Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gryselda
Abstrak :
Latar belakang: Tangan adalah alat yang sangat penting untuk melakukan berbagai gerakan. Adanya kelainan pada fungsi tangan dapat menyebabkan terganggunya aktivitas seseorang. Sindrom terowongan karpal merupakan salah satu penyakit neurologis pada tangan yang paling sering ditemui. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai skala status fungsi pada pasien dengan sindrom terowongan karpal di Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode potong lintang. Sumber data pada penelitian ini adalah rekam medis pasien sindrom terowongan karpal dari Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data dimulai dari Januari 2014 sampai Januari 2015. Dari sebanyak 106 pasien sindrom terowongan karpal yang ditemukan, sebanyak 13 pasien memenuhi kriteria inklusi penelitian ini. Hasil: Dari total 13 pasien (20 tangan), ditemukan bahwa perempuan (76,9%), kelompok umur 46-55 tahun (46,2%), normal BMI (53,8%), pasien yang bekerja di bidang administrasi (38,5%), keterlibatan tangan bilateral (53,8%) dan pasien dengan sindrom terowongan karpal derajat 3 (35%) berkontribusi untuk persentase tertinggi pasien sindrom terowongan karpal dalam penelitian ini.
Background: Hands are extremely important organs that help us to do various movements. Any abnormalities on the function of the hand could negatively affect a person?s activities. Carpal tunnel syndrome is one of the most common neurological defect that affect hands. Aim: This study was conducted to know the value of functional status scale of carpal tunnel syndrome patients in Department of Rehabilitation Medicine, Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods: This study was conducted with cross-sectional method. The source of data in this study was medical records of carpal tunnel syndrome patients in Department of Medical Rehabilitation, Cipto Mangunkusumo Hospital. The data was nested from January 2014 to January 2015. From 106 carpal tunnel syndrome patients found, 13 patients fulfilled the inclusion criteria of this research. Results: From a total of 13 patients (20 hands), it was found that female (76.9%), age group of 46-55 years old (46.2%), normal BMI (53.8%), office administrator (38.5%), bilateral hand involvement (53.8%) and patients with carpal tunnel syndrome grade 3 (35%) contribute for the highest percentage of carpal tunnel syndrome patients in this study.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[Latar belakang: Sindrom Terowongan Karpal (STK) adalah sindrom yang mempengaruhi saraf medianus. Gejala yang dirasakan adalah perasaan tebal dan mati rasa pada tangan yang menyebar hingga ke jari-jari seperti ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Gejala ini mengganggu fungsi tangan sehari hari. Sindrom Terowongan Karpal adalah salah satu kondisi kesehatan kerja yang paling dikenal luas; terutama di pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan penggunaan tangan berulang-ulang. Sindrom Terowongan Karpal juga dikenal dalam industri di mana pekerjaan melibatkan kekuatan tinggi atau tekanan dan menggunakan alat-alat bergetar. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai Skala Keparahan Gejala pada penderita STK setelah penanganan konservatif non-operatif selama 3 bulan. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan studi deskriptif potong-lintang dengan metode pengambilan sampel berturut-turut. Sumber data dalam penelitian ini adalah dari rekam medis pasien Sindrom Terowongan Karpal di Departemen Rehabilitasi Medik, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Data tersebut diambil dari Januari 2014 sampai Februari 2015. Dari 106 pasien Sindroma Terowongan Karpal, 14 pasien memenuhi kriteria inklusi penelitian ini dikarenakan kriteria inklusi yang sangat spesifik. Hasil: Proporsi usia (71.43%) tertinggi dari pasien dalam studi ini adalah antara 26 dan 64 tahun. Dalam studi ini, terdapat lebih banyak pasien wanita (71.43%) dibandingkan dengan pasien pria. Mayoritas pasien memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang normal (50%). Pasien yang bekerja sebagai pegawai administratif (35.71%) memiliki proporsi terbanyak dalam studi ini. STK bilateral (57.14%) juga memiliki proporsi tertinggi dalam studi ini. STK derajat 3 (40.91%) memiliki prevalensi tertinggi dalam studi ini. Nilai Skala Keparahan Gejala pasien dengan berbagai derajat STK berkisar antara 11 dan 44., Background: Carpal Tunnel Syndrome is a syndrome that affects the median nerve. The symptoms are feeling thick and numb on the hand that radiate to the fingers, especially the first, second and third fingers. These symptoms disturb daily function of hand usage. Carpal Tunnel Syndrome is one of the most widely recognised occupational health conditions; particularly in occupations that requires repetitive use of the hands. Also, Carpal Tunnel Syndrome is recognized in industries where work involves high force or pressure and usage of vibrating tools. Aim: This study was conducted in order to know the value of Symptom Severity Scale at Carpal Tunnel Syndrome patients after 3 months of conservative management. Methods: This study was conducted with descriptive cross-sectional study with consecutive sampling methods. The source of data in this study was from the medical record of Carpal Tunnel Syndrome patients in Department of Medical Rehabilitation, Cipto Mangunkusumo Hospital. The data was taken from January 2014 to February 2015. From 106 carpal tunnel syndrome patients, 14 patients fulfilled the inclusion this research due to the very specific inclusion criteria. Results: The highest proportion of patients is aged between 26 to 64 years old (71.43%). There are more female (71.43%) patients in this study. Majority of the patients have normal BMI (50%). Patients who work as office administrator (35.71%) have the highest proportion in this study that could have corelation with bilateral CTS (57.14%), which has also the highest proportion in this study. Grade 3 CTS (40.91%) have the most prevalence in this study. Lastly, the SSS value of patients with various degrees of CTS ranges between 11 to 44.]
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie T Merijanti S.
Abstrak :
Latar belakang : Pekerja bagian produksi di pabrik pengolahan daging ayam bekerja dengan sistim ban berjalan sehingga banyak melakukan gerakan repetitif tangan dan pergelangan tangan dalam menyelesaikan tugasnya. Gerakan repetitif tersebut bila dilakukan secara terus menerus dan dengan frekwensi yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya Work Related Musculoskeletal Disorders / WMSD, di mana salah satunya adalah Sindrom Terowongan Karpal (STK) di kalangan pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui prevalensi serta faktor- faktor apa yang berhubungan dengan timbulnya STK. Metoda Penelitian : Desain studi adalah kros seksianal, dengan membandingkan prevalensi di dua unit kerja di bagian Slaughter House yaitu Cut up dan Evisceration. Perhitungan sampel menggunakan rumus beda dua proporsi. Populasi adalah pekerja wanita karena sebagian besar yang bekerja disini adalah wanita. Didapatkan sampel sebesar 107 orang dan bagian Cut up dan 45 orang dari bagian Evisceration. Pengumpulan data dilakukan antara bulan April sampai Mei 2004. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner, observasi dan pemeriksaan fisik,. termasuk tes provokatif. Suhu lingkungan kerja didapatkan dari data sekunder. Hasil penelitian : Didapatkan prevalensi STK sebesar 27 % (41/152) untuk seluruh bagian Slaughter House, dimana prevalensi di bagian Cut up 32,7 % (351107) dan Evisceration 13,3 % (6145). Dan analisis bivariat didapatkan faktor yang berhubungan dengan STK adalah IMT>25, unit kerja, gerakan fleksi > 45 derajat dan jumlah gerakan repetitif. Setelah dilakukan analisis multivariat ternyata hanya faktor jumlah gerakan repetitif tinggi (> 1200 gerakan 1 jam) (OR : 2,42; CI : 1,57 - 3,74) dan IMT (> 25) (OR :3,72 ; CI : 1,45 - 9, 53) yang berhubungan bermakna dengan STK . Kesimpulan dan saran : Prevalensi STK di perusahaan ini sebesar 27 %.Gerakan repetitif tinggi dan kegemukan berhubungan bermakna dengan STK, sehingga perlu dilakukan rotasi kerja antara kedua bagian pekerja tersebut.
The Association of Carpal Tunnel Syndrome with Repetitive Movement in the Wrist and Other Factors Among Female Workers in a Food Processing Factory of PT X Cikande.Scope : Workers of the production department in poultry processing factory have to work on conveyor line system which requires repetitive movement of the wrist with high frequencies for doing the job. Continuous repetitive movement will cause work related musculoskeletal disorders, where one of them is Carpal Tunnel Syndrome (CTS). This study was conducted to identify the association between CTS and other related factors. Methodology: The design of this study was cross sectional with comparison of high repetitive and low repetitive exposed group. The selected participants were 107 workers from cut up section and 45 workers from evisceration section. Data collection was conducted from April to May 2004. The data collection method used were guided interviews, observation and physical examination, including provocative tests. Room temperature was secondary data. Results : The prevalence of CTS were 27 % (41/152) in the Slaughters House department, 32,7 % (351107) in the Cut up section and 13,3 % (6/45) from Evisceration section. Bivariate analyses showed that several risk factors were related to CTS such as Body Mass Index (BM], work unit, flexion > 45 degree and the frequency of repetitive movement. After conducting multivariate analyses, only two variables showed significant relationship with CTS, the frequency of repetitive movement (OR=2,42, 95%CI=1,57-3,74) and overweight ( BMI>25) ( OR=3,72,95 %Cl= 1,45-9,53). Conclusion and Recommendation : Prevalence of CTS was found high among female poultry workers. It was concluded that high repetitive movement and overweight had a significant relationship with CTS, so that job rotation between these two sections is needed.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wudangadi JB Rampen-Harsono
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Sindrom terowongan karpal (STK) yang diawali dengan keluhan nyeri, kebas, kesemutan atau rasa terbakar di daerah persarafan medianus ditangan, tanpa pengobatan dini akan berlanjut dengan atrofi otot tenar serta kerusakan total saraf sehingga menyebabkan cacat tangan. Angka kejadian sindrom ini yang semakin meningkat di luar negeri, menurut kebanyakan peneliti erat hubungannya dengan faktor pekerjaan. Penelitian kros seksional ini mengevaluasi prevalensi sindrom terowongan karpal pada 61 tenaga kerja dengan pajanan tinggi tekanan biomekanis berulang pada tangan dan pergelangan tangan di pabrik ban P.T. BSIN, menggunakan 65 tenaga kerja dengan pajanan. rendah dari pabrik yang sama, sebagai pembanding. Juga dilakukan penilaian terhadap beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor risiko. Diharapkan hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk perencanaan program pencegahan sindrom ini. Data sosio-demografis, riwayat pekerjaan dan riwayat penyakit didapatkan melalui anamnesis menggunakan kuesioner, sedangkan status kesehatan ditetapkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik menggunakan tes provokatif. Pemeriksaan penunjang elektroneuromiografis dilakukan untuk konfirmasi diagnosis. Uji chi kuadrat dig unakari untuk menilai hubungan antara faktor-faktor yang diperkirakan sebagai faktor risiko dan STK, sedangkan analisis regresi logistik berganda dipakai untuk melihat probabilitas timbulnya STK sehubungan dengan faktor risiko yang ada. Hasil dan Kesimpulan: Prevalensi STK pada pekerja bagian produksi adalah 12.7%, dan lebih tinggi pada kelompok pekerja dengan pajanan tinggi (19.7%) dibandingkan kelompok pekerja dengan pajanan rendah (6.2%). Tidak didapatkan hubungan bermakna antara masa kerja dan tingkat pendidikan dengan STK. Faktor-faktor yang menunjukkan kecenderungan tinggi sebagai faktor risiko STK, selain faktor pekerjaan berupa tekanan biomekanis berulang (OR3.968) adalah faktor umur (OR 4.368) dan faktor berat badan (OR3.157). ...... Scope and method: Carpal tunnel syndrome (CTS) characterized by pain, numbness, or tingling of the fingers in the median nerve distribution, without early intervention will result in impaired hand function and disability. Increased risks for this syndrome has been found in manufacturing industries. The purpose of this cross sectional study, using 61 randomly selected workers exposed to high repetitive biomechanical stress at an automotive tires manufacturer, is to estimate prevalence of the carpal tunnel syndrome in this population. A control group, consisting of sixty five randomly selected workers exposed to low repetitive biomechanical stress, from the same plant is also studied. It is hoped that results of this study will be helpful in the strategic planning of early preventive measures. Socio-demographic data and occupational history are obtained by structured interview, and health status is determined using clinical history and physical examinations, including provocative testing. Electrodiagnostic testing is used for confirmation only. Association between exposure and CTS is examined with the chi square test, and multiple logistic regressions is used to estimate association between CTS and exposure , while controlling for potential confounders. Results and Conclusions: The prevalence of CTS in the total sample is 12.7%, and is much higher in the exposed group (19.7%) compared to the control group(6.2%). When controlling for potential confounders the odds ratio for the exposed group was more than three (p-.042) compared to the control group. No statistically significant association between CTS with .years on the job or level of education is suggested. Factors associated with carpal tunnel syndrome are exposure (OR 3.968), age (OR 4.368) and body weight (OR3.157).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Rebekka
Abstrak :
Latar Belakang: Pekerja bagian Assembling bekerja setiap hari dengan melakukan gerakan repetitif yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan, disebut dengan Work Related Musculoskeletal Disorders (WSMDS). Salah satunya adalah Sindroma Terowongan Karpal pada pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko yang berhubungan dengan timbulnya STK pada pekerja di pabrik sepatu. Metode Penelitian: Desain studi adalah kros-seksional. Populasi adalah semua pekerja di bagian assembling soccer sebesar 267 orang. Pengumpulan data dilakukan dari bulan Maret sampai Juli 2005 melalui wawancara terstruktur, pengamatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologik. Untuk suhu lingkungan dan getaran didapatkan dari data sekunder. Hasil Penelitian: Prevalensi STK pada pekerja bagian assembling soccer sebesar 27,6%. Jumlah gerakan repetitif pada pekerja berkisar antara 304-1596 eksersil jam. Dari analisis bivariat faktor risiko yang berhubungan dengan STK adalah jenis pekerjaan dan getaran. Pada analisis multivariat faktor getaran (p=0,005; OR=5,053; 95%CI=1,642-15,551) merupakan faktor risiko yang hubungannya paling bermakna dengan STK. Kesimpulan dan Saran: Prevalensi STK di bagian assembling soccer perusahaan ini adalah 27,6%. Jumlah gerakan repetitif tertinggi 1596 eksersil jam. Jenis pekerjaan yang terpajan getaran mempunyai hubungan bermakna dengan STK. Perlu dilakukan deteksi dini dan rotasi kerja.
Background : Assembling soccer workers in shoes manufacture, work every day with repetitive movement, that can cause work related musculoskeletal disorder (WSMDS). One of them is known as Carpal Tunnel Syndrome of the workers. This study was conducted to identify the prevalence and risk factors related to CTS. Methodology : The design of this study was cross sectional, with total population of 267 workers, The data collection started March until Juli 2005 by guided interviews, observation, physical and neurological examination. Data on Room temperature and vibration were secondary data. Results : The prevalence of CTS in assembling soccer department were 27,6%. Repetitive movement ranged from 304 to 1596 exertions) hour. Observation showed that there is a relation between several risk factors and CTS such as high-risk work and vibration. After conducting multivariate analyses the variable showed significant relationship with CTS are vibration (p=0,005; OR=5,053; 95%CI=1,642-15,551). Conclusion and Recommendation : The prevalence of CTS in assembling soccer department were 27,6%. The highest repetitive movement was 1596 exertion/ hour. Vibration had a significant relationship with CTS. Screening and job rotation are needed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Pratama
Abstrak :
Latar belakang : Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan sindroma yang sering berhubungan dengan pekerjaan dan dapat menyebabkan kelainan muskuloskeletal. Penggantian alat transportasi dari sepeda ke sepeda motor pada pengantar surat (bagian delivery) mempunyai potensi untuk timbulnya penyakit akibat kerja yang berbeda. Belum adanya data prevalensi STK dan penelitian yang serupa pada bagian delivery inilah yang membuat penelitian ini dilakukan, sehingga faktor-faktor yang berhubungan dapat diketahui. Metode Penelitian : Desain penelitian adalah kros seksional, dan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2005. Populasinya adalah seluruh karyawan bagian delivery yang semuanya laki-laki, berjumlah 186 orang. Setelah dilakukan wawancara dengan kuesioner, lembaran observasi dan pemeriksaan fisik, data yang dianggap memenuhi kriteria inklusi ada 152 orang. Hasil Penelitian : Didapatkan prevalensi STK sebesar 18,42%. Dan analisis didapatkan faktor umur, pendidikan rendah (SD,SMP), status gizi berlebih (IMT>25,O), dan masa kerja di atas 15 tahun berhubungan dengan STK. Setelah dilakukan analisis multivariat, didapatkan hanya faktor umur diatas 40 tahun (OR= 6,392; CI- 1,846-22,137) dan IMT >25,0 (OR= 13,685; 4,816- 38,884) yang mempunyai hubungan bermakna dengan STK. Kesimpulan Prevalensi STK dibagian delivery PT ?PI? Jakarta , adalah sebesar 18,42%. Faktor umur dan status gizi berlebih mempunyai hubungan bermakna dengan STK sehingga pekerja dengan status gizi berlebih harus lebih waspada bila mendapatkan gejala- gejala STK.
Background : Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is one of the most common problems among work related musculoskeletal disorders. The changes transportation from bike to motorcycle has different diseases. This study was to conduct to identify the relationship between CTS and other related factors. Methodology : The research design was cross sectional, and the subjects were total sample (186 persons). The data was collected by interview, measuring body weight and height measure, physical examination and observation for repetitive movement. The number of samples examined was 152 persons. Result : The Prevalence of CTS was 18,42%. Analysis was done about several risk factors related to CTS such as age, low education, Body Mass Index (BMI) and work more than 15 years. The final results from analysis showed that there were only two variables significant and have relationship with CTS. The 40 years old and more is 6,392 more risk to get CTS than the age below (OR= 6,392; 95%CI= I, 846-22,137) and overweight employee is 13,685 more risk to get CTS than the normal and underweight. Conclusion : Prevalence of CTS in the workers who delivery letter by motorcycle were 18,42%. The risk factors who have relationship and significant with CTS were age over 40 years and overweight (BMI>25,0).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Susanto
Abstrak :
Tujuan: Untuk menilai tingkat sensitifitas dan spesifisitas ultrasonografi (USG) resolusi tinggi terhadap elektromiografi (EMG) dalam mendiagnosis sindroma terowongan karpal (STK). Bahan dan Cara: Penelitian ini merupakan uji diagnostik dari 30 pasien (44 sampel) dengan klinis sindroma terowongan karpal yang dilakukan pemeriksaan ultrasonografi resolusi tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan elektrorniografi sebagai baku emas. Kriteria diagnosis USG resolusi tinggi dibuat berdasarkan penemuan yang dilakukan oleh Calleja Cancho dick., Buchberger dick, serta Mesgarzadeh dick. Hasil: Dari perhitungan statistik didapatkan nilai sensitifitas, spesifisitas dan Kappa USG resolusi tinggi terhadap EMG adalah 97,1%, 60% dan 0,84. Kesimpulan: USG resolusi tinggi sensitif dalam mendiagnosis STK namun tidak spesifik. Didapatkan korelasi yang baik antara USG resolusi tinggi dan EMG.
Objective: The purpose of this study is to evaluate sensitivity and specificity of the high resolution ultrasonography as compare to electromyography to diagnose carpal tunnel syndrome (CTS). Methods: This cross sectional study evaluated the high resolution sonography of 30 consecutive patients (44 samples) with clinical CTS as compare with the electromyography as gold standard. The criteria used in the diagnosis of CTS with high resolution sonography was based on the findings as reported by Calleja Cancho et.al., Buchberger et.al., and Mesgarzadeh et.al. Results: Based on the statistics computation, we noted that the sensitivity, specificity and Kappa value are 97,1%, 60% and 0.84, respectively, for high resolution sonography as compare with the electromyography.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Putra
Abstrak :
Latar Belakang. Kuesioner Boston Carpal Tunnel Syndrome (BCTQ) merupakan kuesioner yang dikembangkan untuk menilai keluhan pasien sindrom terowongan karpal dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validasi dan reliabilitas kuesioner BCTQ ke dalam bahasa Indonesia. Metode. Melakukan adaptasi dan translasi transkultural, kemudian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner BCTQ versi bahasa Indonesia. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien dewasa dengan sindrom terowongan karpal yang datang ke Poliklinik Neurologi RSUPNCM yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil. Tiga puluh lima pasien memenuhi kriteria inklusi. Sebagian besar adalah perempuan (88,6%). Usia berkisar antara 45 tahun sampai 71 tahun, dengan prevalensi tertingi > 50 tahun (91,4%), pekerjaan sebagian besar subjek adalah sebagai ibu rumah tangga (77,1%). Pada uji validitas domain derajat keparahan gejala pada uji pertama memiliki nilai antara 0,484-0,781, pada retes didapatkan nilai 0,482 sampai 0,760, untuk domain status fungsional didapatkan nilai antara 0,495 sampai 0,825, dan nilai 0,615 sampai 0,783 pada retes. Hasil uji reliabilitas domain derajat keparahan gejala 0,876 pada uji pertama dan 0,874 pada uji kedua, untuk uji reabilitas domain status fungsional pada uji pertama sebesar 0,857 dan pada retes 0,854. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner oleh semua subjek kurang dari 10 menit, Kesimpulan. Kuesioner BCTQ versi Bahasa Indonesia valid dan reliabel dalam mengevaluasi keluhan serta gejala pada pasien dengan sindrom terowongan karpal. ......Introduction. Boston Carpal Tunnel Syndrome Questionnaire (BCTQ) is a questionnaire developed to assess complaints and symptoms of carpal tunnel syndrome patients in carrying out daily activities. Aim of this study is to gain a valid and reliable Indonesian version of BCTQ. Methods. Trancultural adaptation and translation from the original version to Indonesian version, then validation and reliability test are carried out. The population of this study was adult patients with carpal tunnel syndrome who came to the neurology department RSUPNCM and met the inclusion criteria. Thirty-five patients met the inclusion criteria, majority are women (88,6%). Age ranged from 45-71 years, with the highest prevalence >50 years old. Most of the subjects were housewife. The value of symptoms severity scale domain between 0,484-0,781 for first test, 0,482-0,760 on the retest. For domain functional status 0,495-0,825 in the first tests, and 0,615-0,783 for the retest. The reliability test for symptoms severity scale domain for the first test is 0,876 and 0,874 for the retest. The realiability test value for functional status 0,857 for the first test and 0,854 for the retest. The time needed to complete the questionnaire is under 10 minutes. Conclusion. Indonesian version of BCTQ is a valid and reliable instrument to be used as instrument in evaluate complaint and symptoms in patients with carpal tunnel syndrome.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernawan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan meningkatnya peran penggunaan tangan di bidang industri, rumah tangga dan perkantoran akan meningkatkan angka kejadian STK. Hal ini akan memiliki dampak negatif di bidang medis, sosial dan ekonomi. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) berguna sebagai penunjang dalam mendiagnosis STK. Kemajuan dalam kualitas dan portabilitas USG telah menempatkan USG sebagai alat pilihan dalam penelitian dan penerapan klinis di bidang neurologi. USG mudah dijumpai di pelayanan kesehatan, memiliki biaya yang murah, waktu pemeriksaan yang singkat dan tidak invasif, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik dalam mendiagnosis STK Metode. Desain penelitian berupa studi potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien Poliklinik Neurologi RSCM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek diperoleh secara konsekutif. Pada subyek dilakukan wawancara, pengisian kuesioner, pemeriksan fisik, elektroneurografi dan ultrasonografi di Poliklinik Neurologi RSCM. Dilakukan analisis data menggunakan perangkat SPSS 17.0 Hasil. Diperoleh 58 subyek tangan yang masuk kriteria inklusi. Sensitivitas dan spesifisitas kombinasi gambaran klinis dan USG adalah 86,04% dan 73,33%. Sedangkan akurasi kombinasi gambaran klinis dan USG sebesar 82,75%. Terdapat kesesuaian antara pemeriksaan kombinasi klinis dan USG dengan kombinasi klinis dan elektroneurografi dalam mendeteksi STK (kappa = 0,70). Kesimpulan. Nilai sensitivitas kombinasi gambaran klinis dan USG sama dengan elektroneurografi. Sedangkan spesifisitas kombinasi gambaran klinis dan USG lebih rendah daripada elektroneurografi. Kombinasi gambaran klinis dan USG dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksan dalam mendiagnosis STK
ABSTRACT
Background. Technological development and the increased use of hands in the fields of industrial, household and office space will increase the prevalence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS). This will have a negative impact on medical science, social and economic. Ultrasonography (USG) is useful to support diagnosis of CTS. Progress in the quality and portability of ultrasound has placed ultrasound as a chosen instrument in research and clinical application in the field of neurology. USG is easily found at the health centers, has a lower cost, a short examination time and not invasive, as well as having superior specificity and sensitivity is good enough in diagnosing CTS. Method. A cross-sectional sectional study was conducted. The research subject were patients of the Neurology Clinic of RSCM Hospital who meet all of the inclusion and exclusion criteria. Result. Fifthy eight hands were included in this study. The sensitivity and specificity of the combination of clinical features and ultrasonography were 86.04% and 73.33%. While, the accuracy of the combination of clinical features and ultrasonography was 82.75%. There is a conformity between the combination of clinical features and ultrasound with a combination of clinical picture and electroneurography in diagnosing CTS (kappa = 0.70) Conclusion. The combination of clinical features and ultrasonography has similar sensitivity with electroneurography. Meanwhile, the specificity of the combination of clinical features and ultrasonography is inferior to electroneurography. Thus, the combination of clinical features and ultrasonography can be used as an alternative to electroneurography in diagnosing CTS.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indah Lestari
Abstrak :

Latar BelakangCarpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kelainan neuropati perifer terbanyak pada ekstremitas atas akibat terjebaknya atau terjepitnya saraf medianus pada terowongan karpal. Pada pekerja seringkali diakibatkan oleh gerakan repetitif dengan fleksi dan ekstensi pada daerah pergelangan tangan, gerakan menggenggam erat, getaran. Kasus CTS merupakan gangguan muskuloskeletal pada ekstremitas atas yang mengakibatkan pembiayaan kesehatan yang besar, kurangnya produktivitas, hilangnya hari kerja hingga terjadinya disabilitas.

Tujuan : menilai efektivitas terapi nonoperatif bila dibandingkan dengan terapi operatif pada pasien dengan CTS.

Metode : Penelusuran artikel dengan menggunakan Pubmed dan Google Scholar dan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil pencarian artikel tersebut kemudian dilakukan telaah dengan menggunakan kriteria penilaian validitas, tingkat pentingnya hasil yang didapat pada penelitian tersebut, dan kemamputerapan.

Hasil : Studi dalam systematic review ini masih mencakup studi yang sedikit dan sangat heterogen dengan outcomes yang bervariasi sehingga secara clinical efficacy belum dapat diyakini bahwa salah satu intervensi lebih baik yang lainnya pada tatalaksana CTS. Hasil gabungan dari analisis subgrup berupa peningkatan fungsi, peningkatan gejala, peningkatan parameter neurofisiologis, dan biaya perawatan pada waktu tindak lanjut yang berbeda menunjukkan bahwa perbedaan tidak signifikan secara statistik antara kedua intervensi. Perbedaan komplikasi dan efek samping secara statistik signifikan dan pengobatan non operatif mencapai hasil yang lebih baik daripada operatif (OR= 2,03, 95% CI= 1,28-3,22, p= 0,003).

Kesimpulan : Tatalaksana pada pasien Carpal Tunnel Syndrome baik dengan intervensi operatif maupun non operatif memiliki keuntungan masing- masing. Hasil intervensi dari segi peningkatan fungsi, perbaikan gejala dan parameter neurofisiologi serta pembiayaan tidak ada ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Intervensi operatif dapat dilakukan apabila perawatan non operatif gagal.


Background : Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is the most common peripheral neuropathy in the upper extremities due to trapping or pinching of the median nerve in the carpal tunnel. In workers it is often caused by repetitive movements with flexion and extension on the wrist area, tight grasping movements, vibration. CTS cases are musculoskeletal disorders of the upper extremities with the most expensive health financing in the United States. In addition, it also causes loss of work days that exceed other occupational diseases other than fractures. CTS also results in large compensation expenditures, lack of productivity to disability.

Objective: to assess the effectiveness of nonoperative therapy when compared with operative therapy in patients with CTS.

Methods: Searching the articles by using Pubmed and Google Scholar as well as inclution and exclution criteria predetermined, articles were than performed using the assesment criteria of validity, importance, and ability applied

Results: The studies in this systematic review still include few and very heterogeneous studies with varying outcomes so that clinical efficacy cannot yet be believed that one of the other interventions is better in the management of CTS. The combined results from the subgroup analysis of improved function, improved symptoms, increased neurophysiological parameters, and treatment costs at different follow up times showed that the difference was not statistically significant between the 2 interventions. The difference in complications and side effects was statistically significant and nonoperative treatment achieved better results than operative (OR= 2.03, 95% CI= 1.28-3.22, p= 0.003).

Conclusion: The management of Carpal Tunnel Syndrome patients with both operative and non-operative interventions has their respective advantages. The results of the intervention in terms of improved function, improvement of symptoms and neurophysiological parameters and financing there is no significant difference between the two. Operative intervention can be done if non-operative care fails.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>