Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ernalem Bangun
Abstrak :
Penelitian ini mengungkapkan tentang kebudayaan organisasi Museum Nusantara, salah sate museum pemerintah di Jakarta. Sebagai organisasi administratif birokratis, Museum Nusantara dalam melaksanakan kegiatannya memiliki aturan-aturan formal dan prosedur tertentu, yang harus dilaksanakan secara hirarki sesuai dengan struktur formal yang ada Tetapi dalam kenyataannya terdapat kegiatan dan aturan-aturan informal yang dilakukan dalam kelompok kelompok informal dalam setiap level, yang melekat dan mendampingi struktur formal yang ada. Hubungan-hubungan sosial informal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan museum secara formal. Penelitian ini lebih memfokuskan pada kegiatan-kegiatan nyata yang bersifat informal, yang dilakukan oieh orang-orang museum sebagai unsur paling dalam organisasi. Peneliti menemukan bahwa kelompok informal di Museum Nusantara dapat dibagi 2 (dua) berdasarkan akses dalam pengelolaan sumber daya yang ada di museum. Kelompok pertama adalah kelompok pengelola somber daya museum, yang mengembangkan sikap toleran kepada orangorang di luar kelompoknya, patuh terhadap aturan-aturan yang ditentukan oleh kelompoknya, menerima dengan penuh kepercayaan, membina dan mengekalkan hubungan di antara anggota kelompok. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya di museum. Ada 2 (dua) sikap yang berbeda dalam kelompok yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya di museum ini. Sebagian besar mengembangkan sikap masa bodoh, mencari kegiatan lain, menguatkan hubungan antar anggota kelompok, dan berbagai kegiatan informal lainnya serta memanfaatkan fasilitas dan keunggulan sebagai pegawai negeri. Sedangkan sebagian kecil tetap menjalankan aturan-aturan yang ada semaksimal mungkin. Namun penelitian ini lebih memfokuskan pada kegiatan orang-orang museum yang bersifat informal karena orang-orang yang mengikuti aturan yang ada tersebut hanya sedikit sekali, tidak berpengaruh terhadap kegiatan museum serta hanya akan bertahan sesaat saja sebelum mereka mengetahui seluk- beluk kegiatan museum secara seutuhnya. Orang-orang museum yang tidak ikut dalam kelompok yang mengelola sumber daya museum cenderung bersikap masa bodoh terhadap apa yang terjadi di museum, namun mencari kegiatan lain. Kegiatan yang dilakukan tersebut tentunya menyita waktu dan pikiran. Ditambah pula dengan kerja sama dari anggota kelompok yang tidak memiliki akses dalam mengelola sumber daya di museum, secara tidak langsung sudah menomorduakan pekerjaan museum. Kerja sama ini dilakukan untuk menjaga agar mereka terlihat patuh, tidak ada kesan pelanggaran. Hal ini disebabkan karena patuh dan tidak banyak tanya adalah nilai yang dijunjung tinggi. Pandangan bahwa berbahaya / tidak aman jika banyak bertanya meliputi hampir semua orang-orang museum, juga ketakutan akan resiko yang dapat merugikan diri sendiri sangat besar. Keselamatan diri sendiri menjadi hal yang diutamakan. Kehidupan aman sangat dijunjung tinggi, termasuk kelompok pengelola sumber daya di museum. Bagi orang-orang museum pengelola sumber daya di museum, sikap patuh dalam menjalankan aturan yang diberlakukan oleh kelompoknya serta menerima apa yang dilakukan tanpa harus tahu tentang proses pelaksanaannya merupakan hal yang sangat penting, demikian pula sikap toleransi dalam membina hubungan dengan anggota sesama kelompok. Sikap toleransi dengan membagi-bagi rejeki dilakukan agar terdapat rasa aman untuk melakukan kegiatan tersebut, bahkan sering disebut sebagai upaya untuk menutup mulut. Jika mereka tidak dapat membagi- bagi rejeki yang mereka peroleh secara langsung, mereka membiarkan orang lain untuk mencari rejeki dengan cara masing-masing. Sikap inilah yang dianggap dapat mengurangi resiko disorot dan diguncang orang lain. Ketakutan akan resiko yang dapat merugikan diri sendiri mendorong mereka untuk bersikap toleransi dan menerima apapun yang diperintahkan dan diminta oleh kelompoknya. Ini pulalah yang mendasari sikap mereka untuk menjaga dan menguatkan hubungan sesama anggota kelompok hari demi hari. Keberadaan kelornpok-kelompok informal di Museum Nusantara yang didasarkan pada akses pengelolaan sumber-sumber daya di museum seperti telah disebutkan di atas, mempengaruhi pembuatan rencana kerja dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, mempengaruhi oraag-orang yang ditunjuk sebagai pelaksananya sekaligus ini mempengaruhi pula dalam pembinaan orang-orang museum yang akhirnya menciptakan perilaku yang telah disebutkan di atas. Inilah budaya orang-orang museum yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan dan ketermanfaatan Museum Nusantara khususnya dan museum-museum pemerintah di Indonesia umumnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tono Setiadi
Abstrak :
ABSTRAK
Suatu rancangan rumah yang baik dapat memberikan Penampilan Bangunan (Building Performance) yang memenuhi kebutuhan kepuasan penghuni dalam penggunaan rumah itu sehari-hari. Dari ketiga aspek (aspek Teknikal, Fungsional, dan Perilaku) yang menentukan kualitas Penampilan Bangunan, aspek Perilaku (behavioral) sering kali kurang mendapat perhatian para arsitek dalam proses perancangan. Hal demikian diperkirakan terjadi pula pada unit rumah massal di lingkungan perumahan Real Estate yang dalam proses perancangan prototipe unitnya tidak dapat melibatkan partisipasi calon penghuni. Dengan kondisi proses seperti itu, memang patut dipertanyakan apakah karya arsitek tersebut benar-benar telah dapat memenuhi kebutuhan kesejahteraan sosiologikal dan psikologikal penghuni dari aspek Perilaku atau aspek lain-lain yang terkait. Pertanyaan yang sama pantas dilontarkan kepada para penghuni yang mendiami unit-unit rumah di lingkungan perumahan Bintaro Jaya. Penghuni dari golongan masyarakat berpenghasilan menengah ini dijadikan obyek penelitian karena memiliki beberapa kekhususan. Kelompok ini di Jakarta berjumlah cukup besar dan merupakan golongan profesional atau golongan tenaga terdidik yang potensial bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Dari segi reliabilitas penelitian, golongan ini dapat diandalkan karena kemampuan mereka dalam memberikan pendapat atau opini yang obyektif dan netral. Dengan pertimbangan demikian, diharapkan hasil evaluasi Penampilan Bangunan dari aspek Perilaku dapat terungkap lebih akurat, dan sekaligus bermanfaat sebagai umpan balik penyempurnaan Kriteria Rancangan (Design Criteria) dalam penyiapan pembangunan unit rumah berikutnya.

Penelitian ini terutama bertujuan untuk mengungkapkan tanggapan penghuni terhadap Penampilan Bangunan ditinjau dari aspek Perilaku (dengan sub aspek Privasi, Teritorialitas, Ruang Personal, Kesesakan, dan Citra) dan bagaimana kondisi saling hubungan antar sub aspek Perilaku tersebut. Selain itu ingin pula mengetahui tingkat Kepuasan Keseluruhan (Overall Satisfaction) yang dirasakan penghuni atas unit rumah itu, dan bagaimana kondisi saling hubungan antara Kepuasan Keseluruhan tersebut dengan tiap sub aspek Perilaku. Untuk memperoleh pendapat atau opini penghuni, sebagai instrumen utama telah disebarkan sebanyak 152 kuesioner berskala kepada responden yang memenuhi kriteria/persyaratan sebagai penghuni kelas menengah di lingkungan Bintaro Jaya. Dari kuesioner yang masuk, setelah diseleksi, ditetapkan 80 kuesioner yang memenuhi syarat untuk dijadikan data penelitian. Data tersebut disusun dalam Tabel Induk, untuk kemudian dianalisis dan uji statistik, diinterpretasi, dan dibahas untuk memperoleh kejernihan masalah dan pemecahannya. Arah pembahasan ditujukan untuk memberikan bahan masukan terhadap pembentukan Kriteria Rancangan yang nantinya akan bermanfaat bagi para arsitek.

Hasil penelitian dilaporkan sebagai berikut:

1 Profit Penghuni

a. 58% berpendidikan Sarjana ke atas dan 42% Sarjana Muda/ SLTA.

b. 81% Pegawai Swasta dan 19% Pegawai Negeri.

c. 29% berpenghasilan kurang dari. 1 juta rupiah, 47% berpenghasilan 1-2 juta rupiah, 9% berpenghasilan 2-3 juta rupiah, 9% berpenghasilan 3-5 juta rupiah, dan 6% berpenghasilan lebih dari 5 juta rupiah.

d. 60% berusia 40 tahun ke bawah, 29% antara 41-50 tahun, dan 11% berusia 51 tahun ke atas.

e. 62% mempunyai anak 1-3 orang, 13% antara 4-5 orang, dan 25% tidak mempunyai anak/tidak tinggal bersamanya.

f. 79% memiliki pembantu antara 1-2 orang, 19% memiliki pembantu 3-4 orang, dan hanya 2% yang tidak memiliki.

2. Penampilan Bangunan dari aspek Perilaku

a. Privasi, Ruang Personal, Teritorialitas, dan Citra, dirasakan telah memadai.

b. Kesesakan, dirasakan kurang memadai.

3. Hubungan antar sub aspek Perilaku

a. Tidak semua variabel sub aspek saling berhubungan/berkorelasi.

b. Hubungan yang cukup signifikan terjadi antara: Ruang Personal dengan Kesesakan, Ruang Personal dengan Citra, Kesesakan dengan Citra.

4. Hubungan antara sub aspek Perilaku dengan Kepuasan Keseluruhan

a. Unit rumah dirasakan telah memenuhi Kepuasan Keseluruhan pars penghuninya.

b. Tidak semua variabel sub aspek Perilaku berhubungan dengan Kepuasan Keseluruhan. Teritorialitas, Ruang Personal, dan Citra mempunyai hubungan yang signifikan terhadap Kepuasan Keseluruhan.

5. Tanggapan terhadap aspek Perilaku dan Kepuasan Keseluruhan ditinjau dari tingkat Pendidikan

a. Dalam menanggapi penampilan bangunan dari aspek Perilaku, penghuni berpendidikan Sarjana ke atas tidak berbeda jauh dengan penghuni yang berpendidikan Sarjana Muda/ SLTA. Perbedaan yang agak mencolok hanya terjadi pada sub aspek Teritorialitas dan Kesesakan.

b. Begitu pula terhadap Kepuasan Keseluruhan.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amarina Ashar Ariyanto
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini merupakan upaya menjelaskan tingkah laku bermasalah pada siswa SMA dan STM dengan menggunakan kerangka pemikiran Fishbein dan Ajzen sebagai dasar untuk menerangkan masalah yang disoroti. Selain itu, juga untuk mengetahui bagaimana penerapan teori yang mereka kemukakan pada lapangan tingkah laku yang belum banyak diteliti. Teori Reasoned Action, (dikembangkan oleh Fishbein ) sebagai teori yang berakar pada Teori Sikap, memfokuskan perhatian pada belief, sikap dan tingkah laku dalam upayanya menjelaskan tingkah laku. Menurut teori ini, determinan langsung dari tingkah laku overt individu adalah intensinya ( I ) untuk menampilkan tingkah laku tersebut. Intensi seseorang dapat diprediksi melalui 2 hal utama, yaitu Sikapnya terhadap hal tersebut dan Norma Subyektif yang ia miliki. Sikap seseorang dapat dilihat melalui belief ( b ) yang ia miliki dihubungkan dengan evaluasinya terhadap belief tersebut ( e ); sedangkan Norma Subyektifnya terbentuk melalui persepsi subyek tentang harapan orang lain yang ia anggap penting ( Normative belief -- NB ) dihubungkan dengan bagaimana keinginan dia untuk memenuhi harapan orang lain tersebut (Motivasi to Comply - MC ). Teori yang dikembangkan pada tahun 1975 ini dianggap dapat memberikan semangat baru pada bidang penelitian tentang sikap, setelah mengalami masa lesu di sekitar tahun 1970. Pada tahun 1988 Ajzen mengemukakan teori Planned Behavior, yang merupakan pengembangan dari teori Reasoned Action, dimana ia menambahkan aspek Perceived Behavioral Control Belief ( PBCB ), yaitu belief individu mengenai sejauh mana ia mempersepsikan akan dapat mengontrol dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Belief ini selalu dikaitkan dengan situasi atau kondisi tertentu, dalam masalah diatas adalah kondisi kondisi apa saja yang mereka persepsikan dapat mendorong atau menghambat keterlibatan mereka dalam perkelahian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) bagaimana intensi terlibat perkelahian pada siswa SMA dan STM yang diteliti , 2) bagaimana peranan faktor sikap, Norma subyektif dan PBC Belief terhadap intensi, faktor mana yang lebih berperan pada kelompok yang diteliti, serta 3} bagaimana pula gambaran Belief, Evaluasi Belief, Significant Others serta Motivation to Comply mereka. Responden penelitian adalah 315 siswa dari sekolah yang dalam laporan POLDA Metro Jaya tercatat sebagai sering berkelahi, paling sedikit 3x dalam periode '89 - '91. Sekolah yang dituju dipilih secara sangat purposif, sedangkan kelas yang dijadikan responden adalah kelas 1 dan 2 yang didalamnya ada siswa bermasalah maupun yang berprestasi. Responden seluruhnya pria, dan meliputi 26 kelas dari 3 STM dan 3 SMA di Jakarta. Pengelompokan responden kedalam 4 kelompok penelitian dilakukan berdasarkan 'peer rating' terhadap tingkat agresifitas teman sekelasnya. Instrumen yang diberikan ada 2 macam, yaitu alat A yang mengukur intensi terlibat perkelahian, dan alat B yaitu alat yang disusun untuk mengukur intensi untuk tidak berkelahi. Dalam pengolahan selanjutnya data dari alat B tidak dianalisa, karena ternyata alat A dapat mengukur intensi secara lebih tajam. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah : Intensi seluruh kelompok adalah rendah. Antara Kelompok Tidak Agresif dengan Kelompok Agresif Sedang dan Kelompok Sangat Agresif, intensinya tidak berbeda signifikan, tetapi dengan kelompok Ditahan, intensinya berbeda signifikan. Ketajaman Peramalan intensi maupun hubungan (multipel korelasi) dengan menggunakan 3 prediktor (S, SN, PBC belief) ternyata lebih tinggi daripada dengan 2 faktor saja (S dan SN). Pada Kelompok Agresif (Total) maupun Agresif sedang, peran Norma Subyektif lebih besar daripada Sikap dan PBC Belief; tetapi pada Kelompok Sangat Agresif maupun Kelompok Ditahan, peran sikap yang lebih besar. Belief yang dimiliki responden mengenai terlibat perkelahian adalah: membela nama sekolah, solider terhadap teman, menambah pengalaman dan memperluas.pergaulan. Normative Belief mereka adalah orang tua, guru dan teman sebaya. Sedangkan PBC Belief mereka adalah ingat akan orang tua, jarak lawan jauh, kehadiran polisi dan masa ujian/ulangan. Disarankan untuk mencoba mengembangkan dan menggunakan instrumen lain untuk memancing intensi responden, juga untuk melihat kemungkinan lain dari penerapan teori ini pada berbagai lapangan tingkah laku yang secara sosial kurang diterima.
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Irmawati
Abstrak :
Tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh sosialisasi keluarga, sosialisasi sekolah, dan sosialisasi peergroup (teman sebaya) terhadap perilaku budi pekerti anak. Serta agen sosialisasi mana yang memegang peranan paling penting dalam mempengaruhi perilaku budi pekerti anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang besifat deskriptif, dengan metode studi kasus. Adapun cara pengumpulan datanya, terlebih dahulu dilakukan Focus Group Discussion, yang hasilnya kemudian dianalisa secara kualitatif, selain juga dijadikan kuesioner untuk data kuantitatif. Data kuesioner tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan korelasi dan regresi ganda. Kerangka pemikiran teori yang dipergunakan adalah: dalam setiap tahap perkembangan manusia, sebagai makhluk sosial, yang selalu mendapat sosialisasi, baik primer maupun sekunder. Setiap orang, dalam hal ini populasi penelitiannya adalah siswa kelas III SMPN 123 Jakarta, akan mendapat pengaruh perilaku budi pekertinya dan orang lain. Namun, menurut Getting dan Donnermeyer, sumber sosialisasi sekunder hanya dapat bekerja melalui dampak dari sosialisasi primer. Hasil studi ini mendapatkan kesimpulan bahwa variabel sosialisasi keluarga, sosialisasi sekolah, dan sosialisasi peergroup (teman sebaya) mempunyai pengaruh terhadap perilaku budi pekerti anak sebesar 0,388, atau 15 %. Artinya, terdapat 85 % perilaku budi pekerti dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel lain yang dimaksud berdasarkan hasil focus group discussion adalah media massa, dalam hal ini televisi. Dan hasil analisa penelitian, penulis menyarankan 1) kepada para orang tua hendaklah mendidik putra-putrinya dengan pola asuh authoritative, yaitu pola asuh yang bersifat mencintai, mengontrol, komunikatif dan mempunyai tuntutan perilaku yang matang terhadap anak-anaknya.2) kepada guru, hendaklah dapat menjadi seorang guru, yang dapat digugu (dipatuhi) dan ditiru, sehingga siwa dapat melakukan imitasi terhadap perilaku guru di sekolahnya. 3) kepada badan sensor, hendaklah melakukan tugas sensor dengan baik, baik untuk produksi nasional, maupun asing. 4) kepada masyarakat luas, hendaklah selalu berperilaku budi pekerti yang baik, sehingga semua orang akan terbiasa melihat pola perilaku yang baik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Asrori
Abstrak :
ABSTRAK
Pajak mempunyai arti penting dan strategis. Pembiayaan pembangunan dan pinjaman luar negeri akan membawa konsekuensi berupa kewajiban untuk mengembalikan sedangkan penerimaan dari sektor pajak lebih bisa dijamin kontinuitasnya, disamping banyak keuntungan yang lainnya antara lain meningkatnya penerimaan dari sektor pajak menunjukkan kemandirian negara, kemandirian _yang ditopang dari sektor pajak ini akan menguatkan struktur ekonomi dan sosial yang kuat, dan mempengaruhi terhadap stabilitas dan kenetralan kebijakan luar negeri. Usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak membutuhkan waktu yang panjang, karena berkaitan dengan mentalitas suatu bangsa (Tianakusubroto,1994). Pelanggaran-pelanggran yang terjadi dibidang perpajakan cukup serius dengan nilai nominal yang besar. Dalam sistem self crsessnaent wajib pajak diberi kewenangan menghitung sendiri dan menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarnya. Menurut Tunggal (1995), jenis pajak penghasilan perorangan sering ditemukan adanya penyelewengan berupa antara perilaku menghindari pajak. Dalam kaitan dengan perilaku menghindari pajak, peneliti memilih intensi sebagai konstruk yang dapat menjelaskan perilaku tersebut berdasarkan Theory reacsoned action dari Fishbein dan Ajzen (1975) dan Theory Planned Behavior dari Ajzen (1988). Dari model tersebut dirumuskan permasalahan: seberapa jauh sikap, norma subjektif dan PBC hubungannya dengan intensi menghindari pajak. Dari hasil uji statistik berupa analisis regresi berganda diperoleh hasil sebagai berikut :

Sikap terhadap perilaku menghindari pajak, up pph perorangan secara signifikan berhubungan positif dengan intensi menghindari pajak, (sig T= 0.0036) sumbangan relatif sikap terhadap intensi menghindari pajak adalah sebesar .377396 (nilai Beta). Norma subjektif tidak memberikan sumbangan yang signifikan dengan intensi menghindari pajak (sig T = .1364). Sedangkan PBC secara signifikan mempunyai hubungan positif dengan intensi menghindari pajak (T= 0074). Sumbangan relatif yang diberikan oleh PBC terhadap intensi menghindari pajak adalah sebesar _240490 (nilai Beta). Secara keseluruhan varian menghindan pajak hanya dapat diterangkan oleh variabel independent yaitu sikap, norma subjektif dan PBC hanya sebesar 41 %, sehingga dengan demikian ada 59 8fo diterangkan oleh variabel lain.

Saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak yang berkepentingan dalam hal ini pengambil kebijakan adalah berkaitan dengan perubahan sikap sehingga sikap yang positif terhadap perilaku menghindari' pajak dapat dirubah menjadi sikap yang negatif terhadap perilaku menghindari pajak.

Dalam penelitian ini norma subjektif tidak berpengaruh secara signifikan. Kontrol perilaku yang dipersepsikan oleh wajib pajak perlu pula mendapat perhatian. Hal hal yang mendorong dapat lebih dieleminir sehingga dorongan tersebut tidak menjadi kenyataan berupa intensi ataupun perilaku yakni menghindari pajak. Bagi para peneliti berikutnya dianjurkan dapat menerapkan model Lewis dengan lebih lengkap bila situasi dan kondisi memungkinkan sehingga hasil penelitian yang didapatkan Iebih komprehensip.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarinadiyya Shaliha
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas pengaplikasian model Theory of Planned Behavior untuk memprediksi intensi perilaku remaja terhadap pola makan sehat. Pengumpulan data dilakukan melalui survey kepada 230 siswa berusia 12-18 tahun di sebuah sekolah di Jakarta Selatan. Hasil penelitian menemukan bahwa persepsi kendali perilaku diikuti dengan sikap terhadap pola makan sehat adalah faktor terpenting dalam memprediksi intensi perilaku. Pola makan sehat dianggap sangat diperlukan dan berguna, selain cukup enak dan menarik. Keluarga dan guru merupakan agen sosialisasi yang paling berpengaruh. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi bagi pendidik dan otoritas publik maupun pemasar dalam merencanakan strategi komunikasi dan menciptakan kesadaran bagi agen sosialisasi dalam perannya untuk mendorong remaja menjalankan perilaku pola makan sehat.
ABSTRACT
The purpose of the study was to apply the theory of planned behavior to predict adolescents? behavioral intention for healthy eating. A sample survey of 230 students aged 12-18 years was conducted in a school in South Jakarta. Perceived behavioral control followed by attitudes were the most important factors in predicting behavioral intention. Healthy eating was perceived to be desirable and useful, and, to a lesser extent, interesting and enjoyable. Family and teachers were influential socialization agents. The results may inform educators and policy makers in designing health communication campaigns, particularly in making socializing agents aware of their role in encouraging healthy eating behaviors in adolescents.
2013
S46353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Diah Pranidhana
Abstrak :
This study conducted to examine the relationship between father involvement, in affective domain and behavior domain, from child’s perception with gender role flexibility in middle adolescent. In this study, father involvement variable measured by two instrument that developed by Finley and Schwartz (2004); Nurturant Fathering Scale (NFS) to measure affective domain and Father Involvement Scale (FIS) to measure the behavior domain of father involvement. Gender role flexibility variable measured by Adolescent Sex Role Inventory (ASRI) that adapted by Thomas dan Robinson (1981) from Bem Sex Role Inventory (BSRI) that first developed by Bem (1974). Sample of this study is 423 adolescent (148 male and 275 female), from 15 to 18 years old, that lived in Jabodetabek area. The result of this study showed that there is no significant relationship between father involvement, in both affective and behavior domain, with gender role flexibility in middle adolescent (r = -0,54, p>0,05, two-tailed; r = -0,10, p>0,05, two-tailed).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah, dalam domain afektif maupun domain perilaku, dari persepsi anak dengan fleksibilitas peran gender pada remaja madya. Variabel keterlibatan ayah dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz (2004), yaitu Nurturant Fathering Scale (NFS) untuk mengukur domain afektif dan Father Involvement Scale (FIS) untuk mengukur domain perilaku. Sedangkan variabel fleksibilitas peran gender diukur dengan menggunakan alat ukur Adolescent Sex Role Inventory (ASRI) yang diadaptasi oleh Thomas dan Robinson (1981) dari alat ukur Bem Sex Role Inventory (BSRI) yang pertama kali dikembangkan oleh Bem (1974). Penelitian ini dilakukan terhadap 423 remaja berusia antara 15 sampai 18 tahun yang berdomisili di daerah Jabodetabek, diantaranya terdapat 148 remaja laki-laki dan 275 remaja perempuan. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dalam domain afektif maupun domain perilaku dengan fleksibilitas peran gender pada remaja madya (r = -0,54, p>0,05, two-tailed; r = -0,10, p>0,05, two-tailed).
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashford, Jose B.
New York: Thomson Brooks, 2006
302 Ash h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Permadi
Abstrak :
Pertumbuhan ekonomi dan kelestarian fungsi lingkungan merupakan kebutuhan yang dapat dicapai dengan menerapkan kaidah﷓kaidah keserasian dalam pembangunan yang berkelanjutan. Lingkungan hidup tidak selalu baik, apabila tidak ada pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan penduduk sering kali menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang parah. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi tidak akan berkelanjutan, jika lingkungan hidup diabaikan. Pala hidup masyarakat yang tidak dilandasi pemahaman lingkungan akan semakin memperburuk pola penataan lingkungan hidup yang tertib dan sehat. Begitu pula. kondisi sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi tingkah laku penduduk di dalam mengelola lingkungan hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah 1). Terungkapnya kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Kebon Bawang, 2). Terungkapnya persepsi masyarakat tentang keadaan wilayah yang mereka tempati, 3). Terungkapnya perilaku masyarakat di dalam mengelola lingkungan dimana mereka tinggal. Sedangkan masalahnya adalah: "Bagaimana persepsi dan perilaku masyarakat di Kelurahan Kebon Bawang di dalam mengelola lingkungan hidupnya dan seberapa jauh kondisi social ekonomi masyarakat mempengaruhi alas an betah/tidaknya penduduk tinggal di wilayah tersebut ?". Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1). Diduga ada hubungan antara tingkat pendidikan seseorang dengan persepsinya tentang dimana mereka tinggal. Selanjutnya persepsi tersebut diduga akan mempengaruhi perilakunya di dalam mengelola lingkungan. 2). Bila perilaku penduduk di dalam mengelola lingkungan hidup baik, maka penduduk akan menyatakan rasa kepuasannya terhadap keadaan dimana mereka tinggal. 3). Diduga ada hubungan antara alasan betah/tidaknya seseorang dengan kondisi sosial ekonomi (kualitas pemukiman, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan status tempat tinggal). Berdasarkan hasil survei dan analisis data, maka ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dan ringkasan dari penelitian ini, yaitu: Dari hasil pengujian statistik dapat diketahui bahwa antara persepsi penduduk tentang lingkungan dimana mereka tinggal adalah independen. Hal ini berarti bahwa persepsi yang dikemukakan penduduk karena perbedaan tingkat pendidikan tidak selalu menunjukkan adanya hubungan. Sebagian besar penduduk (74,6 %) di Kelurahan Kebon Bawang berpartisipasi aktif di dalam mengelola lingkungan hidupnya. Baik yang dilakukan perseorangan maupun usaha bersama yang dibina melalui organisasi yang ada (formal dan informal). Partisipasi ini tidak lepas dari pada kesadaran dan persepsi sebagian besar penduduknya (61,2 %) akan pentingnya usaha penertiban kebersihan dan kesehatan lingkungan. Perilaku masyarakat di Kelurahan Kebon Bawang di dalam mengelola lingkungan hidup cukup baik, sehingga memberikan rasa kepuasan bagi sebagian besar penduduknya (96,7 %) betah tinggal di wilayahnya. Alasan betah yang dikemukakan sebagian besar, penduduk (32 %) karena tidak ada tempat tinggal lain. Kemudian karena tetangga menyenangkan (24 %) dan karena dekat tempat pekerjaan (21 %). Dari hasil pengujian staitstik dapat diketahui bahwa hubungan antara alasan betahnya seseorang dengan kualitas pemukiman, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan mata pencaharian adalah independen. Kecuali status tempat tinggal (dependen). Hal ini berarti bahwa alasan betah yang dikemukakan karena perbedaan kondisi sosial ekonomi tersebut tidak selalu menunjukkan adanya hubungan. Dengan kata lain kondisi sosial ekonomi penduduk tidak begitu berpengaruh terhadap alasan betahnya seseorang.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, C.B.S. author
Abstrak :
Tesis ini menggambarkan tentang motivasi para anggota unit operasional Satuan lntelijen dan Pengamanan di Polresta Bogar dalam bekerja. Adapun masalah penelilian adalah ?apakah perilaku individu para anggota unit operasional Satuan lntelijen dan Pengamanan di Polresta pemahaman anggota alas tujuan organisasi, hasif kerjaJprestasi, supervisilpenyeliaan, tanggungjawab, hubungan antarpribadi, kondisi kerja, dan penghasilan. Tesis ini menunjukkan bahwa motivasi anggota dalam bekerja merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pelaksanaan tugas unit operasional Satuan lntelpam Polresta Bogar, mengingat terbatasnya dukungan sarana dan prasarana yang disiapkan oleh dinas. Tesis membahas gambaran urnum Kepolisian Resort Kola Bogar, gambaran umum unit operasional Satuan lntelpam Polresta Bogar, faktor-faklor yang dapat mempengaruhi motivasi dalam bekerja dan pembahasan tentang korelasi antara laktor-faklor yang diteliti dengan motivasi anggota unit operasional dalam bekerja. Tesis ini menyimpulkan bahwa para anggota unit operasional Satuan lntelpam di Polresta Bogar belum bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang benar_ Selain itu disimpulkan pula bahwa motivasi dalam bekerja yang dimiliki anggota unit operasional cukup balk. Juga dilakukan panilaian terhadap kinerja unit operasional serta ditemukan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh Satuan lntelpam Adapun saran yang diberikan bertujuan untuk memperbaiki kinerja unit operasional Satuan Intelpam Polresta Bogor agar mereka tidak melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>