Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Widodo W. Utomo
Depok: Rajawali Pers, 2020
352.13 TRI i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Azharil
"Lahirnya sistem lahirnya otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada kepala daerah tidak hanya sebagai pemimpin daerah namun juga sebagai kepala Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah. Terkadang seorang kepala daerah mempergunakan kewenangan yang dimilikinya untuk melakukan mutasi terhadap ASN yang dilakukan bukan karena kebutuhan ataupun kualitas SDM yang dimiliki oleh seorang ASN, melainkan karena faktor yang tidak sejalan dengan hukum atau karena kepentingan lainnya. Padahal esensi dari suatu mutasi dalam tata kelolah ASN, bertujuan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ASN, meningkatkan pelaksanaan kinerja ASN yang profesional, serta untuk mewujudkan pelaksanaan birokrasi yang bertanggung jawab dan terbuka kepada publik Pada tataran implementasi masih terdapat beberapa kepala daerah yang melakukan mutasi terhadap ASN bukan karena aspek kebutuhan maupun karena perintah dari peraturan perundang-undangan. Hal ini telah dibuktikan dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya Nomor : 18/G/2020/PTUN.PLK dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang Nomor 13/G/2020/PTUN.PLG. Sistem merit dalam manajemen ASN di Indonesia yang telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan merupakan sistem manajemen ASN yang mengutamakan kualitas, kebutuhan dan tidak membeda-bedakan latar belakang, akan tetapi dalam
tataran implementasinya, belum terlaksana dengan optimal, hal ini menurut hemat penulis salah satunya disebabkan oleh karena lahirnya otonomi daerah sehingga kepala daerah pun ikut terlibat didalam proses mutasi ASN. Meskipun sistem merit merupakan sistem yang ideal dan telah mempunyai payung hukum yang kuat akan tetapi untuk merealisasikan hal ini membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki integritas kuat.

The Changes of Indonesian state administration system during the reform period, on the one hand, were a factor that affected the low quality of public services performed by State Civil Apparatus. The problem caused by the reforms to this constitutional system is that the regional head as the regional
leader whose job is to serve the needs of the people in the region, in fact uses the authority he has to carry out mutations of State Civil Apparatus, which sometimes mutations are carried out not because of the need or the quality of the human resources possessed by a person. State Civil Apparatus, but because of collusion or other interests. In this study, the authors used normative legal research
methods. Respective law research is defined as research that makes law and literature the primary legal material. The authority of regional heads to carry out transfers and promotions of their State Civil Apparatus in the regions sometimes creates polemics, namely because the transfer and promotion policies they carry out are not based on aspects of need but because of elements of political or other closeness. One of the factors causing transfers and promotions is not due to quality
or need, namely due to regional head election events. Whereas Indonesia in its personnel management system basically applies a merit system, this has been stipulated in the State Civil Apparatus Act, however, due to the authority of regional heads or institutional leaders, this is sometimes not implemented.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Paulus J. J.
"ABSTRAK
Pencegahan Pejabat Tata Usaha Negara sebagai tergugat di Pengadilan tata Usaha Negara agar tidak digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan komitmen Pemerintah yang bersih dan berwibawa dalam Negara hukum Republik Indonesia. Atas dasar ini Keputusan-keputusan tata Usaha negara (Beschiking) yang dikeluarkan Pejabat Tata Usaha Negara adalah sangat penting fungsinya, sebagai instrumen dalam pelaksanaan pembangunan Nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Dalam pelaksanaannya keputusan-keputusan yang dikeluarkan Pejabat Tata Usaha Negara menimbulkan kerugian warga masyarakat yang menerima keputusan tersbeut/dikenai keputusan tersebut. Hal ini disebabkan antara lain Pejabar membuat keputusan Tata Usaha Negara berada diluar wewenangnya, dapat juga terjadi subtansi keputusan tersbeut bertentangan dengan azas hukum yang memayungi (umbrella rule) peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, juga dapat terjadi bertentangan dengan keputusan yang dibuatnya dan masih berlaku dan bisa juga bertentangan dengan prosedur hukum yang berlaku.
Untuk menghindarkan perihal tersbeut diatas harus meperhatikan azas-azas umum pemberintahan yang baik sebelum mengeluarkan suatu keputusan . hal ini sangat penting dan baik agar pejabat tidak terjerumus dalam perbuatan sewenang-wenang yang melanggar hukum, sehingga pada akhirnya para pejabat tidak digugat oleh warga masyarakat atau badan hukum perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Hendrika
"Tesis ini membahas mengenai akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tercantum didalam sertifikat yang telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena adanya pihak lain yang menggugat sertifikat yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut karena pihak tersebut adalah pemilik hak atas tanah atas sebidang /lebih tanah yang sama dengan pemegang hak atas tanah. Kantor Pertanahan sebagai pelaksana pendaftaran tanah dan penerbit sertipikat merupakan pihak yang digugat oleh pihak lain tersebut sedangkan PPAT yang membuat akta perjanjian peralihan hak dan mendaftar akta tersebut ke Kantor Pertanahan bukan merupakan pihak yang dapat digugat karena PPAT bukan merupakan Pejabat TUN dan akta yang dibuat oleh PPAT bukan putusan TUN menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; berdasarkan hal tersebut yang menjadi permasalahan ialah bagaimana kedudukan akta PPAT yang dicantumkan oleh Kantor Pertanahan dalam sertipikat hak yang digugat seseorang di Pengadilan Tata Usaha Negara? Apabila Tata Usaha Negara membatalkan sertipikat tersebut apakah akta PPAT yang dicantumkan dalam sertipikat juga dibatalkan ? Bagaimana akta PPAT yang asli 1 (satu) rangkap yang disimpan oleh PPAT dan salinan akta yang diserahkan PPAT kepada pihak penjual dan pembeli? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya.Keputusan Pengadilan TUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap membatalkan secara otomatis akta yang tercantum dalam sertipikat tanah yang bersangkutan, diharapkan adanya kerja sama antara organisasi PPAT dengan Kantor Pertanahan yang baik, sehingga informasi berkenan dengan sertipikat yang dibatalkan dapat diperoleh dengan mudah bagi PPAT yang bersangkutan.

This thesis discusses about a deed made by Land Deed Officer (PPAT) cited in a certificate issued by Head of Land Administration Agency in State Administration Court in relation to the claim offered by another party to the said certificate because the party is the owner of the similar land plot. Land Administration Agency as an institution to register and issue the land certificate is a defendant by the said another party and PPAT who prepared a deed of assignment and register the said deed to the Land Administration Agency can?t be contested because PPAT is not a State Administration Officer and the deed prepared by PPAT is not a decree of State Administration in pursuant to Law Number 5 of 1986 on Code of the Administration Law amended by Law Number 9 of 2004 On Amendment to Law Number 5 of 1986 on Code of the Administration Law; based on this law, what is the position of a deed prepared by PPAT cited by Land Administration Agency in the right certificate which is contested by another party in the State Administration Court? Provided that, the Court cancels the certificate, is a deed prepared by PPAT cited in the said certificate also cancelled? How about one counterpart original deed prepared by PPAT and copy of deed delivered by PPAT to seller or buyer? This research used library research method with secondary data as its resources. Decision of the State Administration Court with legal effect automatically cancels the deed cited in the relevant certificate. It is expected that PPAT organization and Land Administration Agency cooperate well, so that information related to the cancelled certificate can be accessed by the relevant PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26164
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winston Tommy Watuliu
"Penerapan bernegara di masa otoritarianisme di masa lalu menempatkan Polri untuk tunduk pada kontrol militer dan mengadopsi cara-cara militeristik dalam menegakkan hukum dan melayani masyarakat. Akibatnya lahirlah berbagai bentuk penyimpangan mandat tugas seperti pelanggaran HAM, penggunaan kekerasan secara berlebihan (excessive use of force), dan penyalahgunaan kekuasaan serta korupsi. Sebagai upaya menjaga keseimbangan dalam kepolisian demokratis (democratic policing) membutuhkan sumber daya dari kapasitas negara (state capacity) dan keinginan dari pemerintah untuk melaksanakan kekuasaan negara. Suatu pemerintahan yang demokratis harus bersedia untuk mengembangkan lembaga-lembaga negara seperti kepolisian yang memungkinkan secara efektif memerangi kejahatan dan gangguan sosial, sementara pada saat yang bersamaan membatasi kemampuan polisi untuk melakukan kekuatan fisik yang dapat melanggar HAM. Terdapat tiga dimensi kapasitas negara dalam kepolisian demokratis (Fichtelberg, 2013) yaitu organisasi, profesionalisme dan legalitas. Ketiga dimensi dari kapasitas negara tersebut belumlah cukup untuk dapat membangun kepolisian demokratis di suatu negara, terdapat beberapa dimensi lain yang perlu ditelaah untuk memperkuat kapasitas negara dalam kepolisian demokratis seperti dimensi institusi (Klockars, 1993), politik (Berkley, 1970), budaya (Bayley, 2006, & Dixon, 1999). Dalam upaya memperkuat kapasitas negara (state capacity) dalam kepolisian demokratis Reserse Polri, digunakan soft system methodology berbasis riset tindakan di mana alat bantu intelektual berupa human activity systems dalam bentuk root definition, yang kemudian dibuat model konseptualnya untuk research interest dan problem solving interest. Sesuai dengan kaidah dalam soft system methodology berbasis riset tindakan, proses pembandingan dan debating ini untuk tujuan penelitian teoretik yang melibatkan peneliti, promotor dan ko promotor serta para penguji lainnya sebagai academic reviewers. Sedangkan untuk problem solving interest melibatkan para pemangku kepentingan dari transformasi kepolisian konvensional kepada kepolisian demokratis Reserse Polri dan praktisioner SSM. Hasil penelitian ditemukan bahwa konstruksi teoritis untuk research interest yaitu perlunya penguatan melalui pengembangan tiga dimensi kapasitas negara dalam kepolisian demokratis yaitu organisasi, profesionalisme dan legalitas (Fichtelberg, 2013) yang dapat diperkuat dan dikembangkan dengan dimensi institusi (Klockars, 1993), politik (Berkley, 1970), budaya (Bayley, 2006, Dixon, 1999). Pengembangan dari tiga dimensi menjadi enam dimensi dari kapasitas negara dalam membangun kepolisian demokratis merupakan novelty dari penelitian yang bersifat research interest. Dimensi institusi, politik dan budaya juga merupakan dimensi yang penting dan harus ada dalam kapasitas negara dalam membentuk institusi kepolisian demokratis. Bareskrim Polri memiliki peluang untuk dapat melakukan transformasi kepolisian melalui kepolisian demokratis (democratic policing) melakukan inovasi tata kelola kepolisian sebagai pelayan publik, menjunjung tinggi supremasi hukum, etika kepolisian, dan hak asasi manusia, menjaga akuntabilitas dan transparansi, struktur dan manajerial yang efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan perlindungan dan pelayanan terhadap masyarakat demokratis.

The implementation of the life of state during the past authoritarian era has put the Indonesian National Police under the military control and that the Indonesian Police had to adopt militaristic methods in enforcing the law and in serving the people. This has caused many forms of dereliction of duty such as violation of human rights, excessive use of force, abuse of power and corruption. The effort to maintain the balance in democratic policing requires resources from the state capacity and political will of the government to implement the power of the state. A democratic government must be willing to develop state institutions such as police institution which will fight against crime and social problems, and at the same time restrict police capability that may violate against human rights. There three dimensions of the state capacity in democratic policing (Fichtelberg, 2013), namely organization, professionalism and legality. These three dimensions of the state capacity, however, are not yet enough to develop democratic policing in a nation. There are still other dimensions to be explored in order to strengthen the state capacity in democratic policing, such as institutions (Klockars, 1993), politics (Berkley, 1970), and culture (Bayley, 2006, & Dixon, 1999). In the effort of strengthening the state capacity in democratic policing in the Criminal Investigation Division, the Indonesian Police uses an action research based soft system methodology whereby intellectual device of human activity systems in the forms of root definition, which then becomes the conceptual model for research interest and problem solving interest. In accordance with the principle in the action research based soft system methodology, the process of comparing and debating is for theoretical research purpose which involves researchers, promotors and co-promotors as well as other examiners being the academic reviewers. On the other hand, problem solving interest involves the stakeholders of the transformation from conventional police to democratic police in the Criminal Investigation Division, the Indonesian Police and SSM practitioners. The research results show that the theoretical construction for research interest is the need of empowerment through the development of three dimensions of state capacity in democratic policing, namely organization, professionalism and legality (Fichtelberg, 2013), which can be strengthened and developed with such other dimensions as institutions (Klockars, 1993), politics (Berkley, 1970), and culture (Bayley, 2006, & Dixon, 1999).The development from three dimensions to six dimensions of the state capacity in establishing democratic police constitutes novelty of research having the nature of research interest. Institution, politics and cultures are three important dimensions and they should exist in the state capacity in establishing democratic policing. The Criminal Investigation Division of the Indonesian National Police has the chance to implement police transformation through democratic policing and to make innovation in good governance of the police as public servant, to uphold the supremacy of law, police ethics, human rights, to keep accountability and transparency, effective and efficient structure and management in the framework of providing protection and services to a democratic society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hevi Dwi Oktaviani
"ABSTRAK
Pasca disahkannya Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terjadi perluasan dalam pemaknaan Keputusan Tata Usaha Negara KTUN . Sehingga, perlu dipahami perbedaan definisi sebelum dan sesudah munculnya pasal tersebut. KTUN dimaknai secara sempit pada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Setelah itu, perluasan redefinisi KTUN berdampak pada wewenang PTUN karena KTUN merupakan objek sengketa di PTUN. Pembahasan terakhir akan mencoba mencari putusan-putusan PTUN yang sudah menerapkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dalam pertimbangan hukum hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang diperoleh dari studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya penambahan wewenang PTUN pasca munculnya Pasal 87 karena pada intinya wewenang PTUN tetap mengadili dan memutus sengketa Tata Usaha Negara yang disebabkan oleh terbitnya suatu KTUN. Tetapi, saat ini PTUN harus memaknai KTUN berdasarkan Pasal 87. Selanjutnya, terdapat putusan PTUN yang telah menerapkan Pasal 87 dalam pertimbangan hukumnya yaitu pada Putusan No.45/B/2016/PT.TUN.MKS yang khususnya menggunakan dalil unsur KTUN pada Pasal 87 huruf e ldquo;berpotensi menimbulkan akibat hukum rdquo;. Pasca disahkannya Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terjadi perluasan dalam pemaknaan Keputusan Tata Usaha Negara KTUN . Sehingga, perlu dipahami perbedaan definisi sebelum dan sesudah munculnya pasal tersebut. KTUN dimaknai secara sempit pada Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Setelah itu, perluasan redefinisi KTUN berdampak pada wewenang PTUN karena KTUN merupakan objek sengketa di PTUN. Pembahasan terakhir akan mencoba mencari putusan-putusan PTUN yang sudah menerapkan ketentuan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dalam pertimbangan hukum hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang diperoleh dari studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya penambahan wewenang PTUN pasca munculnya Pasal 87 karena pada intinya wewenang PTUN tetap mengadili dan memutus sengketa Tata Usaha Negara yang disebabkan oleh terbitnya suatu KTUN. Tetapi, saat ini PTUN harus memaknai KTUN berdasarkan Pasal 87. Selanjutnya, terdapat putusan PTUN yang telah menerapkan Pasal 87 dalam pertimbangan hukumnya yaitu pada Putusan No.45/B/2016/PT.TUN.MKS yang khususnya menggunakan dalil unsur KTUN pada Pasal 87 huruf e ldquo;berpotensi menimbulkan akibat hukum rdquo;.

ABSTRACT
After the passing of Article 87 of Law Number 30 Year 2014 on Government Administration, there is an expansion in the meaning of the State Administrative Decision KTUN . Thus, it is necessary to understand the difference of definition before and after the emergence of the article. KTUN is interpreted narrowly in the Law on State Administrative Court. After that, the redefinition extension of KTUN affects the authority of the PTUN because KTUN is a dispute object in the PTUN. The last discussion will try to find the decision of the Administrative Court which has applied the provisions of Article 87 of Law Number 30 Year 2014 in the judge 39 s judicial consideration. The research method used is normative juridical, using secondary data and using primary, secondary and tertiary legal material obtained from literature study. The conclusion of this research is the absence of additional authority of PTUN after the emergence of Article 87 because in essence the authority of PTUN still adjudicates and decides the State Administration dispute caused by the issuance of a KTUN. However, the current State Administrative Court must interpret the KTUN under Article 87. Furthermore, there is a decision of the Administrative Court which has applied Article 87 in its legal considerations, namely Decision No.45 B 2016 PT.TUN.MKS which specifically uses the KTUN elementary argument in Article 87 letter e has the potential to cause legal consequences ."
2018
T49058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soewarno Handajaningrat
Jakarta: Toko Gunung Agung, 1996
350 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilah Alya Permata
"Pendirian Badan Penerimaan Negara diharapkan dapat mempermudah Pemerintah dalam mengelola penerimaan negara secara efisien. Badan Penerimaan Negara, khususnya dalam sektor perpajakan, dianggap sebagai tulang punggung penerimaan negara. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan justifikasi perbaikan kondisi eksisting DJP ketika di bawah Kementerian Keuangan dalam rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah paradigma post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di Indonesia sangat tinggi karena penerimaan negara masih sangat bergantung pada sektor perpajakan. Mengingat pentingnya peran pajak dalam membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik, diperlukan sebuah lembaga khusus yang fokus pada pengelolaan dan peningkatan penerimaan pajak. Dalam sisi kelembagaan Pentingnya kelembagaan perpajakan di Indonesia, terutama dalam upaya pembangunan nasional. Kelembagaan ini memiliki peran utama dalam mengelola dan mengawasi sistem perpajakan secara efektif dan efisien. Dalam sisi Administrasi adalah integrasi sistem pengelolaan pajak yang sebelumnya tersebar di berbagai instansi. Dengan adanya BPN, fungsi pengelolaan pajak dan bea cukai dapat disatukan, menciptakan sebuah sistem yang lebih terkoordinasi dan terstruktur. Dengan adanya BPN, diharapkan pengelolaan penerimaan negara dapat lebih fokus dan efisien, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu peneliti menyarankan dalam pembuatan Badan Penerimaan Negara Dalam merancang undang-undang pembentukan BPN, kerangka hukum yang dibangun memiliki dasar yang kuat dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, serta memperhatikan pengaturan pengawasan yang ketat.

The objective of this research is It is hoped that the establishment of the State Revenue Agency will make it easier for the Government to manage state revenues efficiently. The State Revenue Agency, especially in the taxation sector, is considered the backbone of state revenue. This research aims to provide justification for improving the existing conditions of the DJP when it was under the Ministry of Finance in the plan to establish a State Revenue Agency. The research approach used is a post-positivist paradigm. Data collection techniques used include literature study and in-depth interviews. The results of this research show that the urgency for establishing a State Revenue Agency (BPN) in Indonesia is very high because state revenue is still very dependent on the taxation sector. Considering the important role of taxes in financing various development programs and public services, a special institution is needed that focuses on managing and increasing tax revenues. On the institutional side, the importance of taxation institutions in Indonesia, especially in national development efforts. This institution has a major role in managing and supervising the tax system effectively and efficiently. On the administrative side, there is the integration of tax management systems which were previously spread across various agencies. With the existence of BPN, tax and customs management functions can be unified, creating a more coordinated and structured system. With the existence of BPN, it is hoped that state revenue management can be more focused and efficient, as well as increase transparency and accountability. Therefore, researchers suggest that in creating a State Revenue Agency in designing the law establishing BPN, the legal framework that is built has a strong basis and is in accordance with applicable legal principles, as well as paying attention to strict supervisory arrangements."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utrecht, Elien
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
342.06 UTR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Surie, H.G.
Jakarta: Gramedia, 1987
350 SUR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>