Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 236325 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabila Mumtaz Abdi
"Skripsi ini membahas proses penciptaan ruang pertunjukan yang melibatkan pembuat, latar, dan penonton sebagai elemen utama dalam proses pembuatan sebuah pertunjukan. Ruang pertunjukan membantu para aktor untuk mendalami peran dan juga memberikan konteks yang tepat agar penonton dapat memahami cerita dengan lebih baik. Dalam proses pembuatan pertunjukan, terdapat dua pandangan, yakni pendekatan tunggal dan pendekatan kolaboratif. Perbedaan dari kedua pendekatan tersebut terletak pada posisi penonton di dalam dan di luar proses pembuatan. Oleh karenanya dalam proses penciptaan ruang pertunjukan, terdapat dinamika relasi dan batasan yang terbentuk berdasarkan posisi penonton dalam proses pembuatan pertunjukan tersebut.
Pembahasan dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan studi kasus pertunjukan teater musikal dan immersive theater yang diadaptasi dari novel berjudul The Great Gatsby, karya F. Scott Fitzgerald. Analisis studi kasus dilakukan dengan melihat dinamika relasi dan boundaries pada ruang pertunjukan berdasarkan posisi penonton di dalam dan di luar proses pembuatan untuk beberapa adegan (scene) utama. Selain itu pada tulisan ini juga dibahas penciptaan pengalaman ruang (spatial experience) yang dirasakan penonton pada suatu pertunjukan, serta hubungan antara pembuat pertunjukan dengan penonton melalui intention dan desire. Dalam penataan suatu panggung pertunjukan perlu adanya keselarasan intention creator dengan desire penonton, sehingga suasana ruang (atmosphere) yang tercipta dari pertunjukan bukan hanya sesuatu yang imajinatif dan bersifat subjektif, tetapi juga merupakan suatu realitas bersama yang dirasakan oleh semua penonton.

This thesis discusses the process of creating a performance space involving the creator, setting and viewer as the main elements in the process of making a performance. The performance space helps actors to explore their roles and also provides the right context so that the audience can understand the story better. In the process of making a performance, there are two views, namely single approach and collaborative approach. The difference between the two approaches lies in the position of the audience inside and outside the making process. Therefore, in the process of creating a performance space, there are dynamic relations and boundaries that are formed based on the position of the audience in the process of making.
The discussion in this thesis is carried out using a case study of a musical theater performance and immersive theater adapted from the novel The Great Gatsby, by F. Scott Fitzgerald. The case study analysis was conducted by looking at the dynamic relations and boundaries in the performance space based on the position of the audience inside and outside the making process for several main scenes. In addition, the creation of spatial experience felt by the audience in a performance will also be discussed, as well as the relationship between the creator of the performance and the audience through intention and desire. In setting up a performance stage, there needs to be harmony between the creator's intentions and the audience's desires, so that the atmosphere created by the performance is not only something imaginative and subjective, but also a shared reality felt by the whole audience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Nadia Ilmiani
"Arsitektur sering kali diasosiasikan dengan bangunan. Ini membuat kehadiran ruang, sebagai elemen utama arsitektur terkadang tidak disadari. Dalam seni pertunjukan, salah satu cara membentuk ruang arsitektural dapat dari proyeksi gerakan serta interaksi yang terjadi antar manusia. Pada seni pertunjukan, terjadi komunikasi lansung antara penampil dan penonton. Penonton menangkap pertunjukan, menginterpretasikan event dan mengalami ruang yang hadir selama pertunjukan berlangsung. Skripsi ini menjabarkan dan menyimpulkan bahwa ruang tidak selalu tercipta akibat hadirnya batasan fisik. Aktivitas, suara, intensitas cahaya, bahkan penonton merupakan elemen yang juga berpotensi untuk menghadirkan ruang.

Architecture is often associated with buildings. As a result, the presence of space as the essence of architecture is seemingly failed notice. In a performing art, architectural space emerges from projections of people's movements and interactions. In performing art, direct communications occur between performers and audience. The audience captures the show, interprets events and experiences the spaces that continuously exist during the show. This thesis describes and concludes that space is not always created by the presence of physical boundaries. Activity, sound, light intensity and even the audience are also powerful elements to bring the space into existence."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42031
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Topham, Sean
New York: Prestel, 2003
745.2 TOP w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Humaera Qaneeta Gustia
"Skripsi ini menyelidiki bagaimana kondisi spasial yang fragmented dan disjunctive memicu rekonstruksi naratif melalui movement dalam spatial storytelling. Skripsi ini bertujuan untuk memahami bagaimana pengguna melakukan bridging ruang-ruang yang terputus melalui movement sebagai praktik aktif untuk merekonstruksi spatial fragments menjadi narasi yang bermakna. Studi ini dipandu oleh pertanyaan bagaimana ruang disjunctive yang fragmented memicu rekonstruksi naratif melalui movement dalam spatial storytelling. Kerangka teoritis skripsi ini mengacu pada tiga konsep utama. Fragments sebagai elemen spasial otonom yang dikomposisi oleh strategi disjunction sebagai ketegangan produktif antar fragments yang memicu pencarian keterhubungan. Movement, sebagai praktik aktif pengguna yang memicu delinquency sebagai tindakan menghasilkan makna melalui eksplorasi yang tidak linier. Terakhir, frontiers dan bridges untuk menjelaskan bagaimana pengguna membentuk batas dan sambungan antar fragments sebagai proses rekonstruksi narasi. Studi Ini menggunakan Outer Wilds sebagai studi kasus yang menggambarkan kondisi dalam praktik untuk mengamati dan menganalisis bagaimana lingkungan yang fragmented dan tidak stabil, memaksa pemain baru untuk merekonstruksi narasi melalui eksplorasi, memori, dan transversal berulang. Studi ini mengungkap bagaimana ruang disjunctive yang fragmented mengembangkan proses naratif yang adaptif dan partisipatif di mana koherensi muncul melalui negosiasi yang berkelanjutan alih-alih solusi yang pasti; menjadikan fragmentation dan disjunction sebagai syarat untuk menghasilkan narasi melalui gerakan dan interpretasi.

This undergraduate thesis investigates how fragmented and disjunctive spatial conditions provoke narrative reconstruction through movement in spatial storytelling. The study aims to understand how users engage in bridging disconnected spaces through movement as an active practice to reconstruct spatial fragments into meaningful narratives. This study is guided by the proposition that fragmented disjunction spaces provoke narrative reconstruction through movement in spatial storytelling. The theoretical framework of this thesis draws on three main concepts. Fragments are understood as autonomous spatial elements composed through the strategy of disjunction, a productive tension between fragments that prompts the search for connectivity. Movement is framed as an active user practice that generates delinquency as a deviant mode of exploration that produces meaning through non-linear trajectories. Lastly, frontiers and bridges are used to describe how users define boundaries and construct connections between fragments as part of the narrative reconstruction process. This study uses Outer Wilds as a case study that illustrates the conditions in practice to observe and analyze how a fragmented and unstable environment compels new players to reconstruct a narrative through exploration, memory, and repeated traversal. The study reveals how fragmented disjunctive space develops an adaptive and participatory narrative process where coherence emerges through ongoing negotiation rather than a fixed solution, making fragmentation and disjunction the very condition for generating narratives through movement and interpretation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Haryanti
"Healing merupakan sebuah proses penyembuhan diri yang terjadi secara menyeluruh dari penyakit emosional atau penyakit psikis. Prinsip healing adalah memberikan pengalaman spiritual yang membangkitkan kekuatan diri (self empowering) atau refleksi diri. Arsitektur memiliki kemampuan untuk menciptakan ruang spiritual. Karakter tertentu (spesifik) ruang arsitektur mampu menjadi stimulus untuk membawa seseorang untuk masuk kedalam pengalaman spiritual. Pengalaman dalam ruang spiritual membuat pikiran fokus pada diri sendiri. Penulisan skripsi ini membahas proses pengalaman spiritual pergerakkan berputar (circumambulation) yang diyakini menjadi salah satu cara berkonsentrasi dalam ruang spiritual. Dua kasus dalam pembahasan skripsi ini, Kabah dan Candi Borobudur, menunjukkan bagaimana arsitektur mengatur gerakan berputar ini.

Healing is a process that occurs as whole from an emotional illness or mental illness. The principle of healing is providing a spiritual experience that evokes the power of self (self empowering) or self reflection. Architecture has the ability to create spiritual space. The specific character of architecture space can be a stimulus to bring people into a spiritual experience. Spiritual experience can help people to consentrate their mind for self reflection. This thesis will explain one of spiritual experience, the process of circumambulation. Circumambulation is believed as one way of concentrating in spiritual space. Two cases in this thesis, Kabah and Borobudur Temple show us how the architecture orders circumambulation experience."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S844
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Nabila Aviana
"Ruang pamer dipahami sebagai ruang publik yang mengoleksi, mempelajari, serta memamerkan sebuah informasi atau nilai tertentu. Hal ini pun menjadikan ruang pamer membutuhkan media komunikasi yang tepat dalam menyampaikan informasi dan nilai tersebut. dengan perkembangan teknologi saat ini,, media pamer yang digunakan semakin beragam agar dapat memberikan pengalaman imersif bagi pengunjung, salah satunya teknologi virtual reality (VR). Dengan mengkaji penggunaan teknologi VR di salah satu ruang pamer, kajian ini bertujuan untuk memahami bagaimana penggunaan teknologi VR dapat membentuk pengalam imersif bagi pengunjung ruang pamer. Temuan dari kajian ini, untuk mencapai pengalaman imersif, teknologi VR memerlukan beberapa poin penting, seperti aktifnya multisensori pengunjung serta konfigurasi dan dimensi ruang yang sesuai dengan ruang virtualnya. Hal ini pun dapat dicapai melalui elemen teknologi VR, yakni lingkungan virtual, perangkat sensor, perangkat gerak, manusia, dan juga generator lingkungan virtual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua komponen harus dihadirkan dalam teknologi VR untuk membentuk pengalaman imersif bagi pengunjung museum.

An exhibition space is understood as a public space that collects, studies, and displays certain information or values. Based on this understanding, exhibition spaces require a medium of communication and interaction in conveying information and values. As time goes on, the display media that can be used are increasingly diverse to give impressions and immersive experiences for visitors, one of which is virtual reality (VR) technology. By examining the use of VR technology in one of the exhibitions, this study investigates the process of VR technology in forming an immersive experience for exhibition visitors. In achieving an immersive experience, VR technology requires several essential points, such as the activation of the visitor's multisensory and the configuration and dimensions of the space according to the virtual space. This can be achieved through the composition of VR technology, namely virtual environments, sensor devices, motion devices, humans, and virtual environment generators. This study indicates that not all components must be presented in VR technology to form an immersive experience for museum visitors."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahira Hanun Prijonggo
"Penulisan ini menjelaskan proses translasi multidimensional narrative dalam desain pameran yang berlangsung di galeri seni. Aspek-aspek multidimensional narrative ditranslasikan menjadi elemen ruang dalam desain konten dan kontainer. Proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang perlu mempertimbangkan kemudahan interpretasi pengunjung dan memenuhi syarat naratif agar dapat diinterpretasikan. Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari dua tahap, yaitu 1.) Menentukan aspek-aspek multidimensional narrative dalam ruang spasial, dan 2.) Menganalisis proses translasi aspek multidimensional narrative menjadi elemen ruang berdasarkan teori Fiese dan Sameroff. Pameran yang akan dianalisis adalah Pameran Rekonstruksi Kontrol Motorik yang diselenggarakan oleh Komunitas KamiSketsa di Galeri Nasional Indonesia. Hasil analisis mengungkap bahwa multidimensional narratives memiliki syarat untuk dapat diinterpretasikan. Syarat tersebut dipengaruhi oleh prinsip desain axis, movement, dan white space sehingga menghasilkan susunan konten pameran yang dapat diinterpretasikan oleh pengunjung tanpa kehilangan esensi desainnya.

This writing will explain about the translation process of multidimensional narrative into exhibition design in art galleries. Aspects of multidimensional narrative are translated to spatial elements in content and container design.. Translation processes from multidimensional narrative aspects to spatial elements need to consider the interpretation of the visitors and fulfill the requirement for multidimensional narrative to be interpreted. This study will analyze the process through two stages, 1.) Determining the aspects of multidimensional narrative in the form of spatial elements, and 2.) Analyzing the translation process of multidimensional narrative aspects become spatial elements based on Fiese and Sameroff’s theory. Analysis will take part in Rekonstruksi Kontrol Motorik exhibition held by KamiSketsa Community in National Gallery of Indonesia. Analysis results reveal that multidimensional narratives need to fulfill requirements to be interpreted. Each requirement is influenced by the axis, movement, and white space, so it can produce a content design that is able to be interpreted without losing its design essentials."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Apsari
"Public art merupakan bentuk seni yang diletakkan pada ruang publik, berkaitan dengan publik serta mementingkan respon dari publik dalam penilaiannya. Keterbukaan ruang publik memberi kemungkinan respon yang beragam karena dapat diakses oleh siapa saja. Public art dengan tapak berupa ruang publik turut menjadi elemen ruang publik. Di ruang publik terjadi keterlibatan pasif dan aktif oleh publik yang memicu terjadinya aktivitas sosial. Sebagai elemen pada ruang publik, public art karenanya dapat berperan menimbulkan respon berupa keterlibatan pasif dan aktif dari pengguna ruang publik. Namun demikian terdapat juga public art yang tidak menimbulkan respon dari pengguna ruang publik meskipun peletakannya strategis. Public art sebagai seni yang berada pada suatu tempat dapat mempengaruhi aktivitas pada ruang publik. Dari studi kepustakaan, diperoleh teori triangulation untuk mengetahui bagaimana stimulus yang dihasilkan oleh public art sebagai benda dapat mendukung terjadinya aktivitas sosial. Studi kasus dilakukan dengan melakukan perbandingan pada empat ruang publik yaitu Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, Taman Suropati, dan Patung Pangeran Diponegoro. Hasil yang ditemui berbeda pada keempat tempat. Secara umum public art dapat menjadi stimulus aktivitas sosial dan dapat menimbulkan triangulation, namun satu lokasi hanya menimbulkan keterlibatan pasif. Keseluruhan lokasi membutuhkan dukungan elemen-penunjang beserta aktivitas lainnya. Penempatan public art hendaknya merupakan kesatuan dengan ruang publik dimana ia diletakkan karena public art dengan tapak berupa ruang publik turut berfungsi sebagai stimulus dan merupakan elemen ruang publik yang dapat mendorong terjadinya triangulation.. Peran public art pada ruang publik tidak hanya sekedar penghias, atau penanda tetapi berperan dalam kelangsungan aktivitas sosial di dalam ruang publik.

Public art is a form of art that is placed on public space, associated with general public and concerned with response from the public in its assessment. Openness of public spaces give the possibility of multiple responses because it can be accessed by everybody. Public art with site in the form of public space contribute to elements of public space. On public space ,the users performs passive and active engagements. Passive and active engagement generate social activities. As an element of public space, public art has part in the response in the form of passive and active engagements of public space users. However, there are public art which didn't generate a response from the users of public space despite its strategic position. This minithesis covers how public art as residing in a place could affect activities of the public space. Approach used by the writer are literature study and case studies through observational methods. From the literature study, writer obtained the triangulation theory to determine how the stimulus generated by the public art as an object supports the occurrence of social activities. The case study was done by comparison to the four public space that is Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, Suropati Park, and the Statue of Pangeran Diponegoro. The four places have different results. In general, public art can be a stimulus of social activities and may cause triangulation, but one location only generate passive involvement. In overall location, supporting elements needed to support public art along with other activities in public spaces. Placement of public art should be an integral part of public space in which it's placed for public art with a site in the form of public space also serves as a stimulus and an element of public space that can stimulate triangulation. In conclusion, The role of public art in public spaces is not just decoration, or markers, but has a role in the continuity of social activity in public spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52275
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Princeton Architectural Press, 1992
720.1 COL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Luqyana Inan Fadhilah
"Dalam konteks ruang dan waktu, sebuah ruang memiliki masa penggunaan. Jika masa penggunaan suatu ruang telah habis, maka ruang akan dihancurkan. Namun, ruang dapat dihancurkan untuk digantikan dengan penambahan baru meskipun masa penggunaan ruang tersebut belum habis. Hal ini menyebabkan penggunaan ruang menjadi kurang efisien. Menanggapi hal tersebut, skripsi ini akan membahas lebih jauh tentang penggabungan antara jejak pada elemen asal (origin) dan jejak pada elemen baru (alter) yang menghasilkan ruang gabungan. Tujuan dilakukan penggabungan tersebut agar dapat memperpanjang masa penggunaan ruang asal dan dapat menyatu dengan penambahan barunya melalui alterasi jejak. Lebih jauh, hal tersebut akan dipelajari melalui studi literatur dan studi kasus pada preseden. Hasilnya, ditemukan bahwa terdapat suatu titik keseimbangan pada alterasi jejak yang perlu dicapai dalam melakukan alterasi agar jejak asal dan jejak baru dapat menyatu. Selain itu, proses ini perlu melihat kondisi asal dari materialitas dan karakternya.

In confronting the space and time contexts, a space has the usage period. When its usage period is over, the space can be destroyed and replaced with the alter  even its usage period has not over yet. This condition causes the usage period is not efficient. Arguing that issue, this thesis will elaborate the composition between traces in elements of origin and trace in elements of alter, its result is called as composite space. This composition were done for extending the usage period of origin space and merging both the traces of origin and the traces of alter through trace alteration. Furthermore, this thing will be learned through literature review and case studies in several adaptive – reuse precedents. As the results, it was found a balancing point in trace alteration which was needed to be reached in alteration, and create a unity. Then, this process is needed to look over the origin conditions through its materiality and characteristics."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>