Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Jabar
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pengaruh sikap, norma subjektif dan kendali perilaku terhadap Intensi Berwakaf Uang di Baitul Maal Muamalat. Penelitian dilakukan terhadap 130 responden yang merupakan nasabah Bank Muamalat dengan wilayah studi kasus Bank Muamalat cabang Rawamangun menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan regresi linier berganda menggunakan program SPSS 13. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik faktor sikap, norma subjektif maupun kendali perilaku memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwakaf uang. Hasil pengujian secara statistik menunjukkan adanya kontribusi pengaruh dari ketiga faktor tersebut sebesar 55,6% terhadap Intensi Berwakaf Tunai, sedangkan 44,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam penelitian. Dengan adanya kontribusi pengaruh yang besar tersebut, dapat dilihat bahwa intensi (minat) berwakaf uang cukup tinggi maka perlu dilakukan proses sosialisasi dan perbaikan dalam manajemen lembaga pengelola wakaf uang sehingga potensi dan penerimaan wakaf uang dapat terus meningkat sesuai dengan target yang diharapkan. ...... The objective of this thesis is analyze the influences of Attitude, Subjective Norm and Perceived Behavioral Control towards Cash Waqf Intention at Baitul Maal Muamalat. This research has 130 random sample (purposive sampling) from customers of Muamalat Bank at Rawamangun Branch Office. This research results that there is positive and significant influences of Attitude, Subjective Norm and Perceived Behavioral Control towards Cash Waqf Intention at Baitul Maal Muamalat, with contribution is 55,6%. This results indicate that it's needed better socialization and management of waqf institutions in receipt and management of cash waqf.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rival Abdul Jabar
Abstrak :
Penelitian ini mempelajari pengaruh dari faktor-faktor sosial ekonomi (pendidikan, lapangan usaha, dan status ekonomi), demografi dan tempat tinggal, budaya (otonomi istri dan preferensi jenis kelamin anak), dan program KB (diskusi tentang KB, memperoleh penerangan KB, dan keterpaparan media) terhadap preferensi fertilitas wanita usia subur (WUS) kawin/hidup bersama usia 15-49 tahun. Data yang digunakan adalah data WUS kawin/hidup bersama hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 dengan menerapkan metode analisis deskriptif dan regresi logistik multinomial. Dalam hal membandingkan antara preferensi dua anak tidak cukup terhadap dua anak cukup (dua anak cukup sebagai acuan), hasil analisis menyimpulkan bahwa umur kawin pertama memiliki korelasi negatif terhadap preferensi dua anak tidak cukup. WUS kawin yang berpendidikan tinggi justru berpreferensi dua anak tidak cukup begitu juga WUS kawin yang suami/pasangannya berpendidikan tinggi. WUS kawin yang tidak bekerja cenderung untuk berpreferensi dua anak cukup, sementara mereka yang bekerja di sektor pertanian cenderung berpreferensi dua anak tidak cukup. Sementara itu, WUS kawin yang suami/pasangan tidak bekerja dan yang bekerja di sektor pertanian sama-sama cenderung berpreferensi dua anak tidak cukup. Status ekonomi memiliki korelasi negatif terhadap preferensi dua anak tidak cukup. Tidak ada perbedaan antara mereka yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan terhadap preferensi jumlah anak. Otonomi istri memiliki korelasi negatif terhadap preferensi dua anak tidak cukup. Mereka yang memiliki preferensi jenis kelamin anak cenderung berpreferensi dua anak cukup. WUS kawin yang pernah mendengar KB, memperoleh penerangan KB, dan berdiskusi tentang KB selama 6 bulan terakhir cenderung berpreferensi dua anak cukup.
This research studies the influence of social and the economic factors (education, field of business, and economic status), demographic and residence, cultural (the autonomy of wife and preferences sex of the child), and the family planning program (discussion about family planning, acquiring lighting , and media exposure) on the fertility preference of the childbearing age women (wanita usia subur/WUS) that married / living together ages 15-49. The data used is WUS data resulted of Indonesian Demographic and Health Survey 2012 by applying the method of descriptive analysis and multinomial logistic regression. In terms of comparing the preferences of two children was not enough against the two children are enough (two children are enough as a reference), the results of the analysis concluded that the age at first marriage has a negative correlation with the preference of two children is not enough. WUS highly educated precisely prefers two children are not enough so well WUS with the husband / partner educated. WUS who does not work tends to prefer two children are enough, while those who work in agriculture tends to prefer two children is not enough. Meanwhile, WUS whose husband / spouse does not work and who work in the agricultural sector are equally likely to prefer two children is not enough. Economic status has a negative correlation with the preference of two children is not enough. There is no difference between those who lives in urban and in rural areas to the preferences of children. The autonomy of wife has a negative correlation with the preference of two children is not enough. Those who have a gender preference of children tends to prefer two children are enough. WUS who ever heard family planning progran (keluarga berencana/KB), KB obtained information, and discussion of family planning during the last 6 months tends to prefer two children are enough.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdul Jabar
Abstrak :
Sertifikasi berkelanjutan menjadi hal yang penting dalam sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia, mengingat permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit. Dalam hal ini, terdapat dua macam sertifikasi berkelanjutan, yaitu RSPO dan ISPO yang mana memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Skripsi ini membahas mengenai kedudukan sertifikasi tersebut, serta menentukan sertifikasi mana yang lebih baik diterapkan dalam sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk yuridis normatif, dengan tipe deskriptif dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sertifikasi RSPO merupakan bentuk standarisasi dalam perdagangan internasional yang bersifat voluntary, sedangkan sertifikasi ISPO merupakan peraturan teknis berdasarkan peraturan perundang-undagnan yang wajib dipatuhi. Kedua sertifikasi berdiri sendiri, serta tidak menggantikan kedudukan sertifikasi lainnya. Dalam penerapannya, sertifikasi RSPO memiliki persyaratan yang lebih kompleks dalam melindungi lingkungan dan sosial dibandingkan sertifikasi ISPO, serta telah diakui oleh Uni Eropa untuk melakukan impor produk kelapa sawit. Oleh karenanya, apabila produk kelapa sawit Indonesia akan diperdagangkan secara internasional, maka sertifikasi RSPO lebih baik diterapkan dalam sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia.
Sustainable certification holds a pivotal role in Indonesian palm oil plantations sector, given the problems posed by palm oil plantations. Currently, there are two types of ongoing certification, namely RSPO and ISPO, which have their respective advantages and disadvantages. This thesis discusses the status of these certifications, and determines which certification is better to be implemented in Indonesian oil palm plantations sector. This thesis was conducted in the form of juridical normative, with descriptive type and qualitative approach. The result of this study indicates that RSPO certification is a form of standardization in international trade in which compliance is not mandatory, while ISPO certification is a technical regulation based on Indonesian laws in which compliance is mandatory. Both certifications are stand-alone, and do not replace the position of other certifications. In its application, the requirements of RSPO certification is a lot more complex than ISPO certification in regards to protecting the environment and social, and has been recognized by the European Union for the importation of palm oil products. Therefore, if Indonesian palm oil products are to be traded internationally, RSPO certification is better to be implemented in Indonesian palm oil plantations sector.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library