Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Setiawan
"Hak Paten adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pemegang paten, sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Dimana sebagai bagian dari hukum harta benda (hukum kekayaan), maka pemiliknya pada prinsipnya adalah bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, dan memberikan isi yang dikehendakinya sendiri pada hubungan hukumnya. Hanya dalam perkembangan selanjutnya kebebasan itu mengalami perubahan, yaitu misalnya pembatasan berupa adanya lisensi wajib, pengambil alihan oleh negara, dan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan serta ketertiban urnurn.
Bahwa pelaksanaan lisensi wajib paten berdasarkan Persetujuan TRIPs dalam Deklarasi Doha yang berkaitan dengan paten farmasi untuk kesehatan masyarakat yang memberikan haknya kepada pihak ketiga untuk membuat, menjual, dan mengekspor paten produk yang berkaitan tanpa persetujuan pemegang paten untuk memenuhi keperluan kesehatan masyarakat dalam menanggulangi penyakit H1VIAIDS, tuberkolosis, malaria, dan penyakit epidemik lainnya. Penerapan sistem paten sebagaimana diatur dalam TRIPs ini merupakan salah satu perlindungan dan pelaksanaan terhadap hak asasi manusia dibidang kesehatan masyarakat.
Bahwa pelaksanaan lisensi wajib paten di Indonesia, apabila sesuai dengan peraturan yang berlaku terkesan tidak ada pelanggaran HAM. Tetapi apabila kita telah lebih lanjut pelaksanaan lisensi wajib paten dapat digarisbawahi yaitu apabila pelaksanaan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia maka kemungkinan kecil terjadi suatu pelanggaran terhadap HAM terjadi karena dalam pelaksanaannya harus memberitahukan kepada si pemegang paten. Tetapi sesuai dengan Deklarasi Doha, maka pelaksanaan lisensi wajib paten dapat dilaksanakan tanpa terlebih dahulu persetujuan si pemegang paten dengan syarat bahwa pelaksanaan tersebut untuk keadaan darurat nasional atau darurat yang sangat mendesak untuk menanggulangi penyakit epidemik dan tentunya pelaksanaan lisensi wajib tersebut untuk kebutuhan non-komersial. Dalam hal walaupun untuk kepentingan masyarakat, tatapi dalam pelaksanaannya telah terjadi pelanggaran HAM dimana hak ekonomi dari si pemegang paten akan terlanggar.
Tetapi apabila tidak ada peraturan mengenai pelaksanaan lisensi wajib untuk kepentingan kesehatan masyarakat bisa dibayangkan bagaimana masyarakat dapat menanggulangi berbagai bencana penyakit apabila harga obat-obatan paten untuk menanggulangi penyakitnya sangat mahal harganya dan tentunya akan sangat terbatas masyarakat untuk mendapatkannya. Dan apabila hal ini terjadi banyak masyarakat yang terkena penyakit epidemik satu per satu akan meninggal dunia, dimana hal ini tentunya akan terjadi suatu pelanggaran HAM mengenai hak hidup, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Andriastuti
"Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara Utusan Daerah dengan Dewan Perwakilan Daerah, serta peran Dewan Perwakilan Daerah dalam bidang legislasi terhadap Dewan Perwakilan Rakyat. Penelitian ini bersifat normatif dengan studi kepustakaan dengan pendekatan secara komparatif dengan membandingkan sistem ketatanegaraan di Indonesia sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945 serta membandingkan dengan sistem parlemen negara lain. Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum adanya perubahan UUD 1945 terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, setelah perubahan UUD 1945 Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Utusan Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah merupakan perwakilan kedaerahan (representative regional) namun mempunyai Utusan Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah mempunyai perbedaan yaitu sistem pemilihannya, anggota yang terpilih dan kewenangannya. Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah mempunyai kewenangan legislasi, anggaran, konsultatif, dan pengawasan. Namun sebenarnya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah terbatas dibandingkan dengan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat termasuk pada kewenangan legislasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Dianandari
"Penataan ruang adalah salah satu fungsi pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Penataan ruang dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat ll. Dalam hal ini di tingkat daerah kebijakan tersebut ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Rencana Umum Tata Ruang Propinsi. Sejak tahun 1970, sebenarnya Indonesia telah berusaha menyususn suatu Undang-undang Penataan Ruang. Setelah melalui proses panjang dan sulit akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 1992. Meskipun demikian berbagai persoalan hukum mengenai kerangka hukum penataan ruang tetap muncul. Persoalan hukum muncul karena kebijakan penataan ruang substansinya terlalu umum, sehingga masih dibutuhkan peraturan-peraturan di bidang lain untuk menunjang pelaksanaan penataan ruang. Selain itu bentuk peraturan perundangan yang berlakt saat ini juga sebenarnya kurang sesuai menurut azas hukum yang ada. Kajian terhadap peraturan penataan ruang kota di Indonesia perlu dilakukan karena sebenarnya banyak kelemahan hukum dalam peraturan untuk penataan ruang, balk Persoalan prosedur hokum penyusunannya maupun persoalan substansi produk hukumnya"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayman Peten Sili
"Tema tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah sengaja diangkat oleh penulis, karena kedua lembaga pemerintahan di daerah ini sesungguhnya memegang peranan penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Berbicara tentang DPRD dan Kepala Daerah tentu tidak akan terlepas dari pembi.caraan mengenai otonomi daerah, begitu pula sebaliknya, berbicara tentang otonomi daerah tidak akan sempurna jika tidak dikaitkan dengan pembicaraan mengenai DPRD dan Kepala Daerah.
Hubungan antara kedua lembaga pemerintahan di daerah ini selalu bergeser dan mengalami pasang surut sepanjang sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah yang pernah berlaku di Indonesia, di mana dominasi antara kedua lembaga pemerintahan daerah ini saling bergantian, di mana DPRD pernah begitu dominan atas lembaga eksekutif di daerah, begitupun sebaliknya, lembaga eksekutif daerahpun pernah begitu dominan atas DPRD.
Penelitian ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa dengan beriakunya tindang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-uridang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan Kepala Daerah telah mengalami pergeseran. Lembaga perwakilan rakyat daerah yang pernah memiliki kedudukan yang sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, namun dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 telah mengalami perubahan yang sangat mendasar dengan mengembalikan kedudukan DPRD pada keadaan di masa masih berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (1) ini disebutkan bahwa "Pemerintah daerah adalah: a. pemerintah daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi, b. pemerintah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Selanjutnya, dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Di sini, penulis dapat mengatakan bahwa dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini, hak DPRD telah banyak yang dipangkas atau dipreteli.
D
alam kondisi seperti ini, dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat di daerah yang memiliki kedudukan yang kuat dalam mewakili kepentingan rakyat di daerah. Kedudukan yang kuat ini, hanya dapat terlaksana apabila diimbangi dengan kedudukan kepala daerah yang kuat pula. Harapan ini kiranya dapat terpenuhi, apabila kedua lembaga pemerintaha di daerah ini sama-sama menyadari bahwa mereka adalah samasama memegang kedaulatan rakyat di daerah, karena sama-sama dipilih secara langsung melalui pemilihan (umum).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, ditemukan beberapa fakta sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan kepala daerah, seperti faktor pendidikan yang masih rendah dari anggota DPRD, faktor pengalaman sebagai anggota DPRD dan faktor rekruitmen awal yang dilakukan oleh partai politik, sementara di sisi lain pihak eksekutif memiliki sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik.
Faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi pelaksanaan hubungan antara DPRD dengan kepala daerah sebagai wakil pihak eksekutif daerah, terlebih dalam pelaksanaan fungsi DPRD yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawaman atau fungsi kontrol, di mana dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut DPRD akan selalu berhadapan dengan pihak eksekutif Dalam kedudukannya yang sama-sama sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ini, perlu dikembangkan suatu etika yang dapat merefleksikan bahwa sesungguhnya antara kedua lembaga pemerintaha di daerah ini tidak ada yang paling dominan satu di antara yang lainnya, karena keduanya sama-sama bekerja untuk kepentingan rakyat.
Hubungan yang dibangun antara kedua lembaga pemerintahan di daerah ini secara realistik dapat dikembangkan dalam 3 (tiga) bentuk, antara lain: 1. bentuk komunikasi dan tukar menukar informasi; 2. bentuk kerjasama atas beberapa subyek, program, masalah dan pengembangan regulsai, dan 3.klarifikasi atas beberapa permasalahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library