Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Suryana
"Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi sebagai realisasi dari tanggungjawab debitur terhadap krediturnya atas perikatan-perikatan atau lebih dikenal dengan asas tanggungjawab debitur terhadap krediturnya, tidak dibedakan atau tidak dibatasi oleh kedudukan debitur ataupun subjek Termohon Pailit tersebut, apakah debitur tersebut merupakan badan usaha Indonesia atau badan usaha asing baik perorangan maupun badan hukum.
Penelitian ini akan meneliti Apakah Pengadilan Niaga Indonesia berwenang untuk rnemeriksa, mengadili dan memutus perkara permohonan pernyataan pailit terhadap badan usaha asing?. dan Kendala apakah yang timbul berkenaan pelaksanaan eksekusi putusan kepailitan Pengadilan Niaga Indonesia terhadap badan usaha asing yang telah berkekuatan hukum tetap?
Penelitian ini merupakan metode penelitian hukum nonnatif (yuridis normatif) dengan pendekatan analisis kualitatif terhadap dan atas informasi atau data yang diperoleh dan diperlukan guna menjawab permasalahan pokok dalam penelitian ini, dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum baik yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan Konvensi-konvensi sebagai law in books maupun yang sudah secara konkrit ditetapkan oleh Hakim dalam kasuskasus yang diputuskan di dan oleh pengadilan sebagai law in action, yang tidak selalu ditentukan oleh jumlah (kuantitas) peristiwa yang terjadi atau banyaknya jumlah putusan pengadilan yang dimaksudkan, akan tetapi dilakukan pendalaman atas Peristiwa, Pertimbangan Hukum hakim dan Amar Putusan Pengadilan.
Dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh peneiiti, ditemukan beberapa perkara kepailitan menyangkut permohonan pernyataan pailit terhadap pelaku usaha atau badan usaha asing baik berbentuk badan hukum maupun perorangan selaku debitur sebagai Termohon Pailit yang diajukan oleh krediturnya baik pelaku usaha Indonesia ataupun pelaku usaha asing sebagai Pemohon Pailit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvany Tjoetiar
"Dalam penulisan skripsi ini, Penulis melakukan analisis yuridis terhadap beberapa aspek dari putusan pailit Adam Air, antara lain: pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam memutus pailit Adam Air, sejauh mana direksi dan komisaris dari PT. Adam Skyconnection Airlines ("Perseroan") dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam hal kepailitan, dan peristiwa apa yang dapat dianggap sebagai peristiwa "ultra vires", terutama dalam kaitannya dengan hubungan utang piutang antara Pemohon dengan Termohon. Dalam mengomentari aspek-aspek tersebut diatas, Penulis berusaha melihat setiap poin pembicaraan tersebut dari sisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, terutama terkait dengan syarat-syarat permohonan pernyataan pailit, dan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas terutama terkait dengan ruang lingkup pertanggungjawaban direksi dan komisaris dalam hal kepailitan, dan apa yang merupakan "ultra vires".
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan metode penelitian deskripsi analisis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan pailit Adam Air telah sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan Indonesia. Setiap kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh direksi dan/ atau komisaris Perseroan, dapat dibuktikan lebih lanjut didepan persidangan perdata. Meskipuni definisi "ultra vires" yang dilakukan oleh pihak selain direksi perseroan, tidak diatur secara tertulis dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang berlaku, prinsip yang sama sepatutnya berlaku. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 masih memiliki berbagai kelemahan dan tidak sesuai dengan asas-asas hukum kepailitan yang diterima secara universal, dan membutuhkan perbaikan lebih lanjut.

In this study, the Writer tries to juridically analyze several aspects of Adam Air bankruptcy verdict, among others, the considerations of the Panel of Judges in deciding the bankruptcy petition, to what extent the board of directors and commissioners of PT. Adam Skyconnection Airline (the "Company") can be held liable in case of bankruptcy, and what events can be deemed as an "ultra vires" event, especially in connection with the creation of debt relationship between The Plaintiff and The Defendant. In commenting any of the above aspects, the Writer tries to view each discussion point from the prevailing Law Number 37 Year 2004 on Bankrupty and Suspension of Payment, particulary in respect to the terms of such bankruptcy petition, and the Law Number 40 Year 2007 on Limited liability Campany, particularly in relation to the scope of liabilities of the board of directors and commissioners in a bankruptcy case, and what would constitute an "ultra vires".
In this study, the Writer uses analysis description method. The result of this study shows that Adam Air's bankruptcy verdict has been in compliance with the said Indonesian bankruptcy law. Any wrongdoing or negligence of the board of directors of the Company, that result in, or contributed into the Company's bankruptcy, should be further proven before a civil court proceeding. Whilst the definition of "ultra vires" by non-members of the Board of Directors and commissioners, is not literally stipulated in the prevailing Company Law, same principle should apply. Law Number 37 Year 2004 still has some weaknesses and not in compliance with globally accepted principles of a bankrupty case, and needs further improvements."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24960
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Talita Tamara Sompie
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24920
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Setiawan
"Pengertian Pemborongan Pekerjaan yang diberikan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata sudah tidak memenuhi kebutuhan akan kepastian hukum para pihak dalam perjanjian. Pengertian tersebut lebih mencerminkan pemborongan pekerjaan sebagai perjanjian sepihak, bukan sebagai perjanjian timbal balik. Hal ini akhir nya menimbulkan kerugian bagi para pihak yang terlibat perselisihan atas dasar perjanjian pemborongan pekerjaan. Salah satu peraturan perundang-undangan yang bertujuan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perse lisihan adalah Undang undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Undang undang No. 4 Tahun 1998 bertujuan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang hendak menyelesaikan perselisihan atas dasar perjanjian. Bila pemborongan pekerjaan mendapat pengertian yang lebih baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka akan mempermudah para pihak yang hendak menggunakan aturan-aturan dari Undang undang No.4 Tahun 1998 untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam perjanjian tersebut. Misalnya dalam hal seorang pemborong bangunan berdasarkan perjanjian pemborongan bangunan hendak menuntut pemenuhan atas haknya kepada yang memborongkan, maka pihak pemborong tersebut dapat menggunakan aturan-aturan dari Undang undang No. 4 tahun 1998 yang jelas lebih menguntungkan bagi diri nya ketimbang harus menyelesaikan perselisihan menggunakan aturan dari Hukum Acara Perdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Santianna
"Salah satu syarat dalam permohonan kepailitan adalah adanya jumlah minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam praktik perjanjian perbankan, telah lazim dikenal adanya klausul events of defaults yang menyatakan bahwa apabila debitor cidera janji maka saat itu pula seluruh utangnya menjadi jatuh waktu, dan dapat ditagih. Utang yang disebabkan oleh percepatan jatuh waktu utang atau accelerated maturity inilah yang kemudian menjadi masalah dalam praktek pengabulan permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga. Ada perbedaan di kalangan hakim mengenai konsep percepatan akselerasi jatuh waktu utang ini, sebagian ada yang mengakui,sebagian lagi tidak. Permasalahannya adalah apabila klausul accelerated maturity ini dikaitkan dengan syarat minimal satu utang yang telah jatuh waktu. Akibat terjadinya default, maka menimbulkan terjadinya percepatan jatuh waktu utang. Utang yang telah dipercepat jangka waktunya ini dapat digunakan sebagai dasar bagi kreditor untuk memohonkan pernyataan pailit terhadap debitornya. Dalam prakteknya, pengabulan permohonan pailit atas klausul accelerated maturity didasarkan atas pertimbangan bahwa telah ada perjanjian yang telah dibuat antara debitor dan kreditor yang mengatur tentang jatuh waktu dan percepatan jatuh waktu. Padahal, dalam Pasal 1271 KUHPerdata, salah satu syarat terjadinya percepatan jatuh waktu utang adalah apabila jaminan yang diberikan debitor telah merosot nilainya karena kesalahan debitor. Hal ini tentu tidak adil bagi debitor apalagi ternyata debitor telah memberikan jaminan yang cukup, debitor masih memiliki prospek atas kelangsungan usahanya terlebih lagi jika jumlah aset debitor tersebut lebih banyak daripada jumlah utangnya. Sebagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan perlindungan yang seimbang bagi kepentingan kreditor dan debitor, dalam pengabulan permohonan pailit dengan klausul percepatan jatuh waktu utang, selain mempertimbangkan adanya perjanjian antara kreditor dan debitor, hakim perlu mempertimbangkan adanya jaminan serta jumlah aset debitor yang dimohonkan pailit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S23873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vindy Olyvia
"BUMN adalah sebuah badan usaha yang berbentuk badan hukum serta modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagai badan usaha, BUMN memiliki kekayaannya sendiri yang terpisah dari keuangan negara. Kekayaan tersebut diatur menurut hukum perdata, termasuk hukum kepailitan. Karenanya BUMN memiliki kedudukan yang sama dengan badan hukum privat lain dalam kepailitan. Untuk dapat dipailitkan, BUMN harus memenuhi syarat memiliki dua orang kreditor atau lebih dan tidak membayar salah satu utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Permohonan diajukan oleh BUMN sebagai debitor, para kreditornya atau pihak kejaksaan dalam hal demi kepentingan umum. Namun dalam UUKPKPU, diadakan pengecualian untuk BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik (seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham), permohonan kepailitannya hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan saja. Perum memenuhi kriteria sebagai BUMN jenis tersebut, sedangkan Persero tidak karena modalnya yang terbagi atas saham. BUMN setelah dipailitkan juga teta dapat menjalankan usahanya demi keuntungan dan/atau menghindari kerugian pada harta pailit. PT. DI sebagai BUMN berbentuk Persero diajukan kepailitannya oleh para mantan karyawannya sejumlah 6.561 orang sebagai kreditor yang memiliki piutang kompensasi pensiun atas PT. DI. Karena memenuhi semua syarat kepailitan, Pengadilan Niaga menyatakan PT. DI pailit. Sementara Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut karena dipandang PT. DI adalah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik walau terbagi atas saham (fakta ini hanya sekedar untuk memenuhi ketentuan UU PT). Sebenarnya PT. DI memang dapat dipailitkan bila hanya melihat apa yang tertulis di peraturan perundang-undangan. Namun ada baiknya dilihat apakah BUMN ini masih solvent atau tidak, berkenaan dengan statusnya yang memang merupakan objek vital industri, yang bila dipailitkan secara mudah dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>