Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Prabudi Nurmawan
Abstrak :
Bisnis pelayaran di ASEAN yang merupakan cerminan dari kegiatan distribusi barang lokal maupun ekspor-impor yang dilakukan oleh negara-negara di ASEAN masih merupakan bisnis yang menarik dan berpotensi. Hal ini terutama ditandai dengan terus meningkatnya perekonomian di negara-negara kawasan ASEAN. Hal ini otomatis akan menimbulkan peningkatan arus distribusi barang kcluar masuk ASEAN. Untuk mampu bersaing dalam bisnis pelayaran di ASEAN khususnya untuk jasa feeder container, perusahaan harus mampu memahami dinamika landscape bisnis jasa pelayaran feeder container di ASEAN. Dengan memahami dinamika landscape bisnis, perusahaan dapat mengembangkan berbagai strategi yang diharapkan dapat mcningkatkan daya saing dalam bisnis. Dinamika landscape bisnis feeder container di ASEAN dapat dilihat dalam kerangka: new entrants, suppliers, buyers, substitution, competition dan complementor. Di sisi supplier, supply dari bisnis ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya perdagangan di kawasan ASEAN yang menggunakan container. Peniain baru dalam bisnis ini diperkirakan sedikit lerhambat mengingat tingginya investasi yang dibutuhkan untuk terjun ke dalam bisnis feeder container. Subslitusi dari feeder container services khususnya datang dari transportasi udara, hanya saja transportasi udara memiliki beberapa keterbatasan seperti: kapasitas angkut serta jenis mualan yang bisa dibawa_ Dinamika komplementor dalam bisnis ini adalah kecenderungan integrasi dari komplementor menjadi perusahaan logistic yang terpadu, kemudian berkembangnya pelabuhan-pelabuhan utama container yang baru di kawasan ASEAN serta kerjasama mereka dengan main liner operators. Sisi buyers dinamikanya ditandai dengan peningkatan permintaan akibat meningkatnya anus perdagangan di kawasan ASEAN, dan lehih jauh kemungkinan aliansi antara main liner operators dengan perusahaan-perusahaan feeder (muatan SOC), serta peningkatan kualitas layanan. Dinamika Tingkat peisaingun ditandai dengan: meningkatnya muatan industri yang menggunakan container, meningkatnya skala ekonomis ukuran kapal, relatif menurunnya tariff muatan SOC, berkembangnya pcmain dominan feeder services menjadi perusahaan transportasi terpadu, dan tumbuhnya pasar serta rule-rule perdagangan barn di kawasan ASEAN. Beberapa hal yang menjadi faktor kunci kesuksesan bagi perusahaan yang terjun ke dalam bisnis jasa feeder container di ASEAN sehubungan dengan dinamika landscape bisnisnya diantaranya adalah: kemampuan menjalin kerjasama jangka panjang dengan pemilik muatan; ekspansi, diversitikasi dan integrasi dari bisnis baik secara geografis maupun layanan jasa; komposisi yang seimbang antara muatan COC dan SOC. Serdasarkan dinamika bisnis feeder container services di ASEAN, maka strategi-strategi yang dapat diaplikasikan oleh perusahaan dalam rangka mengantisipasi dinamika bisnis tersebut, adalah: Dari sisi buyers, strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan integrasi dan kerjasama bisnis dengan logistic dan forwarding companies sekaligus meningkatkan peran aktif cargo agents dalam menjemput muatan ke para pemilik barang serta menjalin kerjasama jangka panjang, menjalin kerjasama jangka panjang dengan para main liner operators, dan menjaga komposisi yang seimbang antara muatan COC dan SOC. Strategi perusahaan yang menyangkut supplier dalam bisnis feeder container services ini antara lain dengan menjalin kerjasama stratejik dengan suppliers dan melakukan diversilikasi supplier guna mengurangi ketergantungan perusahaan. Dari sisi complementor strategi perusahaan adalah dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahan logistik dan forwarding guna meningkatkan muatan dan kontrol terhadap muatan tersebut, sekaligus dapat memperluas jaringan pelayanan dari perusahaan feeder. Strategi lain adalah dengan memanfaatkan kerjasama-kerjasama yang berkembang antara main container ports barn (misal: Tanjong Pelcpas) dengan main liner operators. Strategi perusahaan dalam menghadapi pcsaing lain adalah dengan cara meningkatkan kapasitas kapal feeder container yang dioperasikan oleh perusahaan, strategi kepemilikan origin kapal yang tepat, integrasi dari cargo agents yang dimiliki dengan logistic dan forwarding companies menjadi satu unit bisnis terpadu, yang mendukung bagi perusahaan. Strategi penting Fainnya adalah menjalin kerjasama dengan perusahaan penerbangan barang untuk menjalankan transportasi "Sea-Air" terpadu, investasi dalam hal Information Technology, dan meningkatkan utilisasi dari kapal-kapal yang dimiliki. Faktor lain yang perlu dipahami adalah bagaimana mcnerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi pemain dominan dalam bisnis pelayaran di ASEAN. Strategi yang dikembangkan harus efektif dan tidak secara cepat menimbulkan reaksi balasan dari pemain dominan tersebut. Berbagai langkah strategi di alas diharapkan mampu membuat perusahaan feeder container services di ASEAN untuk bersaing dan berkembang menghadapi dinamika bisnis di masa depan.
ASEAN maritime shipping business, which reflected cargo movements related with trade activities within ASEAN countries, still considered attractive and potential. This mainly shown by rapid economic growth in ASEAN countries, which automatically increased the cargo (lows in ASEAN region. To remain competitive in this maritime shipping business especially for feeder container services, companies must have full understanding about business landscape dynamism of feeder container services business in ASEAN to enable them to develop strategies to increase their competitiveness level. Business landscape dynamism of feeder container services business in ASEAN can be analyzed from following perspectives: new entrants, suppliers, buyers, substitution, competition and complementors. From supplier side, supplies in this business will be increase along with the increase of container used for cargo distributions in ASEAN region. New entrants are forecasted will have barriers to entry due to high level of investment needed in this business. Substitution for feeder container services came from air transport, however this air transport has its own limitation, such as type of cargoes and capacities it can carries_ Complementor's dynamism in this business are the integration trends within complementors and the development of new container ports in ASEAN region and their cooperation with main liner operators. Buyer's dynamism reflected by increase in demand due to the trade activities increase in ASEAN region, and furthermore possibilities of alliances between main liner operators and feeder container liners, and the increase in expected quality of services.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandi Pratyaksa
Abstrak :
Dalam melayani pelanggan selular, para perusahaan telekomunikasi menghadapi persaingan yang cukup ketat untuk meraih pasar. Pertumbuhan pelangganlsubscriber selular di Indonesia pun meningkat tiap tahunnya, dimana hal ini akan menambah kesiapan perusahaan telekomunikasi untuk memberikan kapasitas yang eukup dalam melayani pelanggannya. Maka seiring dengan rneningkatkan pertumbuhan pelanggan, perusahaan perlu meningkatkan jumlah fasilitas network selular untuk memastikan pelayanan dapat dijangkau dan gunakan pelanggan. PT.Indosat sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi memiliki beberapa business segment seperti: selular, MIDI, dan Fixed Telecom. Segment selular yang merupakan penyumbang 75% pendapatan perusahaan pads tahun 2005 mengalami peningkatan pertumbuhan jumlah fasilitas network sebesar 25% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan jumlah fasilitas ini menyebabkan kebutuhan akan perawatan dan perbaikan pun meningkat. PT.Indosat menyadari bahwa hal ini akan mempengaruhi konsentrasi perusahaan untuk melakukan ekspansi dan integrasi network telekomunikasi dalam tiap business segment perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan merencanakan melakukan outsourcing pada aktivitas perawatan dan perbaikan fasilitas network selular, untuk tetap fokus dalam menjalankan strategi perusahaannya. Aktivitas perawatan dan perbaikan fasilitas network selular sebelumnya tidak pernah dilakukan outsourcing (selalu in-house). Aktivitas yang sebagian dilakukan on-site, terbagi menjadi dua jenis pekerjaan yaitu preventive maintenance dan curative maintenance. Beberapa aktivitas dari kedua jenis ini mengharuskan perusahaan meluangkan waktu, biaya dan tenaga kerja serta konsentrasi pekerjaan. Oleh karena itu, perlu diketahui aktivitas apa saja yang layak untuk dilakukan outsourcing dan resiko apa yang perlu dipertimbangkan perusahaan dalam outsourcing. Dalam karya akhir yang berjudul "Perencanaan Strategi Outsourcing Pada Perawatan dan Perbaikan Fasilitas Network Selular PT.INDOSAT Tbk" ini, penulis bermaksud Analisis aktivitas apa saja yang layak dilakukan beserta resiko yang perlu dipertimbangkan dalam outsourcing pada perawatan dan perbaikan fasilitas network selular PT.Indosat. Adapun ruang Iingkup penelitian ini, penulis membatasinya pada business segment selular, di divisi Network Operation and Maintenance (NOM) dan pada aktivitas perawatan dan perbaikan fasilitas access network PT.Indosat. Dari hasil analisis didapat bahwa terdapat beberapa aktivitas dinilai layak untuk dilakukan outsourcing. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang tidak terlalu mempengaruhi kinerja network dan merupakan aktivitas yang tidak membutuhkan pengetahuan, kemarnpuan dan pengalarnan dalam mengoptimalkan kinerja network. Kemudian dalam bekerjasarna dengan vendor, PT.Indosat perlu mempertimbangkan keamanan informasildata vendor, kualitas layman vendor, kema.mpuan vendor untuk berkembang sesuai dengan pertumbuhan bisnis PT.Indosat, tingkat kepedulian (responsiveness) vendor terhadap masalah atau penanggulangan masalah, dan perluasan lingkup pekerjaan vendor. Akhirnya pada penutup Bab V, penulis rnemberikan saran mengenai tahapan outsourcing yang dapat dilakukan PT.Indosat untuk mencapai tujuan dari perencanaan outsourcing pada aktivitas perawatan dan perbaikan fasilitas network selular.
In order to serve cellular subscribers, Telecommunication Companies are facing competitive pressure to gain their market share. Indonesian cellular subscriber growth increasing every year, which means companies should prepare more to make their capacity suitable in order to serve subscribers. Therefore along with increasing subscriber growth, company should improve number of cellular network facility to ensure the service can be reached and used by subscriber. PT.Indosat as one of Telecommunications Company has three business segment: cellular, MIDI, and Fixed Telecom. Segment Cellular revenue represents 75% of the company earnings in ,the year 2005 and adding more network facility up to 25% compare to the last year. This growth needs more maintenance treatment. PT.Indosat realize that this matter will influence the company concentration to network expansion and integration of network telecommurications in every business segment company. Therefore company plan to outsource cellular network maintenance activities, in order to focus in running its company strategy. Cellular network maintenance activities have never been outsourced. Parts of these activities are on-site activity that has two types of work, preventive maintenance and curative maintenance. Several activities from each type need time, cost, workforce and management - focus to do. Therefore, company need to know what activities competent to be outsource and company should consider what risk that they will be facing to. On this thesis "Planning outsourcing strategy in PT.Indosat cellular network maintenance activities", author try to analyze which activities competent to be outsource and what risk company will be facing if these activities outsourced. As for this scope of research is only at PT.Indosat cellular business segment, on network operation and maintenance (NOM) and research restricted only in access network facility maintenance. From analysis result, several facility maintenance activities are competent to outsource. These activities represent activity that has low contribution to the network performance and it doesn't need network optimization knowledge. Later then in order working with vendor, PT.Indosat require to consider vendor's information security, quality of serving, vendor's ability to expand according to PT.Indosat business growth, vendor's problem solving responsiveness and scope of work. At the end on chapter 5, author recommends outsourcing steps to PT.lndosat to achieve outsourcing success.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Nurranti Tjakrawiralaksana
Abstrak :
Sekitar 1,5 juts hingga 2 juta orang di dunia diperkirakan memiliki akuarium air laut. Perdagangan yang memasok kegemaran ini dengan hewan laut hidup merupakan industri global yang bernilai sekitar USS 200-300 juta per tahun, dan beroperasi di negara-negara tropis. Koral hidup yang merupakan salah satu mata dagangan daiam industri ini menunjukkan pertumbuhan ekspor sebesar 12-30 persen di seluruh dunia dari tahun 1990 hingga tahun 1999. Kebijakan kuota ditetapkan pads mata dagangan koral hidup dibuat untuk memastikan ketersediaan, dan pembatasan pemanfaatan harus ditentukan pada level berkelanjutan sesuai dengan korelasi antara populasi dan ketersediaannya di alam. Biota koral adalah hewan laut dari filum Cnidaria, yang terdiri dari polip-polip kecil serupa anemone yang membentuk koloni. Janis koral ini termasuk ordo Scleractinia yang dikenal juga sebagai stony coral dan dapat membentuk kerangka yang terhuat dari kalsium karbonat atau kerangka kapur yang mendasari terbentuknya terurnbu karang. Kemampuan memperbarui daur hidup hewan koral yang memakan waktu jauh Iebih lama dibandingkan hewan lain menyebabkan pemanfaatan yang berlebihan dapat menyebabkan kepunahan biota tersebut. Atas dasar tersebut CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) memasukkan koral ke dalam Appendix II, yaitu jenis-jenis biota yang masih dapat dimanfaatkan secara terbatas agar tidak punah. Penetapan kebijakan kuota bagi koral hidup membnkan kewenangan bagi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan untuk menentukan besamya kuota bagi pemanfaatan biota tersebut. Kuota yang ditentukan berdasarkan rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia tersebut dibagikan kepada pengusaha dan eksportir untuk dimanfaatkan dalam kegiatan perdagangan koral hidup. Pemanfaatan biota koral di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 4471Kpts-1112003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Salwa Liar. Peredaran atau perdagangan biota karat harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen resmi yang wajib menyertai setiap pengiriman biota, balk di dalam negeri maupun di luar negeri, berupa Surat angkut Tumbuhan dan Saliva Liar (SATS-LN dan SATS-DN). Tujuh genus yang paling banyak diperdagangkan terdiri dari Trachyphyllia, Euphyllia, Goniopora, Acropora, Plerogyra, Caualaphyllia, yang meliputi 56% perdagangan koral hidup antara tahun 1988 hingga 2002. Berdasarkan data dari laporan CITES tahun 1997-2001 (Wabnitz, et. al., 2003), Amerika Serikat mengimpor 73%, sedangkan Uni Eropa mengimpor 14% sementara Jepang menempati urutan ketiga dengan 7%. Selama tiga tahun berturut-turut, yaitu tahun 2003 hingga 2005, Ditjen PHKA menetapkan kuota sebanyak rata-rata 809.200 buah per tahun, untuk sekitar 52 spesies yang dapat dimanfaatkan. Daerah pemanfaatan biota ini tersebar di 14 daerah di seluruh Indonesia. Dan data selama tiga tahun, realisasi ekspor terhadap kuota menunjukkan angka di atas 95%. Pemenuhan permintaan terhadap biota koral untuk ekspor yang dapat terealisasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar permintaan dapat dipenuhi. Realisasi ekspor terhadap kuota yang tidak mencapai 100% dapat disebabkan oleh pencatatan realisasi yang didasarkan kepada jumlah spesies yang tereantum dalam Surat Angina Tumbuhan dan Satwa Liar Luar Negeri (SATS-LN). Menghadapi lingkungan industri perdagangan biota koral untuk ekspor ini, perlu dibuat suatu analisa tentang faktor-faktor internal dan ekstemal yang terdapat dalam industri. Untuk menganalisa faktor-faktor tersebut digunakan analisis SWOT yang membahas mengenai kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang terdapat dalam industri. Selanjutnya analisis ini digunakan untuk menentukan strategi yang paling tepat untuk digunakan dalam industri. Analisis faktor-faktor strategis baik internal maupun ekstemal dilakukan untuk mernbuat formulasi magi penentuan strategi industri. Penentuan strategi ini dibuat dengan menggunakan analisis Matriks TOWS berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan ekstemal yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk memenuhi peluang yang ada pada industri, serta pengembangan teknologi di bidang budidaya, maka diharapkan Indonesia tetap dapat memenuhi permintaan pasar ekspor tanpa harus mengorbankan kelangsungan daur hidup biota koral dan kelestarian habitat biota koral.
Approximately 1.5 to 2 million people keeps a seawater aquarium. The trade supplying this hobby with living marine creatures is a global industry worth USS 200-300 million per year, operating in tropical countries and regions. Living coral as one of the trade item has a 12-30% trade growth during 1990-1999 periods. Quota policy implied on living coral as a trade item is made to ensure the availability of the resource and regulated exploration is set on a sustainable level, according to the correlation between the coral population and its availability in nature. Coral is a marine animal from Cnidarian phylum, consisted of small polyps similar to anemones that form a colony. This kind of coral is the Scleractinian order which also known as the stony coral and has an ability to form a calcium carbonate skeleton which is the base of coral reef formation_ Coral reefs need much longer time to renew their life cycle, therefore an over exploitation will lead to extinction. Based on that, CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) cited coral in Appendix II, which lists species that are not necessarily now threatened with extinction but that may become so unless trade is closely controlled. The quota policy on living coral gives the authority to Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alain, Departemen Kehutanan to determine the quota. The quota is based on recommendation given by Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, to be distributed to exporters and companies. Coral exploration in Indonesia is regulated by the Minister of Forestry Regulation no. 447IKpts-1112003. The trade an traffic of living coral must be accompanied by legal documents on each of the shipments, within the region of Indonesia or outside Indonesia (export). The seven most traded generas are Trachyphyllia, Eupl~ylliu, Gonioporu, Acropora, Plerogyra, Catalaphyllia, consisting 56% of the world's living coral trade between 1998 and 2002, Based on data from CITES reports on 1997-2001 (Wabnilz, et al, 2003), the United States imported 73% of the total trade on coral, while European Union and Japan imported 14% and 7% respectively. During the three years period of 2003-2005, Ditjen PI-IKA determined an average quota of 809,200 pieces per year, for approximately 52 species. The three years' data shows that above 95% of the quota are realized through export. This shows that most of the demand for living coral is fulfilled. The realization does not reach 100%, as some possibilities might occur. Record keeping which is based on CITES export Permit (SATS-LN) is one of them. Facing the coral trading and export industry, an analysis of external and internal factors in the industry is made. SWOT analysis is used to analyze those factors: strength, weakness, opportunity and threat in the industry. This analysis will be used to determine the most appropriate strategy to be used in the industry. Internal and external strategic factors analysis is used to formulate the strategy. The strategy itself is formulated by using the TOWS Matrix based on the internal and external factors analysis. Using the strength in the industry to met the opportunity in the industry, and using the technology in mariculture, Indonesia will be able to fulfill the market demand without sacrificing the sustainability and the habitat of coral reef.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Primawaty
Abstrak :
Penggunaan pengadaan elektronik (e-Procurement) di dunia bisnis telah meningkat secara dramatis dalam dekade terakhir ini dengan makin banyaknya- perusahaan yang menggunakan teknologi Internet untuk pengadaan berbagai variasi barang dan jasa. Menjadi yang pertama atau setidaknya menjadi pendahulu dalam penggunaan e-Procurement telah menjadi langkah inti stratejik, untuk memastikan bahwa organisasi tidak akan tertinggal dalam kompetisi yang ada. Sejalan dengan pertumbuhan bisnis, banyak alat e-Procurement telah dikembangkan pada tahun-tahun terakhir ini untuk membantu organisasi mencari, membuat kontrak, dan membeli secara lebih efisien dan efektif. Salah satu alat yang sering digunakan di organisasi adalah electronic Reverse Auction dimana pemasok-pemasok potensial berkompetisi secara online dan pada 'waktu yang sebenarnya, menyediakan harga untuk barang atau jasa dalam sebuah lelang. Harga mulai pads tingkatan tertentu dan secara bertahap, sepanjang lelang tesebut, menurun seiring denga adanya perbaikan penawaran untuk mendapatkan kontrak yang ada. Metode electronic reverse auction telah terbukti menghasilkan penghematan di sisi finansiai dan efisiensi proses. Banyak perusahaan di Indonesia, agar dapat bersaing secara global, telah mengaplikasikan e-Reverse Auction. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar mengaplikasikannya sejalan dengan strategi yang dimiliki oleh perusahaan induknya di luar negeri. Namun, masalah yang ada adalah apakah pemasok-pemasok di Indonesia telah siap untuk mendukung dan berpartisipasi dalam e-Reverse Auction untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari metode Untuk menjawab pertanyaan ini, fokus diarahkan pada studi kasus dari aplikasi e-Reverse Auction di salah satu perusahaan multinasional minyak dan gas burni di Indonesia, XYZ Indonesia Inc. (XYZI). Analisa dilakukan terhadap tiap dimensi dari model empirikal hubungan pembeli-pemasok. Dimensi-dimensi tersebut adalah kepercayaan, kepuasan, adaptasilinvestasi transaksi spesifik, kekuatan/ketergantungan, komunikasi, komitmen, dan kerja sama. XYZ telah membuat perjanjian dengan satu dari pembuat pasar terdepat untuk e-Procuremennt, Ariba, untuk menyediakan dukungan terhadap e-Reverse Auction kepada seluruh anak perusahaan -XYZ secara global. Di Indonesia, XYZI telah mengaplikasikan e-Reverse Auction sejak kuartal keempat 2004 dan menyelesaikan lima lelang menggunakan e-RA. Penghematan total yang didapat adalah sebesar US$ 785,984.49 dan dinyatakan sebagai kesuksesan terhadap pengaplikasiannya. Namun, jumlah tersebut pada kenyataannya adalah jumlah kotor karena terdapat beberapa kehilangan selama proses. Kehilangan yang diidentifikasi sebagian besar berasal dari waktu pengerjaan dan investasi yang dibuat oleh pembeli XYZ dan pemasok. Setelah menganalisa ketujuh dimensi dari hubungan pembeli-pemasok, kepercayaan dan komitmen merupakan dimensi-dimensi terkuat. Fokus sebaiknya dibuat lebih untuk adaptasil investasi transaksi spesifik, kekuatand ketergantungan, komunikasi, dan kerja sama untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari penggunaan e-Reverse Auction baik kepada pembeli maupun pemasok. Dimensi terakhir, kepuasan, lebih ditekankan pada pihak lain, Ariba, sebagai penyedia pembuat pasar. Terakhir, beberapa strategi telah diajukan untuk mengembangkan e-Reverse Auction di XYZI. Strategi-strategi tersebut menyarankan untuk membuat perkenalan dan pendidikan terus menerus untuk e-Reverse Auction kepada semua pemasok-pemasok potensial XYZI, komitmen jangka panjang dengan pemasok sebagai basil lelang e-Reverse Auction, mempercepat waktu proses e-Reverse Auction, dan mendapatkan bantuan yang Iebih baik dari Ariba di Indonesia.
The use of electronic procurement (e-Procurement) in business has increased dramatically over this decade with more and more companies utilizing internet technology to procure a wide variety of goods and services. Being first or at least being early into the use of e-Procurement was considered a key strategic move, ensuring that the organization was not left behind the competition. In line with the nature growth of business, many e-Procurement tools have been developed over recent years to help organizations source, contract, and purchase more efficiently and effectively. One of the tools that commonly used in the organizations is electronic Reverse Auction (e-Reverse Auction) where potential suppliers are competing online and in 'real time', providing prices for the goods or services under an auction. Prices start at certain level and gradually, throughout the course of the auction, decline as suppliers offer improved terms in order to obtain the contract. This method of electronic reverse auction has been proven by many companies to provide savings in term of money and process efficiency. Many companies in Indonesia, to be able to compete globally, have been implemented the e-Reverse Auction. These companies, mostly implemented it as an allignment to the strategy of its foreign parent company. However, the highlighted problem is whether the nature of suppliers in Indonesia is ready to support and participate in the e-Reverse Auction in order to obtain the most advantages of this method. To address this question, focus has been made to a case study of e-Reverse Auction implementation in one of the oil and gas multinational companies in Indonesia, XYZ Indonesia Inc. (XYZI). The analysis is made to each dimensions of empirical model of buyer supplier relationship. The dimensions are trust, satisfaction, adaptation) transaction specific investment, power/dependence, communication, commitment, and co-operation. XYZI is an -Indonesian subsidiary of XYZ with location based in Houston. XYZ has came up with an agreement with one of the leading market makers for e-Procurement, Ariba, to provide support in e-Reverse Auction to all XYZ subsidiaries globally. In Indonesia, XYZI has implemented e-Reverse Auction since fourth quarter 2004 -and completed five tenders using e-RA as a result. A total savings of USS 785,984.49 has been claimed as a success to the implementation_ However, this claimed number is actually a - gross number due to several losses occured during the process. The losses identified are mostly in terms of time of process and investments made_ to both XYZI buyers and suppliers. Having analyzed the seven dimensions of buyer-supplier relationship, trust and commitment have been considered the strongest dimensions. Focus should be made more in adaptation/ transaction specific investment, power/ depence, communication, and co-operation in order to gain the most advantage of e-Reverse Auction to both buyer and suppliers. The last dimension, satisfaction, is giving more attention to the other party, Ariba, as the market maker provider. In the end, several strategies have been proposed to develop implementation of e-Reverse Auction in XYZI. The strategies are suggesting a continuous introduction and education of e-Reverse Auction to all future XYZI's suppliers, a long term commitment with supplier as a result of e-Reverse Auction tenders, speed up the timing of e-Reverse Auction process, and obtain a thorough assistance from Ariba in Indonesia.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Radix Iwan M.
Abstrak :
Era globalisasi yang melanda seluruh negara telah memberikan suatu cara pandang baru dalam tata cara pengelolaan negara, pemerintahan, bisnis dan begitu banyak aspek lainnya. Negara Indonesia tidak terkecuali harus menghadapi persaingan global tersebut. Untuk dapat berkompetisi dalam persaingan global maka Indonesia harus memperbaiki berbagai aspek yang menjadi indikator persaingan global yaitu antara lain kepastian hukum (law enforcement), birokrasi yang transparan, corruption index, ketersediaan inforrnasi seluruh sektor, profesionalisme, tata kelola pemerintahan, infrastruktur dan lain sebagainya. Pada saat ini kondisi Indonesia relatif tertinggal hampir di semua sektor pada indikator tersebut dibanding negara-negara berkembang lainnya khususnya di kawasan Asean. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) telah mendeklarasikan berbagai program untuk menunjukkan bagaimana cara PBB dalam membantu negara tertinggal, miskin atau negara berkembang lainnya seperti Indonesia untuk mampu tumbuh atau bergerak lebih cepat agar dapat mengejar ketinggalan sehingga mampu bersaing dengan negara lain. PBB juga mendeklarasikan pentingnya Information & Communication Technology (ICT) sebagai salah satu tools yang efektif dalam mencapai program PBB tersebut termasuk Millenium Development Goals di mana Indonesia juga turut serta mengambil peranan dalam upaya mencapai Millenium Development Goals tersebut. Namun pembangunan ICT khususnya E-Government memerlukan biaya yang sangat tinggi. Negara seperti Indonesia sangat kesulitan dalam mengejar ketinggalan di bidang pembangunan ICT karena anggaran yang terbatas, bukan raja karena ukuran negara Indonesia, jumlah penduduknya dan struktur birokrasi yang besar namun anggaran negara yang tersedia mayoritas masih difokuskan pada aspek pendidikan, sosial dan pembangunan fisik lainnya. Dari sisi lain jika Indonesia meminta pinjaman berupa hutang luar negeri maka seluruh model pinjaman akan senantiasa dikaitkan dengan resiko yang cukup tinggi yaitu resiko bagaimana Indonesia mengelola dana pinjaman tersebut agar bisa efektif berguna, resiko pengembalian hutang dan potensi korupsi. Dalam berbagai kesempatan Indonesia terpaksa harus menunggu adanya grant (hibah) atau softloan dari negara tertentu. Untuk mengatasi persoalan dan tantangan tersebut di atas maka diperlukan suatu terobosan dalam mendapatkan konsep dan strategi nasional dalam pengembangan ICT di Indonesia yang komprehensif, berkesinambungan namun mempunyai dampak ekonomis dan return yang baik pula. Studi kelayakan dan implementasi proyek ICT khususnya di instansi pemerintah sudah saatnya mengangkat seluruh manfaat baik tangible maupun intangible sehingga proyek tersebut tidak saja feasible berdasarkan target kualitatif namun secara konkrit mempu memberikan dampak ekonomis yang pada akhirnya diharapkan dapat membantu mengurangi beban pemerintah dalam hal pembiayaan proyek tersebut. Karya akhir ini berjudul Analisis Terhadap Studi Kelayakan Proyek Teknologi Informasi, Studi Kasus : LPND ABC, yang dalam hal ini mengambil proyek NCSIS di LPND ABC sebagai studi kasus. LPND ABC sebagai organisasi non-profit mempunyai tantangan untuk dapat memberikan return finansial yang cukup sehingga proyek tersebut layak (feasible). Materi yang dianalisis adalah studi kelayakan yang telah dihasilkan oleh LPND ABC dan telah diserahkan ke Bappenas. Analisa terhadap studi kelayakan tersebut akan menggunakan metode Information Economic yang dikembangkan oleh Marilyn M.Parker karena sampai saat ini metode tersebut masih relevan dan sesuai dengan proyek teknologi informasi (ICT). Terdapat berbagai kendala untuk dapat melakukan analisa studi kelayakan ini, yaitu antara lain minimnya data di LPND ABC yang dapat diakses, tertutupnya birokrasi sehingga sulit untuk mendapatkan data dan tidak transparannya proses bisnis yang ada. Namun kesulitan tersebut dapat diatasi dengari pendekatan wawancara khusus sehingga data-data tertentu diperoleh. Hasil akhir dari analisa ini menunjukkan return yang baik sekali sehingga metode ini diharapkan dapat diterapkan kepada seluruh proyek teknologi informasi di institusi pemerintah. Dengan return yang baik tersebut maka pemerintah akan mempunyai opsi lebih banyak dan tidak harus mengandalkan dari APBN, pinjaman hutang luar negeri, softloan, grant dan sebagainya. Opsi tambahan misalnya dapat diperoleh dengan menawarkan kerjasama antara LPND tersebut dengan pihak swasta, bank atau investor. Dengan demikian dengan mengaudakan model studi kelayakan hasil analisis ini maka pengembangan proyek NCSIS di LPND ABC pada khususnya dan pembangunan ICT di Indonesia pada umumnya dapat dilaksanakan untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara lain di mana biaya pembangunan ICT diharapkan tidak lagi menjadi beban bagi pemerintah.
Globalization era which goes throughout the countries has created a new point of view in term of management of state, government, business and other aspects of life. Indonesia must without exception face the global competition. To be competitive in this tighter global competition, Indonesia must improve various aspects as indicators of global competition, which are among others law enforcement, transparent bureaucracy, corruption index, information availability of all sectors, professionalism, governance, infrastructure, etc. Currently Indonesia is far left behind almost in all sectors compared to other developing countries specifically in Asean Region. United Nations (UN) has declared various programs to show the way UN assists underdeveloped, poor countries as well as developing countries such as Indonesia to enable them to grow and move faster to overcome their weaknesses so as to improve their competitive power. UN also declares the importance of Information & Communication Technology (ICI) as one of effective tools in achieving UN programs including Millennium Development Goals in which Indonesia participates for its achievement. Nevertheless, the development of ICT specifically E-Government is very costly. A country like Indonesia finds difficulty in the development of ICT due to limited funding, huge number of population and big bureaucracy. Moreover, available funds are mostly focused on educational and social aspects and construction of infrastructures. On the other side, if Indonesia request foreign loans, there is high concern on its effective management and allocation, repayment risk and corruption potency. In many occasions Indonesia must wait grant or soft loan from certain countries. To overcome the issues and challenges, a breakthrough is needed in obtaining national concept and strategy in ICT development in Indonesia which is comprehensive and sustainable in nature but with good economic return. Feasibility study and implementation of ICT project especially in governmental agencies should raise either tangible or intangible benefits so that the project is not merely feasible based on qualitative target but also concretely able to give positive economic impact which is in turn expected to assist in reducing the government's burden in the financing of the project. This thesis is entitled Analysis on Feasibility Study on Information Technology Project, Case Study: LPND ABC, which takes NCSIS project at LPND ABC as case study. LPND ABC as non-profit organization has a challenge to give adequate return financial so that the project will be feasible. Material to analyze is feasibility study produced by LPND ABC and submitted to Bappenas. Analysis on the feasibility study will apply method Information Economic which is developed by Marilyn M.Parker because up to now the method is still relevant and in accordance with information technology project OCT). There are many obstacles to analyze the feasibility study, due to among others limited accessible data at LPND ABC, in transparent bureaucracy so that it is difficult to get data and existing in transparent business process. But these obstacles can be overcome though special interview approach so that specific data can be obtained. The final result of this analysis shows good return so that this method is expected to be applied to all information technology projects in government agencies. With good return, the government has more options and doest not necessarily rely upon State Budget, foreign loan, soft loan, grant, etc. Additional option can be made by offering cooperation between LPND with private sectors, banks or investors. Therefore, using feasibility study model, the development of NCSIS at LPND ABC specifically and development of ICT in Indonesia in general can be performed to improve the development of ICT and 'ICT development cost is expected no longer burden the Government.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Eti Nurbaeti
Abstrak :
Pelaksanaan outsourcing di Indonesia sebenarnya telah lama dilakukan, meskipun kerap kali perusahaan kurang menyadari bahwa kegiatan tersebut termasuk dalam kategori outsourcing. Di Indonesia, pada umumnya outsourcing hanya memiliki arti sempit karena terbatas pada permasalahan ketenagakerjaan. Hal ini tidak mengherankan karena memang UU Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003 mengatur mengenai keberadaan tenaga kerja outsourcing dalam beberapa pasal di dalamnya. Padahal, secara konseptual outsourcing secara garis besar berarti menycrahkan suatu fungsi dalam perusahaan kepada pihak ketiga. Karya akhir ini membahas mengenai outsourcing dalam hal rekrutmen dan pelatihan di Bank BNI. Topik yang dipilih penulis memang masih berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Akan tetapi yang menjadi perhatian di sini bukan masalah tenaga kerjanya melainkan adanya sebagian kegiatan dalam merekrut dan mendidik pegawai yang tidak dilakukan sendiri oleh Bank BNI. Dalam hal ini, pihak ketiga ikut terlibat dan memberikan andil dalam mcmbantu Bank BNI untuk mendapatkan pegawai yang kompeten dalam bidangnya. Oleh karena telah dilakukan penerapan outsourcing maka karya akhir ini akan membahas permasalahan yang ada dan mencoba memberikan peluang perbaikan jika masih terdapat kekurangan dalam penerapannya. Meskipun ide dasar outsourcing berasal dari konsep make or buy decision namun apa yang diperoleh dari penelitian pada karya akhir ini, pertimbangan akan penghematan biaya, tidak selamanya menjadi prioritas yang utama. Memang sebagian besar outsourcing yang dilakukan oleh perusahaan ditujukan untuk cost efficiency. Akan tetapi ternyata masih banyak hal-hal lain yang menjadi alasan mendasar dilakukannya outsourcing. Temuan dari penelitian karya akhir ini merupakan salah satu bukti nyata yang ada di lapangan. Dengan melaksanakan penelitian pada Divisi SDM, dapat disimpulkan bahwa Bank BNI melaksanakan outsourcing rekrutmen sebagai upaya untuk menjaga obyektifitas pada penerimaan pegawai termasuk menghindari terjadinya KKN dan intervensi pihak lain. Hal ini juga dilandasi dengan kesadaran akan peran dan fungsi human resources yang semakin strategis dengan memilih service provider yang qualified. Proyek Pelatihan dan Pengembangan SDM yang bertanggung jawab atas pelatihan pegawai, melakukan outsourcing dengan maksud untuk menambah wawasan serta memperoleh keunggulan kemampuan yang berasal dari instruktur ekstern selama ini. Sebenarnya telah ada instruktrur intern, namun materi yang diberikan hanya terbatas pada internal skills saja. Salah satu saran kepada Bank BNI adalah mengantisipasi risiko loss of confidentiality. Pelaksanaan outsourcing tidak saja memiliki keuntungan tetapi juga memiliki risiko yang dapat menyebabkan bocornya rahasia perusahaan kepada pesaing. Mengingat service provider juga melayani pihak/bank lain, maka kemungkinan tersebut di atas harus diantisipasi sejak awal. Di lain pihak, Bank BNI sebenarnya bisa memanfaatkan informasi dari service provider untuk dijadikan benchmark dalam memutuskan pelatihan yang sebaiknya diseienggarakan di masa mendatang.
Outsourcing activities in Indonesia has been done for a long time, although companies usually unaware that the activities are integrated in outsourcing category. In Indonesia the term outsourcing has a narrow definition which only related to employment problems. This is happening because in the Employment Regulation No. 1312003 there are some articles concerning the availability of outsourcing labors. In broader definition outsourcing means giving up a function in a company to the third party. The thesis is discussing about outsourcing in recruitment and training activities at Bank BNI. The chosen topic is still related to employment problems. The main focus is not on the labor itself but on a part of employees' recruitment and training activities that is not done internally by Bank BNI. in this case, the third patty is involved and responsible in helping Bank BNI to recruit competent employees. Since the outsourcing activity has been done by the bank, this thesis will discuss the problems that occur and try to give some improvement possibilities if there are still some insufficiencies on the implementation. The basic idea of outsourcing comes from the concept of making or buying decision but in this research cost saving consideration is not always the main priority. Many outsourcing activities done by companies are intended to achieve cost efficiency. As a matter of fact there are a lot of other things turn out to be the basic reasons to do outsourcing. Findings from this research are one of actual evidences exist in reality. By doing the research in Human Resource Division, it can be concluded that Bank BNI does outsourcing in recruitment activity as an effort to maintain objectivity in employment also to avoid corruption, collusion, nepotism, and interference from other parties. Another reason is based on the awareness of human resource's role and function which are becoming more strategic in choosing qualified service provider. Outsourcing activity done in The Human Resource Training and Development Project is aimed to broaden knowledge and to achieve talent advantage obtained from external instructors. Internal instructors are available to provide topics on internal skills only. A suggestion for Bank BNI is to anticipate the risk of losing confidentiality. Outsourcing execution is not only having some advantages but also some risks that can outburst the company's secret to the competitors. Concerning that the service provider also offering services to other parties/ banks therefore the risks should be anticipated earlier. On the other side, Bank BNI can actually use information from the service provider to make it as a benchmark in deciding suitable training in the future.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Utama
Abstrak :
ABSTRAK
Globalisasi yang menjadi isu besar pada awal milenium ketiga lm membuka peluang yang lebih luas untuk terjadinya perpindahan orang dan barang dan satu tempat ke tempat lainnya tanpa hambatan yang berarti Perpindahan lm terjadi dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang tidak lagi bersifat domestik, tetapi sudah tenntegrasi secara global Perpindahan lm memerlukan sarana, dan perusahaan transportasi yang menyediakan sarana bagi terselenggaranya perpindahan orang dan barang dan satu tempat ke tempat lainnya Peluang penyelenggaraan jasa tranportasi lm menank banyak pemodal untuk teijun ke dalam bisms lm Hal itu mencakup baik berupa angkutan barang maupun orang melalui darat laut dan udara Banyaknya pemodal yang memasuki bisms lm menimbulkan persaingan yang tidak nngan dikalangan perus mengembangkan usahanya ortasi untuk dapat bertahan dan PT Natabhayu dengan mottonya K< uran, Dedi beroperasi pada area Jakarta-Singapura-Port kapal feeder dalam menjalankan operasinya, dan memiliki COC (Camer Own Container) sampai saat lm beijumlah 300 TEUs (Twenty footer Equivalent Umt) dan 100 FEUs (fourty footer Equivalent Umt) perusahaan juga memiliki fasilitas pergudangan, konsolidasi serta transportasi daratnya Perusahaan mempunyai rencana jangka panjang untuk menjadi salah satu perusahaan pelayaran terkemuka yang melayani pengangkutan barang melalui laut dengan berbagai sarana angkutan laut berupa berbagai jenis kapal angkut yang dibuat sesuai dengan fungsinya Dalam rencana jangka menengahnya, perusahaan berencana untuk menjadi salah satu perusahaan terkemuka dalam angkutan peti kemas di Asia Tenggara Rencana ini didasari pengalaman pemsahaan dalam angkutan peti kemas selama menjadi bagian dan Sea Land inc Namun mengingat kondisi perekonomian negara kita yang saat lm masih mengalami resesi ekonomi yang berkepanjangan, PTNatabhayu memutuskan untuk melaksanakan rencana jangka pendek untuk dapat bertahan dalam bisnis transportasi laut berupa menggarap ceruk pasar pengangkutan barang lewat laut dengan menggunakan peti kemas dengan rute Indonesia-Smgapura-Malaysia Dan dalam studi mi penulis berusaha membahas apa yang telah dilakukan, dan apa yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan operasi jangka pendek PTNatabahyu hal lm didasari pemikiran bahwa pada saat lm kemampuan perusahaan bertahan menghadapi resesi ekonomi dan terus berkembang adalah hal terpentang dalam menjaga eksistensi perusahaan PTNatabhayu dalam usaha untuk dapat bertahan dan berkembang dalam usaha transportasi barang terutama, yang menggunakan sarana peti kemas dan diangkut melalui laut berusaha untuk memenuhi fakto sarana peti kemas melalui laut Faktor kunci sukses yang berhasil diidentifikasi pada sektor industri lm dalam studi lm yang pertama adalah jaringan pemasaran, yang kedua adalah ragam lini jasa yang disediakan, yang ketiga adalah sistim informasi dan yang terakhir adalah tersedianya r kunci sukses dalam industri pengangkutan dengan sumber daya manusia yang dapat mengaktualisasikan jasa yang disediakan perusahaan dengan baik Dalam usaha pencapaian kinerja yang baik untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus dapat mencapai kondisi kunci sukses usaha dalam operasinya Dalam hal Dengan usaha mengembangkan pola Relationship Marketmg diatas diharapkan kekurangan perusahaan dalam hal lini jasa (dalam hal lm rute) dapat diatasi dengan memuaskan konsumennya dengan profesionalisme pelayanan jasa yang ada, berupa COC SOC pelayaran, gudang konsolidasi truckmg dsb Dan studi lm dapat disimpulkan bahwa PT Natabhayu yang saat lm baru saja melakukan reposisi dan agen ekslusif menjadi perusahaan pelayaran independen harus dapat membangun Citranya yang baru Perusahaan juga harus dapat mengatasi kelemahan yang terdapat dalam pola operasinya, dalam usaha memenuhi pencapaian faktor kunci sukses usaha perusahaan harus dapat memperbaiki kekuranganya dalam marketmg dan hm jasa Perusahaan juga disarankan untuk melakukan kegiatan pengumpulan data pasar secara intensif untuk kemudian mulai memperbaiki database pasarnya, perusahaan juga disarankan untuk melakukan pengawasan ketat pada pola efisiensi dan efektifitasnya agar tetap optimal dan dapat terus berkembang.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library