Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Andalusia
"ABSTRAK
Pendahuluan: Gejala dan gangguan depresi merupakan salah satu penyebab terjadinya hendaya dan kecacatan pada remaja, terutama remaja yang menjalani perawatan di rumah sakit. Untuk itu, diperlukan alat ukur uji tapis yang digunakan pada populasi remaja yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Metode: Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada kuesioner CESD-R versi bahasa Indonesia. Instrumen ini sudah terbukti sahih dan andal untuk digunakan pada populasi remaja di komunitas. Sebanyak 100 pasien remaja yang menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berpartisipasi dalam penelitian ini dan mengisi kuesioner secara mandiri. Selain itu, mereka juga diwawancara dengan MINI Kid untuk menentukan diagnosis gangguan depresi. Uji validitas kriteria dan uji reliabilitas dengan menilai konsistensi internal dan test-retest dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 20.00. Uji reliabilitas test-retest dilakukan dengan melibatkan 20 remaja setelah 2-4 minggu setelah pengisian kuesioner pertama.
Hasil: Subjek penelitian memiliki nilai tengah usia 13,50 tahun dengan usia tertinggi 18 tahun. Mereka memiliki latar belakang pendidikan, SD (30%), SMP (39%), dan SMA/SMK (31%). Sebanyak 68% memiliki kondisi medis umum dengan komorbiditas tertinggi adalah systemic lupus erithematosus (12%). CESD-R dalam studi ini memiliki nilai tengah 13,5 tahun. Nilai Cut-off optimal yang diperoleh adalah ≥9 dengan nilai Youden's index 0,671. Berdasarkan kurva AUC 0,92 (95%CI: 0.86-0.97), instrumen ini memberikan sensitivitas 93,9%, spesifisitas 73,1%, positive likelihood ratio 3,5, dan negative likelihood ratio 0,08. CESD-R memiliki Cronbach's Alpha 0,88 (95%CI: 0,84-0,91) dan hasil test-retest adalah 0,91.
Kesimpulan: CESD-R versi bahasa Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik untuk populasi remaja yang dirawat di RSCM dalam mendeteksi depresi. CESD-R pada populasi remaja di rumah sakit memiliki nilai cut-off yang lebih rendah daripada populasi umum.

ABSTRACT
Background: Symptoms and diagnosis depression is one of the causes of many impairment and disability among adolescents. Adolescents in inpatient care may be consulted for psychiatric problems, including depression. A screening instrument should be used upon a specific population to detect expected disorders. Currently, there is no screening instruments to early detect depression among adolescence that could be used by other departments in a hospital.
Method: Validity and reliability test were done to CESD-R, Indonesian version. This instrument has been tested upon the general population, resulting in good validity and reliability. A hundred adolescent patients in RSUPNCM were recruited in the study to self-rate the questionnaire. Interview using MINI Kid was done to test criterion validity. Internal consistency and test-retest reliability were assessed to determine the instrument's reliability with using SPSS 20.00 version. Twenty people were re-tested in the next 2-4 weeks to assess reliability.
Result: The median age of this study's subject was 13.5 years old, the oldest age was 18 years old. The sample had a varied education, elementary school (30%), junior high school (39%), and senior high school (31%). 68% of the sample had general medical comorbidity, with systemic lupus erythematosus as the most prevalent comorbidity. CESD-R in this study had a median score of 11.71. The optimal cut-off was ≥9 with the Youden's indexes of 0.671. With the AUC curve of 0.92 (95%CI: 0.86-0.97), this instrument had a sensitivity of 93.9%, specificity 73.1%, positive likelihood ratio 3.5, and negative likelihood ratio 0.08. CESD-R had a Cronbach's Alpha of 0.88 (95%CI: 0,84-0,91) and test-retest result of 0.91.
Conclusion: The Indonesian version of CESD-R showed satisfactory validity and reliability to detect depression among adolescence that was treated in RSCM. CESD-R in adolescence had a lower cut-off than a general population."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T55544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Athika Rani
"Remaja dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian psikologis dengan baik agar dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi. Namun demikian, banyak remaja mengalami perasaan kesepian yang dapat berdampak negatif pada penyesuaian psikologisnya. Salah satu faktor protektif yang dapat melindungi remaja dari masalah penyesuaian psikologis adalah resiliensi yang terdiri dari resource dan vulnerability index. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resiliensi sebagai moderator dalam hubungan antara loneliness dan penyesuaian psikologis remaja. Metode penelitin ini adalah kuantitatif dan cross-sectional. Terdapat 377 partisipan remaja berusia 12-18 tahun dalam penelitian ini. Loneliness diukur menggunakan instrumen de Jong Gierveld Loneliness Scale, resiliensi diukur dengan instrumen Resilience Scale for Children and Adolescent, dan penyesuaian psikologis diukur menggunakan instrumen Brief Adjustment Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resource index dari resiliensi secara signifikan berperan sebagai moderator yang melemahkan hubungan antara loneliness dan penyesuaian psikologis remaja. Hasil ini juga berimplikasi pada pentingnya intervensi yang dapat meningkatkan resiliensi yaitu resource index guna meningkatkan kesehatan mental remaja secara umum.
......Adolescent are required to have a positive psychological adjustments in order to adapt to the various changes that occur in their life. However, many adolescents experience feelings of loneliness which can have a negative impact on their psychological adjustment. One of the protective factors that can protect adolescents from psychological adjustment problems is resilience which consists of resource and vulnerability indexes. This study aims to determine the role of resiliency as a moderator in the relationship between loneliness and adolescent psychological adjustment. This research method is quantitative and cross-sectional. There were 377 youth participants aged 12-18 years in this study. Loneliness was measured using the de Jong Gierveld Loneliness Scale instrument, resilience was measured with the Resilience Scale for Children and Adolescents instrument, and psychological adjustment was measured using the Brief Adjustment Scale instrument. The results showed that the resource index of resilience significantly acts as a moderator that weakens the relationship between loneliness and adolescent psychological adjustment. These results also have implications for the interventions that can increase resiliency, importanly, the resource index to improve adolescent mental health in general."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amelia
"Pendahuluan: Remaja merupakan masa peralihan yang kompleks. Pada masa ini, terdapat perubahan fisik dan psikologis yang besar dalam hidup seseorang. Masa peralihan ini membuat remaja rentan mengalami depresi yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya orang tua sebagai orang yang memiliki peran penting dalam perkembangan kesehatan jiwa anak hingga remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara pola asuh orang tua dengan depresi pada remaja di Depok, Jawa Barat.
Metode: Penelitian dengan metode studi potong lintang pada 96 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Dian Didaktika Depok yang berusia 14 sampai 17 tahun ini menggunakan kuesioner skrining depresi, Centre for Edpidemiologic Studies Depression Scale-revised (CESD-R) dan Kuesioner Pola Asuh Anak (KPAA) sebagai instrumennya. Data yang terpilih menggunakan teknik pengambilan acak dianalisis dengan uji Fisher.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 30,2% remaja yang memiliki gejala depresi. Mayoritas pola asuh yang ditemukan pada ayah (96,9%) dan ibu (96,9%) adalah pola asuh yang tidak diharapkan (pola asuh permisif, otoriter, dan mengabaikan). Sebagian besar dari pola asuh yang tidak diharapkan tersebut adalah pola asuh permisif. Setelah dianalisis, tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna secara statistik antara pola asuh permisif dengan depresi pada remaja sebagai pola asuh orang tua terbanyak pada subjek penelitian ini.
......Introduction: Adolescence is a complex transitional period. During this period, there are great physical and psychological changes that occur in someone’s life. This transitional period causes adolescents to be more likely to develop depression which is affected by several factors, one of them is parent as someone who plays an important role in children to adolescents’ mental health development. Therefore, the purpose of this study is to find the relationship between parenting styles and depression among adolescents in Depok, Jawa
Barat.
Methods: This cross-sectional study of 96 students ages 14 to 17 from Dian Didaktika High School in Depok used depression screening questionare, Centre for Edpidemiologic Studies Depression Scale-revised (CESD-R) and Kuesioner Pola Asuh Anak (KPAA) as its instruments. Data that has been picked by random
sampling was analyzed by Fisher’s test.
Results: The result of this study revealed that there are 30,2% adolescents who have depression symptoms. The majority of parenting styles found in father (98,6%) and mother (98,6%) are undesirable parenting styles (permissive, authoritarian, and neglectful parenting style). Most of those undesirable parenting styles are permissive parenting style. After being analyzed, there is no statistically significant difference between permissive parenting styles and depression in adolescents as it is the most common parenting style in these reasearch subjects."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Zarisma
"Penulisan ini berfokus terhadap masalah penyesuaian diri remaja bina asuh yang baru memasuki Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) terhadap aturan, kegiatan, teman dan pengasuh. Topik ini penting untuk karena remaja bina asuh yang belum berhasil menyesuaikan diri akan menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai LKSA. Penulisan dilakukan pada tahun 2021 pada masa pandemi COVID-19. Metode penelitian yang digunakan adalah tinjauan pustaka terhadap sumber literatur seperti jurnal, buku, dan penelitian terkait remaja yang melakukan penyesuaian diri di berbagai lembaga kesejahteraan sosial anak. Karya akhir ini menganalisis bagaimana penyesuaian diri dan perubahan perilaku serta faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri remaja bina asuh. Dari tujuh penelitian yang telah dianalisis, lima diantaranya menyatakan remaja dapat menyesuaikan diri dengan baik dan menunjukkan perubahan perilaku yaitu menaati peraturan dan kegiatan yang ada di LKSA, mampu berinteraksi dengan membangun hubungan yang harmonis dengan teman sebaya serta dapat menghormati pengasuhnya. Sedangkan dua penelitian menyatakan bahwa remaja bina asuh belum bisa menyesuaikan diri di LKSA dengan menunjukkan perilaku yang masih melanggar aturan dan tidak mengikuti kegiatan di LKSA. Hal tersebut disebabkan oleh faktor internal dan juga faktor eksternal yang memengaruhi remaja dalam menyesuaikan diri. Faktor internal terdiri dari karakteristik kepribadian, pengalaman mengatasi masalah dan kondisi emosi, inteligensi, konsep diri, self compassion. Adapun faktor eksternal-nya adalah jaringan dukungan pribadi yang terdiri dari dukungan keluarga dan teman sebaya, serta faktor sumber daya dan layanan
......This research focuses on the problem of self-adjustment of adolescents to the rules, activities, friends and caregivers at the orphanages. This topic is important to analyze because adolescents who have not managed to adjust will show behavior which is not in accordance with orphanage’s norms and values. This study was conducted in 2021 during the COVID-19 pandemic. The research method used is literature review, where the writer analyzes various iteratures such as journals, books, and related reports to form a conclusion. This is done so that the authors can reach various data on how adolescents can make self- adjustments in various child social welfare institutions. First, the authors analyze how self-adjustment and changes in adolescent behavior while in social institutions. Then, the author analyzes what factors influence adolescent self-adjustment. Of the seven studies that have been analyzed, five of them stated that adolescents can adjust well and show behavioral changes, namely obeying the rules and activities in institution, being able to interact by building harmonious relationships with peers and being able to respect their caregivers. Meanwhile, two studies stated that adolescents have not been able to adjust with institution showing behavior that still violates the rules and does not participate in activities. This is caused by internal and external factors that affect adolescents in adjusting. Internal factors consist of personality characteristics, problem solving experience, intelligence, self concept, and self compassion. The external factor is a personal support network consisting of family and peer support, and resource and service factors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reti Oktania
"Self-esteem rendah dipengaruhi antara lain oleh distorsi kognitif tentang beberapa hal terkait nilai-nilai budaya dalam keluarga dan pengalaman menyakitkan di masa kanak-kanak. Self-esteem yang rendah berdampak negatif pada keberfungsian individu dalam kehidupannya, salah satunya dalam ranah interaksi sosial. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan pada self-esteem remaja perempuan dari keluarga berbudaya patriarki dalam berinteraksi dengan laki-laki sebaya melalui penerapan intervensi berdasarkan prinsip-prinsip Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Partisipan pada penelitian ini adalah seorang remaja perempuan berusia 14 tahun 2 bulan yang memiliki self-esteem rendah dan menampilkan perilaku diam ketika berinteraksi dengan laki-laki sebaya. Sehubungan dengan budaya patriarki di dalam keluarganya, partisipan juga pernah mengalami pelecehan seksual oleh kakak kandung laki-laki ketika ia berusia lima tahun. Partisipan mengalami distorsi kognitif overgeneralization, global labelling dan self-blame. Program intervensi disusun berdasarkan modul Cognitive Behavioral Therapy (CBT) oleh Stallard (2019). Intervensi terdiri dari sembilan sesi dengan durasi satu jam per sesi yang dilakukan selama tiga minggu serta dua sesi follow-up. Sesi follow-up pertama dilakukan dua minggu setelah intervensi selesai dan sesi follow-up kedua dilakukan tiga minggu kemudian. Seluruh rangkaian intervensi dilakukan secara daring. Penelitian ini menggunakan single-case design dengan pengukuran dilakukan sebelum intervensi (pre-test), setelah intervensi (post-test) dan saat follow up kedua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti intervensi terjadi perubahan pola kognitif partisipan yang menjadi lebih rasional dan berimbang terkait dengan pengalaman dan penerimaan diri, terjadi peningkatan self-esteem, serta perubahan emosi yang lebih positif dan perilaku yang lebih adaptif ketika berinteraksi dengan teman laki-laki sebaya. Self-esteem partisipan diukur dengan Self-Perception Profile for Adolescents (SPPA) masalah perilaku internalizing partisipan diukur menggunakan Child Behavioral Checklist (CBCL), dan perubahan pada pemikiran, emosi serta perilakunya dalam berinteraksi dengan laki-laki sebaya diketahui melalui wawancara kualitatif secara daring.
......Low self-esteem could be influenced by cognitive distortions about several things related to cultural values in the family and painful experiences in childhood. Low self-esteem could have negative impact on individuals’ functioning in their lives, such as in their social interaction. The purpose of this study was to enhance self-esteem of female adolescent from family with strong patriarchal values in interacting with her male peers with intervention program using the principles of Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Participant in this study was a teenage girl aged 14 years and 2 months who had low self-esteem and displayed silent behavior when interacting with male peers. In accordance with pathriarchal value in her family, participat also experienced sexual abuse by her brother when she was five years old. This intervention program is based on CBT module by Stallard (2019). The intervention program consisted of nine sessions with one-hour duration, carried out online in three weeks with two follow-up sessions. The first follow-up was conducted two weeks after completion of the intervention and the second follow-up was conducted three weeks later. This study used a single-case design with measurements carried out before the intervention (pre-test), after the intervention (post-test), and during the second follow-up. The results showed that after the intervention, there were changes in participant’s thoughts regarding own’s experience and self-acceptance, enhancement in participant's self-esteem, shifting towards a better state in emotion as well as behavior in interacting with male peers. Participant’s self-esteem was measured by using the Self-Perception Profile for Adolescents (SPPA), participant’s internalizing behavior problems was measured by using Child Behavioral Checklist (CBCL), and changes in partisipant’s thoughts, emotion and behavior in interacting with male peers were gathered by qualitative interview."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Contents:
IN THIS SECTION: 1.) BRIEF 2.) COMPREHENSIVE BRIEF TABLE OF CONTENTS: Part 1: Identity Part 2: Relationships Part 3: Challenges COMPREHENSIVE TABLE OF CONTENTS: Part 1: Identity Values and Ideology Case 1: Someday My Elders Will Be Proud Case 2: Things Began to Click Case 3: The Struggle of a Lifetime The Self in Social Contexts Case 4: The Hatred Within Case 5: Una Muchacha Decente Case 6: What If I Don't Want to Whistle? Case 7: In Search of My Voice Sexuality Case 8: The Girl in Me Case 9: Falling for Someone Part 2: Relationships Families Case 10: The Family I Have Case 11: Falling from My Pedestal Case 12: They Said I Was Beautiful Peers Caser 13: Beyong the Euphoric Buzz Case 14: Holding My Breath Case 15: Color Blind Part 3: Challenges Case 16: Bad Case 17: The Simple Beauty of a Conversation Case 18: Forever an Awkward Adolescent Follow-Up: David: Thirteen Years Later Case 19: Proud of the Strength I Had Case 20: Seeking the Best of Both Worlds Follow-Up: Phouk: Nine Years Later"
Boston: Pearson, 2012
305.235 ADO (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Fajriati
"Perkembangan penggunaan internet di Indonesia terus berkembang pesat membawa berbagai dampak bagi kehidupan remaja, baik dampak positif maupun dampak negatif seperti perundungan di dunia maya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dari kejadian perundungan maya dan tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang terjadi pada remaja. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan mengambil sampel 296 siswa SMA Negeri 7 Kota Cirebon. Hasilnya 42% responden pernah mengalami kejadian perundungan maya, baik sebagai pengamat, korban, maupun sebagai pelaku dengan 58% responden pernah menjadi pengamat (bystander) dalam kejadian perundungan maya, 31% responden pernah menjadi korban perundungan maya, dan 7% responden lainnya pernah menjadi pelaku kejadian perundungan maya. Selain itu, hasil pengukuran depresi, kecemasan, dan stres didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang normal. Namun, terdapat pula responden berada pada tingkat depresi sangat parah sebanyak 5 orang (1,7%), tingkat kecemasan sangat parah sebanyak 23 orang (7,8%), dan tingkat stres sangat parah sebanyak 4 orang (1,3%). Penelitian selanjutnya direkomendasikan untuk melihat hubungan antara kejadian perundungan maya dengan tingkat depresi, kecemasan, dan stres dan juga dilakukan dalam populasi yang lebih besar.
......The development of internet use in Indonesia continues to grow rapidly, bringing various impacts on the lives of adolescents, both positive and negative impacts such as bullying in cyberspace. This study aims to see an overview of the incidence of cyberbullying and the levels of depression, anxiety, and stress that occur in adolescents. This study used a cross-sectional research design by taking a sample of 296 students of SMA Negeri 7 Cirebon. The result is that 42% of respondents have experienced cyberbullying, both as bystander, victims, and as cyber bullies with 58% of respondents having been bystanders in cyberbullying, 31% of respondents have been victims of cyberbullying, and 7% of other respondents have been cyber bullies. In addition, the results of measuring depression, anxiety, and stress showed that most respondents had normal levels of depression, anxiety, and stress. However, there were also 5 respondents (1.7%) with very severe depression, 23 (7.8%) very severe anxiety levels, and 4 (1.3%) very severe stress levels. For the next study, it is recommended to look at the relationship between the incidence of cyberbullying and levels of depression, anxiety, and stress as well as in larger populations"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library