Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 238 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Himawan Soetanto
"Tahun 1948, tahun ketiga perjuangan mempertahankan kemerdekaan merupakan tahun yang paling berat bagi Republik Indonesia. Diterimanya persetujuan Renville oleh Republik Indonesia menimbulkan banyak kerugian baginya. Wilayah kedaulatan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, pasukan-pasukan gerilya Indonesia yang belum dapat dikalahkan oleh Belanda harus dipindahkan dari "kantong-kantong" gerilyanya ke daerah Republik yang semakin sempit. Pengunduran pasukan bukan disebabkan karena telah dikalahkan secara militer di dalam medan pertempuran, tetapi disebabkan keputusan yang disepakati bersama di dalam meja perundingan. , suatu "negotiated retreat". Tetapi Belanda melakukan pelanggaran demi pelanggaran persetujuan Renville, menolak diadakannya pebliscite, menunda-menunda diadakannya perundingan lanjutan pasca Renville dan lain-lain. Renville menimbulkan hubungan Indonesia dan Belanda suatu suasana perdamaian yang semu, suatu "state of uneasy peace". Belanda tetap memelihara kekuatan militernya, tidak menguranginya setelah Renville. Jumlah kekuatan 120.000, tetap dipertahankannya, suatu kekuatan militer yang terbesar yang ditugaskan ke Indonesia di dalam sejarah Belanda. Kenyataan ini bagi Republik Indonesia merupakan indikasi bahwa Belanda sewaktu-waktu akan menggunakan kekuatan militernya untuk melakukan agresi militer, memaksakan kehendaknya apabila perundingan-perundingan pasca Renville tidak menghasilkan keputusan politik yang memuaskan baginya.
Mengalirnya para pengungsi di dalam jumlah besar dan pasukan Republik yang ber"hijrah"dari daerah-daerah yang diduduki Belanda kewilayah Republik, menimbulkan problema ekonomi dan sosial yang besar, kesulitan diperbesar dengan adanya blokade ekonomi yang ketat fihak Belanda.
Akibat diterimanya persetujuan Renville juga menimbulkan krisis parlementer. Perdana Menteri Amir Syarifudin meletakkan jabatannya, setelah kabinet "Sayap Kirinya" tidak mendapat dukungan dari Masyumi dan Partai Nasional Indonesia.
Presiden Soekarno menunjuk Wakil Perdana Menteri Mohamad Hatta sebagai formatur kabinet , dan berhasil membentuk kabinet baru pada tanggal 30 Januari 1948. Namun ketidak berhasilan Hatta untuk mengangkat seorang Menteri dari Sayap Kiri menimbulkan mala petaka yang cukup besar. Sayap Kiri menjadi kekuatan oposisi, kekuatan kanan dan tengah revolusi Indonesia di dalam kabinet Hatta melakukan konsolidasi kekuatannya. Sayap Kiri yang telah mengkonsolidasikan dirinya menjadi Front Demokrasi Rakyat, suatu kekuatan politik dan mempunyai sayap militer , melakukan oposisi yang semakin radikal. Pertentangan antara kekuatan kanan dan kiri semakin meningkat dibulan-bulan setelah perjanjian Renville dan berakhir dengan konflik bersenjata di Madiun."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T11237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Emalia
"Awal abad ke-20 adalah masa yang penuh dengan gejolak perjuangan rakyat. Semua penderitaan yang dialami masyarakat Indonesia memunculkan berbagai protes sosial hampir di setiap pelosok Nusantara. Di Keresidenan Cirebon akibat adanya Landreform 1918 ternyata lebih banyak merugikan masyarakat petani dibandingkan dengan keuntungannya yang diambil pihak perkebunan swasta. Bencana kelaparan terjadi hampir di setiap daerah Keresidenan Cirebon. Banyak penduduk yang mengalami perpindahan ke daerah-daerah pegunungan untuk sekedar sekedar mencari makanan sebagai penyambung kehidupan.
Hal semacam ini yang memicu masyarakat untuk mendukung berbagai gerakan politik, termasuk gerakan politik keagamaan islam yang marak saat itu. Melalui para ulama yang pulang dari berhaji dan membawa budaya baru yang dipengaruhi gerakan Wahabbiyah di sana, mereka terorganisasikan dalam menuntut hak dan kebebasan. Seperti kemunculan Sarekat Islam (SI) di Surakarta dan Muhammadiyah di Yogyakarta yang dipelopori kaum santri dan pedagang yang datang dari berhaji, adalah awal dari kebangkitan Islam di Indonesia.
Di Keresidenan Cirebon ini pengaruh kraton juga sangat kuat di hati masyarakat. Campur tangan pemerintah kolonial dalam kraton sangat dirasakan sebagai momok dalam kehidupan. Akan tetapi kenyataan itu selalu mewarnai kehidupan. Akibat hal itu para penghulu kraton menjauhkan diri dari kehidupannya di kraton Kasepuhan dan Kanoman. Pendirian tarekat merupakan cara untuk menggalang umat dalam membela hak dan kebebasannya menjalankan peribadatan dan membebaskan dari keterkungkungan penderitaan yang dialaminya. Dukungan gerakan tarekat terhadap SI dan PO di Keresidenan Cirebon semakin memperkuat perjuangan masyarakat Keresidenan cirebon.
Bahkan pusat kegiatan tarekat ini selain di pesantren-pesantren juga di kraton. Konsep gerakan tarekat ini adalah selain menjalankan ajaran Islam yang sebenar-benarnya juga adalah nonkooperatif dengan kolonialisme. Dukungan kraton terhadap gerakan tarekat ini juga menunjukkan kraton bersifat antikolonialisme. Kraton juga mendukung terhadap berbagai kegiatan SI dan PO dalam memprotes dan mengkritik sistem sewa tanah dan perpajakan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda, Kraton juga mendukung berlakunya sistem pendidikan yang berdasarkan al Qur'an yang diterapkan oleh SI dan PO.
Keberhasilan organisasi ini adalah merupakan suatu cara untuk menyuarakan persatuan di antara organisasi-organisasi Islam. Selain itu juga dalam rangka membebaskan umat Islam dari keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan ketertindasan dari kolonialisme. Usahausaha ini ditempuh juga dengan diselenggarakannya kongres Al Islam I yang mula pertama diprakarsai oleh Central Sarekat Islam (CSI) dan disambut baik oleh seluruh organisasi Islam Indonesia, dan SI Cirebon yang akhirnya menerima kepercayaan sebagai tuan rumah penyelenggara. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika pergerakan di Keresidenan Cirebon sangat berarti dalam jajaran sejarah pergeran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Waluyo
"Tesis ini berusaha menjelaskan adanya persamaan dan perbedaan alam pikiran budayawan Lekra dan Manifestan dalam mencari sosok budaya bangsa Indonesia yang tidak kunjung selesai sampai sekarang. Proses pencarian sosok budaya bangsa sudah, diawali sejak perdebatan di kalangan budayawan/intelektual tahun 1930-an antara Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Ki Hadjar Dewantara (KID) dan kawan-kawan. Proses pencarian sosok budaya bangsa ini terus berlanjut dalam Kongres Kebudayaan Nasional I tahun 1948 di Magelang yang dilanjutkan dengan Konferansi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950, Kongres Kebudayaan II tahun 1951 di Bandung, Kongres Kebudayaan III tahun 1954 di Surakarta, dan Kongres Kebudayaan IV tahun 1991 di Jakarta.
Proses pencarian sosok budayabangsa tidak dapat dilepaskan dari situasi politik dalam dan luar negeri yang mempengaruhi alam pikiran penguasa politik di tanah air dan di kalangan budayawan. Kongres Kebudayaan I di Magelang dilaksanakan beberapa bulan sebelum terjadi peristiwa Madiun tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda kee 2 tanggal 18 Desember 1948. Suasana hingar bingar politik pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) turut pula menggiatkan suasana Kongres Kebuda.yaan II di Bandung tentang pentingnya organisasi kebudayaan.
Pada tahun 1950 lahirlah organisasi kebudayaan yang berafiliasi kepada PKl, Lembaga Kebudayaan Rakyat yang disingkat Lekra. Organisasi ini berkiprah di bidang kebudayaan sejak Kongres Kebudayaan II (1951) di Bandung. Pada tanggal 19 Nopember 1946 di Jakarta lahir gagasan dari kolompok "Gelanggang" yang didirikan oleh Chairil Anwar, Asrul Sani dan kawan-kawan. Di dalam preamblue anggaran dikatakan bahwa "Generasi Gelanggang'' terlahir dari pergolakan roh hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat yang lapuk, dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan anasir lama ini untuk menjalankan baru kekuatan baru.
Akar budaya "humanisme universal" ternyata sudah masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya sistem pendidikan masa kolonial Belanda yang terkenal dengan nama "Budi Utomo," tetapi sudah memikirkan tentang "pentingnya" persatuan di kalangan "pribumi" yang kemudian diikuti dengan ikrar "Sumpah Pemuda" pada tanggal 2.8 Oktober 1928. Pada tahun 1930-an, seorang seniman muda Indonesia yang menyadari akan arti penting "persatuan dan kesatuan" memperjuangkan kemerdekaan di bidang kebudayaan (sastra) dan melahirkan aliran "Pujangga Baru" yang ingin melepaskan kreativitas sastra daerah (Malaya) menjadi sastra Indonesia yang dimanifestasikan dalam bahasa Indonesia Gerakan di bidang kebudayaan ini terus berlanjut dengan perdebatan STA dengan KHD mengenai sejarah dan perkembangan kebudayaan Indonesia di masa depan. Perdebatan di kalangan budayawan tahun 1930-an ini sudah terlihat adanya dua pola pikir yang "bertabrakan" yaitu pola. pikir "Barat? yang dikehendlaki oleh STA dengan pola pikir :?Tradisi" yang dikehendaki oleh KHD dan kawan-kawan. Pola pikir STA sangat dipengaruhi oleh pola pikir :Barat" yang dalam hal ini diartikan Belanda.
Ide dasar perjuangan budayawan yang mendukung prinsip "humanisme universal" ialah "kebebasan kreatif." Ide dasar "humanisme universal" terus berkembang menjadi gerakan yang manuntut "kemanusiaan yang adlil dan beradab" yang dituntut Chairil Anwar dalam "Aku ini binatang jalang, dan kumpulan yang terbuang" dan melahirkan Angkatan 45 di bidang kesastraan yang dilanjutkan oleh Asrul Sani dan kawan-kawan dangan kelompok Galanggangnya.
Perdebatan di kalangan budayawan kembali menghangat setelah situasi politik dalam negeri yang didukung dengan "Manifesto Politik" Soekarno yang memperkenalkan konsepsi baru dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang disebut NASAKOM (Nasional-Agama-Komunis). Konsepsi ini sangat didukung oleh budayawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) karena sejalan dengan ideologi realisme sosialis yang merupakan bagian dan ajaran komunisme, sedangkan budayawan Manifestan menggunakan ideologi humanisme universal yang merupakaan bagian dari ideologi liberalisme untuk menentang kebijakan pemerintah di bawah rezirn Saekarno.
Kontroversi lahirnyaPancasila dan gagalnya Konstituante (1959) dalam memecahkan masalah "dasar negara" Islam, Pancasila, atau Sosial-Ekonomi, menjadikan' bangsa ini tidak matang dalam kehidupan berbaangsa, bernegara, dan bermasyarakat, Sebagai orang Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan sangat menyadari akan arti penting "seni" dalam kehidupan mereka, tetapi sebagai warga bangsa dan negara Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan memanfaatkan "situasi politik" bagi kelompoknya daripada kepentingan bangsa dan negara Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tesis ini menyimpulkan bahwa budayawan Lekra dan Manifestan baru menyadari kedudukannya dan perannya sebagai anggota kelompok "seniman kerakyatan" atau "seniman inerdeka" tetapi belum sepenuhnya menyadari kedudukan dari perannya sebagai "warga bangsa Indonesia" yang berkepentingan dalam mowujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undarig Dasar 1945 di dalam negara persatuan yang bernama Repubik Indonesia. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh A. Djamhari
"Empat tahun seusai pemberontakan Diponegoro Kolonel Jhr. F.V.A. Ridder de Stuers, anak menantu dan mantan ajudan Letnan Jenderal H.M. de Kock, menerbitkan memoarnya yang berjudul Memoires sur la guerre d'ile de Java de 1825 - 1830, (1834). Memoar ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Letnan Kolonel H.M. Lange dengan judul Gedenkschrif van den Oorlog op Java van 1825 tot 1830, terbit pada 1847. Khusus pada Bab III, yang berjudul: 1827, amat menarik perhatian peneliti. Pada tahun 1827 tersebut oleh penulisnya, disebut sebagai tahun titik balik strategi militer Belanda, tahun peralihan dari strategi mobilitas ke strategi benteng atau Stelsel Benteng. Strategi benteng adalah strategi militer yang tidak sekedar memiliki ciri yang unik, baik aspek pemikiran maupun pelaksanaannya, namun amat berkaitan dengan aspek politik, sosial, kultural, seni perang kedua belah pihak yang belum pernah diterapkan dalam perang kolonial mana pun. Dengan asumsi demikian, peneliti memilihnya sebagai topik kajian utama.
Berhadapan dengan topik kajian ini, peneliti menyusun kerangka pertanyaan: Seberapa besarkah kekuatan militer Diponegoro sehingga berhasil memaksa tentara Belanda untuk mengubah strategi militernya pada 1827? Sejauh manakah motivasi perang Diponegoro dan pengikutnya sehingga berhasil memperpanjang jangka waktu perang? Mengapa Jenderal de Kock memilih strategi Stelsel Benteng, apakah sekedar kontra strategi dari strategi Diponegoro atau mempunyai pemikiran lain untuk pasta perang?
Berangkat dari pertanyaan tersebut, peneliti berusaha mengenali beberapa masalah topik kajian tersebut dengan mengkaji secara kritis sejumlah sumber arsip dan historiografi militer Belanda pada periode abad 19 dan memoar Diponegoro tentang peperangan yang dilakukannya.
Dari kajian tersebut peneliti berpendapat, masih ada domain yang "luput" dari perhatian penulis terdahulu. Pertama, terutama kekuatan motivasi dan kemampuan para pemimpin perang dalam mengelola aksi-aksi mereka untuk tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan aksi mereka untuk mempertahankan kedaulatan negara? Atau untuk merebut kedaulatan negara? Karena kedua belah pihak, baik Pemerintah Hindia Belanda maupun Diponegoro saling mengaku memiliki kedaulatan (berdaulat) di Kesultanan Yogyakarta dan saling mengaku pula kedaulatan dan kehormatannya dilanggar dan direndahkan. Karena masalah kedaulatan sebagai masalah prinsip, tidak ada cara lain untuk saling mempertahankan dan merebut kedaulatan kecuali dengan perang. Kedua, perang yang terjadi dalam satu wilayah negara (infra states warfare) dalam sejarah militer disebut perang kecil (small war). Perang kecil yang terjadi di wilayah Kerajaan Yogyakarta bisa ditinjau dari beberapa aspek: politik, sosial, kultural dan ekonomi?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
D528
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sobana Hardjasaputra
"ABSTRAK
Bandung yang dimaksud dalam judul utama tulisan ini adalah kota Bandung, ibukota Propinsi Jawa Barat sekarang. Berdasarkan waktu pendiriannya kota itu termasuk salah satu kota lama di Jawa Barat. Perubahan sosial di Bandung pada periode 1810-1906 -bagian dari masa penjajahan Belanda- cukup menarik untuk dikaji karena beberapa hal. Pertama, masalah tersebut belum ada yang membahas secara khusus, mendalam, dan menyeluruh. Tulisan-tulisan tentang sejarah Bandung abad ke-19 yang telah ada, pada umumnya berupa penggalan-penggalan yang lebih menonjolkan kegiatan orang Belanda/Eropa di Bandung, sedangkan peranan orang pribumi belum banyak terungkap. Kedua, dalam periode tersebut kota Bandung memiliki berbagai fungsi, baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang sosial ekonomi dan budaya. Fungsi yang menonjol adalah sebagai ibukota kabupaten (sejak berdiri, akhir tahun 1810), ibukota keresidenan (sejak 1864), pusat pendidikan pribumi di Jawa Barat (sejak pertengahan tahun 1866), pusat transportasi kereta api "Jalur Barat" (sejak pertengahan tahun 1884), kemudian menjadi gemeente (kota berpemerintahan otonom, awal tahun 1906), Ketiga, perubahan yang terjadi dalam aspek tertentu memiliki keunikan. Dalam perubahan yang dikehendaki (intended change), ada perubahan yang prosesnya dipercepat oleh faktor tidak disengaja (unintended factor).
Dalam membahas perubahan sosial di Bandung waktu itu, ada beberapa permasalahan pokok yang perlu dikaji/dijelaskan. Pertama, darimana asal atau sumber perubahan itu? Apakah berasal dari dalam (pihak masyarakat priburni yang diwakili oleh bupati) atau berasal dari luar (pihak kolonial yang diwakili oleh gubernur jenderal dan/atau residen/asisten residen)? Atau berasal dan kedua belah pihak? Kedua, aspek apa yang pertama-tama mengalami perubahan? Ketiga, kondisi awal bagaimana dan faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya perubahan lebih luas, atau menghambat perubahan? Keempat, bagaimana dan seberapa jauh pengaruh kekuasaan gubernur jenderal dan residen/asisten residen (pihak penjajah) terhadap bupati (pihak terjajah)? Hal itu perlu dijelaskan, karena dalam lingkup pemerintahan dan kehidupan masyarakat pribumi, bupati memiliki kekuasaan/otoritas besar/kuat. Kelima, bagaimana dan seberapa jauh pengaruh kekuasaan terhadap aspek-aspek yang berubah? Keenam, bagaimana sifat dan arah perubahan itu? Proses perubahan sosial mungkin berlangsung lambat pada kurun waktu tertentu, tetapi menjadi cepat dalam kurun waktu lain (Bottomore, 1972: 308-310)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
D521
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Syamtasiyah Ahyat
"Pendahuluan
Suatu penulisan tentang politik-ekonomi suatu masyarakat sudah selayaknya merumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan politik dan apa yang dimaksud dengan ekonomi. Di antaranya terdapat rumusan yang melukiskan politik dan ekonomi secara terpisah, namun tulisan ini melihat politik dan ekonomi sebagai dua gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam hubungan antar manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Perumusan masalah yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi menurunnya kekuasaan dan kewibawaan kerajaan Kutai sejak kerajaan ini mulai berkenalan dengan pemerintahan Hindia Belanda. Penulisan ini menggunaka pendekatan metode deskriptif analistis kualitatif yaitu dengan menganalisa data-data yang ada dan menuliskan secara deskriptif. Penggunaan metode kualitatif melalui tahapan hermaneutika yaitu memahami dan menginterpretasi dokumen-dokumen yang ada.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Maulana
"Penelitian mengenai pandangan dua haluan surat kabar bumiputra terhadap Ordonansi ?Sekolah Liar? tahun 1932 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah pers Indonesia pada masa kolonial. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menggunakan sumber¬sumber tertulis, baik yang bersifat primer maupun sekunder.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji pandangan dalam tiga surat kabar yang terbagi menjadi dua haluan. Haluan tersebut berdasarkan dua haluan yang terdapat dalam golongan nasionalis sekuler yang merupakan pelaku utama dunia pergerakan nasional setelah dilarangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan surutnya Sarekat Islam (SI) pada pertengahan dasawarsa tahun 1920¬an. Pertama, Surat kabar Daulat Ra?jat dan Persatoean Indonesia yang menjadi media aspirasi kelompok nasionalis sekuler yang memegang asas pergerakan nonkooperasi yang radikal. Kedua, Surat kabar Soeara Oemoem yang dinaungi oleh kelompok nasionalis sekuler yang moderat dan dianggap mempunyai kecenderungan terhadap asas pergerakan kooperasi. Tokoh¬tokoh yang menaungi surat kabar Daulat Ra?jat dan Persatoean Indonesia merupakan tokoh¬tokoh Pendidikan Nasional Indonesia (PNI¬Baru) dan Partai Indonesia (Partindo). Sedangkan Soeara Oemoem merupakan surat kabar umum yang dikelola oleh tokoh¬tokoh yang berasal dari Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studieclub) di Surabaya dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Hasil penelitian menggambarkan ciri dari ketiga surat kabar yang terbagi menjadi dua haluan. Ciri tersebut dilihat dari pengambilan sikap masing¬masing surat kabar terhadap kasus tertentu atau peristiwa tertentu, dalam hal ini adalah terhadap Ordonansi 'Sekolah Liar' tahun 1932 yang telah membangkitkan semangat pergerakan nasional secara umum. Ketiga surat kabar tersebut memperlihatkan kesamaan dalam hal mendukung Ki Hadjar Dewantara dan pergerakan adanya protes terhadap pelaksanaan Ordonansi 'Sekolah Liar' tahun 1932. Namun demikian bagaimana cara penyampaian dukungan serta sikap yang dilontarkan oleh ketiga surat kabar, baik terhadap pemerintah kolonial maupun pergerakan nasional secara umum, terdapat perbedaan yang dipengaruhi oleh latar belakang masing¬masing surat kabar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12092
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prisca Prima Widya
"Penelitian mengenai Proses Rekonsiliasi Kamboja pada tahun 1982?1991 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah Asia Tenggara, khususnya mengenai konflik Kamboja. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan sumber-sumber tertulis, karena penggunaan sumber lisan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengeran Norodom Sihanouk memberikan kontribusi positif dalam penyelesaian politik konflik Kamboja. Peranan Norodom Sihanouk dimulai pada tahun 1981, ketika dia akhirnya memutuskan membentuk CGDK. Berkat pendekatan-pendekatan yang ia lakukan terhadap Son Sann dan Khieu Samphan, akhirnya CGDK dapat terbentuk pada tahun 1982. Tujuan dari pembentukan CGDK adalah untuk memaksa Vietnam keluar dari Kamboja dan mencari penyelesaian politik dalam konflik antarfaksi Kamboja. Dalam proses rekonsiliasi, Sihanouk dalam tubuh CGDK telah banyak menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk penyelesaian politik Kamboja. Di antaranya adalah mengenai pemerintahan koalisi empat faksi dan perlunya peranan PBB dalam proses damai Kamboja. Usul-usul yang dikemukakan Sihanouk kemudian disempurnakan oleh PBB yang akhirnya membuat UNTAC sebagai penjaga perdamaian di Kamboja. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Sihanouk mempunyai andil besar dalam proses penyelesaian konflik Kamboja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12757
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Anggarani
"Skripsi ini menjelaskan mengenai perjuangan AFPFL dalam mencapai kemerdekaan di Burma. Tema yang menceritakan mengenai sejarah pergerakan nasional di Burma, khususnya mengenai perjuangan AFPFL belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penulisan mengenai perjuangan AFPFL menarik untuk diteliti.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah. Adapun metode tersebut yaitu pertama heuristik atau penelusuran sumber-sumber yang berkaitan dengan penulisan skripsi. Kedua, kritik sumber yang dilakukan untuk menelaah sumber bacaan yang didapat sehingga menghasilkan fakta yang dapat diuji kebenarannya. Ketiga yaitu intepretasi yang dilakukan untuk menafsirkan fakta-fakta yang didapat melalui kritik. Tahap yang keempat yaitu historiografi yaitu rekonstruksi terhadap fakta-fakta yang telah diintepretasi.
Hasil penulisan menunjukkan bahwa AFPFL mempunyai peran yang penting dalam perjuangan kemerdekaan Burma. Peran ini terlihat dari upaya AFPFL untuk melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi terhadap etnis-etnis minoritas seperti Karen, Shan, dan Kachin. AFPFL itu sendiri merupakan satu-satunya organisasi pada anggotakan banyak unsur dalam masyarakat Burma. Anggota-anggota AFPFL melakukan serangkaian perundingan dengan Inggris guna memperjuangkan kemerdekaan Burma. Akhinya melalui proses perundingan yang panjang, Burma memperoleh kemerdekaan pada tanggal 4 Januari 1948. Kemerdekaan Burma dapat tercapai dengan cara damai dengan Inggris tanpa melalui peperangan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12453
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Pambudi
"Skripsi ini membahas tentang perkembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jakarta (1957-1965). Untuk melihat perkembangan PerguruanTinggi Muhammadiyah di Jakarta tersebut perlu untuk dibahas latar belakang dari gerakan Muhammadiyah serta latar belakang dari perkembangan perguruan tinggi di Indonesia secara umum dan juga tentunya perkembangan gagasan mengenai Perguruan Tinggi Muhammadiyah itu sendiri. Metode penelitian yang dipakai adalah metode sejarah. Pencarian data berupa buku-buku yang mengulas tentang Muhammadiyah, artikel mengenai pendidikan tinggi Muhammadiyah serta dokumen-dokumen pendirian Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Selanjutnya untuk melengkapi data-data lain yang diperlukan, maka digunakanlah sumber lisan melalui proses wawancara dengan narasumber juga termasuk data-data lain yang memungkinkan untuk penulis gunakan sebagai sumber penulisan. Setelah semua data-data berhasil dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan kritik dan intpretasi terhadap data-data tersebut, dan kemudian setelah itu barulah masuk pada tahapan historiografi, yaitu rekonstruksi dalam bentuk penulisan sejarah. Gagasan mengenai penyelenggaraan suatu pendidikan tinggi oleh Muhammadiyah telah diusahakan sejak zaman kolonial tepatnya pada Muktamar Muhammadiyah tahun 1936, namun dikarenakan beberapa kendala cita-cita tersebut harus ditunda. Usaha pendirian Perguruan Tinggi Muhammadiyah lantas pertama kali dilakukan di Sumatera Barat dengan pembukaan Fakultas Falsafah dan Hukum yang merupakan bagian dari Universitas Muhammadiyah yang presidiumnya sendiri berada di Jakarta dengan ketuanya Dr. H Ali Akbar. Namun berkenaan dengan terjadinya peristiwa pemberontakan PRRI di daerah Sumatera Barat maka fakltas tersebut pun terkena imbasnya dan harus ditutup. Lantas gagasan Muhammadiyah di Bidang pendidikan tinggi ini diteruskan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang didirikan di Jakarta dan tetap merupakan bagian dari Universitas Muhammadiyah. FKIP yang pada awalnya bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) ini sempat mengalami beberapa masa sulit terutama yang berkaitan dengan masalah biaya dan penggalangan mahasiswa sehingga perguruan tersebut hampir ditutup namun berkat jaringan baik yang terjalin antara Muhammadiyah dengan instansi-instansi pemerintah maka suatu proyek kerjsama pun berhasil diadakan yang kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Muhammadiyah untuk menjaga kelangsungan perguruan tingginya tersebut. Dari FKIP Muhammadiyah Jakarta inilah kemudian kiprah Muhammadiyah dalam dunia pendidikan tinggi dapat berkembang pada tahapan selanjutnya sampai pada bentuknya yang sekarang."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S12165
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>