Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa Nabila Yusmita
"Media sosial saat ini, khususnya Instagram, sudah menjadi hal yang umum bagi satu individu untuk mengelola beberapa akun dalam satu perangkat melalui fitur switch account yang memungkinkan pengguna untuk dapat menampilkan presentasi diri yang berbeda. Penggunaan fitur switch account terbagi menjadi dua akun, yaitu: akun publik dan akun privat. Penelitian sebelumnya menunjukkan penggunaan fitur ini dapat mengarah pada fragmentasi identitas sekaligus fleksibilitas dalam mempresentasikan diri di ruang digital. Penelitian ini menerapkan teori dramaturgi dan presentasi diri dari Erving Goffman untuk menganalisis bagaimana individu mengelola panggung depan dan panggung belakang mereka di Instagram melalui konten visual. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengambilan data dari wawancara mendalam serta observasi akun Instagram informan. Tujuan penelitian ini untuk memahami bagaimana individu mengelola kesan mereka yang ditunjukkan pada akun ganda. Penelitian ini menemukan adanya diferensiasi presentasi diri pada akun publik sebagai panggung depan yang menunjukkan kesan yang terkurasi karena memiliki audiens yang luas, sedangkan akun privat sebagai panggung belakang yang menunjukkan kesan yang lebih personal dan autentik karena audiens berasal dari lingkaran teman dekat.

Social media today, especially Instagram, has become common for one individual to manage multiple accounts on one device through the switch account feature that allows users to be able to display different self-presentations. The use of the switch account feature is divided into two accounts, namely: public account and private account. Previous research shows that the use of this feature can lead to identity fragmentation as well as flexibility in presenting oneself in the digital space. This study applies Erving Goffman's theories of dramaturgy and self-presentation to analyse how individuals manage their front stage and back stage on Instagram through visual content. This study uses a qualitative approach with data collection methods from in-depth interviews and observations of informants' Instagram accounts. The purpose of this study is to understand how individuals manage their impressions shown on dual accounts. This study found a differentiation of self-presentation on public accounts as a front stage that shows a curated impression because it has a wide audience, while private accounts as a back stage that shows a more personal and authentic impression because the audience comes from a close circle of friends. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Putri Chandra
"Fenomena memiliki akun lebih dari satu, seperti akun utama (main account) dan akun alternatif (finsta, second account, dump account), menjadi tren di kalangan Gen-Z dan menunjukkan dinamika menarik dalam cara mereka mempresentasikan diri secara digital. Ketika individu menampilkan dirinya secara digital, mereka sedang melakukan online self-presentation, dan motivasi penting untuk online self-presentation yang akhirnya mempengaruhi persepsi orang lain tentang diri sendiri adalah self-esteem. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara self-esteem dengan semua dimensi pada online self-presentation, yaitu dimensi adaptable self, authentic self, dan freedom of self online. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional dengan 279 partisipan mahasiswa Gen-Z yang memiliki lebih dari satu akun Instagram aktif. Alat ukur yang digunakan adalah Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) untuk mengukur self-esteem dan Presentation of Online Self Scale for Adults (POSSA) untuk mengukur ketiga dimensi online self-presentation. Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan self-esteem antara semua dimensi online self-presentation, yaitu hubungan yang negatif signifikan dengan dimensi adaptable self (r = –0.213, N = 279, p < 0.001, two-tail), hubungan positif signifikan dengan dimensi authentic self (r = 0.305, N = 279, p < 0.001, two-tail), dan hubungan negatif signifikan dengan dimensi freedom of self online (r = –0.26, N = 279, p < 0.001, two-tail). Individu dengan self-esteem yang lebih rendah cenderung melakukan online self-presentation yang diadaptasi (adaptable self), kurang otentik (authentic self), dan lebih merasa bebas berada di dunia digital (freedom of self online). Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang hubungan antara self-esteem dengan online self-presentation.

The phenomenon of having more than one Instagram account, such as a main account and alternative accounts (e.g., finsta, second account, dump account), has become common among Gen-Z, reflecting interesting dynamics in how they present themselves digitally. Online self-presentation refers to how individuals portray themselves in digital spaces, a behavior influenced by various motivations, one of the most significant being self-esteem. This study aims to examine the relationship between self-esteem and the three dimensions of online self-presentation: adaptable self, authentic self, and freedom of self online.Using a quantitative correlational design, 279 Gen-Z undergraduate students with more than one active Instagram account participated in the study. The Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) used to measure self-esteem, while the Presentation of Online Self Scale for Adults (POSSA) was used to assess the three dimensions of online self-presentation. The results indicate a significant relationship between self-esteem and all three dimensions. . A negative correlation was found between self-esteem and adaptable self (r = –0.213, p < 0.001), a positive correlation with authentic self (r = 0.305, p < 0.001), and a negative correlation with freedom of self online (r = –0.260, p < 0.001). These findings suggest that individuals with lower self-esteem tend to engage in more adaptive and less authentic online self-presentation, and feel a greater sense of freedom when expressing themselves in digital spaces. This study aims to contribute to a better understanding of the relationship between self-esteem and online self-presentation among Gen-Z university students in the age of social media."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elanca Arter
"Multiple alter account merupakan sebuah fenomena yang ditemukan dalam sosial media Instagram dimana satu individu dapat memiliki lebih dari satu akun sosial media yang masing-masing dari akun tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penelitianpenelitian sebelumnya cenderung lebih menjelaskan keberadaan akun alter sebagai saluran ekspresi alter ego dari individu dan berperan sebagai panggung belakang dalam perspektif dramaturgi, namun kurang menjelaskan mengenai proses pembentukkan identitas yang terjadi melalui interaksi dalam multiple alter account. Penelitian ini berusaha menggambarkan dinamika dramaturgi yang ditemukan dalam penggunaan multiple alter account oleh remaja generasi Z, dimana multiple alter account tersebut memberikan panggung untuk menyusun narasi identitas diri yang jamak pada remaja generasi Z. Penelitian ini menemukan bahwa dalam penggunaan multiple alter account, dramaturgi masih ditemukan dalam upaya para remaja generasi Z dalam membentuk identitas diri namun dengan batasan panggung yang kabur dan juga adanya proses filterisasi audiens yang menjadi ciri khas fenomena ini. Identitas yang ditemukan pun jamak jumlahnya dan dapat dibagi ke dalam dua wujud yaitu multiple identities dan juga blended identity.

Multiple alter accounts is a phenomenon found in Instagram where one individual can have more than one Instagram account, each of which has different characteristics. Previous studies tend to explain the existence of alter accounts as channels of alter ego expressions within the dramaturgy framework, but doesn’t explain about the process of identity construction that occurs through interactions in multiple alter accounts. This study attemps to discuss the dynamic dramaturgical process found in the use of multiple alter accounts by Gen Z youth, in which it presents multiple stages for these youths to constructs multiple narratives on their own identity. This study found that in the use of multiple alter accounts, dramaturgy is still found in the efforts of Gen Z youth in forming their own identity but with blurred stage boundaries and also audience filtering process that characterizes this phenomenon. The identites found on the Gen Z youth can be divided into two forms, which are multiple identities and blended identities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elanca Arter
"Multiple alter account merupakan sebuah fenomena yang ditemukan dalam sosial media Instagram dimana satu individu dapat memiliki lebih dari satu akun sosial media yang masing-masing dari akun tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penelitianpenelitian sebelumnya cenderung lebih menjelaskan keberadaan akun alter sebagai saluran ekspresi alter ego dari individu dan berperan sebagai panggung belakang dalam perspektif dramaturgi, namun kurang menjelaskan mengenai proses pembentukkan identitas yang terjadi melalui interaksi dalam multiple alter account. Penelitian ini berusaha menggambarkan dinamika dramaturgi yang ditemukan dalam penggunaan multiple alter account oleh remaja generasi Z, dimana multiple alter account tersebut memberikan panggung untuk menyusun narasi identitas diri yang jamak pada remaja generasi Z. Penelitian ini menemukan bahwa dalam penggunaan multiple alter account, dramaturgi masih ditemukan dalam upaya para remaja generasi Z dalam membentuk identitas diri namun dengan batasan panggung yang kabur dan juga adanya proses filterisasi audiens yang menjadi ciri khas fenomena ini. Identitas yang ditemukan pun jamak jumlahnya dan dapat dibagi ke dalam dua wujud yaitu multiple identities dan juga blended identity.

Multiple alter accounts is a phenomenon found in Instagram where one individual can have more than one Instagram account, each of which has different characteristics. Previous studies tend to explain the existence of alter accounts as channels of alter ego expressions within the dramaturgy framework, but doesn’t explain about the process of identity construction that occurs through interactions in multiple alter accounts. This study attemps to discuss the dynamic dramaturgical process found in the use of multiple alter accounts by Gen Z youth, in which it presents multiple stages for these youths to constructs multiple narratives on their own identity. This study found that in the use of multiple alter accounts, dramaturgy is still found in the efforts of Gen Z youth in forming their own identity but with blurred stage boundaries and also audience filtering process that characterizes this phenomenon. The identites found on the Gen Z youth can be divided into two forms, which are multiple identities and blended identities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Vashti Annisa
"ABSTRAK
Pertanyaan lsquo;siapakah kita di dunia maya rsquo; mulai muncul dengan lahirnya internet dan media sosial, dimana kita diberikan kesempatan untuk mempertunjukan diri kita kepada dunia. Di dalam dunia tersebut, tidak ada batasan dan siapapun bisa menjadi apa atau siapapun yang mereka mau. Di Instagram--medium dimana orang mengunggah foto dan video--orang-orang dapat melakukan hal tersebut kepada publik, baik publik secara luas atau publik pilihan mereka dimana akun mereka tidak terbuka untuk umum.Bagaimana kita menggambarkan diri kita di dunia maya biasanya membutuhkan lsquo;impression management rsquo;. Goffman membuat teori ini di tahun 1967 dimana ia mengatakan bahwa orang-orang mempunyai kesan yang mereka buat untuk diri mereka sendiri dalam kontak secara langsung atau komunikasi melalui medium perharinya. Walaupun media sosial belum ada pada tahun tersebut, teori Goffman dapat diaplikasikan jaman sekarang. Terlebih lagi karena media sosial adalah tempat untuk membentuk kesan kita dan hal tersebut akan dilihat oleh banyak orang bahkan orang yang tidak kita kenal jika kita memperbolehkan hal itu untuk terjadi. Presentasi diri merupakan hal yang menarik untuk digali lebih dalam karena hal ini sering terlihat di akun banyak orang.

ABSTRACT
The question of lsquo Who Are We Online rsquo arises with the birth of the internet and social media, where we are given the opportunity to present ourselves to the world. That being said, it is important to highlight the fact that there is no boundary in this particular medium, one can be anyone they want. On Instagram a photo sharing platform people can post photos or videos of themselves to their public, whether it is to the free public or to their chosen public when their profile is private. How we portray ourselves online nowadays usually involve a very heavy impression management. Goffman created this theory back in 1967 where he described that people tend to have an image that they create for themselves in daily contact whether it is face to face or in mediated communication. Even though social media was not created back in his days, his theory can very much be applied to this time and age. Especially because social media acts as a platform to build an image of yourself and it is seen by everyone from the people we know even to strangers if we allow them to. Self presentation is an interesting topic to explore as it is often seen that people rsquo s account is carefully crafted for its audience. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rumaysha Gikha Nisrina
"Konstruksi kecantikan yang dibangun oleh media memunculkan standar-standar kecantikan yang dianut oleh para perempuan. Persepsi bahwa menjadi cantik harus memiliki kulit yang putih dan mulus melekat dalam definisi kecantikan. Dalam dunia digital, konstruksi kecantikan ini semakin diperkuat oleh kehadiran beauty influencer dengan presentasi diri yang memenuhi standar-standar yang telah dikonstruksi. Ketika ada seorang beauty influencer yang menampilkan presentasi diri yang berbeda, dengan wajah berjerawat dan tidak memenuhi standar yang dikonstruksi media, tentunya merupakan fenomena yang unik dan berpengaruh terhadap makna kecantikan yang selama ini dikonstruksi. Tulisan ini membahas mengenai bagaimana presentasi diri seorang beauty influencer yang berbeda dari mayoritas beauty influencer lainnya karena tidak menampilkan hal-hal yang menjadi standar kecantikan yang dikonstruksi oleh media sebagai upaya dekonstruksi terhadap makna kecantikan yang selama ini ada di media sosial.

The construction of beauty built by the media raises the standards of beauty that are adhered to by women. The perception of being beautiful should have white and smooth skin is inherent in the definition of beauty. In this digital world, beauty construction is further strengthened by the presence of beauty influencers with self-presentation that meets the standards which have been constructed. When a beauty influencer who presents a different self presentation, with a pimply face and does not meet the standards constructed by the media, it is certainly a unique phenomenon and influences the meaning of beauty that has been constructed. This paper discusses how the self-presentation of a beauty influencer is different from the majority of other beauty influencers because it does not display things that become the standard of beauty constructed by the media, as an effort to deconstruct the meaning of beauty that has been exist previously on social media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Badria Agustina Putri
"Pada umumnya dewasa muda kini yang menjadi pengguna media sosial Instagram kerap menggunakan fitur archive untuk membantu mereka dalam menyembunyikan atau menghilangkan sementara foto-foto pada profil pribadi mereka yang dianggap tidak sesuai dengan identitas yang ingin ditampilkan. Berangkat dari pengamatan terhadap teman-teman saya yang mulai menghilangkan foto-foto di platform ini, saya berfokus pada presentasi diri dewasa muda di Instagram sebagai salah satu media kontestasi visual paling diminati saat ini. Dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan etnografi melalui wawancara mendalam dan observasi partisipasi baik secara langsung maupun online. Berdasarkan temuan lapangan saya, dewasa muda mengalami kesulitan dalam menentukan identitas yang sesuai dengan mereka di dunia nyata dan juga dapat diterima oleh orang-orang di sekitar mereka. Fitur archive menjadi cara bagi dewasa muda untuk memodifikasi presentasi diri secara ideal dan menjadi ruang untuk memenuhi kebutuhan emosional mereka. Proses ini menunjukkan bagaimana dewasa muda senantiasa mengalami perubahan dalam pemahaman diri mereka yang melibatkan interaksi dengan pengikut, pengalamannya sebagai pengguna, dan perkembangan teknologi yang ada.

In general, today's young adults who are users of the social media Instagram often use the archive feature to assist them in hiding or temporarily removing photos on their profiles that are considered inappropriate for the identity they want to display. Starting from observing my friends who also started to hide pictures on the platform, I focused on the self-presentation of young adults on Instagram as one of today's most favored visual media contests. In this study, I used an ethnographic approach through in-depth interviews and participatory observations both in-person and online. Based on my findings, young adults have difficulty in determining an identity that fits them in the real world and one that is also acceptable to those around them. Further, the archive feature is a way for young adults to modify their self-presentation and become a space to meet their emotional needs. This process shows how young adults experience constant changes in their self-understanding which involve interactions with followers, experiences as users, and developments in existing technologies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Abraham
"ABSTRAK
Skripsi ini adalah kajian sosiolinguistik untuk meneliti pemilihan bahasa antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan hubungannya dengan presentasi diri dalam media sosial Instagram. Subjek dari penelitian ini adalah 6 orang mahasiswa program studi Inggris Universitas Indonesia. Melalui analisis tekstual dan pendekatan techno-linguistic biography, penelitian ini berusaha untuk mencari tahu bagaimana pemilihan bahasa digunakan untuk membangun presentasi diri di Instagram, dan mengapa subjek penelitian lebih sering memilih untuk menggunakan bahasa Inggris dibanding Indonesia. Presentasi diri dan konstruksi identitas dipilih karena bahasa merupakan penanda identitas dan dapat dipakai sebagai salah satu strategi presentasi diri. Penelitian ini menemukan bahwa bahasa Inggris dipilih saat para subjek mempresentasikan diri sebagai kaum muda metropolitan berkelas yang tergabung dalam masyarakat global. Sedangkan bahasa Indonesia dipilih saat para subjek mempresentasikan diri sebagai kaum muda Indonesia yang santai. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami bagaimana kaum muda melakukan pemilihan bahasa di media sosial, khususnya Instagram.

ABSTRACT
This thesis conducts a sociolinguistics research about language choice between English and Indonesian and its relationship to self presentation in social media site Instagram. The subjects are 6 students from the English study program of Universitas Indonesia. Using textual analysis and techno linguistic biography approach, this research wants to find out how language choice is used to build self presentation in Instagram, and why the subjects prefer to choose English rather than Indonesian. Self presentation and identity construction are chosen to be researched because language is a sign of identity and can be used as a strategy in doing self presentation. This research found that English is chosen to present an image of classy young metropolitan and global people. Meanwhile, Indonesian is chosen to present an image of playful young people. Hopefully this research can help to understand the language choice of young people in social media, particularly Instagram."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S66400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Augustian Wijaya
"Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis preferensi Generasi Z dalam mengonsumsi konten berita digital, studi pada akun Instagram @votemedia.id. Penelitian ini mengembangkan @votemedia.id, sebagai platform berita digital dari internal mahasiswa/i Produksi Media Universitas Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif berdasarkan wawancara mendalam dan berlandaskan uses and gratifications theory, platform ini akan diuji terhadap mahasiswa/i Program Studi Produksi Media Universitas Indonesia yang termasuk dalam Generasi Z dan aktif menggunakan Instagram sebagai sumber informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Generasi Z lebih menyukai konten berita yang bersifat visual proporsional, informasi relevan dengan kehidupan sehari-hari, dan dikemas secara kreatif melalui fitur-fitur Instagram seperti carousel, reels, dan stories. Faktor interaktivitas, kedekatan emosional, dan nilai informasi menjadi elemen penting dalam menarik perhatian mereka. Akun Instagram @votemedia.id dinilai sudah relevan dengan karakteristik Generasi Z, namun masih perlu dioptimalkan dari sisi konsistensi konten, gaya komunikasi, serta strategi interaksi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi praktis dalam mengelola akun media digital yang menyasar Generasi Z, serta berkontribusi terhadap pengembangan jurnalisme digital dan komunikasi media sosial yang efektif.

This study aims to analyze the preferences of Generation Z in consuming digital news content, with a case study of the Instagram @votemedia.id. The research focuses on developing @votemedia.id as a digital news platform managed by students of the Media Production Program at Universitas Indonesia. Using a qualitative descriptive approach based on in-depth interviews and grounded in the Uses and Gratifications Theory, this platform is examined through the lens of students in the Media Production Program who belong to Generation Z and actively use Instagram as a source of information. The findings reveal that Generation Z tends to prefer news content that is visually proportional, relevant to daily life, and creatively presented through Instagram features such as carousel, reels, and stories. Elements such as interactivity, emotional closeness, and information value play a crucial role in capturing their attention. @votemedia.id is considered relevant to the characteristics of Generation Z but still requires optimization in terms of content consistency, communication style, and interaction strategies. This research is expected to serve as a practical reference for managing digital media accounts that target Generation Z. Additionally, it aims to contribute to the development of digital journalism and effective social media communication. "
Depok: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jordy Susanto
"Instagram merupakan salah satu media utama bagi mahasiswa Gen Z untuk mengekspresikan dirinya. Uniknya, fenomena memiliki akun kedua (second account) muncul sebagai ruang berekspresi yang lebih bebas dibandingkan akun utama. Bagi individu dengan disregulasi emosi yang tinggi, akun kedua sering dimanfaatkan sebagai ruang melampiaskan atau mengelola emosi negatif. Mengingat mahasiswa Gen Z berada dalam fase perkembangan diri yang penuh dinamika emosi, penting untuk memahami peran disregulasi emosi dalam online self-presentation. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode regresi linear sederhana untuk melihat peran disregulasi emosi terhadap tiga dimensi online self-presentation, yaitu adaptable self, authentic self, dan freedom of self online. Partisipan merupakan 279 mahasiswa Gen Z yang memiliki setidaknya dua akun Instagram, dengan akun kedua digunakan sebagai ruang untuk berekspresi lebih bebas atau mencurahkan emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disregulasi emosi berperan signifikan dalam memprediksi perilaku online self-presentation. Lebih spesifik, individu dengan disregulasi emosi tinggi cenderung menunjukkan persona yang berbeda antar akun (β = 0,351), merasa lebih bebas mengekspresikan diri (β = 0,373), namun cenderung kurang autentik (β = -0,280). Temuan ini menyoroti pentingnya kesadaran akan pengelolaan emosi di ruang digital.

Instagram is one of the primary platforms used by Gen Z college students for self-expression. Interestingly, the phenomenon of having a second Instagram account has emerged as a space for more open expression compared to the main account. For individuals with high levels of emotional dysregulation, this second account is often used as an outlet to vent or manage negative emotions. Given that Gen Z students are in a developmental phase marked by emotional dynamics and self-exploration, it is important to understand the role of emotional dysregulation in online self-presentation. This study employed a quantitative approach using simple linear regression to examine the role of emotional dysregulation in predicting three dimensions of online self-presentation: adaptable self, authentic self, and freedom of self online. The participants consisted of 279 Gen Z college students who had at least two Instagram accounts, with the second account used specifically as a space for freer self-expression or emotional release. The findings revealed that emotional dysregulation significantly predicted online self-presentation. Specifically, individuals with higher emotional dysregulation tended to display differing personas across accounts (β = 0.351), feel freer in expressing themselves (β = 0.373), but were less authentic (β = -0.280). These results highlight the importance of emotional regulation awareness in digital spaces."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>