Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadapdap, Huala
"Emisi gas buang kendaraan bermotor khususnya yang berbahan bakar bensin berpotensi meningkatkan kandungan CO di perparkiran bawah tanah dua kali lebih besar dalam empat bulan. Korelasi konsentrasi CO, HC dan Opasitas dari emisi gas buang dengan perparkiran sangat erat dengan nilai r untuk rata-rata kandungan CO mencapai 0.9845. Kandungan CO dan HC dapat terakumulasi di perparkiran tertutup dengan terbatasnya ventilasi, sirkulasi udara dan exhaust. Perancangan sistem perparkiran yang memadai dan memenuhi kaidah Kesehatan dan Keselamatan Kerja menentukan seberapa besar akumulasi CO.
Kandungan CO dalam darah dan Phenol dalam air kemih merupakan indikasi paparan CO emisi gas buang kendaraan dengan udara ruang parlor P2 BEJ. Kandungan CO berdampak negatif langsung terhadap kesehatan manusia. CO dengan cepat dapat menggeser 02 dari dalam darah karena CO dengan Hb membentuk COHb dengan cepat 200 - 300 kali lebih kuat dari oksigen dalam mengikat Hb darah. Dampak CO terhadap pekerja parkir tergantung lamanya pemajanan dan konsentrasi CO nya. Perokok lebih berisiko terhadap pajanan CO di P2. Kondisi pekerja yang terpajan CO di P2 sudah relatif terganggu, potensi hipoksia sudah megganggu sistem kardiovaskuler terlihat dari keluhan-keluhan pekerja seperti nyeri kepala, pusing, mual dan vertigo.
Pengendalian dampak emisi gas buang dapat dilakukan oleh pekerja secara proaktif. Tindakan preventif dengan menekan emisi gas buang melalui penyuluhan pemeliharaan mesin secara teratur, pemiiihan jenis dan tahun produksi kendaraan. Pengelola gedung sebaiknya melakukan tindakan perbaikan yang terpadu mencakup perencanaan system perparkiran, ventilasi, sirkulasi udara dan sistem pengaturan kerja.

Within four month periods the gas emissions from burning gasoline vehicles has the potential to doubling increase of the carbon monoxide (CO) concentration in the underground parking area. The correlation of HC, CO and Opacity of gas emission is very close to the parking indoor air quality, it shows by the r-value of CO about 0.9845. CO and HC content can be accumulated in the indoor parking area due to the poor ventilation, air circulation, number and capacity of exhaust fans. The adequate parking system designs that meet with Health and Safety requirement will effect the CO content accumulation.
The CO content in the blood and phenol in the urine are indicating the employee exposure to CO vehicles gas emission and P2 BET parking indoor air quality. The CO concentration at P2 has direct impact to the parking employee health. Carbon monoxide quickly reduce the oxygen intake from blood stream and by binding carbon monoxide with hemoglobin (Hb) to become a carboxyhemoglobin (COHb) compounds that toxic to human. CO bound Hb rapidly 200 - 300 times stronger than oxygen in the blood. The effect of carbon monoxide to the employee depends on the duration of exposure and CO concentration. Moreover smokers have a higher risk to the CO exposure in the P2. The condition of employee who expose to the CO at P2 has relatively been affected of the gas emission and will suffering from hypoxia with aggravated cardiovascular problem such as head pain, headache, fatigue and vertigo.
The employee can proactively participate in controlling of vehicles gas emission. Preventive action by minimizes the gas emission through awareness program, regular engine maintenance, choosing type of vehicles and year of product are parts of better control_ The building management should concern a continuous improvement through corrective action such as redesign the parking system, ticketing system, ventilation system, and shift work system of the employee.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Nurtanio
"Gasifikasi adalah suatu proses termokimia yang mengubah bahan bakar padat menjadi gas mampu bakar yang dikenal dengan istilah teknik Producer Gas atau Syntetic Gas (Syngas) dengan proses pembakaran menggunakan oksigen terbatas.Updraft Gasifier merupakan jenis gasifier yang dapat menghasilkan daya yang lebih besar dibandingkan downdraft gasifier tetapi menghasilkan tar yang lebih banyak. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan tar pada updraft gasifier dengan pengeluaran gas produk melalui daerah reduksi. Dengan penggunaan metode seperti ini diharapkan kandungan tar dapat berkurang dikarenakan gas produk bergerak kembali ke daerah temperatur tinggi dan tar yang terkandung di dalamnya mengalami cracking baik karena termal atau bereaksi dengan uap, H2O atau CO2 yang terkandung dalam gas produk sebelum meninggalkan gasifier. Pengujian dilakukan menggunakan bahan bakar kayu karet dengan primary air blower sebesar 108 lpm dan penarikan tar sebesar 2 lpm.

Gasification is a thermochemical process that converts solid fuel into a combustible gas known as "Producer Gas or Synthetic Gas (Syngas)"using a limited supply of air for combustion. Updraft gasifier is a type of gasifier that can generate more power than the downdraft gasifier but produces more tar. The purpose of this study was to determine the tar content in the updraft gasifier with syngas outlet through the reduction zone. With the use of such methods is expected to decrease due to the tar content of product gas to move back into areas of high temperature and tar contained in it have either cracking due to thermal or react with steam, H2O or CO2 contained in the product gas before leaving the gasifier. Tests carried out using rubber wood fuel with the primary air blower at 108 lpm and tar extracted at 2 lpm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42264
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simpson, Matthew J.
"The first study uses tunable vacuum-ultraviolet radiation from a synchrotron to identify negative ions from twenty four photoexcited polyatomic molecules in the gas phase. From these experiments, Matthew collects a vast amount of data and summarises and reviews ion-pair formation from polyatomic molecules. The second study is on selected ion flow tube mass spectrometry. Matthew investigates the reactions of cations and anions with ethene, monofluoroethene, 1,1-difluoroethene and tetrafluoroethene. In this study Matthew tries to explain why certain products are formed preferentially over other products at a microscopic level of understanding. "
Heidelberg : Springer, 2012
e20406097
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Cahyo Nugroho
"Ignition delay merupakan salah satu parameter panting dalam operasi mesin diesel, ignition delay didefinisikan sebagai selang waktu antara mulai injeksi bahan bakar sampai dengan mulainya terjadi penyalaan bahan bakar, pembakaran akan optimum bila penyalaan terjadi sebelum titik mati atas. Secara ukuran derajat putaran poros engkol, semakin tinggi putaran mesin semakin panjang ignition delaynya, sehingga perlu adanya perubahan waktu injeksi. Ignition delay semakin pendek bila bilangan cetana bahan bakar bertambah, bilangan cetana solar dapat dinaikkan dengan menambah metil ester yang mempunyai bilangan cetana lebih tinggi.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan bakar campuran metil ester kelapa sawit (ME) dan solar terhadap unjuk kerja mesin dan ignition delay. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin diesel satu silinder injeksi langsung. dengan memperbandingkan beberapa komposisi campuran bahan bakar yaitu solar murni, 20% massa metil ester (20% ME), 30% ME dan 40% ME. Pengujian dilakukan berdasarkan kurva daya yang dihasilkan bahan bakar solar. Ignition delay didapat dari grafik tekanan gas dalam silinder terhadap posisi poros engkol, untuk itu dalam pengujian dilakukan pengukuran tekanan gas dalam silinder.
Dari pengujian didapatkan bahwa torsi dan daya yang dihasilkan bahan bakar campuran ME dan solar 1.5 s/d 4% lebih rendah dibanding solar. Sedangkan tingkat emisi asap lebih rendah 5 ski 25%. Ignition delay semakin pendek bila putaran mesin dan bilangan cetana bertambah, dengan suatu persamaan linier pengaruh putaran mesin dan bilangan cetana terhadap ignition delay adalah : ignition delay = 0.0033 putaran mesin-0.375 bilangan cetana 4-38.321.

Ignition delay is important parameter for diesel engine operation. Ignition delay is the time between start of injection and start of combustion, combustion will be optimum if started before TDC. Injection liming advancing is needed, because ignition delay (in crank angle degree) increase as engine speed increase. Ignition delay decrease as cetane number increase, cetane number of petroleum diesel can be increased with addition of methyl ester.
The research conduct in a single cylinder direct injection diesel engine, the engine was fueled with several different composition fuel blend ( petroleum diesel and ME). The fuel blend are petroleum diesel (D), 20% mass ME (20 % ME), 30% and 40% ME. Effect of different fuel blend to engine performance and ignition delay is studied. Engine setting to get power curve for petroleum diesel used as the basic. engine test Ignition delay was determined from cylinder pressure vs. crank position diagram. Cylinder pressure measurement is needed to get cylinder pressure vs. crank position diagram.
Engine power for ME & petroleum diesel blend are 1.5 - 4 % lower than petroleum diesel, and smoke are 5 - 25 % lower. Engine speed, cetane number and ignition delay correlation is : ignition delay = 0.0033 engine speed -0.375 cetane number + 38.321 .
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T5197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sugiarto
"Jakarta yang merupakan ibu kota Republik Indonesia, mempunyai kondisi udara yang buruk akibat polusi dari kendaraan bermotor. Untuk memperbaiki keadaan tersebut diadakan Program Langit Biru dan KLH yang salah satu sub-programnya adalah melakukan uji petik (chek spot) terhadap emisi gas buang pada kendaraan bermotor. Dari hasil uji petik ini akan diusulkan sebuah KEPMEN yang akan mengatur nilai ambang batas emisi gas buang untuk kendaraan bermotor lama.
Dalam program ini ditentukan 5 (lima) titik pengujian, dimanaper titiknya diambil di tiap daerah tingkat II (walikota). Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar polusi yang keluar dari kendaraan bermotor (mobil pribadi dan penumpang). Sebagai standar digunakan baku mutu dari Pemda DKlJakarta yaitu keputusan Gubernur Nomor 1041/2000 dan dari Ketetapan Menteri Lingkungan Hidup No.35 tahun 1993. Emisi yang diuji adalah CO dan HC untuk kendaraan berbahan bakar bensin dan opasitas (ketebalan asap) untuk kendaraan berbahan bakar solar.
Dari hasil uji petik ini terlihat bahwa tingkat kelulusan yang rendah (40%) untuk semua kategori mesin bensin dengan carburator dan 70% mesin bensin dengan sistem injeksi serta 60% untuk mesin berbahan bakar solar sehingga diperlukan peraturan setingkat Kep-men yang lebih ketat berikut tata laksana untuk implementasinya.

Jakarta is a capital of republic of Indonesia, has a poor condition due to air pollution from vehicle emission, for this reason ministry of environment conducting via " blue sky program " doing emission check spot for motor vehicle. In this program 5 spot checkpoints in local government put in 988 data from various vehicle (Private and public car with different year and fueling system). As a standard we use Government decree No. 1041/2000 and Ministry of Environment Decree No. 3 5/199 3 for comparison.
The results shows that the level of pass is low (40%) for any category of gasoline with carburetor fueling system and 70% passed for injection system and 60% passed for smoke in Diesel engine and it's need a new decree and more tight for emission level from Ministry of environment.
"
2004
JUTE-XVIII-4-Des2004-256
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Triyono Budi Prayitno
"Pada pembakaran dengan bahan bakar cair, diperlukan suatu usaha untuk memperbesar permukaan kontak antara udara dengan bahan bakar. Pengaruh perubahan diameter sembur udara dan tekanan bahan bakar cair terhadap panjang dan stabilitas nyala api akan dipelajari pada penelitian ini. Burner yang digunakan dalam penelitian ini adalah burner dengan tipe jet-mixing combustor. Dimana semprotan bahan bakar dari nosel di irnpak dengan semburan udara dengan diameter yang divariasikan dari ф 45 mm, ф 50 mm, ф 55 nun dan ф 60 mm pada sudut 60°. Nasal yang digunakan untuk menyemprotkan bahan bakar adalah nosel dengan tipe hollow-cone. Nyala api hasil dari proses pembakaran dipelajari dari warna dan panjang apinya. Dan hasil penelitian ini diperoleh adanya pengaruh perubahan diameter sembur udara dan AFR terhadap panjang api. Panjang api tertinggi 140 mm pada diameter sembur udara 45 mm. Beban burner maximum yang diterima ruang bakar adalah: 23.862,928 kW/m2 pada diameter sembur udara 60 mm dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah dan 23.713,780 kW/m2 pada diameter sembur udara 60 mm dengan menggunakan bahan bakar solar. Space heat release maximum yang diterima ruang bakar adalah: 2,480 kW/m2.Pa pada diameter sembur udara 60 mm dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah dan 2,514 kW/m2. Pa pada diameter sembur udara 60 mm dengan menggunakan bahan bakar solar.

In the combustion process using liquid fuel, the contact surface between air and fuel needs to be widen. These experiments study the effect of changes in air spray diameter and the liquid fuel pressure on the length and stability of flame. Burner used in this study is a jet mixing type combustor. Fuel spray from nozzle is impacted with air jet at the diameter of 45 mm, 50 mm, 55 mm and 60 mm with impinging angle of 60°. The nozzle is a hollow-cone one. Flames come from the combustion process are measured for their lengths and colors.
Experiments show that the changes in air spray diameter and the AFR do have effects on the flame length. The longest flame obtained by the experiments is 140 mm at the air spray diameter 45 mm. Maximum burner loading in the combustor is 23.862,928 kW/m2 at air spray diameter of 60 mm using kerosene, and 23.713,780 kW/m2 at air spray diameter of using 60 mm using high fuel oil (FIFO). Maximum space heat release in the combustor is 2.480 kW/m2 Pa at air spray diameter of 60 mm using kerosene, and 2.514 kW/m2 Pa at air spray diameter of 60 mm using HFO.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The aim of this study is to recognize the process of flue gas treatment from the coal burning in a steam power plant system. The coal burning will produce flue gas that containts SOx and NOx that can cause acid rain which is not safe for envieronment..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reid, Robert C.
New York: McGraw-Hill, 1977
660.042 REI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Sugama
"Keunggulan proses pemisahan gas CO2 dengan membran dibandingkan dengan proses pemisahan lalnnya seperti distilasi kriogenik dan proses adsorpsi adalah penggunaan energi yang lebih rendah, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan biaya operasinya yang relatif lebih rendah. Mekanisme terjadinya pemisahan dalam membran adalah berdasarkan perbedaan permeabilitas dari setiap komponen gas dalam campurannya. Gas CO2 memiliki sifat-sifat fisik yang memungkinkannya mmtuk berpermeasi lebih mudah menembus membran, seperti diameter kinetik molekulnya yang kecil, solubilitasnya yang relatif besar, dan kemampuannya untuk berinteraksi dengan molekul-molekul penyusun membran polimer.
Pada penelitian ini digunakan Polyester Film yang digunakan sebagai membran unmk pemisahan campuran C02 dan Udam P gujian dilakukan dalam dnla iahap yaitu pada kondisi Ideal menggunakan gas murni CO2 , O2 dan N2 dan pada kondisi Aktual menggunakan campuran gas dmgan komposisi 20.045 % CO2, 16.91 % O2 dan 63.045 % N2.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa Permeabilitas Ideal O2 dan N2 oenderung konstan dengan kenaikan tekanan. Sedangkan Permeabilitas Ideal CO2 meningkat tajam dengan kenaikan tekanan. Hal ini disebabkan molekul-molekul gas co2. berinteraksi mempengaruhi struktur rantai membran sehingga membuatnya semakin fleksibel, semakin mudah untuk dilewati molekul gas CO2.
Dari perhitungan, pada permodelan maupun Aktual, diperoleh peningkatan fraksi gas CO; yang tertolak terhadap kenaikan fraksi gas yang permeat (stage cut). Sebaliknya terdapat peningkatan & aksi udara yang permeat terhadap kenaikan stage cut. Ini disebabkan meningkatnya permeabilitas membran akibat interaksi struktur membran dengan molekul-molekul gas C02, sehingga membran jadi kurang selektif terhadap gs C02. Sebaliknya gas-gas di dalam campuran yang seharusnya sulit lmtuk permeat, sebagian ikut terpermeasi.
Selektivitas Ideal C02/N2 tertinggi didapat sebesar 26.769 dan Selektivitas Ideal C01/O2 tertinggi didapat sebesar 11.618 pada tekanan 900 kPa. Koudisi optimum untuk pemisahan gas dengan membran Polyester Film berada pada tekanan 900 kPa dan stage cut 0,21 dengan kemurnian udara yang diperoleh sebesar 85% dari udara umpan sebesar 79,9 %. Kemurnian udara ini dapat ditingkatkan sampai dengan 94% dengan stage cut sebesar 161."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S49211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Munandar
"Pengaruh dari penambahan co-flow nitrogen (N2) terhadap nyala difusi pada medan aliran berlawanan telah diteliti secara eksperimental. Propana sebagai bahan bakar disuplai dari nosel bagian bawah dan udara sebagai oksidator disuplai dari nosel atas dengan diameter nosel yang sama, yang dilengkapi dengan honeycomb untuk membuat aliran udara yang seragam. Sementara itu, aliran co-flow nitrogen juga dialirkan dari sisi nosel bawah, dimana saluran nitrogen tersebut terletak koaksial dengan saluran bahan bakar (nosel bawah merupakan nosel koaksial). Pada penelitian ini digunakan juga vortex generator yang diletakkan pada jarak 2d dari ujung nosel untuk meningkatkan turbulensi sehigga dapat dicapai pencampuran reaktan yang optimal. Dua parameter utama yang diatur dalam penelitian ini adalah parameter geometri (diameter dalam nosel, rasio gap-diameter nosel) dan dinamika fluida (rasio debit QN2/Qf). Hasil eksperimen menunjukan bahwa semakin besar rasio debit QN2/Qf atau rasio fluks momentum ?N2/?f yang digunakan, maka limit stabilitas nyalanya akan menurun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan adanya aliran nitrogen yang menyelubungi daerah reaksi mencegah terjadinya difusi dengan udara sekitar sehingga suplai udara yang menunjang terjadinya pembakaran hanya berasal dari nosel udara. Lalu dapat disimpulkan juga bahwa penurunan dari kondisi non co-flow ke kondisi rasio 80/20 menyebabkan limit stabilitas nyala menurun rata-rata sekitar 27% dari kondisi non co-flow.

Effects of nitrogen co-flow on stability limit of diffusion flames formed in a counter flow field have been investigated experimentally. Propane as a fuel gas was supplied upward through a nozzle, and air as oxidator was supplied downward through a similar nozzle, which was equipped with honeycomb to produce a uniform velocity in the issuing air. Then, nitrogen co-flow was supplied upward through a bottom nozzle, where nitrogen's outlet is located coaxially with fuel's outlet (bottom nozzle is coaxial nozzle). In this experiment, also used vortex generator which located in 2d gap near nozzle outlet, to increases turbulence, so that optimal mixing of reactants can be achieved. Two main parameters that had been set up in this experiment were fluid dynamics (momentum flux of air and fuel based on flow rate ratio QN2/Qf) and geometry parameters (inner diameter of nozzle, ratio of gap-nozzle diameter). Experiment result showed that stability limit decreases with increasing rate of flow rate ratio QN2/Qf or increasing rate of momentum flux ratio ?N2/?f. It can be explained that nitrogen coaxial flow will covers coaxially the reaction zone so it prevent from the diffusion with surrounding air. The need of air for combustion was only provided by upper nozzle. We also concluded that stability limit decreases 27% from non co-flow condition if we applied QN2/Qf = 80/20 ratio experiment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50749
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>