Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165714 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrean Wangsa
"Masa remaja adalah masa kritis untuk pertumbuhan, dan nutrisi yang tepat sangat penting untuk perkembangan yang memadai. Faktor-faktor seperti meningkatnya paparan media, tekanan terhadap citra tubuh, dan pengaruh budaya menempatkan remaja perempuan pada risiko lebih tinggi untuk mengembangkan sikap makan yang tidak sehat, yang berpotensi menyebabkan gangguan makan. Studi mixed-method clustered randomized control (cRCT) ini berfokus pada dampak program Nutrition Goes to School (NGTS) terhadap sikap makan remaja putri di Jakarta. Program NGTS, sebuah pendekatan lingkungan yang melibatkan guru, staf kantin, tukang kebun sekolah, dan siswa, berupaya untuk mendorong perubahan perilaku dan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik gizi pada remaja. Pengukuran dasar pada bulan Januari 2024 mengukur informasi sosiodemografi, pengetahuan gizi, dan Indeks Masa Tubuh (IMT), serta Eating Attitudes Test (EAT-26) untuk mengkategorikan responden yang berisiko tinggi dan rendah mengalami gangguan makan di sepuluh sekolah di Jakarta berdasarkan wilayah. Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) dan Wawancara Mendalam (IDI) dilakukan melalui WhatsApp untuk melakukan triangulasi skor awal EAT-26 untuk mengidentifikasi dan membandingkan faktor pendorong sikap makan yang berisiko tinggi dan rendah. Intervensi NGTS diberikan secara bertahap sekitar akhir bulan Februari 2024, dan pengukuran akhir (n= 278) dilakukan pada bulan Mei 2024 untuk membandingkan perbedaan di dalam dan antar kelompok. Data kualitatif dilaporkan berdasarkan kerangka biopsikososial. Jumlah sampel sebaran kelompok kontrol dan intervensi sebanding kecuali wilayah di Jakarta, usia, dan keaktifan ekstrakurikuler. Kedua kelompok memiliki pengetahuan dasar yang sama (0,0-16,0) dan skor EAT-26 (0,0-75,0); FGD menemukan tema-tema yang berkaitan dengan faktor individu, keluarga, dan sosial dimana terdapat persamaan dalam praktik namun terdapat perbedaan dalam sikap. Data akhir mengumpulkan data dari tiga sekolah intervensi dan empat sekolah kontrol. Perbandingan antara data pengukuran awal dan akhir menunjukkan peningkatan signifikan pada skor EAT-26 (0,0-51,0) dan skor pengetahuan NGTS (2,0-18,0) dibandingkan dengan pengukuran awal, namun tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kategori EAT-26 risiko tinggi dan rendah. Data kualitatif mengeksplorasi faktor individu, keluarga, dan sosial di balik sikap makan mereka. Ada banyak praktik yang dilakukan bersama, antara lain melewatkan makan dan rasa bersalah karena makanan. Namun, sikapnya berbeda-beda, dimana anak perempuan yang berisiko tinggi berfokus pada kalori, dikotomi makanan, dan citra tubuh, sedangkan anak perempuan yang berisiko rendah berfokus pada tanda-tanda lapar, jadwal, dan preferensi mereka. Program NGTS memberikan dampak terhadap peningkatan sikap makan pada kelompok intervensi remaja putri di Jakarta, dan terjadi peningkatan yang lebih baik pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol.

Adolescence is a critical period for growth, and proper nutrition is essential for adequate development. Factors such as increased media exposure, body image pressures, and cultural influences put adolescent females at a higher risk of developing unhealthy eating attitudes, potentially leading to eating disorders. This mixed-method clustered randomized control (cRCT) study focuses on the impact of the Nutrition Goes to School (NGTS) program on the eating attitudes of adolescent girls in Jakarta. The NGTS program, an environmental approach involving teachers, canteen staff, school gardeners, and students, seeks to promote social change and improve nutrition knowledge, attitudes, and practices in teenagers. Baseline measurements in January 2024 quantified sociodemographic information, nutrition knowledge, and BMI, along with baseline Eating Attitudes Test (EAT-26) to categorize the respondents to high- and low-risks of eating disorders in ten schools in Jakarta based on region. Focused Group Discussions (FGD) and In-Depth Interviews (IDI) via WhatsApp followed to triangulate the baseline EAT-26 scores to identify and compare drivers of high-risk and low-risk eating attitudes. NGTS intervention was gradually provided around the end of February 2024, and end-line measurements (n= 278) were conducted in May 2024 to compare within and between-group differences. Qualitative data were reported based on the biopsychosocial framework. The control and intervention group distribution sample numbers were comparable except for regions in Jakarta, age, and extracurricular activeness. Both groups had similar baseline knowledge (0.0-16.0) and EAT-26 scores (0.0-75.0); FGD found themes relating to individual, familial, and social factors where there were similarities in practice but differences in attitudes. End-line data collected data from three intervention and four control schools. Comparisons between baseline and end-line revealed significant improvements in EAT-26 scores (0.0-51.0) and NGTS knowledge scores (2.0-18.0) compared to the baseline, but no significant differences were found between the high and low-risk EAT-26 categories. Qualitative data explored individual, familial, and social factors behind their eating attitudes. There were many shared practices, including meal skipping and food guilt, among others. However, attitudes differed, with high-risk girls focusing on calories, food dichotomy, and body image, whereas low-risk girls focused on their hunger cues, schedules, and preferences. The NGTS program had an impact on improving the eating attitudes in the intervention group of adolescent girls in Jakarta, and there was a better improvement in the intervention group than in the control group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sufinah
"Stunting tidak hanya terjadi selama 1000 hari pertama kehidupan, tetapi juga pada remaja yang merupakan periode tercepat kedua pertumbuhan setelah bayi. Bila remaja perempuan mengalami stunting kemungkinan akan melahirkan bayi dengan panjang lahir kurang dari normal, yang nanti akan menjadi remaja stunting juga. Kondisi ini berbahaya karena dapat terjadi stunting lintas generasi bila tidak dilakukan intervensi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada remaja perempuan di Indonesia tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2013 dengan desain cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 1.785 remaja perempuan berusia 10 ndash; 18 tahun di Indonesia yang menjadi sampel Riskesdas 2013 dengan memiliki data lengkap.
Hasil penelitian menunjukkan kejadian stunting pada remaja perempuan 10 ndash; 18 tahun di Indonesia tahun 2013 sebesar 31,4 persen. Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna nilai p le; 0,05 antara tingkat pendidikan ibu, status ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga dan wilayah tempat tinggal dengan kejadian stunting pada remaja perempuan 10 ndash; 18 tahun di Indonesia tahun 2013. Perlunya upaya preventif primer dalam meningkatkan pengetahuan pada kelompok ibu tentang tumbuh kembang anak dan meningkatkan program SUN dalam intervensi sensitif.

Stunting not only occurs in the first 1000 days of life, also in adolescents which is the second fastest growing period after the baby. When a adolescent girls have stunting it is likely to give birth to a baby with less than normal birth length, which will later become a stunting adolescent as well. This condition is dangerous because stunting can occur across generations if not intervened.
The purpose of this study is to determine the factors associated with stunting incidence in adolescent girls in Indonesia in 2013. This study uses secondary data of Riskesdas 2013 with cross sectional design. The sample of this study is 1,785 adolescent women aged 10 18 years in Indonesia which become sample of Riskesdas 2013 with complete data.
The results of the study showed that stunting incidence in adolescent girls 10 18 years in Indonesia in 2013 was 31.4 percent. The results of bivariate analysis show a significant relationship p value
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S69094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tenri Yamin
"Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian khusus. Remaja putri termasuk golongan yang rawan menderita anemia karena mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan, asupan zat gizi (energy, protein dan zat besi) dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Kab. Kepulauan Selayar.
Rancangan penelitian cross sectional. Jumlah sampel 173 orang dipilih secara sistematik random sampling dari seluruh siswi kelas X dan XI di masing-masing SMA. Data asupan zat gizi diperoleh dengan kuesioner food recall, pola menstruasi melalui kuesioner terstruktur, dan kadar hemoglobin dengan Hb Sahli. Data dianalisis secara Univariat dan Bivariat dengan Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pengetahuan (p=0,000), asupan energi (p=0,023), asupan protein (p=0,003), dan zat besi (p=0,049), pekerjaan ayah (p=022), pekerjaan ibu (p=0,001), tingkat pendidikan ayah (p=0,025), tingkat pendidikan ibu (p=0,032) dengan kejadian anemia. Tidak terdapat hubungan menstruasi (p=0,930), siklus menstruasi (p=513), lama menstruasi (p=0,076), volume menstruasi (p=1,000) dengan kejadian anemia.

Anemia is one of the nutritional problems, which needs to be highly concerned. Adolescent girls are included to a group which is susceptible to anaemia because of their monthly menstruation and growth periods. Purpose of the study to determine the relationship of knowledge, nutrient intake (energy, protein and iron) and other factors associated with the incidence of anemia in adolescent girls in the school district. Selayar Islands.
The design of this study was cross sectional. The amount of the sample was 173 people selected by systematic random sampling of the entire X and XI grade student at each high school. Nutrient intake data obtained with the food recall questionnaire, menstrual patterns through structured questionnaires, and levels of hemoglobin by Sahli hemoglobin. Data were analyzed with univariate and Bivariate Chi Square.
The results showed no relationship of knowledge (p = 0.000), energy intake (p = 0.046), protein intake (p = 0.005), and iron (p = 0.000), father's work (p = 022), maternal employment ( p = 0.001), father's education level (p = 0.025), maternal education level (p = 0.032) with the incidence of anemia. There is no menstrual relationship (p = 0.930), menstrual cycle (p = 513), long periods (p = 0.076), menstrual volume (p = 1.000) with the incidence of anemia.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Purwanti
"Masalah gizi ganda kini melanda Indonesia khususnya remaja putri. Menurut Riskesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi status gizi lebih bersamaan dengan gizi kurang. Status gizi lebih pada remaja putri akan menimbulkan risiko penyakit yang membahayakan saat wanita mengandung. Faktor yang mempengaruhi status gizi adalah asupan energi harian dan zat makronutrien(karbohidrat, protein, lemak). Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan asupan energi dan zat makronutrien(karbohidrat, protein, lemak) remaja putri usia 13-15 tahun di Jakarta.
Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan responden 110 siswa perempuan berusia 13-15 tahun dari lima SMP di Jakarta. Data status gizi diperoleh melalui antopometri yang diplot pada Z-Score. Data asupan energi dan makronutrien diperoleh melalui FFQ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih sebesar 22,8% melebihi hasil riskesdas 2013 sebesar 10,8%. Presentase asupan energi harian(76,2%), karbohidrat(77,5%), protein(67,9%) dan lemak(77,8%) kurang dari anjuran Angka Kecukupan Gizi(100%AKG). Adapun gambaran proporsi pola konsumsi makronutrien yang tertinggi adalah lemak(25,15%), kemudian karbohidrat(19,1%) dan protein(14,5%). Menurut analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua variabel melalui uji Fisher dan Chi-square diperoleh hasil p>0,05.
Dari hasil analisis statistik, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan asupan energi harian dan makronutrien pada remaja putri usia 13-15 tahun.

Double nutritional problem is now happening in Indonesia, especially in female adolescents. According to Riskesdas 2013, there has been an increase in the prevalence of overweight and obesity that coincides with nutritional deficiencies. Overweight and obesity in young women will lead to the risk of various dangerous diseases when they are pregnant. One of the factors that affect to nutritional status is daily energy intake that includes macronutrient substances.
This study was conducted to determine the relationship between nutritional status with daily energy intake.
This research that used cross-sectional design with 110 female students aged 13-15 years from five junior high schools located in Jakarta. Nutritional status data was obtained through measurement of anthropometry which then is plotted on Z-Score. Data on energy intake and macronutrient was obtained by FFQ method.
The results showed that the prevalence of overweight(22,8%) was higher than the result of riskesdas 2013(10,8%). The percentage of daily energy intake(76.2%), carbohydrate(77.5%), protein(67.9%), and fat(77.8%) was less than the recommendation of AKG. The most prevalent intake of macronutrient exceeding AKG was fat(25.15%), followed by carbohydrate(19.1%), and protein(14.5%). According to the statistic analysis used Fisher and Chi-square test, the result showed that p> 0,05.
From the statistical analysis, it is concluded that there is no correlation between nutritional status with daily and macronutrient energy intake in girls aged 13-15 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Di Indonesia, anemia masih menjadi masalah kesehatan utama bagi remaja puteri. Hasil penelitian
SKRT (2001) menunjukkan bahwa remaja puteri usia 10 sampai 19 tahun yang menderita anemia
sebesar 30 %. Persepsi remaja puteri yang salah mengenai anemia serta penerapan pola makan yang
tidak seimbang semakin memperparah kejadian anemia pada remaja puteri di Indonesia. Penelitian
deskripsi korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap penyakit anemia
dengan pola makan remaja puteri di SMK Budhi Warman ll Jakarta Timur. Instrumen yang digunakan
adalah lembar kuesioner dengan 90 orang responden yang dipilih sccara purposive sampling Hasil
penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap penyakit
anemia dengan pola makan remaja puteri di SMK Budhi Warman ll Jakarta Timur (p Value=0,436;
u=0,05). Hal tersebut terjadi karma berbagai faktor lain yang secara Iangsung atau pun tidak langsung
turut mempengaruhi seperti persepsi remaja puteri terhadap tubuh ideal, pola asuh orang tua, dan
pengaruh peer group yang didapatkan dari teman sebaya, serta karakteristik remaja puteri itu sendiri."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5666
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sanubari
"Remaja putri merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah gizi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kebutuhan zat besi yang lebih tinggi untuk menggantikan darah yang hilang saat menstruasi, kebiasaan diet yang salah karena ingin memiliki tubuh ideal, dan kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang. Kekurangan gizi pada remaja putri dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan, anemia, penurunan daya tahan tubuh, dan masalah kesehatan reproduksi di kemudian hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang gizi seimbang remaja putri di Jakarta Selatan. Penelitian deskriptif ini menggunakan metode purposive sampling dimana mengikutsertakan 119 remaja putri yang berdomisili di Jakarta Selatan. Data penelitian dikumpulkan pada bulan Januari 2025 dengan menggunakan kuesioner Tingkat Pengetahuan Gizi Seimbang. Responden pada penelitian ini sebagian besar berusia 15 tahun. Hasil analisis data menyatakan bahwa sebagian besar remaja pada penelitian ini memiliki tingkat pengetahuan mengenai gizi seimbang yang kurang baik dengan prevalensi sebesar 58% (69 orang remaja). Kemudian, sebagian yang lain memiliki tingkat pengetahuan cukup prevalensi 24,4% (29 orang remaja), dan hanya 21 orang remaja memiliki tingkat pengetahuan yang baik (17,6%).

Adolescent girls are a group that is vulnerable to nutritional problems. This is caused by several factors, including higher iron requirements to replace blood lost during menstruation, poor dietary habits because they want to have an ideal body, and lack of knowledge about balanced nutrition. Malnutrition in adolescent girls can result in stunted growth, anemia, decreased immunity, and reproductive health problems later in life. The purpose of this study was to determine the level of knowledge about balanced nutrition for adolescent girls in South Jakarta. This descriptive study used a purposive sampling method involving 119 adolescent girls domiciled in South Jakarta. The research data were collected in January 2025 using the Balanced Nutrition Knowledge Level questionnaire. Respondents in this study were mostly 15 years old. The results of the data analysis stated that most of the adolescents in this study had a poor level of knowledge about balanced nutrition with a prevalence of 58% (69 adolescents). Then, some others had a sufficient level of knowledge with a prevalence of 24.4% (29 adolescents), and only 21 adolescents had a good level of knowledge (17.6%). "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Ester Sinta Uli
"Latar belakang. Keputihan adalah masalah kesehatan reproduksi yang umum terjadi pada remaja putri, yang dapat memengaruhi kualitas hidup dan aktivitas belajar mereka. Pengetahuan dan perilaku perawatan organ genitalia wanita berperan penting dalam mencegah keputihan abnormal. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan perilaku perawatan organ genitalia terhadap kejadian keputihan pada siswi remaja putri di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, Jawa Barat. Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang diisi oleh 375 siswi. Analisis statistik dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan, perilaku perawatan, dan kejadian keputihan. Hasil. Prevalensi kejadian keputihan pada remaja putri di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong adalah 69,87%, dengan 76% diantaranya tidak terpapar informasi terkait merawat organ reproduksi, 86,49% memiliki pengetahuan kurang terkait keputihan, serta 80,33% memiliki perilaku genital hygiene kurang. Rata-rata usia responden adalah 13 tahun, dengan usia terendah adalah 10 tahun (1,33%) dan usia tertinggi yaitu 16 tahun (3,73%). Mayoritas responden remaja putri pertama kali mengalami menstruasi pada usia 11 tahun. Sumber informasi utama responden berasal dari orangtua (17,33%), dan guru (16%). Remaja putri dengan pengetahuan keputihan yang kurang memiliki risiko 1,38 lebih besar (PR= 1,38; 95% CI 1,0599-1,7966) untuk mengalami kejadian keputihan dibandingkan dengan remaja putri dengan pengetahuan cukup dan baik. Pengetahuan merupakan variabel yang paling berhubungan terhadap kejadian keputihan di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, Jawa Barat. Kesimpulan. Pengetahuan yang baik dan perilaku perawatan organ genitalia yang benar dapat mengurangi kejadian keputihan abnormal pada remaja putri. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi perlu ditingkatkan di kalangan remaja.
Background. Leucorrhea is a common reproductive health issue among adolescent girls that can affect their quality of life and learning activities. Knowledge and behavior regarding the care of female genitalia play a crucial role in preventing abnormal leucorrhea. Objective. This study aims to analyze the correlation between knowledge and behavior regarding genital care on the incidence of leucorrhea among female adolescents at Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, West Java. Methods. This research employs a cross-sectional design, collecting data through questionnaires filled out by 375students. Statistical analysis was conducted to identify the relationship between knowledge, care behaviors, and the occurrence of leucorrhea. Results. The prevalence of vaginal discharge in adolescent girls at Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong was 69.87%, with 76% of them not exposed to information related to caring for reproductive organs, 86.49% had poor knowledge about vaginal discharge, and 80.33% had poor genital hygiene behavior. The average age of respondents was 13 years, with the lowest age being 10 years (1.33%) and the highest age being 16 years (3.73%). The majority of adolescent girls experienced their first menstruation at the age of 11. The main source of information for respondents came from parents (17.33%), and teachers (16%). Adolescent girls with poor knowledge of vaginal discharge had a 1.38 greater risk (PR= 1.38; 95% CI 1.0599-1.7966) of experiencing vaginal discharge compared to adolescent girls with sufficient and good knowledge. Knowledge is the variable most related to the incidence of vaginal discharge in Madrasah Tsanawiyah Al Falah Cibinong, West Java. Conclusion. Good knowledge and proper care behaviors regarding genitalia can reduce the incidence of abnormal leucorrhea in adolescent girls. Therefore, reproductive health education needs to be enhanced among adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Sundari
"Rendahnya tingkat literasi pangan dan gizi pada remaja dapat membentuk perilaku makan tidak sehat dan dapat berlangsung hingga dewasa, hal ini dapat memengaruhi kesehatan mereka. Literasi pangan dan gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, kebiasaan makan keluarga, pengaruh teman sebaya, penggunaan media, dan peran guru. Untuk melihat faktor dominan tingkat literasi pangan dan gizi berdasarkan faktor tersebut, dilakukan penelitian studi cross-sectional pada bulan Maret hingga Mei 2021. Penelitian melibatkan 135 siswa/i SMA Negeri 3 Depok, dipilih menggunakan metode quota sampling serta pengisian kuesioner secara daring. Hasil penelitian menemukan sebagian besar responden memiliki tingkat literasi pangan dan gizi yang baik yaitu sebesar 71,1%. Hasil bivariat dan multivariat menunjukkan terdapat perbedaan proporsi yang bermakna pada tingkat literasi pangan dan gizi remaja hanya berdasarkan penggunaan media (p-value=0,000) serta penggunaan media merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan tingkat literasi pangan dan gizi remaja (OR = 6,5). Untuk itu, faktor penggunaan media pada remaja dapat dipertimbangkan dalam upaya meningkatkan literasi pangan dan gizi para siswa/i.

The low level of food and nutrition literacy in adolescents tends to develop unhealthy eating behaviors which last until adulthood, this can affect their health. Food and nutrition literacy can be influenced by various factors, such as gender, education level of father and mother, family income, family eating habits, peer influence, media use, and the role of teacher. To see the dominant factor in the level of food and nutrition literacy based on these factors, a cross-sectional study was conducted from March to May 2021. The study involved 135 students of SMA Negeri 3 Depok, selected using the quota sampling method and filling out online questionnaires. The results of the study found that most of the respondents had a good level of food and nutrition literacy, which was 71.1%. The bivariate and multivariate results showed that there was a significant difference in the proportion of food literacy and adolescent nutrition based only on media use (p-value = 0.000) and media use was the most dominant factor associated with adolescent food and nutrition literacylevels (OR = 6.5). For this reason, the factor of media use in adolescents can be considered in an effort to improve food and nutrition literacy for students.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ingee Dhita Agustin
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26475
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Dwi Nur
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan pengetahuan, sikap, dan norma subyektif siswa SMA swasta terpilih di Jakarta setelah diberikan media leaflet dan video gizi seimbang. Media leaflet yang digunakan merupakan milik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan media video yang digunakan merupakan hasil pengembangan dari media leaflet. Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan 2 kelompok perlakuan. Penelitian dilakukan pada 54 siswa kelas X di SMA swasta sederajat terpilih, masing-masing kelompok berjumlah 27 siswa. Pengambilan data penelitian dilakukan sebanyak 4 kali, yang terdiri dari pre-test, post-test 1, post-test 2, dan post-test 3. Uji Statistik yang digunakan adalah uji t-berpasangan untuk menganalisis perbedaan rata-rata antara sebelum dan sesudah diberikannya intervensi pada masing-masing kelompok dan uji t-independen untuk menganalisis perbedaan rata-rata antar kelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan yang signifikan (P = 0,000) setelah diberikan media pada masing-masing kelompok, namun perubahan sikap dan norma subyektif tidak signifikan. Perbedaan perubahan antara kedua kelompok tidak signifikan, namun perubahan pada kelompok video cenderung lebih tinggi.

The purpose of this study is to see changes in the knowledge, attitudes, and subjective norms of selected private high school students in Jakarta after being given leaflet and educational video about balanced nutrition. The leaflet used is the property of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, while the video used is the result of the development of leaflet media. The study used quasi-experimental design with 2 treatment groups. The study was conducted on 54 grade 10th students in selected private high schools, each group consist of 27 students. The data collection was carried out 4 times in each group, consisting of pre-test, post-test 1, post-test 2, and post-test 3. The statistical test used was the paired t-test to analyze the average difference between before and after given interventions in each group and independent t-test to analyze differences in mean between groups. The results showed a significant difference in knowledge (P = 0,000) after being given the media in each group, but changes in attitudes and subjective norms were not significant. The difference in changes between the two groups was not significant, but changes in the video group tended to be higher."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>