Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Larissa
"WOM referral merupakan suatu bentuk komunikasi mengenai produk atau merek, yang ditujukan untuk membagikan informasi mengenai pengalaman konsumsi kepada orang lain yang dikenal. Pengalaman konsumsi yang dibagikan oleh sumber terpercaya dalam WOM referral ini mengarahkan individu pada intensi membeli produk. Adapun intensi membeli tidak terlepas dari faktor kepribadian, seperti trait keterbukaan atau openness to experience yang mengarahkan individu pada kesenangan mencoba hal baru, termasuk produk. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh tipe WOM referral terhadap intensi membeli, dengan mengontrol trait openness to experience secara statistik.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental between-subject design, yang dilakukan pada 135 partisipan berusia dewasa muda (20-38 tahun) yang berdomisili di Indonesia. Partisipan terbagi secara acak ke dalam dua kelompok (economic vs. public welfare WOM referral), kemudian diberikan ulasan/rekomendasi yang mencerminkan masing-masing tipe WOM referral, dalam bentuk narasi. Data partisipan dianalisis menggunakan ANCOVA.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh tipe WOM referral terhadap intensi membeli dengan mengontrol trait openness to experience secara statistik. Selain itu, penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai alasan-alasan yang mendasari pertimbangan intensi membeli, khususnya yang terkait dengan WOM referral. Berdasarkan hasil penelitian, pelaku usaha dapat mempertimbangkan penggunaan WOM referral sebagai strategi untuk mengembangkan usahanya, baik dengan mode pemasaran diskon ataupun donasi.
......WOM referral is a form of communication about a product or brand, which is intended to share information about consumption experiences with other known people. The consumption experience shared by a trusted source on WOM referral directs individuals to product purchase intention. Purchase intention is inseparable from personality factors, such as openness to experience trait, which directs individuals to the pleasure of trying new things, including products. Therefore, this study aims to examine the effect of WOM referral types on purchase intention, by statistically controlling for the openness to experience trait.
This research is an experimental between-subject design, which was conducted on 135 participants aged young adults (20-38 years) who live in Indonesia. Participants were randomly divided into two groups (economic vs. public welfare WOM referral), then given reviews/recommendations that reflected each type of WOM referral, in narrative form. Participant data was analyzed using ANCOVA.
The results of the analysis show that there is no effect of WOM referral type on purchase intention by controlling the openness to experience trait statistically. In addition, this research also provides an overview of the reasons underlying the purchase intention, especially those related to WOM referral. Based on the research results, businesses can consider using WOM referral as a strategy to develop their business, either with discount or donation promotion modes."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanaka, Meis Larissa
"Makanan yang disajikan oleh instalasi gizi di sebuah rumah sakit amat panting dalam membantu pemulihan serta memperpendek hari rawat yang merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan/citra dari pelayanan yang diberikan rumah sakit tersebut. Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang sebagai satu-satunya rumah sakit pemerintah yang sudah terakreditasi senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan baik melalui angket ataupun penelitian untuk mengetahui apa saja yang diharapkan/diinginkan oleh pasien selama mereka dirawat. Pada tahun 1996 suatu angket telah dilakukan oleh mahasiswa Akademi Gizi di RSU Tangerang, dimana diperoleh gambaran bahwa lebih dari separuh responden yang diteliti dari sepuluh ruang rawat inap tidak menghabiskan makanannya. Bertolak dari masalah tersebut diatas, dan diperkuat dari wawancara dengan Wakil Direktur Pelayanan Medis RSU Tangerang, peneliti ingin mengetahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya terima makan pasien rawat inap dewasa di RSU Tangerang.
Metodologi yang dipergunakan adalah rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) yang bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner. Yang menjadi sampel adalah pasien rawat inap dewasa di RSU Tangerang yang telah dirawat minimal dua hari dan telah menjalani waktu makan minimal tiga kali (pagi, siang dan malam), tanpa diet dan tidak dalam persiapan suatu tindakan tertentu. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan tekstuler.
Dari penelitian ini diperoleh hasil yang positif yaitu bahwa pasien puas dengan waktu pemberian makan yang dianggap tepat bahkan untuk makan pagi, siang dan malam. Namun dari penelitian ini juga didapatkan hasil yang lain seperti sebanyak 73,8% dari sampel pasien rawat inap dewasa di RSU Tangerang tidak menghabiskan makanannya. Pasien rawat inap dewasa di RSU Tangerang beranggapan bahwa penampilan dan penyajian makanan masih kurang memadai dan rasa makanan yang disajikan juga belum sesuai, serta siklus menu sepuluh hari dianggap masih kurang bervariasi. Penggunaan alat makan dianggap kurang lengkap dan kurang sesuai.
Dari hasil yang diperoleh, peneliti menyarankan agar Instalasi Gizi RSU Tangerang lebih memperhatikan daya terima makan pasien rawat inap dewasa dengan meningkatkan penampilan makanan, penyajian makanan dan rasa makanannya. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah memperbanyak variasi menu makanan, sehingga pasien dapat memilih jenis makanan yang mereka sukai secara lebih leluasa. Penggunaan alat makan yang lengkap dan sesual mungkin perlu dipertimbangkan sebagai kelengkapan untuk meningkatkan daya terima makan.

The food provided by Nutrition Department of a hospital is very important in helping patient to recover and therefore, reducing the average of length of stay which is one of the success criteria of the hospital. The Tangerang General Hospital (RSU) as the government hospital, is always trying to maximize its service quality by gathering data through questioner or research on what is expected by a patient while they are staying at the hospital. In 1996, The students of Akademi Gizi Tangerang had conducted a research which results showed that more than half of patients staying on ten pavilions did not clean up the provided food. Based on the results, the author tried to find out the factors influencing patient in accepting provided food in RSU Tangerang.
The method used is descriptive analytic in a cross sectional research/survey using questioner. Samples are adult patients in RSU Tangerang who have been staying for more than two days and have had at least three times meals (morning, noon and evening), without special diet related to diseases and were not in preparation for an action/surgery. Results of the survey are presented in the tables and textural.
The survey shows the following results:
73.8% of adult patient did not clean up the provided food, appearance, task of the provided food are not good. The variation of menu is not enough and serving equiment is not complete. But here the timing is very well, that the food arrived just in time in the morning, noon and evening.
From the result, the author suggests Nutrition Department of RSU Tangerang to give more attention to patient acceptance of food by improving the appearance and taste of the served food. Also the hospital should pay attention on the food that patient prefer by adding more variation of food. Another important thing is the right 'use of serving equipment."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasha Larissa
"Latar belakang: Seiring bertambahnya usia, kemungkinan kehilangan gigi juga akan semakin banyak. Kehilangan gigi terutama pada bagian posterior menyebabkan berkurangnya zona dukungan gigi posterior yang akan menyebabkan perubahan fungsi mastikasi (kemampuan mengunyah makanan) dan akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan umum sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Hal ini yang pada akhirnya membuat seseorang merasa membutuhkan suatu bentuk perawatan. Permintaan seseorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor pendorong (predisposing) yang meliputi pengetahuan, sikap, dan perilaku.
Tujuan:Menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan gigi dan mulut dengan permintaan gigi tiruan pada pra-lansia dan lansia.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara cross sectional pada 82 subjek yang berusia lebih dari 45 tahun yang mengikuti bakti sosial di Puskesmas Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Pada subjek dilakukan pemeriksaan klinis intraoral, pengisian kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan gigi dan mulut, dan lembar isian permintaan gigi tiruan. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square.
Hasil Penelitian: Terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan permintaan gigi tiruan (p=0,000).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan permintaan gigi tiruan pada pra-lansia dan lansia, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dan perilaku kesehatan gigi dan mulut dengan permintaan gigi tiruan.
......
Background: As we get older, the possibility of tooth loss will also increase. Missing teeth in the posterior area will reduce the number of occlusal support zones and will cause changes in the masticatory function. These changes may have impact on general health and affect the quality of life. This is what ultimately makes a person need some form of care. A person's demand for health services is influenced by predisposing factors which include knowledge, attitude, and practice.
Obejctives: To analyze the relationship between oral health knowledge, attitude, and practice toward denture demand in the pre- elderly and elderly.
Methods : This research was conducted with a cross sectional design on 82 subjects aged over 45 years old who attended social services at the public health center located on Panggang Island, Kepulauan Seribu. Oral examination were performed, and interview for oral health knowledge, attitude, and practice and denture demand questionnaire were conducted. Data were analyzed using Chi-Square test.
Results: Oral health knowledge gave a statistically significant difference towards denture demand (p=0,000).
Conclusion: Oral health knowledge gave a statistically significant difference towards denture demand whilst oral health attitude and practice did not."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leilana Larissa
"Dalam minyak sawit mentah terdapat kandungan asam lemak terutama asam palmitat lebih dari 40%, sementara pada Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan mutu minyak goreng sawit tidak lebih dari 0,3% berat sehingga perlu dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian minyak sawit berlangsung pada suhu tinggi yang menyebabkan kandungan nutrasetikal dalam minyak sawit tereduksi. Pengembangan Deep Eutectic Solvent (DES) merupakan salah satu alternatif pelarut untuk ekstraksi asam palmitat sebagai asam lemak bebas pada minyak sawit tanpa tanpa mengurangi kandungan nutrasetikal. Penelitian menggunakan DES berbasis betain anhidrat telah dilakukan, namun presentase hasil ekstraksi asam palmitat oleh DES masih belum mendekati 100%. Penelitian ini, dilakukan penapisan DES berbasis betain anhidrat dengan 1,2-butandiol; 1,2-heksandiol; dan 1;2 oktandiol dengan berbagai variasi konsentrasi untuk mendapatkan DES dengan solubilitas tertinggi terhadap asam palmitat yang digunakan untuk mengekstraksi asam palmitat dari minyak sawit serta mendapatkan persentase perolehan kembali DES yang telah digunakan. Dari penelitian ini diperoleh DES Betain Anhidrat dengan 1,2 Heksandiol pada rasio 1:5 yang mampu mengekstraksi asam palmitat dengan nilai kelarutan 0.29 g/g dan efesiensi ekstraksi sebesar 78.3% serta menghasilkan nilai persentase perolehan kembali sebesar 31.3%.

In crude palm oil, there are fatty acids, especially palmitic acid more than 40%, while the Indonesian National Standard (SNI) requires that the quality of palm oil be no more than 0.3% by weight so that refining is required. The process of refining palm oil takes place at high temperatures which causes the nutrient content in palm oil to be reduced. Development of Deep Eutectic Solvent (DES) is one alternative solvent for the extraction of palmitic acid as free fatty acids in palm oil without reducing nutrient content. Research using DES based on betaine anhydrous has been done, but the percentage of the results of the extraction of palmitic acid by DES is still not close to 100%. In this research, anhydrous betaine-based DES screening with 1,2-butanediol was carried out; 1,2-hexanediol; and 1, 2 octane diol with various concentrations to obtain DES with the highest solubility against palmitic acid which is used to extract palmitic acid from palm oil and get the percentage of recovery of DES that has been used. From this study, Betaine Anhydrous obtained with 1.2 hexanediol at a ratio of 1: 5 which was able to extract palmitic acid with a solubility value of 0.29 g /g and extraction efficiency of 78.3% and produced a recovery value of 31.3%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyya Larissa
"Penelitian ini membahas bagaimana seseorang dapat melakukan peralihan identitas seksual didalam kehidupanya dengan penelitian tersebut kita dapat mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan hal tersebut.  Metode yang digunakan dalam penelitian bersifat kualitatif dengan cara pengamatan calon informan yang akan diwawancarai secara mendalam apakah bersedia atau tidak untuk diwawancarai. Berdasarkan hasil temuan-temuan yang saya peroleh dari penelitian ini seseorang melakukan peralihan identitas seksual diakibatkan oleh beberapa faktor seperti keluarga, pertemanan dan ekonomi. Faktor keluarga biasanya dijadikan sebagai faktor utama dalam mempengaruhi identitas diri seseorang, namun nyatanya pertemanan juga sangat mempengaruhi terlebih saat seseorang menginjak masa puber, lalu keadaan lainnya karena pengaruh dari ekonomi. Ekonomi seseorang tidak selalu pada kondisi yang stabil sehingga ketiga faktor tersebut menjadi peralihan identitas seseorang. Dalam penelitian ini saya ingin menunjukan bahwa pengalaman seksual seseorang juga menjadi salah satu kunci dari perubahan identitas seksual.

This study discusses how a person can make a transition of sexual identity in his life with this research we can find out what factors are causing it. The method used in this study is qualitative by observing prospective informants who will be interviewed in depth whether they are willing or not to be interviewed. Based on the findings that I have obtained from this study, a person transitions sexual identity caused by several factors such as family, friendship and economy. Family factors are usually used as a major factor in influencing one's self-identity, but in fact friendship is also very influential especially when someone steps into puberty, then other conditions due to the influence of the economy. A person's economy is not always in a stable condition so these three factors become a transition of one's identity. In this research I want to show that a person's sexual experience is also one of the keys to changing sexual identity.

 

Keywords: gay, bisexual, sexual experience, transitions sexual identity."

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Larissa
"Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif, dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit Terdapat minimal 21 pelayanan yang wajib dimiliki oleh suatu rumah sakit, salah satunya adalah pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi tersebut juga memiliki indikator pelayanan yang harus diperhatikan, salah satunya untuk melihat kecepatan pelayanan kefarmasian yaitu, waktu tunggu pelayanan resep. waktu tunggu pelayanan resep yang dimaksud hanyalah untuk resep obat-obatan, baik obat jadi maupun racikan. Resep adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada pasien. Kegiatan untuk mencegah adanya masalah terkait obat yaitu melakukan pengkajian resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis. Pengkajian resep ini dilakukan oleh Apoteker di Rumah Sakit maupun Apotek.
.....Hospital is a health facility that provides individual health services including promotive, preventive, curative and rehabilitative services that provide inpatient, outpatient, and emergency services. Hospitals have an obligation to provide safe, quality, anti-discriminatory, and effective health services, by prioritizing the interests of patients in accordance with hospital service standards. There are at least 21 services that must be owned by a hospital, one of which is pharmacy services. The pharmacy service also has service indicators that must be considered, one of which is to see the speed of pharmaceutical services, namely, waiting time for prescription services. The waiting time for prescription services is only for prescription drugs, both ready-to-use drugs and concoctions. A prescription is a written request from a doctor, dentist or veterinarian to a pharmacist to make drugs in certain dosage forms and hand them over to patients. Activities to prevent drug-related problems are conducting prescription assessments. Pharmacists must conduct prescription reviews according to administrative requirements, pharmaceutical requirements and clinical requirements. This prescription review is carried out by pharmacists in hospitals and pharmacies."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library