Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rawina Winita
"Pf 155/RESA adalah salah satu antigen yang dikembangkan untuk suatu vaksin terhadap stadium aseksual dalam darah. Zat anti yang dibentuk oleh antigen pf 155 ini dapat menimbulkan kekebalan protektif terhadap Plasmodium falciparum dan zat anti ini dapat dideteksi dengan suatu tehnik yang disebut Cell-ELISA. Pada penelitian ini tehnik Cell-ELISA digunakan untuk mengukur adanya zat anti terhadap Pf 155/RESA pada 282 serum penduduk daerah hipoendemi malaria di Wonosobo Jawa tengah. Hasil yang didapat menunjukan 34 serum {12%) memberikan hasil Cell-ELISA positif.
Dengan tes kemaknaan diketahui terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,002) antara kelompok pengandung parasit dengan kelompok tanpa parasit dalam hal pembentukan zat anti Pf 155/RESA, demikian juga diketahui terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok umur <15 tahun dengan kelompok umur >15 tahun dalam hal pembentukan zat anti pf 155 serta terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal pembentukan zat anti pf 155 antara kelompok aplenomegali positif dengan kelompok tanpa aplenomegali. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Cell-ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi adanya zat anti pf 155/RESA dan diketahui zat anti yang dibentuk ini berhubungan dengan parameter kekebalan klinik (umur, ukuran limpa dan parasitemia)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP 1993 27
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rawina Winita
"Latar Belakang
Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang yang beriklim tropis. Lebih dari 40 % ( 2 milyar) penduduk dunia mempunyai risiko menderita penyakit malaria dan tiap tahun terdapat 1-2 juta orang meninggal karena penyakit malaria (Who,1993).
Di Indonesia, sampai saat ini penyakit malaria juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih tinggi, terutama di daerah luar Jawa dan Bali. Di Indonesia Bagian Timur, prevalensinya masih cukup tinggi yaitu lebih dari 5% pada tahun 1984-1989 (Arbani, 1991). Berbagai usaha telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit malaria di Indonesia, antara lain dengan pengendalian vektor malaria, pengobatan penderita dan perbaikan lingkungan (DepKes, 1991a).
Dalam program pengendalian vektor malaria, Cara yang umum dilakukan adalah penyemprotan rumah dengan insektisida (racun serangga) efek residu. Penyemprotan rumah dilakukan pada waktu-waktu tertentu oleh petugas penyemprot yang dikoordinasikan oleh pemerintah pusat (DepEes, 1991a). Di dalam aplikasinya di lapangan Cara ini membutuhkan peran berita yang aktif dari masyarakat karena penduduk harus mengizinkan petugas penyemprot rumah masuk ke dalam rumah mereka. Adanya keengganan penduduk untuk mengizinkan petugas penyemprot masuk ke dalam rumah mereka dapat merupakan penghambat bagi program ini. Hal lain yang dapat menjadi penghambat program penyemprotan rumah adalah adanya konstruksi rumah yang tidak cukup melindungi penghuninya dart gigitan nyamuk (DepKes,1991b). Oleh karena itu, diperlukan cara alternatif untuk penanggulangan vektor malaria, yang merupakan cara yang sederhana, mudah, efektif dan dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Penggunaan kelambu (mosquito bed nets) sebagai usaha perlindungan terhadap gigitan nyamuk dan serangga lainnya telah lama dilakukan oleh masyarakat karena kelambu dapat berperan sebagai sawar antara nyamuk atau serangga lainnya dengan manusia (Lindsay & Gibson,1988). Penelitian di Gambia (Forth & Boreham,1982) dan Papua New Guinea (Charlwood, 1986) menunjukkan bahwa penggunaan kelambu dapat menurunkan jumlah blood fed mosquitoes di dalam suatu ruangan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rawina Winita
"Infeksi Plasmodium falciparum stadium aseksual mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi, fungsional dan
antigenik pada membran eritrosit hospes. Konsekuensi dari perubahan-perubahan tersebut antara lain berupa
peningkatan kemampuan untuk melekat (sitoaderen) pada sel endotel di kapiler dan venula serta melekatnya eritrosit
tidak terinifeksi (normal) di sekeliling eritrosit terinfeksi yang disebut dengan pembentukan formasi roset. Pembentukan
formasi roset tersebut merupakan suatu fenomena yang akhir-akhir ini banyak menarik perhatian karena diduga
memiliki kepentin gan dalam patogenesis malaria berat terutama malaria serebral yaitu melalui terjadinya sekuestersi
parasit di mikrovaskular. Pembentukan formasi roset merupakan mekanisme penempelan (sitoaderen) antara eritrosit
terinfeksi P. falciparum dengan eritrosit normal disekelilingnya yang melibatkan peran ligan protein parasit yaitu antara
lain PfEMP1 yang diekspresikan pada eritrosit terinfeksi sebagai antigen permukaan melalui domain DBL1 alfa (Duffy
Binding-Like) yang berikatan dengan reseptor CR1 dan/atau antigen A pada eritrosit normal sebagai sel target. Dengan
mempertimbangkan bahwa semua strain P. falciparum mampu menyebabkan terbentuknya formasi roset eritrosit, maka
masih diperlukan informasi mengenai formasi roset ini baik mengenai situs sekuestersi, identritas pasti reseptor,
lingkungan hemodinamik vaskuler in vivo yang mendukung dan juga pemetaan domain yang terlibat dalam
pembentukan formasi roset untu memastikan apakah roset berperan dalam patogenesis malaria berat.
Rosette formation phenomena on patophysiology of malaria falciparum. Infection of asexual stage of the malaria
parasite Plasmodium falciparum induce morphologic, functional and antigenic changes in their host erythrocyte
membranes. The consequence of these changes is that infected erythrocyte develop the ability to sequester by binding to
capyllary endothelial cells, venula and to uninfected erythrocyte is termed rosette formation. Recently, rosette formation
be interesting phenomenon because it was presumed imprtant to phatogenesis of severe malaria such as cerebral malaria
through sequesteration of parasite in microvasculature. Rossete formation is a binding mechanism between
Plasmodium falciparum infected erythrocyte to the normal ones, which involve the role of parasite protein ligands such
as PfEMP1 expressed on infected eythrocyte as surface antigen through DBL1-alfa domain that bind to CR-1 receptor
and/or A-antigen on the uninfected erythrocyte as target cell. Taking into accounts that all strains of P. falciparum
parasite could cause rosette formation, therefore information of rosette formation still needed such as site of
sequesteration, identity receptors, haemodinamic enviroment of microvascular and domain mapping on rosette
formation to elucidate the role of rosette formation in phatogenesis of severe malaria."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rawina Winita
"Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Upaya pemberantasan dan pencegahan penyakit kecacingan di Indonesia secara nasional dimulai tahun 1975 dan prevalensinya tahun 2003 turun sampai 8,9%. Namun dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi termasuk di Jakarta. Salah satu upaya pemberantasan kecacingan adalah dengan memberikan edukasi kecacingan untuk meningkatkan perilaku kebersihan diri sehingga dapat mencegah penyakit kecacingan. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kecacingan siswa SDN Pagi Paseban Jakarta Pusat setelah dilakukan edukasi kecacingan. Penelitian dilakukan secara analitik observasional dari bulan Desember 2010 sampai Juni 2011 terhadap 113 siswa melalui pemeriksaan feses dan kuesioner mengenai data perilaku kebersihan diri. Angka infeksi sebelum edukasi adalah 11,5% dengan spesies Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura serta infeksi campur A. lumbricoides dan Trichuris trichiura. Enam bulan setelah edukasi angka infeksi turun bermakna menjadi 0,9% (p=0,002) dengan jenis infeksi campur A. lumbricoides dan T. trichiura.

Intestinal Worm Eradication Efforts on Primary School Students. Intestinal infection caused by Soil Transmitted Helminths (STH) is a public health problem of Indonesia. Eradication efforts and disease prevention in Indonesia started in 1975 and its coverage can reduce the prevalence to 8.9% in 2003. But in Jakarta, the last decade prevalence of worm infection increased. Factors influence of high worm infection is a clean healthy behaviors. One effort to combat STH infection to do provision to improve personal hygiene behavior which can prevent the infection. This study aims to determine rates of STH worm to 113 students of SDN Paseban Central Jakarta after counseling about Soil Transmitted Helminths infection. The study was conducted from December 2010 to June 2011 by analytic observational through stool examination and questionnaire about personal hygiene. Rate of infection before counseling was 11.5% with species are Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura and mixed infection A. lumbricoides and Trichuris trichiura. Six month later after counseling infection rate decline signifacantly to 0.9% (p = 0.002) with a double infection type A. lumbricoides and T. trichiura."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library