan kerja sama publik-swasta yang terbangun antara Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dengan regulator.
Preventing the abuse of Financial Technology (Fintech) as a media of money laundering and terrorism financing needs an approach of multi-agent crime prevention for a more comprehensive solution. The purpose of this research is to analyze the efforts of the actors involved in the implementation of the Anti Money Laundering and Countering Financing of Terrorism (AML-CFT) international regime, particularly the National Coordination Committee of Prevention and Eradication of the Criminal Act of Money Laundering as the national coordination body to anticipate these two criminal acts, in implementing a policy on AML-CFT for Fintech industries. This research is conducted in qualitative approach with primary data gathered from unstructured interview(s) with Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC/PPATK); Directorate of Financial Crime, Criminal Investigation Department of Indonesian National Police; Espay; and NCB-INTERPOL Indonesia. The theories used in this research are space-transtition theory, rational choice theory, multi-agency crime prevention theory, and theory of partnership. The outcome of this research suggests that a principle of partnership is needed to achieve a full cooperation in preventing the abuse of Fintech as a media of money laundering and terrorism financing by all the actors involved. The concept of partnership in this research is emphasized on public-private cooperation between Indonesian Association of Fintech (Aftech) and regulators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bismo Jiwo Agung
"Penyalahgunaan aset kripto berupa cryptocurrencies dan non fungible token (NFT) sebagai sarana tindak pidana pencucian uang sudah marak terjadi di beberapa negara. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kapitalisasi aset kripto yang besar sudah mulai mengatur perdagangan, transaksi dan kepemilikan aset kripto dan jasa Pihak Ketiga. Namun, aturan yang berlaku saat ini masih menitikberatkan pengawasan dan kontrol terhadap perdagangan dan transaksi aset kripto dan jasa Pihak Ketiga yang beroperasi dengan metode centralised exchange yang menjadikan Pihak Ketiga sebagai perantara perdagangan dan penyimpanan aset kripto. Perdagangan aset kripto yang semula menggunakan metode terpusat atau centralised exchange yang menjadikan Pihak Ketiga sebagai perantara perdagangan dan penyimpan aset, mulai ditinggalkan oleh beberapa investor dan beralih ke perdagangan desentralisasi yang tidak lagi memerlukan perantara dalam perdagangannya. Metode desentralisasi yang tidak melibatkan Pihak Ketiga sebagai perantara, pengawas dan perekam transaksi mulai dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh para kriminal. Mengacu pada rekomendasi FATF tentang aset virtual, Negara-negara direkomendasikan untuk memperbaharui rezim pencucian uangnya. Pembaharuan tersebut dapat dilakukan dengan mengadopsi kaidah hukum internasional maupun aturan negara lain. Salah satu Negara yang sudah mengatur perdagangan aset kripto lintas negara dengan cukup baik adalah Pemerintah Australia yang sudah membuat rezim lisensi yang mencakup pemberi jasa layanan aset kripto asing yang berdomisili di luar negeri. Berdasarkan hasil perbandingan antara aturan hukum Indonesia dan Australia, serta rekomendasi FATF tentang aset virtual, terdapat beberapa pembaharuan yang perlu dimasukkan kedalam aturan hukum yang berlaku dalam rangka memerangi aktivitas pencucian uang lintas negara
Misuse of crypto assets, such as cryptocurrency and non fungible token (NFT), for money laundering is already common in various nations. As one of the countries with a significant crypto asset valuation, Indonesia has begun to regulate crypto asset trading, transactions, and ownership, as well as Third Party services. However, current regulations continue to focus on monitoring, controlling crypto asset trading and transactions, as well as Third Party services as intermediaries for trading and holding crypto assets. Crypto asset transaction, which initially adopted a centralized exchange that used Third Parties as trading intermediates and asset custodians, fell out of favor and was replaced by decentralized trading, which no longer required an intermediary in its trade. Criminals are starting to adopt decentralization tactics that do not involve third parties as mediators, supervisors, or transaction recorders. This research reveal various legal loopholes that criminals can exploit. Countries are advised to modernize their money laundering regimes in light of the FATF proposals on virtual assets. These reforms can be implemented by adopting international law and the rules of other countries. The Australian Government is one of the countries that has effectively controlled cross-border crypto asset trading, having established a licensing scheme that includes foreign crypto asset service providers based elsewhere. Based on a review of Indonesian and Australian legislation, as well as the FATF's recommendations on virtual assets, several adjustments must be included into the applicable legal requirements in order to prevent cross-border money laundering activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library