Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vera Febriani
Abstrak :
Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, sebanyak 70% penyebab kematian pada penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Tercatat 17,5 juta kematian atau setara dengan 30,0 % dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2017). Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung yang disebabkan adanya plaque yang menumpuk di dalam pembuluh darah arteri sehingga mengganggu supply oksigen ke jantung. Hal ini menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang dan terjadi defisiensi oksigen. Pada keadaan yang lebih serius dapat mengakibatkan serangan jantung. Faktor risiko penyakit jantung koroner diantaranya adalah Usia, Jenis Kelamin, Hipertensi, Kolesterol, Riwayat Keluarga dan sebagainya. Jika kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner dapat diprediksi sejak awal berdasarkan faktor risiko yang ada, maka tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner dapat ditekan menjadi lebih rendah. Tesis ini mengusulkan Model Regresi Logistik Fuzzy untuk memprediksi kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner. Tahap pertama dari penelitian ini adalah membangun model prediksi, kemudian mengestimasi nilai parameter dengan menggunakan metode least square. Selanjutnya pada tahap ketiga mengaplikasikan model yang didapatkan untuk memprediksi penyakit jantung koroner. Setelah itu melakukan uji kelayakan atau kesesuaian model dengan metode Mean Degree of Membership dan yang terakhir menghitung akurasi prediksi dengan menggunakan Confusion Matrix. ......According to the World Health Organization (WHO) in 2015, as many as 70% of the causes of death in heart disease were caused by coronary heart disease (CHD). It was recorded that 17.5 million deaths or the equivalent of 30.0% of the world's total deaths were caused by coronary heart disease (WHO, 2017). Coronary heart disease is a disorder of heart function caused by plaque that builds up in the arteries so it interferes with oxygen supply to the heart. This causes blood flow to be reduced and oxygen deficiency occurs. In more serious situations it can prevent heart attacks. Risk factors for coronary heart disease are Age, Gender, Hypertension, Cholesterol, Family History and so on. If there is someone who is a victim of coronary heart disease can be predicted from the beginning, then there is likely to arise more. This thesis proposes a Fuzzy Logistic Regression Model to predict the possibility of a person suffering from coronary heart disease. The first stage of this research is to build a predictive model, then estimate the parameter values using the least square method. Furthermore, in the third stage, apply a model to predict coronary heart disease. After that, test the feasibility or suitability of the model with the Mean Degree of Membership method and finally calculate the prediction accuracy using the Confusion Matrix.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Dwi Hasriani
Abstrak :
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kematian pada kelompok kardiovaskular. Obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang terhadap progresivitas dari prediabetes menjadi DM tipe 2 dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Kondisi prediabetes dengan obesitas meningkatkan risiko kejadian PJK berdasarkan Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). Penelitian ini menggunakan desain studi kohor retrospektif dengan data sekunder studi kohor faktor risiko PTM tahun 2011-2018. Sampel adalah 493 penduduk penduduk dewasa yang obesitas yang menjadi responden Studi Kohor Faktor Risiko PTM, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil analisis multivariat menggunakan cox regression setelah dikontrol dengan usia dan durasi obesitas menemukan bahwa prediabetes memiliki nilai HR=0,80 (95%CI:0,462-1,387), p=0,429, yang berarti hubungan prediabetes dengan kejadian PJK pada penduduk dewasa yang obesitas tidak bermakna secara statistik. ......Coronary Heart Disease (CHD) is a leading cause of death in the cardiovascular group. Obesity could increase a person's risk of progression from prediabetes to type 2 DM and increase the risk of cardiovascular disease. Prediabetes with obesity increases the risk of CHD events based on Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). This study was used a retrospective cohort study design using secondary data on NCD Risk Factor Cohort Study in 2011-2018. The sample was 493 obese adult respondents in population of NCD Risk Factor Cohort Study whom met this study inclusion and exclusion criteria. The results of multivariate analysis using cox regression after being controlled by age and duration of obesity found that prediabetes had HR = 0.80 (95% CI: 0.462-1.387), p = 0.429 which means the relationship between prediabetes with CHD events in obese adult respondents was not statistically significant.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Maulidya Sari
Abstrak :
Penyakit Jantung Koroner merupakan prevalensi yang cukup tinggi di masyarakat umum maupun pekerja, serta menyebabkan kematian sebesar 36,5 kesakitan dan tidak mampu kerja. Prevalensi PJK tahun 2013 sebesar 1,5.Salah satu faktor risiko PJK adalah hiperglikemia yang berperan penting dalam proses aterosklerosis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan hiperglikemia dengan risiko PJK pada pekerja sektor formal dengan menggunakan pendekatan Framingham Risk Score untuk menentukan risiko PJK pada pekerja. Desain penelitian ini adalah studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan berkala Pekerja Sektor Formal di Indonesia tahun 2015-2016. Analisis data yang digunakan adalah Cox Regressi. Hasil analisis menemukan bahwa pekerja yang hiperglikemia berisiko 3,818 kali 95 CI 2,451-5,950) berisiko PJK dibandingkan dengan yang tidak hiperglikemia setelah dikontrol dengan kadar trigliserida. Pekerja dapat menerapkan pola makan sehat dan rutin melakukan pemeriksaan kadar gula darah serta pemeriksaan kesehatan lain untuk mencegah hiperglikemia dan mengetahui risiko PJK
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusinantika Metta Prawitasari
Abstrak :
Hasil Riskesdas (2018) menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner, artinya 15 dari 1000 penduduk Indonesia menderita penyakit ini dan 1,2% dari data tersebut adalah karyawan swasta. Faktor yang paling berpengaruh terhadap PJK adalah kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar trigliserida karyawan PT. X. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Pada penelitian ini, pendekatan studi yang digunakan adalah study cross sectional. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil bahwa variabel umur, obesitas, aktifitas fisik, perilaku merokok, riwayat penyakit keluarga, pola makan karbohidrat, protein, lemak, dan serat berhubungan dengan kadar trigliserida karyawan PT. X karena p-value lebih kecil dari alpha (α=0,05). Sedangkan Variabel jenis kelamin diperoleh p-value (0,215) lebih besar dari nilai alpha (α=0,05) artinya tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap kadar trigliserida. Pada hasil analisis univariat menunjukkan semua responden penelitian tidak mengonsumsi alkohol. Tetapi, dapat diketahui 17,3% responden memiliki kadar trigliserida lebih dari batas normal. Pada penelitian ini nilai p-value tidak terlihat karena semua responden tidak mengonsumsi alkohol. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kadar trigliserida adalah variabel umur.
The results of Riskesdas (2018) show that 1.5% of Indonesia  population suffers from coronary heart disease, meaning that 15 out of 1000 Indonesians suffer from this disease and 1.2% of the data are private employees. The most influential factor on CHD is cholesterol and triglyceride levels in the blood. This study aims to analyze the factors associated with the triglyceride levels of PT. X employees. This type of research is a descriptive analytic study. In this study, the study approach used is cross sectional study. Based on the Chi Square Test results obtained that the variables of age, obesity, physical activity, smoking behavior, family history, carbohydrate, protein, fat, and fiber diet are related to the triglyceride levels of PT. X employees because the p-value is smaller than alpha (α = 0.05). While the sex variable obtained p-value (0.215) is greater than the alpha value (α = 0.05) meaning that there is no gender relationship to triglyceride levels. On the results of univariate analysis showed all study respondents did not consume alcohol. However, it is known that 17.3% have triglyceride levels more than normal. In this study the p-value was not seen because all respondents did not consume alcohol. The results of multivariate analysis showed that the most dominant variable affecting triglyceride levels is age.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel
Abstrak :
Latar belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) masih menjadi masalah di Indonesia bahkan di dunia. Berdasarkan patofisiologinya, PJK dibagi menjadi sindrom koroner akut (SKA) dan kronik (SKK). Salah satu tatalaksana PJK adalah revaskularisasi otot jantung. Namun sangat penting untuk mengetahui viabilitas miokardium untuk kepentingan pengembalian fungsi kontraktilitas miokardium. Saat ini, magnetic resonance imaging (MRI) jantung adalah baku emas yang digunakan untuk mengevaluasi viabilitas miokardium. Namun ketersediaan modalitas ini sangat terbatas. Dobutamine stress echocardiography (DSE) juga dapat mengevaluasi viabilitas miokardium dan memiliki ketersediaan yang lebih luas di Indonesia. Tujuan: Meta analisis ini bertujuan membandingkan sensitivitas dan spesifisitas DSE terhadap MRI kardiak pada pasien dengan SKK. Metode: Meta analisis ini mencari literatur dari empat database yaitu Pubmed, Embase, Cochrane dan Scopus. Meta analisis ini mengacu pada Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA) 2020 dan Cochrane Handbook for Systematic Reviews of Diagnostic Test Accuracy. Forest plot menampilkan sensitivitas dan spesifisitas DSE dan MRI kardiak. Hasil: Terdapat tiga belas studi yang diinklusi. Dari penyusunan forest plot didapatkan DSE memiliki sensitivitas 75% (CI 0,61 – 0,86) dan spesifisitas 87% (CI 0,82 –0,91), dimana MRI kardiak memiliki sensitivitas 93% (CI 0,88 – 0,96) dan spesifisitas 77% (CI 0,61 – 0,87). Walaupun demikian, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan overestimation pada sensitivitas dan spesifisitas DSE dan underestimation pada sensitivitas dan spesifisitas MRI kardiak. Kesimpulan: DSE memiliki sensitivitas yang lebih rendah dan spesifistas yang lebih tinggi dibandingkan MRI kardiak. Dengan mempertimbangkan overestimation dan underestimation kedua modalitas tersebut, MRI kardiak memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan DSE. Kata kunci: Sindrom koroner kronik, viabilitas miokardium, dobutamine stress echocardiography, magnetic resonance imaging kardiak. ...... Background: Coronary heart disease (CHD) still becomes a health problem in Indonesia, even in the world. Based on its pathophysiology, CHD is classified to acute coronary syndrome (ACS) and chronic coronary syndrome (CCS). One of the treatment of CHD is myocardial revascularization, however it’s important to know the myocardial viability in prior in order to reverse the contractility function of the myocardium. Nowadays, cardiac magnetic resonance imaging (MRI) is the gold standard for evaluating myocardial viability. Nevertheless, the availibility of MRI is limited. Dobutamine stress echocardiography (DSE) is also able to evaluate myocardial viaiblity and widely available across Indonesia. Purpose: This meta analysis compares the sensitivity and specificity of DSE and cardiac MRI in patients with CCS. Method: This meta analysis searches literatures from four database: Pubmed, Embase, Cochrane and Scopus. We used Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA) 2020 dan Cochrane Handbook for Systematic Reviews of Diagnostic Test Accuracy as references. Forest plot is constructed to show the sensitivity and specificity of DSE and cardiac MRI. Result: Thirteen studies were included. The Forest plot shows that DSE has sensitivity of 75% (CI 0,61 – 0,86) and specificity of 87% (CI 0,82 – 0,91), while cardiac MRI has sensitivity of 93% (CI 0,88 –0,96) and specificity of 77% (CI 0,61 – 0,87). Conclusion: DSE has lower sensitivity yet higher specificity than cardiac MRI. Considering the overestimation and underestimation of these modalities, cardiac MRI has higher diagnostic accuracy than DSE.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srisadono Fauzi Adiprabowo
Abstrak :
Mortalitas pneumonia anak masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia hingga saat ini. Bayi dengan penyakit jantung bawaan pirau kiri kanan (PJB L-R) berisiko menderita pneumonia. Data mortalitas pneumonia pada PJB L-R dan faktor-faktor yang memengaruhi belum banyak diketahui. Penelitian kohort retrospektif ini membandingkan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R dengan tanpa PJB. Sebanyak 129 subyek dengan rentang usia 1 bulan - 7 tahun dengan diagnosis primer pneumonia, 54 subyek dengan PJB L-R dan 75 subyek tanpa PJB. Proporsi mortalitas pneumonia dengan PJB L-R lebih banyak (57,1%) dan risiko mortalitas lebih besar (OR 2,35; IK 95% 1,06 sampai 5,18) dibandingkan pneumonia tanpa PJB. Status gizi kurang/buruk, pneumonia rekuren, dan pneumonia terkait rumah sakit (HAP) lebih banyak secara signifikan pada pneumonia dengan PJB L-R. Sedangkan, tingkat keparahan dan anemia tidak berbeda bermakna di kedua kelompok. Pneumonia dengan tingkat keparahan berat memengaruhi mortalitas secara bermakna (OR 3,24; IK95% 1,16 sampai 9,08). Pneumonia rekuren, status gizi kurang/buruk, status imunisasi tidak lengkap, anemia, dan HAP tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R.
Childhood pneumonia is still a worldwide problem with high mortality. Infants with left to right shunt congenital heart disease (L-R CHD) are at risk of developing pneumonia. Pneumonias mortality in L-R CHD and its influencing factors are not well known. This retrospective cohort study analyzed mortality of pneumonia with L-R CHD with and without CHD. There were 129 subjects (age range of 1 month up to 7 years 11 months) with pneumonia as the primary diagnosis, consisting of 54 subjects with L-R CHD and 75 subjects without CHD. Mortality rate in children with L-R CHD was higher than those without CHD group (57.1%). The risk of mortality was greater (OR 2.35; 95% CI 1.06 to 5.18) compared to pneumonia without CHD. Moderate to severe malnutrition, recurrent pneumonia, and hospital acquired pneumonia (HAP) are significantly higher in L-R CHD group. Meanwhile, pneumonia severity and anemia were not significantly different in both groups. Severe pneumonia significantly affected mortality (OR 3.24; 95% CI 1.16 to 9.08). Recurrent pneumonia, moderate-to-severe malnutrition, incomplete immunization status, anemia, and HAP have not been proven to be associated with pneumonia mortality with L-R CHD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Aterosklerosis sebagai penyebab terjadinya PJK merupakan proses multifaktorial karena banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkannya dengan mekanisme yang saling terkait. Saat ini proses aterosklerosis dianggap sebagai proses inflamasi. Inflamasi terbukti berperan penting pada inisiasi, progresi maupun destabilisasi plak aterosklerosis. High sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) merupakan salah satu petanda inflamasi yang penting pada penyakit jantung koroner (PJK) yang berhubungan dengan tingkat keparahan aterosklerosis, iskemi miokardium dan nekrosis miokardium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan kadar hs-CRP pada pasien sindroma koroner akut (SKA), PJK kronik dan bukan PJK, serta untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kadar hs-CRP dengan kadar enzim CKMB pada pasien infark miokard akut (IMA). Penelitian bersifat observasional deskriptif dan analitik dengan pendekatan potong lintang. Dilakukan pemeriksaan kadar hs-CRP dengan metode chemiluminescent pada 21 pasien SKA, 20 pasien PJK kronik dan 20 bukan PJK. Didapatkan kadar hs-CRP rerata pada pasien SKA, PJK kronik dan bukan PJK sebesar 8,40 (SD 5,53) mg/l, 2,81 (SD 2,09) mg/l dan 1,07 (SD 0,81) mg/l. Analisis statistik didapatkan perbedaan kadar hs-CRP yang bermakna antara pasien SKA, PJK kronik dan bukan PJK (p 0,000). Kadar hs-CRP mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan kadar enzim CKMB pada pasien IMA (p 0,004). Sebagai kesimpulan, kadar hs-CRP pada pasien SKA secara bermakna lebih tinggi dibanding PJK kronik dan bukan PJK. Terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar hs-CRP dengan peningkatan kadar enzim CKMB. (Med J Indones 2004; 13: 102-6)
Coronary heart disease (CHD) due to atherosclerosis is a multifactorial process with multiple interdependent factors. At present time, atherosclerosis is considered to be an inflammatory process. It has been proven that inflammation plays a mayor role in the initiation, progression as well as the destabilitation of the atherosclerosis plaque. High sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) is one of the most important inflammatory marker in CHD and directly related to the extent and severity of atherosclerosis, extent of myocardial ischemia and myocardial necrosis. The purpose of this study is to determine hs-CRP levels in patients with acute coronary syndrome (ACS), chronic CHD and non CHD. And, to determine the correlation between hs-CRP levels and CKMB enzyme level in patients with acute myocardial infarction (AMI). This is a descriptive observational analytic study with cross sectional design. hs-CRP levels were measured by using chemiluminescent method on 21 ACS patients, 20 chronic CHD patients and 20 non CHD patients. The mean hs-CRP level in ACS, chronic CHD and non CHD patients were respectively 8.40 (SD 5.53) mg/l, 2.81 (SD 2.09) mg/l and 1.07 (SD 0.81) mg/l. A statistically significant difference in hs-CRP level was found between ACS, chronic CHD and non CHD (p = 0.000 ). A positive correlation was found between hs-CRP level and CKMB enzyme level in AMI patients (p = 0.004). In conclusion hs-CRP level is consistently higher in patients with ACS compared to patients with chronic CHD and non CHD. A positive correlation was found between the increased level of hs-CRP and CKMB enzyme level. (Med J Indones 2004; 13: 102-6)
Medical Journal of Indonesia, 13 (2) April June 2004: 102-106, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-102
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Hendri Apul
Abstrak :
Ambulasi dini merupakan suatu prosedur untuk mempercepat kemampuan pasien berjalan atau bergerak secara normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh ambulasi dini 2 jam dan 8 jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostik di bangsal kardiologi, ruangan RB3 dan VIP RSUP Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi experimental dengan consecutive sampling, terdiri dari 18 responden diberikan ambulasi dini 2 jam sebagai kelompok intervensi dan 17 responden diberikan ambulasi 8 jam sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon dan Kolmogorov- Smirnov. Hasil penelitian ini menunjukkan semua responden tidak mengalami perdarahan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah ambulasi (p=1; 𝛂=0,05). Kesimpulan tidak ada perbedaan ambulasi dini 2 jam dan 8 jam terhadap kejadian perdarahan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostic. Hasil penelitian ini dapat dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan pada pasien pascaangiografi koroner diagnostic untuk mengurangi rasa tidak nyaman seperti sakit punggung, masalah eliminas. ......Early ambulation is a procedure to expedite the patient's ability to walk or move normally. The purpose of this study was to assess the effect of early ambulation 2 hours and 8 hours on the incidence of bleeding in patients with coronary pascaangiografi diagnostics in cardiology ward, and a VIP room, RB3 room In general hospital center Medan Haji Adam Malik. This study uses Quasiexperimental research design with a consecutive sampling, consisted of 18 respondents provided an early ambulation two hours as the intervention group and 17 respondents provided ambulate 8 hours as a control group. Data were analyzed by univariate and bivariate analysis using Wilcoxon test and Kolmogorov-Smirnov. The results of this study showed all of the respondents did not experience bleeding in both groups both before and after ambulation (p = 1; α = 0.05). The conclusion there was no difference in early ambulation 2 hours and 8 hours on the incidence of bleeding in patients with coronary diagnostic pascaangiografi. The results of this study can be implemented as a nursing intervention in patients with coronary diagnostic pascaangiografi to reduce discomfort such as back pain, the problem of elimination.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Guna Dharma
Abstrak :
Perilaku sedentari, ditandai dengan adanya kegiatan dalam jangka waktu yang lama yang melibatkan duduk atau berbaring, telah dilaporkan terkait dengan adanya peningkatan risiko jantung dan pembuluh darah. Duduk lebih dari 10 jam sehari dibandingkan dengan duduk kurang dari 5 jam sehari dikaitkan dengan peningkatan risiko terhadap penyakit kardiovaskular. Tingkat permasalahan yang ada di perusahaan ini, karena dari hasil pemeriksaan berkala pada 1 departemen didapatkan angka yang cukup signifikan terhadap faktor-faktor risiko PJK. Sedangkan pada departemen lainnya tidak ada sama sekali penilaian terhadap faktor-faktor risiko PJK. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat stratifikasi risiko PJK pada pekerja main office dan pekerja site dengan menggunakan Skor Kardiovaskular Jakarta, untuk masukan bagi manajemen perusahaan sebagai rekomendasi menggunakan skor tersebut untuk menilai risiko PJK pekerja, khususnya pekerja yang berada di main office. Metode penelitian menggunakan disain potong lintang dengan analisis komparatif. Hasil yang paling berhubungan dengan stratifikasi risiko kardiovaskular Jakarta adalah faktor risiko riwayat penyakit keluarga p=0.021, OR=1334.3, dan 95 CI=147.1-12103.6. ...... The sedentary behaviour, characterized by long term activities involving sitting or lying down, has been reported to be associated with an increased risk of cardiovascular disease. Sitting more than 10 hours a day compared to sitting less than 5 hours a day is associated with increased risk of cardiovascular disease.The underlying problems in this company, is that the periodic check results in one department obtained a significant number of risk factors for cardiovascular disease. While in other departments there is no assessment of cardiovascular disease risk factors. The purpose of this research was to determine the level of cardiovascular disease risk stratification using Jakarta cardiovascular score, as an input for company management to recommend using this score to assess workers cardiovascular disease risks, especially for workers in the main office. A cross sectional study was used as a design for this research, with comparative analysis. The most closely related result with cardiovascular risk stratification is a family history with cardiovascular disease p 0.021, OR 1334.3, dan 95 CI 147.1 12103.6.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Prastyo Cholis
Abstrak :
Penyakit Jantung Koroner PJK adalah istilah spesifik untuk penyakit jantung yang ditandai adanya penyempitan jaringan arteri koroner terutama dikarenakan aterosklerosis yang menyebabkan mikroangiopati. Pasien PJK dalam perawatannya selain mendapat pengobatan, juga dilakukan rehabilitasi untuk membantu mempercepat pemulihan kondisi fisik, psikis, dan sosialnya. Pemberian rehabilitasi tersebut perlu diberikan sejak pasien masuk di rumah sakit atau yang dikenal dengan rehabilitasi jantung fase I. Salah satu komponen dalam rehabilitasi jantung fase I adalah latihan aktifitas fisik yang bertujuan mempercepat pemulihan kondisi pasien untuk kembali beraktifitas seperti semula. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara rehabilitasi jantung fase I terhadap lama rawat pasien PJK di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan post test only non equivalen grup. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 14 responden kelompok intervensi dan 14 responden kelompok kontrol pasien yang didiagnosis PJK di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar yang sesuai kriteria inklusi yang ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan rehabilitasi jantung fase I terhadap lama rawat p value=0,007 . Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi bivariat dengan Mann Whitney Test. Rehabilitasi jantung fae I perlu diberikan sejak awal kepada pasien PJK karena dapat membantu mempercepat proses penyembuhannya dan memperpendek lama rawat pasien. Lama rawat yang semakin pendek akan semakin menghemat pembiayaan operasional perawatan pasien PJK. ......Coronary Heart Disease CHD Coronary Heart Disease CHD is a specific term for cardiovascular disease characterized by narrowing of coronary artery tissue mainly due to atherosclerosis that causes microangiopathy. CHD patients in the treatment in addition to receiving treatment, also rehabilitation to help speed up the recovery of physical, psychological, and social conditions. The rehabilitation program should be given since admission to the hospital or known as phase I heart rehabilitation. One of the components of phase I heart rehabilitation is physical exercise activity aimed at speeding up the recovery of the patient 39 s condition to return to regular activities. This study aims to determine the relationship between cardiac phase I rehabilitation for the length of patient care of CHD in RSUD Mardi Waluyo Blitar City. This study used quasi experiment design with the post test only non equivalent group. The sample in this study consisted of 14 respondents of the intervention group and 14 patients for control group respondents who diagnosed with CHD in RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar matching the specified inclusion criteria. The results showed a significant correlation of heart phase I rehabilitation on the duration of care p value 0,007 . The statistical test used a bivariate correlation test with Mann Whitney Test. This results yielded it needs to be given early on to CHD patients as it can help the healing process and shorten hospitalization. Furthermore, the shorter length of care will further save the operational cost of CHD patient care.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T49464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>