Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iswari Setianingsih
Abstrak :
LATAR BELAKANG
Asma pada anak merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai dengan angka kejadian kira-kira 5-10 % (Godfrey, 1983). Di Indonesia belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak, namun diperkirakan berkisar antara 5-10 % dari seluruh anak. Lebih dari 50 % kunjungan di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM merupakan pasien asma (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, 1985).

Sebagian besar pasien asma anak (70-75 %) tergolong ringan (Phelan dkk., 1982), tetapi penyakit ini seringkali merupakan penyebab ketidakhadiran anak di sekolah, meningkatkan frekuensi kunjungan ke dokter, dan bahkan meningkatkan angka perawatan di rumah sakit.

Prognosis penyakit ini bergantung pada perjalanan penyakit (Phelan dkk., 1982) dan penatalaksanaannya. Pada golongan pasien asma anak yang berat, 50 % di antaranya akan menetap sampai dewasa .

Walaupun pengaruh penatalaksanaan terhadap prognosis asma masih belum jelas (Phelan dkk., 1982; Gerritsen, 1989; Warner dkk, 1989), penanganan asma yang tidak adekuat diduga dapat menyebabkan kerusakan paru yang menetap. Penatalaksanaan asma pada anak bergantung pada ketepatan diagnosis dan penentuan derajat klinis asma. Kedua hal tersebut sangat berperan dalam pemilihan strategi penanganan asma pada anak.

Diagnosis asma pada anak kadang-kadang sulit, karena sering dijumpai pasien asma dengan gejala klinis tidak khas yaitu hanya batuk kronis dan berulang tanpa mengi. Selain itu anamnesis yang didapat sering tidak dapat menunjang diagnosis asma. Di luar serangan asma.sebagian besar pasien tampak normal.

Penentuan derajat klinis asma juga tidak mudah, karena anamnesis yang didapat seringkali tidak dapat memberikan informasi mengenai saat terjadinya serangan pertama kali, kekerapan serangan asma, dan perjalanan penyakitnya. Selain itu keadaan klinis serangan asma yang berat belum tentu menggambarkan berat ringannya derajat klinis.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasna Pramita
Abstrak :
Latar Belakang Prevalensi asma meningkat dalam 30 tahun terakhir dan bervariasi di berbagai negara, komunitas, etnis yang berbeda. Penelitian di Indonesia melaporkan prevalensi asma pada anak dan orang dewasa 6-7 %. identifikasi faktor-faktor risiko seperti faktor keturunan, atopi, urutan kelahiran dalam keluarga, rokok, hewan piaraan, gizi, pola makanan, obesitas dengan kejadian asma perlu untuk menjelaskan variasi tersebut. Sampai saat ini studi prevalensi asma dan identifikasi faktor risiko di daerah pantai dengan jumlah sampel yang besar belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan Mencari faktor-faktor risiko asma pada anak sekolah usia 13 hingga 18 tahun di Kepulauan Seribu. Metodologi Uji potong lintang dilanjutkan dengan disain kasus kontrol bersarang. Pada responden dibagikan kuesioner yang dikelompokkan berdasar diagnosis asma, pernah asma dan bukan asma. Untuk kelompok asma dalam 12 bulan terakhir, pernah asma dan tidak asma (keiompok kontrol) dipilih secara acak untuk dilakukan uji tusuk kulitlskin prick test. Hasil Telah dilakukan di 15 sekolah (SD, SLTP, SLTA) yang tersebar di Kepulauan Seribu sebanyak 1505 responden terdiri atas 713 laki-laki dan 792 perempuan. Distribusi responden menurut jenis kelamin pada kasus asma dan kontrol tidak terdapat hubungan yang bermakna (IK 95%; 0,54-1,47, p=0,66). Hubungan orang tua menyandang asma dengan kejadian asma pada responden menunjukkan hubungan bermakna. Pada ayah (IK 95%; 6,09-59,9, p=0,001). Pada ibu (IK 95%; 1,23-7,95, p=4,001), Berdasarkan hasil uji tusuk kulit pada kelompok mengi dan kontrol menunjukkan hubungan yang bermakna (D. Pteronyssinus) dengan kejadian asma (p 0,0001). Sedangkan faktor risiko asma lainnya (urutan kelahiran dalam keluarga, rokok, hewan piaraan, dan obesitas) tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian asma. Simpulan PrevaIensi gejala asma pads anak usia 13 hingga 18 tahun di Kepulauan Seribu berdasarkan riwayat mengi = 11,8%, mengi 12 bulan terakhir = 5,4 %. Didapat hubungan bermakna pada orang tua menyandang asma terhadap kejadian asma pada anak. Hasil uji tusuk kulit (D. pteronyssinus) menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian asma.
Background The prevalence of asthma has been increasing in the last 30 years and varied among different countries, communities and ethnic groups. Study in Indonesia had reported that the prevalence of asthma in children and adults was 6-7%. Identification of risk factors, atopy, smoking, pet, nutrition, dietary pattern, obesity and incidence of asthma are necessary to explain the variation. Up to now, study on the prevalence of asthma and risk factors identification with big sample size in maritime region has never been conducted in Indonesia. Objectives The aim of the study is to determine risk factors of asthma in school children aged 13-18 years old in Kepulauan Seribu. Methods A cross sectional study continued by nested case control was conducted in Kepulauan Seribu in June 2005. All respondents have to fill out questionnaire forms and were grouped based on diagnosis of asthma, history of asthma and no asthma. For the asthma group in last 12 months, history of asthma and no asthma (control group) were selected randomly for skin prick test. Results Data was obtained from 1505 subjects in 15 schools (elementary school, junior high school, senior high school) consisted of 713 boys and 792 girls. The prevalence of asthma in adolescents aged 13 - 18 years old in Kepulauan Seribu based on symptom of wheezing (11.8%), wheezing in the last 12 months (5.4%). Distribution of respondents based on gender found no significant relation between asthma and control group (CI 95%; 0.54-1.47, p=4.66). Subjects with asthma associated significantly with their parents who also had asthma (fathers CI 95%; 6.09-59.9, p=0.04I and mothers CI 95%; 1.23-7.95, p=0.001). Based on skin prick test, we found there was significant relation between alergen (D. Pteronyssinus) with incidence of asthma (p=4.0001), while other risk factors (family size, smoking, obesity, pet) had not showed significant relation with asthma. Conclusions The prevalence of asthma in adolescent aged 13-18 years old in Kepulauan Seribu based on history of wheezing was 11.8%, while symptom of wheezing in 12 month was 5.4%. Subjects with asthma associated significantly with their parents who also had asthma. Skin prick test (D. pteronyssinus) had significant relation with incidence of asthma.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Utami
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Fokus terapi asma adalah mencapai terkendalinya asma secara adekuat. Childhood Asthma Control Test (CACT) merupakan kuesioner penilaian terkendalinya asma pada anak yang cepat dan mudah digunakan. Penggunaan CACT di Indonesia masih terbatas karena kendala bahasa dan budaya. Sampai saat ini belum ada kuesioner CACT versi Indonesia (terjemahan CACT ke dalam bahasa Indonesia) yang terbukti sahih dan andal. Tujuan: Mengetahui kesahihan (validity) dan keandalan (reliability) kuesioner CACT versi Indonesia. Metode: Menerjemahkan tujuh pertanyaaan kuesioner CACT menjadi kuesioner CACT versi Indonesia. Studi potong lintang dilakukan terhadap 66 subjek usia 4-11 tahun yang dipilih secara konsekutif. Semua subjek menjalani uji fungsi paru dan pemeriksaan peak expiratory flow berkala. Analisis statistik menggunakan uji Cronbach?s  dan uji korelasi Pearson/ Spearman. Hasil: Rerata usia subjek penelitian adalah 7,89 tahun (5,25 -11,83 tahun) dengan proporsi jenis kelamin lelaki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Sebagian besar subjek penelitian yaitu 60,4% memiliki status asma tidak terkendali (nilai kuesioner CACT ≤19). Kuesioner CACT versi Indonesia mempunyai keandalan (Cronbach?s  0,762) dan kesahihan konstruksi (r= 0,384-0,545) yang baik.Tidak terdapat korelasi bermakna antara kuesioner CACT versi Indonesia dengan nilai FEV1 (r =-0,024; p=0,846) dan nilai variabilitas mingguan PEF (r=-0,218; p=0,079). Simpulan: Kuesioner CACT versi Indonesia mempunyai kesahihan dan keandalan yang baik untuk menilai terkendalinya asma. Kuesioner ini tidak mempunyai korelasi dengan uji fungsi paru sehingga CACT tidak dapat menggantikan peran uji fungsi paru sebagai salah satu komponen penilaian terkendalinya asma.
ABSTRACT
Background: The goal of asthma treatment is to achieve control over the asthma adequately. The Childhood Asthma Control Test (CACT) is a quick and easy-touse questionnaire for assessing asthma control on children. The usage of CACT in Indonesia is limited due to the language and culture barrier. To date, there is no Indonesian version of CACT questionnaire that is proven to be reliable and valid. The aim of this study was to validate the Indonesian version of this test. Objectives: To learn the validity and reliability of the Indonesian version of Childhood Asthma Control Test (I-CACT). Methods: Translation of the established seven-item questionnaire into the ICACT. Cross-sectional study was conducted among 66 participants aged 4-11 years old which were recruited consecutively. All patient undergone pulmonary function test and measured peak expiratory flow (PEF) regularly. The reliability of I-CACT was assessed using the internal consistency (Cronbach?s ) and the validity was assesed by the Pearson/Spearman correlation test. Results: The mean age was 7.89 years (5.25-11.83y) with predominantly boys. Sixty percent of participants had uncontrollable asthma (score I-CACT ≤19). Both the internal consistency reliability (Cronbach?s  0.762) and the constructed validity (r= 0.384-0.545 ) of the I-CACT were good. No significant correlation was found between the I-CACT score with the FEV1 (r =-0.024; p=0.846) and the variability of PEF (r=-0.218; p=0.079) respectively. Conclusions: I-CACT is a valid and reliable test for assessing asthma control. However, I-CACT does not correlate well with the pulmonary function test and therefore is not a substitute to the role of pulmonary function in assessing asthma control.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Amira Putri
Abstrak :
Latar Belakang Asma persisten banyak terjadi pada anak di bawah usia tiga hingga enam tahun. Karakteristik pada anak dengan asma persisten cukup bervariasi sehingga menyebabkan anak rentan mengalami kondisi yang tidak terkendali jika tidak segera ditangani. Di Indonesia, belum ada data yang menggambarkan karakteristik anak dengan asma persisten dan faktor-faktor yang memengaruhi derajat kendalinya. Metode Desain penelitian potong lintang dilakukan terhadap 81 anak berusia 6-18 tahun dengan asma persisten yang melakukan kontrol ke RSCM dalam rentang tahun 2019-2023. Pemilihan sampel dan pengambilan data dilakukan menggunakan rekam medis milik RSCM Kiara dengan metode total sampling. Hasil Asma persisten yang tidak terkendali terjadi pada 53 subjek (65.4%). Sebagian besar subjek berada dalam rentang usia 6-11 tahun (61.7%), berjenis kelamin laki-laki (55.6%), terpapar oleh alergen (72.8%), faktor lingkungan (34.6%), memiliki komorbiditas (88.9%), berada dalam kelompok gizi baik (43.2%), patuh terhadap pengobatan (74.1%), dan menggunakan terapi pengendali jenis metered dose inhaler (84.0%). Dari hasil analisis bivariat dan regresi logistik, tidak ada karakteristik yang menunjukkan hubungan signifikan terhadap derajat kendali asma. Kesimpulan Terdapat 65.4% anak dengan asma persisten yang tidak terkendali. Tidak ada karakteristik yang berhubungan signifikan dan berperan sebagai prediktor independen dengan derajat kendali asma. ......Introduction Persistent asthma often occurs in children under the age of three to six years. The characteristics of children with persistent asthma are quite varied, making children vulnerable to experiencing uncontrollable conditions if not treated immediately. In Indonesia, there is no data that describes the characteristics of children with persistent asthma and the factors that influence the level of control. Method A cross-sectional research design was carried out on 81 children aged 6-18 years with persistent asthma who underwent control at RSCM in the period 2019-2023. Sample selection and data collection were carried out using medical records belonging to RSCM Kiara using the total sampling method. Results Persistent uncontrolled asthma occurred in 53 subjects (65.4%). Most of the subjects were in the age range of 6-11 years (61.7%), male (55.6%), exposed to allergens (72.8%), environmental factors (34.6%), had comorbidities (88.9%), were in the healthy weight group (43.2%), adherent to treatment (74.1%), and used metered dose inhaler control therapy (84.0%). From the results of bivariate analysis and logistic regression, there were no characteristics that showed a significant relationship to the level of asthma control. Conclusion There are 65.4% of children with persistent uncontrolled asthma. There were no characteristics that were significantly related and acted as independent predictors with the level of asthma control.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whiteside, Mike
London: Thorsons, 1991
618.922 38 WHI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Aprilicia
Abstrak :
ABSTRAK
Asma merupakan penyakit inflamasi saluran pernapasan yang sering dijumpai pada anak-anak dengan insiden kejadian yang lebih tinggi dibanding kelompok umur lainnya. Diperkirakan, sekitar 300 juta penduduk dunia saat ini menderita asma dan akan meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2025. Selain dari faktor pejamu yang tidak dapat dimodifikasi, peningkatan prevalens asma diduga juga berhubungan dengan adanya peran dari faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma dan pencetus serangan asma anak usia 0-11 tahun di Indonesia pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskedas tahun 2013 dengan desain cross sectional deskriptif. Responden terdiri dari 237.992 anak usia 0-11 tahun di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis chi square. Hasil analisis univariat diperoleh prevalensi asma pada anak usia 0-11 tahun di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 3,6% dengan faktor pencetus yang paling sering adalah flu atau infeksi sebesar 56,2%. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa kejadian asma pada anak usia 0-11 tahun berhubungan dengan umur, jenis kelamin, wilayah tinggal, keadaan sosioekonomi, asap dapur, paparan pestisida dalam rumah, jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, jenis plafon rumah, kebersihan ruang tidur, kebersihan ruang masak, dan kebersihan ruang keluarga. Penelitian ini menemukan bahwa peluang mendapatkan asma lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki, berumur 2 tahun, tinggal di wilayah pedesaan, mempunyai keadaan sosioekonomi rendah, terdapat asap dapur dalam rumah, terdapat paparan pestisida dalam rumah, mempunyai lantai rumah berjenis tanah, dinding berjenis bambu, plafon berjenis bambu, serta kebersihan ruang tidur, ruang masak, dan ruang keluarga yang tidak bersih.
ABSTRACT
Asthma is an inflammatory disease of respiratory tract are often found in children with a higher incidence of events than other age groups. It is estimated that around 300 million people worldwide currently suffer from asthma and will increase to 400 cases in 2025. Due to a host factors can?t be modified, there are a role of environmental factors which contributed to increase the prevalence of asthma. This study aims to determine the factors associated with asthma and trigger asthma attack among children aged 0-11 years in Indonesia on 2013. This study using secondary data from National Basic Health Research 2013 with a study design descriptive cross-sectional. The respondents are 237.992 children aged 0-11 years in Indonesia. Data was analyzed using chi square analysis. Result of univariate analysis shows prevalence of asthma in children aged 0-11 years in Indonesia on 2013 amounted to 3,6% with a trigger factor that most often is cold or infection by 56,2%. Results of bivariate analysis shows that the prevalence of asthma among children aged 0- 11 years are associated with age, sex, region of residence, socioeconomic status, kitchen smoke, exposure to pesticides in the home, the type of floor of the house, the type of house wall, ceiling type of house, cleanliness of the bedroom, cleanliness of cooking space, and cleanliness of the living room. This study found that the risk chances of getting asthma was found higher in boys, 2 years old, live in rural areas, have socioeconomic status is low, there is a kitchen smoke in the house, there is exposure to pesticides in the house, has a house floor manifold earthen, wall manifold bamboo, ceiling manifold bamboo, and the cleanliness of the bedroom, kitchen, and family rooms are not clean.;;;
2016
S65579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mulia Anasis
Abstrak :
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas yang timbul karena respons tubuh terhadap faktor eksogen, misalnya alergen, iritasi, dan infeksi. Sebagian pasien asma dilaporkan mengalami perkembangan gejala asma karena pajanan tungau debu rumah TDR . Identifikasi TDR, tempat hidupnya, serta densitas tungau penting dilakukan untuk mengendalikan faktor pencetus, sekaligus mencegah berkembangnya penyakit asma. Penelitian kasus kontrol ini bertujuan untuk mengetahui profil TDR pada pasien asma persisten, termasuk jenis dan kepadatan tungau, serta hubungannya dengan kadar serum IgE spesifik anti-TDR. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai Desember 2017. Sebanyak 13 pasien asma persisten dan 12 pasien kontrol telah menjalani pemeriksaan kadar serum IgE spesifik anti-TDR menggunakan Immulite 2000 xpi. Sampel debu rumah diambil dari rumah pasien dan diperiksa menggunakan metode Fain. Hasil penelitian menunjukkan variasi spesies TDR didominasi D. pteronyssinus. Kepadatan D. pteronyssinus adalah 83,9 yaitu 120 spesies tungau tersebut dari 143 tungau yang diperoleh. Kadar serum IgE spesifik anti-TDR pada pasien asma persisten lebih tinggi dibandingkan pasien normal, dengan rerata 2,35 kU/L nilai positif bila >0,35 kU/L . Kepadatan D. pteronyssinus dalam debu kamar tidur menunjukkan korelasi positif dengan kadar serum IgE anti-TDR pada pasien asma persisten.
Asthma is a chronic inflammation of airways, as a response to exogenous factors, such as alergens, irritants, and infections. Some asthmatic patients had symptoms of asthma due to exposure to house dust mites HDM alergen. Identification of HDM, the habitat, and density of mites are important to control the trigger factors, and preventing the asthma pathogenesis. This case control study aimed to determine the HDM profiles in persistent asthmatic patients, including the species, density of mites, as well as its association with specific IgE anti HDM serum levels. The study was conducted in February 2017 to December 2017. A total of 13 patients with persistent asthma and 12 control patients had screened with specific anti HDM IgE levels using Immulite 2000 xpi. The house dust samples was taken and examined using the Fain method. The results showed that HDM species was predominantly D. pteronyssinus. The density was 120 species of D. pteronyssinus from 143 mites found 83.9 . Specific anti HDM IgE serum levels in persistent asthmatic levels were higher than normal patients, with a mean of 2.35 kU L positive values if 0.35 kU L . Density of D. pteronyssinus in dust of bed room showed a positive correlation with serum IgE specific of anti HDM level in persistent asthmatic patients.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riau Roslita
Abstrak :
Gejala asma pada anak membuktikan ketidaknyamanan yang dirasakan anak, sehingga terapi musik merupakan sebuah pendekatan pengobatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhanan kenyamanan anak dengan asma yang mendapatkan terapi inhalasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak terapi musik terhadap respon fisiologis tubuh pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah pengidap asma yang mendapatkan terapi inhalasi. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment jenis non equivalent control group, pre test- post test design yang melibatkan 44 responden anak usia pra sekolah dan usia sekolah yang terbagi kedalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna selisih rerata saturasi oksigen, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan intervensi p. ...... Symptoms of asthma in children prove the inconvenience felt by children, so music therapy is a treatment approach that can be used to meet the needs of child comfort with asthma who get inhalation therapy. This study aims to determine the impact of music therapy on the physiological response of the body in pre school age children and school age of asthma who get inhalation therapy. This research uses quasi experimental design of non equivalent control group type, pre test post test design involving 44 respondents of pre school age and school age consisting of intervention group and control group. The results showed that there was a significant difference in mean oxygen saturation, heart rate and respiratory frequency before and after intervention in control and intervention group p
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library