Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Andi Setiawan
Abstrak :
Terjadinya gejolak nilai tukar rupiah pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan krisis moneter dan ekonomi berkepanjangan. Berbagai upaya pemulihan kondisi ekonomi ini telah ditempuh oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Sebagai upaya untuk mempertahankan dan melanjutkan aktivitas bisnisnya beberapa perusahaan telah melakukan restrukturisasi perusahaan. Penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang dapat dipilih.
Dalam kaitan ini, melalui seperangkat kebijakan perpajakan, pemerintah telah memberikan kemudahan (fasilitas) perpajakan berupa diperkenankannya penggunaan nilai buku dalam pelaksanaan penggabungan usaha (merger).
Kasus penggabungan usaha yang terjadi pada PT SI dalam tahun pajak 1999 dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas perpajakan tersebut. Namun karena tidak dipenuhinya persyaratan (formal), atas pelaksanaan merger itu dikoreksi oleh Fiskus sehingga menjadi suatu penggabungan usaha dengan menggunakan nilai pasar. Akibat dari perubahan metode ini telah menimbulkan implikasi perpajakan bagi masing-masing perusahaan yang terkait.
Metode penelitian yang dilakukan didasarkan pada metode deskriptif analisis, dengan melalui studi pustaka dan analisis atas kebijakan perpajakan. Eskripsi kasus penggabungan usaha yang nyata terjadi di lapangan juga dilakukan sebagai bahan kajian kebijakan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebijakan perpajakan yang mengatur tentang restrukturisasi perusahaan dalam bentuk penggabungan usaha belum mengatur secara lengkap dan jelas. Belum ada patokan yang dapat digunakan, untuk melihat hakekat ekonomis dari suatu kegiatan penggabungan usaha (merger), apakah dapat dipertanggungjawabkan dengan metode penyatuan kepemilikan atau termasuk kategori suatu pembelian. Juga belum diberikan penegasan mengenai bagaimana konsekuensi perpajakan yang timbul apabila penggabungan usaha yang dilakukan dengan menggunakan nilai buku itu tidak memenuhi syarat.
Oleh karenanya disarankan untuk melakukan kaji ulang guna menyempurnakan kebijakan perpajakan yang terkait dengan restrukturisasi perusahaan khususnya dalam bentuk penggabungan usaha ini, agar lebih lengkap dan menyeluruh yang dapat memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7469
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andi Setiawan
Abstrak :
Pada 2013, PT. Trakindo Utama membentuk divisi baru Supply Chain Prime Products untuk meningkatkan Permintaan dan kinerja Pasokan dari Pabrik ke Pelanggan. Perbaikan dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan kinerja, namun dalam implementasinya masih terdapat capaian KPI yang belum sesuai dengan target. Di industri alat berat, ini diduga karena perkiraan kontribusi penjualan yang tidak akurat. Selain itu, faktor pasar alat berat yang tidak sesuai dengan prediksi juga dianggap berkontribusi. Dalam tulisan ini, proses akan diidentifikasi dalam kinerja manajemen rantai pasokan yang dapat menyebabkan KPI persediaan tidak tercapai. Metode yang akan digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja rantai pasokan adalah model SCOR versi 12.0. Berdasarkan evaluasi kinerja, dapat disimpulkan bahwa rantai pasokan memiliki implementasi yang cukup efektif terutama dalam metrik Reliability. Sedangkan untuk area inventory itu sendiri masih perlu perbaikan di area Source dengan mengantisipasi proses waktu yang lama dan daerah Deliver sendiri dengan memberikan perkiraan yang akurat. Hal yang mendukung implementasi rantai pasokan yang efektif adalah komitmen manajemen melalui visi, misi dan strategi hingga level Divisi dan Departemen. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat yaitu kemampuan tim sales dalam melakukan forecast yang akurat. Pada akhirnya perusahaan diharapkan dapat menggunakan model SCOR versi 12.0 untuk melakukan pengukuran KPI agar penerapan supply chain management menjadi lebih komprehensif dengan hasil yang maksimal melalui peningkatan kompetensi tim.
In 2013, PT. Trakindo Utama formed a new division of Supply Chain Prime Products to improve Demand and Supply performance from Factory to Customer. Repairs are carried out continuously to boost performance, however in its implementation there are still achievements of KPIs that have not been in line with the target. In the heavy equipment industry, this was allegedly due to inaccurate sales contribution estimates. Besides that, the heavy equipment market factor that is not in line with predictions is also thought to have contributed. In this paper, a process will be identified in the supply chain management performance that can cause inventory KPIs to not be reached. The method that will be used to conduct supply chain performance evaluation is the SCOR model version 12.0 from level 1 to 3. Based on performance evaluation, it can be concluded that supply chain has quite effective implementation especially in Reliability metrics. While for inventory itself still need improvement in Source area by anticipating the long lead time process and Delivers own area by providing accurate forecast. Whereas the inhibiting factor is the ability of the sales team to make accurate forecasts. In the end the company is expected to be able to use the SCOR version 12.0 model to conduct KPI measurements so that the implementation of supply chain management becomes more comprehensive with maximum results through increasing team competency.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53892
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andi Setiawan
Abstrak :
Baja perkakas merupakan jenis baja yang digunakan untuk membentuk komponen dies dan perkakas permesinan sehingga didesain untuk memiliki kekerasan yang tinggi dan ketahanan aus yang baik. Baja ASSAB 88 merupakan baja perkakas paduan sedang penger jaan dingin (medium alloy cold work tool steel) dengan komposisi kimia hasil modifikasi yakni di antara baja XW-12 dan XW-10, yang diharapkan jenis baja ini dapat mempunyai kinerja lebih baik dari baja XW-10 namun lebih efisien dari XW-12. 0leh karena itu dibutuhkan proses perlakuan panas untuk mendapatkan sifat mekanis yang baik dan tangguh dalam aplikasinya dengan efisiensi biaya produksi yang tinggi. Pada Penelitian ini dilak ukan variasi temperatur (200℃-560℃) dan waktu temper (1-1 jam) sehingga dapat dianalisa pengaruh penempetan terhadap ktangguhan yang terkait dengan kekerasan pada baja ASSAB 88. Di samping itu dilakukan pula perlakuan panas pada baja XW-10 untuk memhandingka mya dengan ASSA B 88, dilihat dan dianalisa sifat mekanis dan efisiensi prosesnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan baja ASSAB 88 pada penemperan yang berulang akan lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan pada single t emper dengan waktu tem per yang panjang. Temper yang berulang hanya meningkatkan kestabilan mikrostruktur dan tidak mengubah mikrostruktur. Kekerasan baja XW-10 pada proses penemperan dengan peningkatan temperatur (200℃-530℃) akan cenderung mengalami penurunan disebabkan secondary hardening telah terjadi oada temperature 500℃ dengan kekerasan 58 HRC. Aplikasi baja perkakas ASSAB 88 cukup baik digunakan pada kekerasan 60 HRC dengan proses single temper 560℃, waktu temper 1x4 jam sedangkan baja XW-10 dapat digunakan dengan kombinasi ketangguhan yang baik 9,74 J/cm2 untuk kekerasan 61,5 HRC untuk kondisi single temper 200℃ dengan waktu temper 1x2 jam.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41420
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Andi Setiawan
Abstrak :
Skripsi ini membahas Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor didasarkan pada
asumsi bahwa kreditor percaya debitor dapat mengembalikan utang tepat pada waktunya.
Pelunasan utang oleh debitor kepada kreditor tidak selalu dapat berjalan dengan lancar
adakalanya debitor tidak membayar utangnya kepada kreditor walaupun telah jatuh
tempo. Bagi debitor yang tidak mampu melunasi utangnya, maka harta kekayaan debitor
yang bergerak maupun tidak bergerak dan baik yang telah ada maupun yang akan ada
dikemudian hari menjadi jaminan atas utangnya. Apakah Putusan Majelis Hakim
Pengadilan Niaga telah sesuai dengan bab III Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam kasus
PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk? Bagaimana kewenangan Pengadilan Niaga
dalam penetapan PKPU sehingga mengakibatkan permohonan pailit kreditor lain dari PT.
Argo Pantes Tbk?. Proses PKPU dalam kasus ini telah dilaksanakan dengan tidak
memperhatikan asas keseimbangan dan asas keadilan. Dimana dalam hal ini, Judex facti
tidak memberikan waktu yang cukup kepada kreditor-kreditor yang bersikap abstain
(dalam hal ini adalah pemohon kasasi dan PT. Putra Mandiri Finance) dan kreditor yang
bersikap menolak (dalam hal ini adalah Indo Plus B.V.) dalam pemungutan suara atas
rencana perdamaian final untuk memberikan alasan-alasan sehubungan dengan sikapsikap
tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 284 ayat (1) UUK. Majelis hakim juga
tidak mempedulikan usul kreditor yang menghendaki legal opinion dan auditor
independen.
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;;, ], [2008;2009;2009, 2009]
S24858
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library