Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siburian, Robert
"Tesis ini adalah kajian tentang Dalihan na Tolu dan kegiatan ekonomi, yang mengambil studi kasus pada Orang Batak Toba di Porsea. Hal ini dilatarbelakangi oleh kuatnya sistem kekerabatan berdasarkan prinsip Dalihan na Tolu, yang unsur-unsurnya adalah dongan tutu, hula-hula, dan boru dalam melaksanakan upacara adat. Dalam melaksanakan upacara adat tersebut ketiga unsur menyatakan sebagai satu pelaksana adat (si sada ulaon). Pernyataan sebagai satu pelaksana adat mengakibatkan apabila pada upacara adat, salah satu di antara ketiga unsur tidak diikutsertakan maka upacara adat tidak dapat dilaksanakan. Apabila anggota dan masing-masing unsur tidak diikusertakan dalam upacara adat, hal itu dikategorikan pengucilan yang menyakitkan. Saling menghormati di antara Orang Batak Toba tidak saja hanya dalam percakapan ataupun sekedar istilah kekerabatan saja tetapi jugu dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Berangkat dan terintegrasinya Orang Batak Toba dalam melaksanaan sebuah upacara adat, penelitian ini mencoba melihat kekuatan dari semangat Dalihan na Tolu itu dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, permasalahan pokoknya adalah bagaimana peranan Dalihan na Tolu dalam kegiatan ekonomi Orang Batak Toba. Apakah memang kerja sama yang luar biasa kuatnya dalam pelaksanaan adat Orang Batak Toba juga berperan dalam kegiatan ekonomi. Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan itu.
Teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini adalah teori sistem kekerabatan yang diperkenalkan oleh Murdock dan teori struktur sosial yang diperkenalkan oleh Redcliffe-Brown. Penggunaan teori ini karena Dalihan na Tolu tidak terlepas dart sistem kekerabatan Orang Batak Toba, dan sebagai sebuah sistem kekerabatan, di sana terjadi hubungan-hubungan sosial. Hubungan sosial terwujud karena adanya struktur sosial. Teori struktur sosial inilah yang melihat hubungan-hubungan sosial yang ada dalam sistem kekerabatan tersebut.
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sistem kekerabatan yang merupakan bagian dari struktur sosial berpengaruh terhadap seluruh kehidupan masyarakat termasuk kegiatan ekonomi. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kekerabatan berdasarkan prinsip Dalihan na Tolu kurang terlihat peranannya dalam kegiatan ekonomi Orang Batak Toba di Kelurahan Pasar Porsea dan Patane III. Dalihan na Tolu yang dapat dikategorikan sebagai modal sosial yang menyemangati Orang Batak Toba untuk bekerja sama dalam pelaksanaan adat, yang menjadi salah satu faktor untuk membentuk perkumpulan klen tidak saja di Kecamatan Porsea juga di daerah-daerah lain tidak tercermin dalam kegiatan perekonomian.
Orang Batak Toba yang bermukim di Kecamatan Porsea berjalan sendiri-sendiri. Bentuk-bentuk jaringan ekonomi yang terbentuk pun hanya didasarkan kepada kepentingan ekonomi saja, walaupun aktor-aktor yang sating berhubungan dalam bidang ekonomi itu melahirkan istilah-istilah kekerabatan setelah merujuk pada unsur-unsur dalam unit Dalihan na Tolu masing-masing. Kendati peranan Dalihan na Tolu tidak tercermin dalam kegiatan ekonomi, para pelaku ekonomi tidak menafikan bahwa unsur-unsur dari Dalihan na Tolu dapat terlibat dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh aktor. Akan tetapi pengalaman mereka mencatat bahwa melibatkan unsur-unsur Dalihan na Tolu dalam kegiatan ekonomi dapat merusak hubungan sosial mereka yang berkerabat. Sebab, ketersinggungan dalam kegiatan ekonomi dapat berakibat ketersinggungan dalam kehidupan sosial.
Hal lain yang mengakibatkan para pelaku ekonomi lebih memilih orang luar untuk bekerja dalam usaha ekonominya adalah karena anggota kerabat tersebut relatif lebih sulit diajak bekerja sama. Ada anggapan bekerja ditempat kerabat justru memperkaya pemilik usaha saja. Sementara dari pihak yang mau diajak untuk bekerja itu lebih memilih bekerja di tempat lain. Sebab dengan demikian, mereka lebih babas untuk bekerja.
Dengan hasil penelitian yang demikian, Dalihan na Tolu yang dapat mengikat Orang Batak Toba di mana pun berada hanya efektif di kegiatan adat saja, sementara dalam kegiatan ekonomi, dengan aturan-aturan yang ada di dalamnya tidak efektif untuk membangun sebuah kekuatan ekonomi di kalangan Orang Batak Toba di Kecamatan Porsea."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Robert
"Entikong, salah satu daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia, merupakan daerah yang merespon krisis ekonomi secara berbeda dari sebagian besar daerah di tempat lain. Jika sebagian besar wilayah negara Indonesia mengalami 'kebangkrutan' akibat krisis ekonomi, sebaliknya, masyarakat di daerah perbatasan ini justru meraup keuntungan. Masyarakat Entikong justru menginginkan tetap berlangsungnya krisis ekonomi, karena hal itu membuat semakin bergairahnya kehidupan mereka. Harga jual komoditi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan keperluan barang sehari-hari melalui lintas batas antarnegara relatif tinggi. Hal itu terjadi karena selisih kurs yang sangat tinggi. Bahkan, harga barang yang dibeli dari warga negara Indonesia jauh lebih murah daripada harga barang yang sama di Malaysia. Faktor itulah yang mengakibatkan masyarakat Malaysia bersedia membeli barang-barang Indonesia. Faktor pendukung dari keuntungan masyarakat Entikong itu berkaitan dengan fasilitas sarana dan prasarana di Entikong yang relatif memadai. Warga Indonesia atau warga Malaysia tidak terlalu sulit mencapai garis perbatasan sebagai titik pertemuan mereka untuk melakukan interaksi. Selain itu, tingkat ekonomi warga Malaysia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi warga Indonesia. Warga negara Indonesia pun mampu menawarkan komoditi dengan kualitas yang tidak terlalu rendah dan harga bersaing dengan barang-barang yang diperjualbelikan di Malaysia. Bahkan, tingkat harganya sangat rendah dipandang dari sudut kacamata ekonomi Malaysia."
2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Robert
"ABSTRAK
Hadirnya perusahaan pertambangan batubara dengan metode tambang terbuka, mengakibatkan terjadi kontestasi para pihak untuk menguasai tanah yang di dalamnya terkandung batubara. Kontestasi para pihak itu mendorong akses petani pada tanah pertanian turut terganggu. Dengan demikian, mempertahankan akses pada tanah pertanian dari ekspansi perusahaan pertambangan bukan hal mudah, karena petani transmigran dalam memaknai tanah tidak sama.Untuk menganalisis bagaimana upaya petani transmigran mempertahankan akses terhadap tanah pertanian dari ekspansi perusahaan pertambangan yang berusaha menguasai tanah pertanian milik petani, saya menggunakan teori akses yang dikemukakan oleh Ribot dan Peluso. Merujuk pada teori akses itu, petani transmigran berusaha agar tetap mampu mengambil manfaat dari tanah yang dimilikinya dengan berbagai mekanisme. Saya melihat upaya mempertahankan akses yang dilakukan petani tidak terlepas dari sikap agensi yang ada pada diri petani dan globalisasi yang sedang terjadi, sehingga teori agensi dan globalisasi saya gunakan untuk melengkapi teori akses dimaksud. Teori agensi yang dijelaskan Otner bukan dalam konteks hubungan status dan kekuasaan power , tetapi lebih pada kemampuan individu untuk mengambil inisiatif berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari inisiatif yang diambil ketika mencoba mempertahankan akses pada tanah pertaniannya. Sementara dengan globalisasi, terutama dikaitkan dengan batubara selaku komoditi global, pengambilan keputusan baik yang dilakukan oleh petani, maupun perusahaan pertambangan, tidak lepas dari pengaruh globalisasi seperti dijelaskan Giddens dan Appadurai. Dengan globalisasi, perluasan hubungan sosial sedang terjadi, sehingga kondisi sosial-ekonomi sekelompok masyarakat yang berada dalam satu negara tertentu, termasuk petani transmigran di Desa Kerta Buana, tidak lepas dari pengaruh negara lain.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme mempertahankan tanah pertanian yang dilakukan petani, dibagi dua kelompok besar, yaitu petani Bali dan petani bukan Bali. Pengklasifikasian itu didasarkan pada mudah dan sulitnya perusahaan membebaskan tanah dari kedua kelompok petani itu. Mekanisme tersebut adalah sebagai berikut: a petani menentukan harga tanah pertanian yang diincar perusahaan pada level tertinggi di luar jangkauan perusahaan, b petani menganulir harga yang sudah disepakati sebelumnya, tetapi pihak perusahaan lalai membayar tepat waktu, c petani menyebut harga yang diajukan perusahaan belum cocok meskipun harga yang diinginkan petani tidak pernah terlontar, d petani melimpahkan isu penjualan tanah pada level kelompok tani, terkait kesepakatan pada anggota kelompok agar menjual tanah pertanian dilakukan pada perusahaan secara serentak.Mekanisme yang dilakukan oleh petani untuk mempertahankan akses pada tanah pertaniannya, sesungguhnya adalah upaya untuk mempertahankan lanskap sosial yang sudah terbentuk di Desa Kerta Buana. Dengan kata lain, tujuan mempertahankan akses tidak sekedar untuk mengambil manfaat dari sesuatu itu, tetapi juga untuk bertahannya suatu lanskap sosial yang sudah membuat petani transmigran merasa Desa Kerta Buana adalah bagian dari hidupnya.

ABSTRACT
The presence of coal mining company with open pit method resulted in contestation of the parties to control the land which contains coal. Contestation of the parties that encourage farmers 39 access to agricultural land is also disrupted. Thus, defending access to agricultural land from the expansion of mining companies is not easy because the understanding of the farmers transmigrant on land is not the same.To analyze how transmigrant peasants 39 efforts to defend access to farmland from the expansion of mining companies seeking control of farmer owned farms, I use the access theory proposed by Ribot and Peluso. Referring to the access theory, transmigrant farmers try to keep the benefits of their land under various mechanisms. I see that defending access by farmers is inseparable from the existing attitude of farmers 39 existing agencies and globalization, so that the agency theory and globalization I use to complete the access theory. The agency theory written by Otner describes is not in the context of the relationship of status and power, but rather to the individual 39 s ability to take initiative on the basis of events that have occurred and be responsible for the consequences of the initiative taken while trying to defend access to his farm. While globalization, especially related to coal as a global commodity, decision making by both farmers and mining companies, can not be separated from the influence of globalization as described by Giddens and Appadurai. With globalization, the expansion of social relations is taking place, so that the socio economic conditions of a group of people within a certain country, including transmigrant farmers in Kerta Buana Village, can not be separated from the influence of other countries, especially after the companies operating in Desa Kerta Buana have sold their shares in the stock exchange.The results showed that the mechanisms by farmers to maintain their farms were divided into two major groups, namely Balinese farmers and non Balinese farmers. The classification was based on the ease and difficulty of the company liberating the land from both groups of farmers. Those mechanisms are as follows a the farmer determines the price of agricultural land that the company is targeting at the highest level outside the reach of the company b the farmer annuls the agreed price but the company neglects to pay on time c Farmers call the price proposed by the company is not suitable but farmers do not mention the desired price, d farmers delegate the issue of land sales at farmer group level, related to agreement on group members to sell agricultural land to the company simultaneously.Mechanisms undertaken by farmers to maintain access to their farms, in fact, are attempts to maintain the already established social landscape in Kerta Buana Village. In other words, the goal of sustaining access is not just to take advantage of it, but also for the survival of a social landscape that has made transmigrant farmers feel that Kerta Buana Village is a part of his life."
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library