Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sati
Solo: Azka Pressindo, 2017
570 SAT e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Datuak Paduko Sati
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1979
899.224 4 DAT b
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Datuak Paduko Sati
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1979
899.224 4 DAT b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Padmasari Intan Sati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1983
S17080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Irbah Sati
"Pemberian pergantian, rehabilitasi, penghapusan, dan amnesti menjadi hak prerogatif belas kasih yang keberadaannya diakui di Indonesia bahkan sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Kekuasaan ini menjadi hak prerogatif penuh Presiden, yang memberikan hak penuh dan mutlak kepada Presiden. Terlebih dulu dalam menggunakan kekuatan. Ketika norma-norma konstitusional berubah, keberadaan otoritas ini sebagai hak prerogatif Presiden mulai mendapatkan pembatasan formal pada saat berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat melalui keterlibatan lembaga negara lain untuk memberikan pertimbangan. Mekanisme ini tetap sama pada saat berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan diperbarui dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945, yang saat ini diberlakukan. Mekanisme keterlibatan lembaga negara lainnya dalam menerapkan grasi eksekutif dipilih dengan alasan untuk memberdayakan peran lembaga negara lainnya dan untuk membatasi kemungkinan kepentingan politik Presiden. Melalui perbandingan norma-norma konstitusional di Indonesia dan negara-negara lain dengan sistem presidensial, ditemukan bahwa model saat ini di Indonesia cukup umum, namun bentuk pembatasan formal ini bukanlah bentuk pembatasan terkuat. Menyadari gagasan di balik pengangkatan Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung sebagai lembaga negara yang memberikan pertimbangan kepada otoritas yang berbeda dari hak prerogatif, disarankan untuk menetapkan seperangkat aturan teknis yang secara jelas mengatur dan dengan jelas mendefinisikan otoritas tersebut, sehingga pembatasan kekuatan-kekuatan itu akan dilakukan secara efektif.

The granting of replacement, rehabilitation, abolition, and amnesty has become a prerogative of compassion whose existence is recognized in Indonesia even since the enactment of the 1945 Constitution. This power has become the full prerogative of the President, giving full and absolute rights to the President. First, in using force. When the constitutional norms change, the existence of this authority as a prerogative right of the President starts to get formal restrictions when the Constitution of the United States of Indonesia comes into force through the involvement of other state institutions to give consideration. This mechanism remained the same as the 1950 Provisional Constitution came into effect and was updated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, which is currently in force. The mechanism of involvement of other state institutions in implementing executive pardon was chosen on the grounds to empower the role of other state institutions and to limit the possible political interests of the President. Through comparison of constitutional norms in Indonesia and other countries with the presidential system, it was found that the current model in Indonesia is quite common, but this form of formal restriction is not the strongest form of limitation. Recognizing the idea behind the appointment of the House of Representatives and the Supreme Court as a state institution giving consideration to authorities that differ from the prerogative, it is advisable to establish a set of technical rules that clearly regulate and clearly define these authorities, so that restrictions on those forces will be imposed effectively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tulis Sutan Sati
Jakarta: Balai Pustaka, 1991
899.224 4 TUL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tulis Sutan Sati
"kisah Sengsara Membawa Nikmat itu berkisah tentang Midun yang baik, tetapi ada sosok yang iri dengannya yakni, Kacak, keturunan bangsawan yang kaya raya.
Di sisi lain, Midun digambarkan sebagai sosok warga biasa yang baik hati sehingga kerabat-kerabat dekat sangat senang bisa berada di dekatnya. Dia pun jago silat pula.
Dengan sikap halus penuh budi pekerti dan rendah hati, Midun sangat disayangi dan dibela oleh warga kampungnya. Namun, hal itu yang menjadi pemicu konflik utama kisah Sengsara Membawa Nikmat kali ini.
Macak yang keturunan bangsawan merasa Midun tidak pantas diperlakukan dengan baik itu oleh warga kampungnya. Pasalnya, Midun hanya warga biasa yang miskin.
Namun, dalam beberapa hal warga memberikan perhatian lebih kepada Midun, seperti ketika tiba musim panen. Kala itu warga yang datang untuk membantu keluarga Midun mengirik padi lebih banyak ketimbang yang membantu Kacak.
Hal seperti itu membuat emosi Kacak meninggi, setelah sebelumnya ada beberapa perseteruan antara dirinya dengan Kacak. Seperti, ketika pertandingan sepak raga yang digambarkan seperti, sepak bola antara tim Maun, sahabat Midun, melawan tim yang dipimpin Kacak.
Kedengkian Kacak kepada Midun itu kian tinggi karena warga sekitar juga cenderung membencinya. Dia pun berasumsi hal itu terjadi karena Midun menghasut warga sehingga membuat warga sekitar membencinya.
Dengan asumsi itu, Kacak kerap membuat fitnah dan mencurangi Midun, selain itu dia juga kerap memancing emosi saingannya itu dan berharap terlahir perkelahian."
Jakarta: Balai Pustaka, 2018
899.224 4 TUL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tulis Sutan Sati
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978
899.221 TUL m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Destara Sati
"Penelitian ini bermaksud untuk mengaitkan gagasan kedaulatan lingkungan hidup dengan konsepsi penguasaan negara atas hutan. Penelitian ini berfokus pada materi konstitusi yang mengatur mengenai hak menguasai negara dan hak atas lingkungan hidup, yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai materi undang-undang yang mengatur mengenai penguasaan negara atas sumber daya alam, khususnya kehutanan. Penelitian ini ingin melihat pergeseran penguasaan negara atas hutan, yakni dengan melihat pergeserannya dalam peraturan hukum yang mengatur mengenai kehutanan. Penelitian ini menjelaskan mengenai anatomi peraturan kehutanan dengan menggunakan perspektif hak menguasai negara. Terhadap konsepsi hak menguasai negara itu sendiri, Mahkamah Konstitusi melakukan koreksi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi undang-undang dibidang perekonomian dan sumber daya alam, termasuk UU Kehutanan. Mahkamah Konstitusi melakukan koreksi melalui putusan atas uji materi atas penguasaan negara atas hutan. Penelitian ini tidak hanya melihat dari penguasaan hutan dalam aspek ekonomi tetapi juga aspek kelestarian hutan. Untuk itu, penelitian ini membuat narasi dari peraturan pelaksana UU Kehutanan mengenai pemanfaatan hutan, yang mengatur tiga komoditas kehutanan, yakni kayu melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan, serta komoditas kehutanan yang dimainkan oleh kepentingan global yaitu melakukan mekanisme perdagangan karbon.

The purpose of this research is trying to linking ecocracy and state control of forest. This research focus on constitutional contain about state control and environmental rights, those constitutional contain obligate to applied to the sectoral acts about natural resources, particularly on this research is the state control of forest. This research is begin with shifting of the state control of forest concepts in the positive law about forest. This research explain those shifting concept with the anatomy of regulation with the state control perspective. To the state control concept itself, Mahkamah Konstitusi was making corrections through judicial review of economic acts and natural resources acts, including forest act. Mahkamah Konstitusi was making corrections through judicial review about state control of forest. This research not noly seen the problem of state control of forest from economic aspects, but also with the preservation aspects. For those reason, this research is making narration about forest regulations, which are about Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Izin Usaha Perkebunan (IUP), dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) for mininng, and forest comodity with global interest which is carbon offset.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pituanan, Baginda Sati
"Tablet cepat hancur merupakan tablet yang hancur dan / terlarut di dalam mulut sehingga dapat membantu pasien yang memiliki permasalahan dalam proses menelan. Ekstrak jahe dengan kandungan gingerol secara umum sudah dikenal dapat memberikan efek antiemetik. Tujuan penelitan ini adalah untuk memperoleh eksipien koproses pragelatinisasi pati singkong (PPS) dengan gom akasia (GA) yang kemudian digunakan sebagai eksipien dalam formulasi sediaan tablet cepat hancur ekstrak jahe. Pada penelitian ini, dibuat lima jenis eksipien koproses PPS-GA dengan lima perbandingan berbeda yaitu 5:5, 6:4, 7:3, 8:2 dan 9:1. Kelima eksipien koproses tersebut dilakukan karakterisasi meliputi bentuk partikel, distribusi ukuran partikel, kadar air, derajat keasaman, sifat alir, dan indeks mengembang. Selanjutnya, eksipien koproses PPS-GA 9:1, koproses PPS-GA 8:2 dan koproses PPS-GA 7:3 digunakan dalam formulasi sediaan tablet cepat hancur ekstrak jahe. Tablet cepat hancur ekstrak jahe yang diperoleh dievaluasi kekerasan, keregasan, waktu pembasahan dan waktu hancurnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat alir dan daya mengembang eksipien koproses PPS-GA 9:1 lebih baik daripada eksipien koproses PPS-GA lainnya. Tablet cepat hancur ekstrak jahe yang menggunakan eksipien koproses PPS-GA 9:1 memiliki kekerasan 0,7 kp, keregasan 2,12 %, waktu pembasahan 93 detik dan waktu hancur 134 detik. Dapat disimpulkan bahwa eksipien koproses PPS-GA 9:1 memiliki potensi sebagai pengikat, penghancur dan pengisi dalam formulasi sediaan tablet cepat hancur.

Fast disintegrating tablets (FDTs) are tablet that disintegrate and/or dissolve rapidly in the mouth, hence it can help patients, who have problem of swallow drugs. Ginger extract, which is containing gingerol, generally has known acting as anti-emetic. The purposes of this study were to obtain coprocessed excipients of pregelatinized cassava starch (PCS) with acacia gum (AG), and then apply them in FDT formulations of ginger extract. In this research, five kinds of the coprocessed excipient of PCS-AG were prepared in the ratio of 5:5, 6:4, 7:3, 8:2, and 9:1. Furthermore, the coprocessed excipient of PCS-AG were characterized in term of morphology, particle size distribution, moisture content, pH, flow properties and swelling index. Moreover, the coprocessed excipients of PCS-AG 9:1, PCS-AG 8:2, and PCS-AG 7:3 were used in FDT formulation of ginger extract. In addition, the FDTs of ginger extract were examined for the tablet hardness, the tablet friability, the wetting time and the disintegration time. The results show that the coprocessed excipient of PCS-AG 9:1 was the selected excipient, since it revealed good flow properties and swelling index. The FDTs of ginger extract, which was using the coprocessed excipient of PCS-AG 9:1, had have the tablet hardness of 0,7 kp, the tablet friability of 2,12%, the wetting time of 93 seconds, and the disintegration time of 134 seconds. In conclusion, the coprocessed excipient of PCS-AG 9:1 might be a potential excipient as binder, disintegrant, and filler for the FDT formulation.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>