Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mustarani
"Hasil pemilihan gubernur di Provinsi Bengkulu yang dilaksanakan ternyata menimbulkan konflik politik. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pencalonan dan pemilihan dianggap tidak sesuai dengan aspirasi politik sebagian masyarakat Provinsi Bengkulu. Sebagian masyarakat Bengkulu telah menyampaikan aspirasi politiknya baik melalui media massa maupun memberikan masukan langsung kepada fraksi-fraksi yang ada di DPRD, namun apa yang dihasilkan oleh DPRD Provinsi Bengkulu tidak sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh masyarakat.
Terhadap fenomena perilaku politik dalam pemilihan kepala daerah tersebut, dilakukan penelitian dengan tujuan mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan Pemilihan Gubemur Provinsi Bengkulu Periode 1999-2004; dan mendeskripsikan masalah-masalah dalam pemilihan Gubernur Bengkulu. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan studi kepustakaan, teknik wawancara dan pengamatan.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka didapat pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Pelaksanaan pemilihan Gubernur Bengkulu periode 1999-2004 yang berlangsung pada masa perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 meliputi 5 tahapan. Pelaksanaan pemilihan ini tidak demokratis, karena sarat dengan intervensi Pemerintah Pusat, dan netralitas kinerja Panitia Pemilihan yang dibentuk dari unsur-unsur DRPD Provinsi Bengkulu pun layak diragukan. Meskipun pelaksanaan pemilihan Gubernur Provinsi Bengkulu periode 1999-2004 yang oleh sejumlah pihak dinilai menyisahkan sejumlah masalah, namun pemilihan tersebut tampaknya memberi dampak positif terhadap perkembangan demokrasi dalam kehidupan sosial politik masyarakat Provinsi Bengkulu.
Kedua, Ketidakpatuhan Fraksi Golkar dan Fraksi PDIP dalarrl pemilihan Gubernur Propinsi Bengkulu periode 1999-2004 terjadi karena adanya masalah kebijakan partai yang tidak konsisten, masalah perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan pada elit politik Iokal Berta ma211ah budaya politik yang timbul dari proses perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah.
Ketiga, Dalam proses pemilihan Gubernur Propinsi Bengkulu periode 1999-2004 teridentifikasi adanya masalah money politic. Masalah ini merupakan refleksi perilaku politik di antara sejumlah aktor politik yang mempunyai motivasi dan kepentingan tertentu, dengan mengabaikan kepentingan penyelenggaraan sistem politik yang berorientasi pada kepentingan politik masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandisosang, Yohanis
"Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) selama ini pada kenyataannya mengalami beberapa penyimpangan (distorsi) dari ketentuan perundang-undangan dengan politik oligarkhi dimana kepentingan partai bahkan kepentingan segelintir elit partai sering memanipulasi kepentingan masyarakat. Sementara ketentuan perundang-undangan banyak mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung secara demokratis, luber dan jurdil yang merupakan wujud dari semangat pemerintah untuk menciptakan dan mengembangkan kehidupan demokrasi di tingkat lokal. Salah satu tahap yang cukup penting dalam pelaksanaan pilkada yakni proses rekrutmen bakal calon oleh partai politik. Namun pertanyaan yang muncul adalah ; pertama, sejauhmana partai yang merupakan pintu satu-satunya dalam pengajuan calon telah membuka ruang bagi aspirasi calon dari luar partai. Ketentuan mengharuskan partai membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Kedua, apakah partai politik akan menjamin terlaksananya mekanisme yang demokratis dan transparan, melaksanakan konvensi penjaringan bakal calon yang diumumkan secara luas kepada masyarakat. Ketiga, Sejauhmana partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat dalam proses penetapan calon. Berdasarkan latar belakang singkat di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul : 'Model Rekrutmen Dalam Penentuan Bakal Calon Kepala Daerah (Studi Kasus Pilkada DKI Jakarta Periode 2007-2012)', dengan tujuan untuk : (a) mengetahui model rekrutmen dalam penentuan bakal calon kepala daerah pada pilkada DKI Jakarta. (b) mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada rekrutmen dalam penentuan bakal calon kepala daerah pada pilkada DKI Jakarta. (c) mengetahui dampak rekrutmen bakal calon kepala daerah terhadap ketahanan daerah. Hasil penelitian bahwa dalam proses rekrutmen yang dilaksanakan oleh partai dalam menentukan bakal calon kepala daerah pada Pilkada DKI Jakarta Periode Tahun 2007-2012, secara umum lebih cenderung menerapkan model rekrutmen terbuka dari pada model rekrutmen tertutup. Hal ini karena dalam penjaringan nama bakal calon lebih terbuka kepada umum atau bakal calon berasal dari berbagai kalangan yang bukan kader partai, umumnya melaksanakan proses seleksi yang melibatkan semua unsur partai misalnya melalui konvensi dan lebih memperhatikan kinerja yang dimiliki oleh bakal calon yang meliputi tingkat pendidikan, pengalaman jabatan maupun pengalaman organisasi. Namun demikian belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat misalnya masih terbatasnya akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam menilai track record bakal calon. Disamping itu, masih mempertimbangkan simbol-simbol yang melekat pada calon seperti agama, suku, putra daerah dan faktor latar belakang sosial ekonomi calon. Selanjutnya, faktor-faktor yang berpengaruh dalam rekrutmen bakal calon adalah faktor kinerja calon, faktor dukungan terhadap calon dan faktor ikatan primordial dimana pengaruhnya tergolong kuat dan signifikan. Artinya faktor-faktor tersebut menjadi aspek yang sangat penting bagi partai dalam menetapkan calonnya. Kinerja calon yang meliputi kecakapan yang ditunjang dengan tingkat pendidikan, keahlian, pengalaman dan kepribadian. Disamping kuatnya dukungan dari elemen-elemen masyarakat terhadap calon tertentu. Dan yang terakhir kuatnya sentimen primordial dengan calon dengan tujuan agar dapat meraih suara sebanyak-banyaknya dari masyarakat pemilih.

The processes of electing head of region held in many regions in Indonesia recently - in fact - led to some distortion to happen, distortion from regulation with oligarchy politic system where the goals and the needs of society are manipulated by the goals and needs of some political party. On the other hands the regulations that controlling and to establish the election processes to be democratically are the manifestation of government will to create and develop democratic spirit in local scope. A significant phase of the election process is the recruitment process of candidates from some political party. Therefore it led to some questions: Firstly, 'how far is the political party -that leads to the open door of opportunity on proposing its candidates- opening the space for aspirations of other political party's candidates' The regulation says that a political party should open the door of opportunity widely for the personal candidates through transparent and democratic mechanism. Second, 'is there any guarantee from political party upon having transparent and democratic mechanism, and openly to public in doing any selection convention of candidates' Thirdly, 'how far can the political party give any attention to accept society's responses on process of electing candidates' Based upon brief background explanation above, the researcher attempt to do some research entitled 'Recruitment patterns on electing the candidates of head of region (Study on case of Pilkada DKI Jakarta 2007-2012 period)'. The aims are: (a) knowing the recruitment patterns on electing the candidates of head of DKI Jakarta region. (b) Conveying the affecting factors on recruitment towards the electing the candidates of head of DKI Jakarta region. (c) To study the effect of recruitment of candidates on regional scope defense. The results of the research is that in applying recruitment process of electing candidates in DKI Jakarta 2007-2012 period, the system used is the open recruitment. This system is used because in the candidates are more likely come from public and the selection process of candidates is openly to public view. In other words they came from any segment of society and not from any political party directly. The selection process are involving many substantial of every political party, through some conventional and pay attention more on the works performance of candidates such as, educational history, job experience or organizational experience. Yet, still on some segment of the society the candidates do not meet with their expectation, for the limited access of public to track the record of candidates, consideration based on religion, ethnic, and also social-economic background. Next, the factors that affect on the recruitment of candidates are their works performance factor, supporting factors toward candidates, and also primordial bounds factors that are significant and strong. It means that all those factors are important aspects to political party in setting their candidates. The performance works are supported by educational background, skill, experience, personalities of candidates. Supporting factors can be seen from every segment in society support the candidates. The last is the strength of primordial sentiment on candidates to gain vote as many as possible from the public."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jean Alvin Sinulingga
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji analisis efektivitas pemberdayaan personel Satuan Brimob Polda Kalimantan Timur dalam penanganan konflik pilkada di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2015. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat bentuk pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan oleh Satuan Brimob Polda Kalimantan Timur. Dalam upaya pengamanan pilkada harus melakukan pemberdayaan sumber daya manusia secara benar dan efektif agar dapat mengantisipasi potensi-pontesi konflik. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam suatu manajemen organisasi. Peran manajer atau pimpinan menjadi penting dalam melakukan pemberdayaan sumber daya manusia secara efektif bila mampu memenuhi 6 dimensi yaitu kemampuan, kelancaran, konsultasi, kerja sama, membimbing, dan mendukung. Penelitian ini berbentuk penelitian studi kasus dengan mengunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini memfokuskan pada efektivitas pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan oleh personel Satuan Brimob Kaltim yang berlokasi di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Teknik analisis data dengan melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan data yang dilakukan pengujian data secara triangulasi, analisis kasus negatif, dan menggunakan bahan refrensi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum adanya efektivitas dalam upaya pemberdayaan sumber daya manusia yang dilakukan oleh Satuan Brimob Polda Kalimantan Timur bila dilihat dari dimensi kemampuan, kelancaran, konsultasi, kerja sama, membimbing, dan mendukung. Dalam penanganan pengamanan pilkada calon gubernur dan calon wakil gubernur di provinsi Kalimantan Utara juga belum efektif dalam pelaksanaan.

This research aims to analyze effectiveness of empowerment East Kalimantan local police Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit in handling conflict of 2015 Election in North Kalimantan Province. This research also intends to look at the form of human resource empowerment done by East Kalimantan Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit. In attempt to have a safe Election, human resource empowerment must be done correctly and effectively in order to anticipating potential conflicts. Human resource empowerment is one of the keys to success in a organizational management. The role of manager or leader becomes important in empowering human resource effectively if able to fulfill 6 dimesions; enabling, facilitating, consultating, collaborating, mentoring, and supporting. This research is conducted in the form of case study using a type of descriptive research with a qualitative approach. This research is focused on effectiveness of the empowerment of East Kalimantan Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit located in East Kalimantan and North Kalimantan. Data for this research is collected by using non-probability sampling with purposive sampling method. This research is analyzed by doing data reduction, data presentation, data conclusions which done by triangulation data testing, analysing negative cases, dan using references. The result of this research concluded that there is no effectiveness yet in empowering human resource done by East Kalimantan Mobile Brigade Corps (BRIMOB) unit if seen from capability, continuity, consultation, cooperation, guiding and supporting dimensions. The implementation of handling Regional Election for Governer and Vice Governor Candidates security is also not effective yet."
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T55474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyo Hari Priyono
"Berbeda dengan studi sebelumnya yang berfokus pada pengaruh pemilihan umum terhadap belanja anggaran, studi ini berfokus pada perbedaan perilaku  belanja anggaran antara daerah yang memiliki petahana yang memutuskan untuk maju kembali pada pilkada 2015 dengan daerah di mana petahana sudah menjalani dua periode. Asumsi yang digunakan pada studi ini adalah para petahana yang maju kembali seringkali mencoba memaksimalkan pengaruh mereka agar terpilih kembali, sementara petahana yang sudah tidak dapat mencalonkan diri kembali akan bertindak lebih konservatif.
Studi ini menggunakan metode OLS untuk menganalisa perilaku oportunistik daerah terkait penggunaan anggaran daerah yang kepala daerahnya dapat maju kembali dan yang tidak dapat maju kembali pada pemilihan kepala daerah secara serentak tahun 2015 di 237 kabupaten/kota. Untuk itu, studi ini menganalisa kebijakan fiskal kepala daerah melalui pos-pos pengeluaran tertentu yang diduga dapat menarik simpati pemilih seperti total belanja daerah, belanja investasi, serta anggaran diskresi baik secara total maupun detil yang terdiri dari belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja bantuan keuangan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan perilaku belanja antara daerah yang memiliki petahana yang maju kembali dalam pemilukada dan yang sudah dua periode kecuali pada komponen belanja hibah. Di daerah di mana petahana dapat dipilih kembali dan memutuskan untuk ikut pemilukada kembali, belanja hibah cenderung lebih tinggi pada tahun dilaksanakannya pilkada. Selain itu, pada kabupaten/kota tersebut, semakin tinggi pengeluaran hibah pada tahun sebelum pilkada disertai oleh penurunan anggaran hibah pada tahun pilkada.

Unlike other studies that focus on election time effect on budget spending, this study focuses on the difference in spending policy behavior between regions that have eligible incumbent and decide to re-run in the 2015 election and regions that have the last period incumbent. Hypothetically, incumbents who seek to gain electoral support have opportunity and power to enhance their re-election prospect by increasing their targeted expenditures in the times leading to the election time, while the last term period incumbents will act oppositely.
OLS cross-sectional data used to analyze politicians’ behavior on fiscal spending policy. We try to find whether re-running eligibility leads them to behave differently compared to lame ducks in 237 municipalities. The level of targeted expenditures to attract voters we use in this study are budget total spending, investment spending, and discretionary funds, both as aggregate, and as disaggregated funds which consisting  grants aid, social assistance expenditures, and financial aid.
In general, the results obtained shows that there is no difference behavior between regions that have re-running incumbent and regions that have last period incumbent except in grant subcomponent. Compared to regions that had lame ducks, grant expenditure tends to be higher on election year in regions that have re-running incumbent. Also, the higher grant expenditure in a year before election, the lower grant expenditure during election year in those regions.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswantana Putri Rachmatika
"Indonesia merupakan Negara hukum yang menganut paham demokrasi dan menerapkan sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat atau yang lazim disebut system pemerintahan demokrasi. Implikasi dari asas demokrasi dan kedaulatan rakyat itu adalah dilaksanakannya Pemilu. Pada tahun 2004, Pemilu Presiden dilakukan dengan mekanisme pemilihan langsung. Hal ini ternyata membawa pengaruh terhadap pelaksanaan Pilkada hingga akhirnya DPR membuat seperangkat aturan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan Pilkada secara langsung yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pilkada.
Dalam peraturan ini, Pilkada masuk dalam rezim pemerintah otonomi daerah, sehingga penyelesaian sengketa Pilkada berada pada kewenangan Mahkamah Agung, bukan Mahkamah Konstitusi seperti dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Pada perjalanannya, penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Agung banyak justru menambah permasalahan semakin kompleks, baik dari segi jangka waktu penyelesaian yang berlarut-larut, materi putusan yang banyak menimbulkan kontroversi dan bahkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan Mahkamah Agung untuk dapat menyelesaikan sengketa pilkada dengan cara mempraktikkan sistem peradilan yang bersih, cepat, dan murah. Banyaknya masalah penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Agung menimbulkan keinginan untuk memasukkan pilkada sebagai rezim Pemilu sehingga konsekuensinya adalah penyelesaian sengketa pilkada diselesaikan di Mahkamah Konstitusi.
Pada akhirnya pembuat undang-undang memasukkan pilkada dalam rezim Pemilu dengan melakukan Perubahan Kedua Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 dengan membentuk Undang-Undang No. 12 tahun 2008 yang dalam pasal 236C menyatakan bahwa penyelesaian sengketa Pilkada diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan-permasalahan yaitu apakah peralihan kewenangan penyelesaian sengketa Pilkada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi merupakan hal yang konstitusional dan apakah peralihan kewenangan tersebut dapat menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif sehingga dalam menjawab permasalahan-permasalahan tersebut menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan perbandingan.

Indonesia is a country that adopted the law understand and apply democratic system of government based on sovereignity of the people or the prevalent system of government called democracy. Implications of the principle of democracy and the sovereignty of the people is the implementation of elections. In 2004, the Presidential Election is done with the direct election mechanism. This appeared to bring the influence of the implementation of the elections eventually the House of Representatives to create a set of rules that is used as a tool for direct election of regional to the Act No. 32 of 2004 on Local Government and the Government Regulation No. 6 of 2005 on Direct Election of Regional.
In this rule, the elections included in the regional autonomy regime, so that disputes are on the election authority the Supreme Court, not the Constitutional Court as in the legislative election and the Election of the President. On the journey, direct elections of regional settlement of disputes in the Supreme Court would add a lot more complex problems, both in terms of the settlement period of sustained, the decision that a lot of controversy and even distrust of the ability of people to the Supreme Court can resolve disputes in a way direct election of regional practice system the clean, fast, and cheap. The many problems the settlement of disputes in the Supreme Court direct elections of regional desirable to enter Election regime as a consequence so is the settlement of disputes pilkada completed in the Constitutional Court.
In the end, legislator enter direct election of regional regime in elections by making changes Second Act No. 32 of 2004 established the Act No. 12 of 2008 which states in Article 236C that election disputes are resolved in the Constitutional Court. This research is an attempt to answer the problems, namely whether the transition of authority from the election of regional dispute by Supreme Court to Constitutional Court is a constitutional authority and whether the transition can guarantee legal certainty in the implementation of democracy in Indonesia. This type of research is the study of law so that in a normative problems by using the method of approach to legislation, the concept of the approach, and comparative approach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25996
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marifan Ayu Kencana
Bandung: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I LAN , 2007
324.6 MAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mau, Yoyarib
"Skripsi ini mengemukakan tema politik, terutama rekrutment calon anggota DPRRI dari kalangan preman oleh partai politik, sebagai sebuah persoalan politik yang dilakukan oleh sejumlah partai politik pada era reformasi. Partai Politik sebagai institusi yang melakukan rekrutment, menjadikan preman sebagai salah satu sumber rekrutmen calon anggota legislatif. Ormas kepemudaan sebagai salah satu sumber rekrutment caleg untuk diteliti, mengingat peran ormas kepemudaan sebagai tonggak dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan spirit militnasi yang tinggi serta proses kaderisasi yang terstruktur dan sistematis. Namun kemudian organisasi yang distigmakan sebagai organisasi preman tetap menjadi daya tarik bagi partai politik untuk menjadikannya sebagai sumber rekrutmen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara. Perilaku partai politik yang menjatuhkan sumber rekrutmen calon berasal dari preman, Peta dan kekuatan Preman dalam sejarah Indonesia, Preman-preman yang terpilih sebagai Anggota Legislatif, Dampak rekrutment dari pada preman bagi kinerja legislatif yang terpilih pada Pemilu Legisltif 2009.

This study proposes political theme, especially recruitment of RI Parliament Member Candidate by political parties as a political issue in the reformation era. Political party as an institution which conducts recruitment, makes civilian as a recruitment source candidate of legislative member. Civilian, as a recruitment source is an interesting one to study by considering that organization is the place for the civilian runs caderization process has a very important role in the history of the nation. But later on the organization that is stigmated as a civilian organization is alwasys interesting for political party to make it as a recruitment sources. This tudy uses qualitative method with descriptive design. Data obtained from literature study and interview. Political party behavior which determines source of candidate recruitment comes from civilian. The map and the power of civilian in Indonesia history, civilians elected from as the members of legislative. The effect of recruitment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Erfa Redhani
"ABSTRAK
Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Melalui Peradilan Khusus Desain penyelesaian sengketa pilkada di Indonesia belum terintegrasi dengan baik sehingga seringkali aspek keadilan pemilu electoral justice guna untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil free and fair election belum tercapai. Padahal penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah seharusnya melihat sisi efektifitas dan efisiensi dari lembaga yang menangani sengketa tersebut. Dalam hal penyelesaian sengketa hasil pilkada, terdapat banyak pergantian terkait dengan lembaga yang menanganinya. Hal ini disebabkan oleh penafsiran dari pilkada bagian rezim pemilu atau pemerintahan daerah. Terakhir, UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur tentang Pilkada menentukan bahwa penyelesaian sengketa hasil pilkada ada pada Badan Peradilan Khusus. Sebelum adanya peradilan khusus tersebut, Mahkamah Konstitusi masih berwenang untuk mengadili sengketa hasil pilkada. MK menjadi peradilan transisi sebelum adanya badan peradilan khusus yang harus dibentuk sebelum pilkada serentak Tahun 2024. Desain badan peradilan khusus pilkada yang ditawarkan dalam tesis ini tidak hanya mengadili dan menyelesaikan sengketa hasil pilkada, namun juga mengintegrasikan sengketa pilkada lainnya yang memungkinkan untuk diintegrasikan. Sesuai dengan amanat UU Kekuasaan Kehakiman yaitu ada 2 dua syarat formal yang harus dipenuhi dalam membentuk badan peradilan khusus yaitu dibentuk dibawah salah satu lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung dan dibentuk dengan undang-undang. Peradilan khusus pilkada tersebut dibentuk dibawah lingkungan peradilan tata usaha negara dengan kewenangan mengadili sengketa hasil pilkada dan mengadili perselisihan tata usaha negara mencakup juga perselisihan pemilihan sebagaimana yang ada pada UU 10 Tahun 2016 . Kata Kunci : Sengketa, Pilkada, Peradilan Khusus.

ABSTRACT
Dispute Resolution of Region Election Through Special Court The dispute resolution design for regional elections in Indonesia has not been well integrated so often the aspects of electoral justice in order to create free and fair election have not been reached. Whereas the resolution of the dispute over the regional head election should see the effectiveness and efficiency of the agency handling the dispute. In the case of dispute resolution of election results, there are many changes related to the agency that handles it. This is due to the interpretation of elections to the election regime or regional government. Finally, Law Number 10 Year 2016 which regulates the Pilkada determines that the resolution of the dispute over the election results is on the Special Court. Prior to the special judiciary, the Constitutional Court is still authorized to adjudicate election disputes. The Constitutional Court becomes a transitional justice before the existence of a special judicial body that must be established before the elections simultaneously in 2024. The design of the special election court body offered in this thesis not only prosecutes and resolves the dispute over election results, but also integrates other electoral disputes that allow for integration. In accordance with the mandate of Judicial Power Law, there are 2 two formal requirements that must be fulfilled in forming a special judicial body that is formed under one of the court environment under the Supreme Court and established by law. The special election court is established under the administrative court of the state with the authority to adjudicate electoral dispute cases and adjudicate state administrative disputes including electoral disputes as well as in Law Number 10 Year 2016 . Keywords Disputes, Regional head elections, Special Court "
2017
T48881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jayaraman Deepa Aztika
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya minat masyarakat Tamil Medan yang merupakan kelompok diaspora India di Indonesia terhadap politik namun terbatasnya tulisan ilmiah yang tersedia mengenai hal tersebut. Penelitian ini berlokasi di kota Medan dengan fokus kajian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat Tamil dalam pemilihan kepala daerah kota Medan tahun 2015. Penelitian dilakukan pada bulan Maret tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik penarikan sample Snowball Sampling karena subjek penelitin ini merupakan subjek yang memiliki kekhususannya tersendiri. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Statistic Package for Social Sciences (SPSS).
Hasil pengolahan data kemudian dianalisis melalui tabulasi silang dan uji statistik Chi Kuadrat. Hal-hal tersebut dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tamil pada Pilkada kota Medan tahun 2015. Kerangka Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perilaku memilih (voting behavior) yang mencakup faktor sosiologis (jenis kelamin, agama, umur, dan pendidikan) dan faktor psikologis (identifikasi partai).
Temuan penelitian ini adalah: pertama, dari 4 faktor sosiologis yang diuji yakni jenis kelamin, agama, pendidikan, dan umur hanya umur yang terbukti dapat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tamil pada Pilkada kota Medan tahun 2015; kedua, terdapat pola yang menunjukkan identifikasi partai masyarakat Tamil terhadap 3 partai yaitu Golkar, Gerindra, dan PDIP. Temuan penelitian ini mengafirmasi pengaruh faktor umur dalam faktor sosiologis dan identifikasi partai dalam faktor psikologis sebagaimana yang dikemukakan oleh Hugh A. Bone & Austin Ranney pada penelitian mereka.

This thesis is motivated out of the concern from the rise of interest from Medan Tamil community who is a group of Indian diasporas in Indonesia towards politic yet there is only a limited academic writing given to this issue. This research was conducted in the city of Medan by focusing on factors that influenced the voting behavior of Tamil people in the 2015 Medan mayoral election. This study was conducted in March, 2018. This study used a quantitative method along with snowball sampling technique as the subject of this research is of specific nature. Data processing is done using the Statistical Package for Social Sciences (SPSS) program.
The results of the proceed data were then analyzed through cross tabulation and Chi Square statistical test. These things are done to find factors that can influence the voting behavior of the Tamil community in 2015 Medan mayoral election. The theoretical framework used in this study is the voting behavior theory which involves sociological factors (gender, religion, age, and education) along with psychological factors (party identification).
Finding of this study consist of two points; first, out of 4 sociological factors tested only age proved to have an influence once the voting behavior of Tamil community in 2015 Medan mayoral election; second, there is a pattern identified in the voting behavior of Tamil community which shows party identification towards 3 political parties namely Golkar, Gerindra, and PDIP. The findings of this study confirm the influence of age as part of the sociological factors and party identification as part of the psychological factors as stated by Hugh A. Bone & Austin Ranney in their research.
"
Depok: Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Wahyu Widyawati
"ABSTRAK
Pemilukada DKI Jakarta 2017 diwarnai dengan pertarungan wacana antara wacana pro kebinekaan dengan wacana anti kebinekaan. Penelitian ini memetakan wacana kebinekaan yang hadir pada saat pemilukada DKI Jakarta 2017 dalam rangka menggali strategi berkampanye pasangan Basuki-Djarot. Melalui penelitian ini, wacana kebinekaan dilihat sebagai suatu bentuk perlawanan terhadap wacana anti kebinekaan yang muncul di masyarakat Jakarta selama momen pemilukada DKI Jakarta 2017. Penelitian ini menggunakan teori wacana oleh Michael Foucault untuk membongkar bagaimana objek bekerja membentuk wacana dan bagaimana wacana tersebut dilatarbelakangi oleh sebuah ideologi. Hasil dari penelitian ini adalah adanya persamaan dan perbedaan dalam kedua genre kampanye Basuki-Djarot wayang kulit dan flash mob . Kesamaan dua genre itu terdapat dalam latar belakang ideologi yang diangkat yaitu ideologi nasional dimana menonjolkan persatuan dan kesatuan sedangkan perbedaannya terdapat pada bentuk, penggunaan bahasa, sasaran audiens , dan isu yang diangkat. Wayang kulit mengangkat isu Islam universal sebagai strategi melawan wacana anti kebinekaan. Di sisi lain flash mob menyuarakan aspirasi pendukung Basuki-Djarot melalui partisipasi massa yang mencerminkan pendukung yang solid.

ABSTRACT
2017 Jakarta SCR Gubernatorial Election was full of controversy between kebinekaan and anti kebinekaan discourse. This research focuses on kebinekaan discourse in the 2017 Jakarta SCR Gubernatorial Election as a part of the campaign strategy. Through this research, kebinekaan is shown as a strategy against anti kebinekaan discourse which was spread among the people of Jakarta during the Election time. The research uses discourse theory by Michael Foucault, to show how object works on forming the discourse and the ideology that works as background. This research reveals that there are both similarities and differences between the puppet performance and flash mob as the campaign strategy from Basuki Djarot rsquo s side. The similarities can be found in the ideological background, in this case, the nationalism and the unity in diversity notion, while the differences are shown in the use of language, audience, and issue they want to show. The main issue found in the Puppet performance is Islam universalism that is used against anti kebinekaan issue. On the other hand the flash mob articulates the aspiration of Basuki Djarot rsquo s supporters through mass participation that reflects a solid supporter. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>