Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Nurhayati Qodriyatun
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perrnasalahan lingkungan hidup di daerah. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, dengan meiakukan penguatan kelembagaan lingkungan hidup di daerah. UU No. 2211999 Pasal 60 hingga Pasal 68 mengatur tentang organisasi perangkat daerah, yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 8/2003. Untuk melaksanakan PP tersebut, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan SKB No. O1ISKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2003 dan PP No. 9 Tahun 2003. Lampiran SKB tersebut pada II angka 6.c. butir 6 menyebutkan bahwa fungsi-fungsi yang selama ini diwadahi dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah seperti fungsi lingkungan hidup, pewadahannya dilakukan dalam bentuk Dinas Daerah. Penyesuaian bentuk kelembagaan tersebut dilakukan selambatlambatnya dua tahun sejak ditetapkan PP No. 8/2003, yaitu 17 Pebruari 2005. Ketentuan tersebut dipertegas dengan Surat Mendagri No. 660.1/17281Bangda tanggai 20 Oktober 2003. Bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah saat ini masih beranekaragam. Ada yang berbentuk Magian dalam Sekretariat Daerah, ada yang berbentuk Dinas Daerah (baik yang berdiri sendiri maupun yang bergabung dengan dinas lainnya), dan ada yang berbentuk Lembaga Teknis Daerah (Badan atau Kantor)). Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mengidentifikasi dan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kelembagaan lingkungan hidup di daerah; (b) mengidentifikasi bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang dipilih oieh daerah; dan (c) mencari bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang ideal di daerah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus yang bersifat multikasus dan eksploratoris. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2004 -- Januari 2005 di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota Depok, dengan alasan (a) menghemat waktu, biaya, dan tenaga; (b) ketiga daerah tersebut memenuhi kriteria untuk penelitian multikasus pada kasus penerapan PP No. 8/2003; (e.) ketiga lembaga di ketiga daerah penelitian mcrupakan pelaksana kewenangan lingkungan hidup di daerah. Data dikumpulkan dengan metode studi dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara mendalam kepada 30 orang pejabat yang menangani lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di daerah, yang dipilih secara purposive. Data dianalisis dalam tiga tahap. Panama, analisis terhadap peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kelembagaan lingkungan hidup di daerah dan bagaimana pelaksanaannya secara naratif. Kedua, dilakukan analisis terhadap bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang dipilih daerah setelah diberlakukannya PP No. 8/2003 secara naratif. Ketiga, dilakukan analisis kelembagaan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mencari solusi yang tepat bentuk kelembagaan Iingkungan hidup di daerah. Berdasarkan basil penelitian, ada beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah, yaitu Pasal 60 - Pasal 68 UU No. 22/1999, PP No. 812003, SKB Meneg PAN dan Mendagri No. 011SKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003. Kemudian Mendagri mengeluarkan surat No. 660.11I7281Bangda Tanggal 20 Oktober 2003 yang menghimbau daerah untuk mewadahi kelembagaan lingkungan hidup di daerah dalam bentuk Dinas Daerah, dan penyesuaiannya paling Iambat 17 Februari 2005. Namun disisi lain, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menlh) mengeluarkan surat No. B.24661MENLH10412003 tentang penataan kelembagaan lingkungan hidup daerah, yang menghimbau daerah agar (1) kelembagaan lingkungan hidup di daerah berbentuk Dinas ataupun Badan; (2) ada di setiap Provinsi dan KabupatenlKota; (3) berdiri sendiri; dan (4) penyesuaiannya tidak dilakukan secara terburu-buru. Berkaitan dengan pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah, hanya Kota Depok yang telah melaksanakan PP No. 8/2003, dengan mengabaikan scoring. Bagian Lingkungan Hidup di Setda Kota Depok berubah menjadi Dinas Daerah, dengan nomenklatur Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Sementara itu, kelembagaan lingkungan hidup di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang tidak berubah. Kelembagaan Iingkungan hidup di DKI Jakarta tetap berbentuk LTD ( nomenklatur BPLHD), dan di Kota Tangerang tetap berbentuk Dinas Daerah (nomenklatur DLH). Setiap bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang ada mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun dengan menggunakan AHP dan mengacu pada PP No. 812003, didapat bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang ideal, yaitu Dinas Daerah. Kesimpulan: (1) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah adalah PasaI 60 - PasaI 68 UU No. 2211999, PP No. 8/2003, dan SKB Meneg PAN dan Mendagri No. 0IISKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003. Dad SKB Meneg PAN dan Mendagri keluar dua ketentuan yang berbeda tentang kelembagaan lingkungan hidup di daerah. Mendagri mengeluarkan surat No. 660.11I7281Bangda tanggal 20 Oktober 2003, dan Menlh mengeluarkan surat No. B.24661MENLI-110412003. Kedua surat tersebut berisi ketentuan tentang kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang berbeda. (2) Kelembagaan lingkungan hidup DK1 Jakarta tetap berbentuk Badan, Kota Tangerang berbentuk Dinas, dan Kota Depok berbentuk Dinas. (3) Kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang ideal adalah Dinas Daerah. Penulis menyarankan: (1) Perlu koordinasi antar instasi terkait dengan Iingkungan hidup dalam mengeluarkan kebijakan public, agar tidak terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut; (2) Kelembagaan Iingkungan hidup di daerah seyogyanya bcrbentuk dinas daerah, disertai dengan kesiapan personalia, prasarana dan sarana, scrta pendanaan (3P) yang memadai; (3) Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efektifitas dan efisiensi masingmasing bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah baik dari segi struktur organisasi, professionalisme Sumber Day Manusia (SDM) aparatur, dan pendanaan.
The environmental problem at the district was form the background of this research. One of the efforts to solve this problem is through institution policy. Article 60 to article 68 Act No. 2211999 regulated the organization of district equipment, which it has been spelled out by Government Regulation No. 812003. To bring out this government regulation, State Minister for Control of Machinery of State and Minister for Internal Affairs published letter of agreement No. 011SKBIM.PAN1412003 and No. 1712003 about instruction of implementation of Government Regulation No. 812003 and No 912003. Appendix II number 6.c. point 6 this letter declared that the provision of environmental function at the district is in form of Government Implementing Agency. The limit to adapt such environmental institution at the district is within two years after the determined of Government Regulation No. 812003, February 17th 2005. This stipulation is clarified by letter of Minister for Internal Affairs No. 660.1117281Bangda, October 20th 2003. There are many types of environmental institution at the district, as Support Division, Government Implementing Agency (either independent Environmental Government Implementing Agency or merge with other Government Implementing Agency), and Certain Implementing Task Agency (Agency or Office). The objectives aims of this research are : (I) to identify and record the regulation of environmental institution at the district; (2) to identify the type of environmental institution at the chosen by district, and (3) to seek ideal type of environmental institution at the district. As qualitative research, this research was a case study with multi cases and explorative. The research was done on December 2004 - January 2005 in nature Jakarta, the Capital City, Tangerang City, and Depok City. Reasoning of chosen the three location are (a) to be thrifty with time, cost, and energy; (b) the three locations represent three types of organization at the district based on Government Regulation No. 812003; (c) the three institutions in the three locations are implementer of environmental authority at the district. Data were collected by documentation study, observation, and in-depth interview methods. Thirty (30) officials who handled environmental problem at the center or district government were respondents' research. There were three stages analysis. First, regulation of environmental institution at the district and how it is being implemented which was analyzed descriptively. Second, to analysis the type environmental institution chosen by the district after the declaration of Governmental Regulation No. 812003. Third, to find ideal environmental institution at the district using Analytical Hierarchy Process (AHP). The result of research saws that regulation which based on environmental institution at the district was article 60 to 68 of Act No. 22/1999, Governmental Regulation No. 812003, and letter of agreement State Minister for Control of Machinery of State and Minister for Internal Affairs No. 0i/SKBIM.PAN1412003 and No. 17/2003. Then Minister for Internal Affairs published letter No. 660.1117281Bangda, at October 20th 2003, which suggest the environmental institution at the district to change into Governmental Implementing Agency, and the limit to adapt such environmental institution at the district is within February l7`~ 2005. On the other side, State Minister of Environmental Affairs took letter outside No. B.2466fMENLH104/2003 about structuring the environmental institution on the district level. This letter suggest (I) the environmental institution has the form of a Government Implementing Agency or Agency (Certain Implementing Task Agency); (2) it is in each province or district; (3) independent; and (4) unhurried to adapt.Implementation of Government Regulation No. 812003 on environmental institution only happened in Depok City, although it is within scoring. Environmental section on Support Division of Depok City became Sanitation and Environmental Government Implementing Agency. Therefore, the environmental institution in Jakarta and Tangerang were the same as before. In Jakarta, it was Environmental Management Agency of Province Jakarta. In Tangerang, it was Environmental Government Implementing Agency of Tangerang City.Each types of environmental institution had positive and negative sides, but Government Implementing Agency was the best institutions to handle environment problem at the district. Conclusion: (1) the regulation which based on environmental institution at the district was article 60 to 68 Act No. 2211999, Government Regulation No. 812003, and letter of agreement between State Minister for Internal Affairs No. 011SKNIM.PAN1412003 and No. 17/2003. Based on letter of agreement of two ministers, Minister for Internal Affairs publish letter No. 660.111728Bangda at October 20th 2003, and State Minister of Environmental Affairs published letter No. B.2466IMENLH/04/2003. Those two letters content with different policy about environmental institution at the district. (2) The Environmental Institution in Jakarta still Agency, in Tangerang City is Government Implementing Agency, and in Depok City is Government Implementing Agency too. (3) The best environmental institution at the district is Government Implementing Agency. Therefore, the writer suggest: (I) the need coordination between institutions of state during policy making, on order not to confuse the implementation; (2) it is best to change the environmental institution at the district become Government Implementing Agency, with human resources, infrastructure, and financing preparation to support it; (3) the need for more research about effectiveness and efficiency of each types of environmental institution at the district from structuring of organization, professionalism of apparatus, and financing sides.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prionggo Aji Saputra
Abstrak :
Permasalahan lingkungan yang paling sering dibicarakan oleh banyak orang saat ini adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan salah satu hiperobjek yang terjadi di dunia saat ini dan menjadi suatu bahasan yang hangat diperbincangkan. Salah satu akar masalah dari hal tersebut adalah kesadaran ekologis yang kurang. Hal ini yang kemudian disoroti dalam pemikiran ekologis Timothy Morton. Penelitian ini berupaya untuk membedah persoalan ekokritisme konvensional yang tidak cukup komprehensif memandang permasalahan ekologis yang luas, dan menginvestigasi lebih mendalam tentang pemikiran ekologis Timothy Morton. Pada akhirnya penelitian ini diarahkan pada pemikiran ekologis sebagai bagian dari refleksi kehidupan sehari-hari dan peningkatan kesadaran ekologis sebagai fondasi dalam memberikan pemaknaan terhadap lingkungan hidup yang lebih berkelanjutan. Pemikiran ekologis memberikan pandangan relasi ontologis yang setara antara manusia dengan lingkungan hidup ......The most talked about environmental issue by many people today is global warming. Global warming is one of the hyperobjects that occurs in the world today and is a hotly discussed topic. One of the root causes of this is the lack of ecological awareness. This is then highlighted in the ecological thought put forwarded by Timothy Morton. This research seeks to dissect the problem of conventional ecocriticism that is not comprehensive enough to view broad ecological problems and investigate more deeply about Timothy Morton’s ecological thought. In the end, this research is directed at ecological thinking as part of daily life reflection and increasing ecological awareness as a foundation in giving meaning to a more sustainable environment. Ecological thinking provides a view of an equal ontological relationship between humans and the environment
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
Abstrak :
ABSTRAK
Penanganan Limbah lndustri Tekstil di DKI Jakarta

ix + 58 halaman, 10 tabel, 14 gambar, 18 lampiran

lndustri tekstil yang dijadikan obyek studi adalah industri tekstil yang berada di wilayah DKI Jakarta. Dalam usaha pengembangan teknologi pengolahan, dilakukan pendekatan penelitian dengan perolehan data primer dan sekunder, yang meliputi kegiatan pendataan penyebaran industri tekstil di DKI Jakarta, observasi serta analisa proses produksi, pengambilan dan pemeriksaan sample air limbah, pengisian kuesioner oleh industri dan analisa parameter COD terhadap simuiasi pengolahan yang telah dilakukan.

Jenis industri tekstil di DKI Jakarta sebagian besar merupakan industri garment, pertenunan dan perajutan. Jumlah industri tekstil yang di data sebanyak 42 buah., dimana sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jakarta Timur dan Barat. Dalam penelitian ini proses produksi industri tekstil terbagi atas 3 kategori yaitu industri pemintalan, pencelupan/pencapan/finishing dan pertenunan-pencelupan/pencapan/finishing.

Karakteristik limbah yang dihasilkan dari ke 3 proses produksi tersebut umumnya memiliki kandungan COD, BOD, TSS, alkalinitas, warna, logam berat (Zn, Cr, Pb, Hg) di atas baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Tingkat pencemaran biasanya diukur dengan COD, dimana dalam penelitian ini berkisar antara 500 - 1643 mg/I. Angka perbandingan BOD/COD berkisar antara 0.42 - 0.63, hal ini memperlihatkan bahwa sistim pengolahan yang tepat adalah dengan mensimulasikan pengolahan kimiawi sebelum pengolahan bioiogis. Untuk itu pengolahan kimiawi ini akan didasarkan pada analisa Jar test dari proses Koagulasi-Fiokulasi yang telah dilakukan dalam removal COD terhadap 16 industri tekstil.

Hasil simulasi pengolahan limbah cair industri tekstil tersebut menunjukkan konfigurasi sistim dari pengolahan primer yang berintikan proses kimia (Koagulasi dan Flokulasi) dan proses fisik (Sedimentasi), pengolahan sekunder dari proses biologis Activated Sludge serta pengolahan tersier yang berintikan prosas Adsorpsi Karbon Aktif ataupun Filter Zeolit. Strata pengolahan yang ada didasarkan pada tingkat konsentrasi limbah yang diolah. Pengolahan primer untuk beban COD < 600 mg/I sedangkan untuk beban 600 < COD < 1200 mg/I dilanjutkan dengan pengolahan sekunder. Untuk beban COD > 1200 mg/I digunakan pengolahan lengkap.
Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
POL 3 (1-2) 2012 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
POL 3(1-2)2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Trizyana Selvrina Irawan
Abstrak :
Saat ini, banyak perusahaan yang menerapkan green marketing untuk merespon peningkatan kesadaran lingkungan masyarakat. H&M merupakan perusahaan yang aktif terlibat dalam penerapan green marketing. Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, ditemukan bahwa H&M bersalah atas greenwashing, yaitu. menyimpang dari green marketing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi greenwashing konsumen terhadap niat beli produk "Conscious" H&M yang dimoderasi oleh green concern. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode survei terhadap green consumer Gen Z yang berusia 18-25 tahun dengan jumlah sampel 150 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa greenwashing perception berpengaruh langsung dan signifikan terhadap green word-of-mouth. Kemudian green word-of-mouth berpengaruh dan signifikan terhadap green purchasing intentions. Lalu, greenwashing perception berpengaruh signifikan terhadap green purchasing intentions melalui green word-of-mouth. Penelitian juga mengungkapkan bahwa green concern tidak memoderasi antara greenwashing perception terhadap green purchasing intentions dan greenwashing perception tidak berpengaruh signifikan terhadap green purchasing intentions. ......Many businesses are now implementing green marketing in order to respond to the growing public awareness of environmental issues. H&M is one of the companies that is taking a proactive approach to green marketing. However, further investigation revealed that H&M had engaged in greenwashing, or the deviation from green marketing. The purpose of this study is to examine the impact of consumer perceptions of greenwashing on green purchasing intentions of H&M 'Conscious' products through green word-of-mouth moderated by green concern. With a total of 150 research samples, this study used a quantitative approach with survey methods on Generation Z green consumers aged 18-25 years old. The findings revealed that greenwashing perception has a direct and significant impact on green word-of-mouth. Then, green word-of-mouth influences green purchasing intentions significantly. Furthermore, greenwashing perception influences green purchasing intentions via green word-of-mouth. Green concern does not moderate the effects of greenwashing perception on green purchasing intentions, and greenwashing perception has no effect on green purchasing intentions.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Maharani
Abstrak :
Permasalahan lingkungan telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Kini, terjadi perubahan gaya hidup untuk mengurangi efek negatif terhadap lingkungan akibat konsumsi masyarakat. Muncul berbagai gerakan pelestarian lingkungan, salah satunya dengan membeli kosmetik ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh altruistic value, biospheric value, dan hedonic value, serta mengetahui pengaruh mediasi pro-environmental belief dan personal norm terhadap green purchase behavior konsumen Indonesia dalam konteks pembelian kosmetik ramah lingkungan. Pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling menggunakan survei online terhadap pembeli dan pengguna kosmetik ramah lingkungan berusia minimal 17 tahun di Indonesia. Sebanyak 230 responden terkumpul dalam penelitian ini, kemudian data diolah menggunakan software Partial Least Square-Structural Equation Method (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa data mendukung seluruh hipotesis, yaitu ketiga nilai tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pro-environmental belief, yang mendorong perasaan berkepentingan untuk memenuhi tanggung jawab untuk menghadapi permasalahan lingkungan (personal norm). Peran mediasi dari pro-environmental belief terhadap hubungan ketiga nilai tersebut dengan personal norm, serta peran mediasi personal norm terhadap hubungan pro-environmental belief dan green purchase behavior terbukti berpengaruh secara signifikan. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk membantu manajer dalam merumuskan strategi dalam memasarkan produk kosmetik ramah lingkungan. ......Environmental issues that happened all over the world have earned public attention. There’s a change in consumer’s lifestyle that aims to reduce the negative effects on the environment created by their consumption. As the industry grows wider, the cosmetic industry continues to contribute to environmental damages. There are various movements to preserve the environment, one of them is by buying green cosmetics. This study aims to determine the effect of altruistic value, biospheric value, and hedonic value, as well as to determine the mediating effect of pro-environmental beliefs and personal norms on the green purchase behavior towards green cosmetics products in Indonesia. Purposive sampling with online survey technique was done on buyers and users of green cosmetics products with a minimum age of 17 years old. 230 respondents were collected and analyzed using Partial Least Square-Structural Equation Method (PLS-SEM). The result revealed that altruistic, biospheric, and hedonic value have a significant effect on pro-environmental beliefs, which encourage feelings of interest in fulfilling responsibilities to deal with environmental problems (personal norms). The mediating role of pro-environmental belief on the relationship between these three values and personal norms, as well as the mediating role of personal norm on the relationship between pro-environmental belief and green purchase behavior proved to have a significant effect. This research hopefully can be useful to help managers in formulating strategies to market green cosmetic products.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barlin
Abstrak :
Due to critical environmental issues, increasing future energy supplies and decreasing reserved energy resources are currently the subject of comprehensive research. The use of biomass as a renewable energy resource may be helpful in solving current energy shortfalls, particularly for countries that have abundant biomass resources. In this study, pyrolysis of coal, Acacia Mangium wood, and their respective blend samples were investigated using proximate analysis and Thermogravimetric (TG–DTG). A mixture of coal and A. Mangium wood with a weight ratio 100:0, 90:10, 50:50, 10:90, and 0:100, were used and non-isothermal conditions at a constant heating rate of 5, 15, and 30°C/min were applied. Thermal evolution profile analysis of the pyrolysis process confirms that the reactivity of the fuel increased with the increasing proportion of the biomass in the fuel. The reactivity and maximum temperatures increased with the increasing heating rates. Proximate analysis showed the potential of biomass of A. Mangium wood to be used as a mixture with coal in terms of low ash and high volatile matter content.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:5 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library