Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jon Hafan Sutawardana
Abstrak :
Hipoglikemia adalah komplikasi akut diabetes melitus yang seringkali terjadi secara berulang yang ditandai dengan gula darah kurang dari 70 mg/dl. Kondisi tersebut akan berdampak secara psikologis yaitu ketakutan akan serangan ulang yang menciptakan perasaan traumatis pada penyandang diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman penyandang diabetes melitus yang pernah mengalami episode hipoglikemi di Persadia Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi terhadap enam partisipan. Hasil penelitian didapatkan enam tema utama yaitu penurunan fungsi fisik sementara sebagai respon hipoglikemia, perasaan traumatis ketika mengalami hipoglikemia, pemahaman partisipan terhadap penyebab hipoglikemia, kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia, keyakinan internal menjadi sumber koping utama dalam menghadapi hipoglikemia, kebutuhan pelayanan keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan edukasi pada pasien yang mengalami hipoglikemia.
Hypoglycemia is an acute complication of diabetes mellitus which frequently occur repeatedly marked by blood glucose less than 70 mg/dl. The condition will affect the psychological fear of repeated attacks that create a traumatic feelings in people with diabetes mellitus. This study aims is to gain an in depth understanding of experiences of persons with diabetes mellitus who had experienced of hypoglycemia episodes in Persadia Depok. Qualitative descriptive phenomenology approach was applied to 6 participants. The findings revealed 6 themes: decline in physical function while in response to hypoglycemia, traumatic feelings when experiencing hypoglycemia, participants understanding that caused of hypoglycemia, awareness of hypoglycemia prevention, internal beliefs became the main source of coping to faced of hypoglycemia and nursing care needs. The results of this study suggest a need of improvement in nursing education for patients with hypoglycemia.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T44450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Leo
Abstrak :
Hemodialisis (HD) dapat memicu terjadinya hipoglikemia intradialisis. Insidensi terjadinya hipoglikemia intradialisis cukup sering ditemui pada pasien rawat inap. Hipoglikemia intradialisis dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, memperpanjang lama rawat bahkan dapat menyebabkan kematian intradialisis. Hipoglikemia intradialisis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kejadian hipoglikemia intradialisis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipoglikemia intradialisis pada pasien gagal ginjal rawat inap yang menjalani HD. Penelitian ini merupakan penelitian obervasional (non eksperimental) dengan rancangan kuantitatif deskriptif-analitik dengan pendekatan potong lintang, melibatkan 266 pasien HD yang dirawat inap. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan Regersi Logistik Ganda. Hasil penelitian ini mendapatkan sebanyak 54,1% subjek penelitian mengalami hipoglikemia intradialisis, dengan 39,6% diantaranya tanpa disertai tanda dan gejala hipoglikemia serta 38,2% mengalami hipoglikemia berulang. Waktu kejadian hipoglikemia intradialisis paling tinggi terjadi pada jam ke-2 intradialisis dengan rerata penurunan kadar gula darah pada jam pertama intradialisis sebesar 37,9 mg/dl ± 53,7 standar deviasi. Terdapat pengaruh yang signifikan antara ultrafiltration goal, sakit DM, hipertensi, asupan nutrisi, terapi obat anti diabetik, dan terapi β Bloker dengan kejadian hipoglikemia intradialisis (p < 0,05; α 0,05). Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipoglikemia intradialisis adalah asupan nutrisi dengan nilai OR 6,113. Hasil penelitian ini merekomendasikan agar pemeriksaan gula darah intradialisis dilakukan secara rutin dan upayakan asupan nutrisi adekuat pada pasien HD, terutama pada pasien yang memiliki risiko tinggi. ......Hemodialysis (HD) induces intradialytic hypoglycemia. The incidence of intradialytic hypoglycemia commonly occurred in hospitalized patients. Inpatient intradialytic hypoglycemia leads to further complications, prolongs the length of stay, and even causes intradialytic death. Intradialytic hypoglycemia is caused by many factors. This study aims to identify the incidence of intradialytic hypoglycemia and analyze the influencing factors of the occurrence of intradialytic hypoglycemia in inpatients with renal failure undergoing HD. This study used a descriptive-analytical quantitative design with a cross-sectional approach and recruited 266 inpatients who undergoing HD. Data analysis used the Chi-Square test and Multiple Logistic regression. This study’s result found that 54.1% of the subjects experienced intradialytic hypoglycemia, where 39.6% of subjects had no signs and symptoms, and 38.2% of subjects experienced recurrent hypoglycemia. The highest incidence of intradialytic hypoglycemia occurred in the 2nd hour of intradialytic, with an average decrease in blood glucose levels in the first hour of intradialytic of 37.9 mg/dl (SD± 53.7). There were significant effects between the ultrafiltration goal, diabetes mellitus, hypertension, nutritional intake, anti-diabetic, and beta-blocker therapy with intradialytic hypoglycemia (p < 0.05; α 0.05). The most influencing factor of intradialytic hypoglycemia incidence was nutritional intake, with OR value of 6.113. Based on this study’s result, it is recommended to conduct continuous blood glucose monitoring during hemodialysis, and also monitor nutritional intake among those patients, especially in high-risk patients.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isni Nadyanti
Abstrak :
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi diabetes melitus tipe 2. Anggota keluarga biasanya menjadi orang pertama yang mengetahui kejadian hipoglikemia pada klien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman keluarga klien diabetes melitus tipe 2 menghadapi hipoglikemia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif. Wawancara mendalam terhadap 11 partisipan mengidentifikasi empat tema yaitu: keluarga mempersepsikan hipoglikemia adalah sesuatu yang biasa, keluarga mampu mengenali gejala awal hipoglikemia, keluarga memberikan dukungan positif bagi klien dalam menghadapi hipoglikemia, dan hipoglikemia memiliki dampak negatif bagi keluarga. Hasil penelitian menunjukkan peran penting perawat untuk memberikan edukasi yang komprehensif mengenai hipoglikemia terhadap keluarga klien diabetes melitus tipe 2. ...... Hypoglycemia is one of diabetes complications. Hypoglycemia can increase risk of cardiovascular diseases or even lead to death. Family members are usually the first people to recognize hypoglycemia. Hypoglycemia is an unpredictable condition which make they should aware with it. A qualitative study using a phenomenological description design was utilized. In depth interviews were conducted with 11 family members of the person with type 2 diabetes. Family rsquo s experiences dealing with hypoglycemia were described into four main themes family perceive hypoglycemia is a common thing, family is capable in recognizing early symptoms of hypoglycemia, family provide positive support to person dealing with hypoglycemia, and hypoglycemia affects the family negatively. This study denotes a major role of nurse to provide a comprehensive education about hypoglycemia to the family of the person type 2 diabetes.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desiana Nurhayati
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar Belakang: Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang sering terjadi pada neonatus terutama bayi kurang bulan dan bayi kecil masa kehamilan. Sebagaian besar neonatus kompensasi hipoglikemia fisiologis dengan memproduksi benda keton. Tujuan: Membantu menambahkan data dalam membuat pedoman pemeriksaan glukosa darah pada bayi late preterm dan bayi cukup bulan kecil masa kehamilan. Metode Penelitian: Penelitian cross sectional untuk melihat gambaran kadar gula darah diawal kelahiran pada bayi late preterm dan cukup bulan kecil masa kehamilan dan hubungannya dengan keton darah sebagai respons adaptasi metabolik. Penilaian respons kadar keton darah terhadap perubahan kadar gula darah dengan melakukan uji korelasi pada masing-masing tahap penilaian. Hasil: Sebanyak 53 subyek memenuhi kriteria penelitian. Rerata kadar gula darah pada usia 0-4 jam 69,83±22,19 mg/dL, >4-24 jam 63,02±16,80 mg/dL, >24-48 jam 62,94±14,80 mg/dL ) keseluruhan secara statistik tidak berbeda bermakna (p= 0,117). Median kadar keton darah pada usia 0-4 jam 0,60 (0,10-1,40) mmol/L, >4-24 jam 0,60 (0,30-1,3) mmol/L, >24-48 jam 0,60 (0,10-1,40) mmol/L keseluruhan secara statistik tidak berbeda bermakna (p = 0,326). Hubungan antara perubahan kadar gula darah dengan perubahan kadar keton darah menunjukkan bahwa setiap perubahan satu unit kadar gula darah mengakibatkan perubahan kadar keton darah sebesar 0,0012 secara statistik tidak bermakna (p = 0,192). Simpulan: Pola perubahan glukosa darah bayi late preterm dan bayi cukup bulan kecil masa kehamilan tidak selalu mengalami hipoglikemia, produksi badan keton pada bayi late preterm dan bayi cukup bulan kecil masa kehamilan memadai.
ABSTRACT
Introduction: Hypoglycaemia is the most common manifestation of failure of metabolic adaptation in the newborn period, especially in premature infants and small for gestational age. Most of the physiological neonatal hypoglycaemia compensate physiologist hypoglycaemia by producing ketone body. Objective: Provide data to establish guidelines blood glucose tests in late preterm infants and term infants small for gestational age. Methods: A cross sectional research to see pattern of blood glucose concentration at the newborn and its relationship with blood ketones as a response to metabolic adaptation. Evaluation of blood ketone concentration to the change of blood glucose is done by correlation test at each evaluation stage. Results: A total of 53 subjects fulfil the study criteria. The mean blood glucose level at the age of 0-4 hours was 69,83 ± 22,19 mg/dL, > 4-24 hours was 63,02 ± 16,80 mg/dL, > 24-48 hours was 62,94 ± 14,80 mg/dL overall was not statistically significant (p = 0.117). Median levels of blood ketones at the age of 0-4 hours was 0.60 (0.10 to 1.40) mmol/L, > 4-24 hours was 0.60 (0.30 to 1.30) mmol/L , > 24-48 hours was 0.60 (0.10 to 1.40) mmol/L overall was not statistically significant (p = 0.833). The relationship between changes in blood glucose levels by changing levels of blood ketones indicate that any change in one unit of blood glucose levels lead to changes in levels of blood ketones at 0.0012 was not statistically significant (p = 0.192) . Conclusion: The change of blood glucose in late preterm infants and term infants small for gestational age not always having hypoglycemia. Production of ketone body at late preterm infants and term infants small for gestational age is not sufficient., Introduction: Hypoglycaemia is the most common manifestation of failure of metabolic adaptation in the newborn period, especially in premature infants and small for gestational age. Most of the physiological neonatal hypoglycaemia compensate physiologist hypoglycaemia by producing ketone body. Objective: Provide data to establish guidelines blood glucose tests in late preterm infants and term infants small for gestational age. Methods: A cross sectional research to see pattern of blood glucose concentration at the newborn and its relationship with blood ketones as a response to metabolic adaptation. Evaluation of blood ketone concentration to the change of blood glucose is done by correlation test at each evaluation stage. Results: A total of 53 subjects fulfil the study criteria. The mean blood glucose level at the age of 0-4 hours was 69,83 ± 22,19 mg/dL, > 4-24 hours was 63,02 ± 16,80 mg/dL, > 24-48 hours was 62,94 ± 14,80 mg/dL overall was not statistically significant (p = 0.117). Median levels of blood ketones at the age of 0-4 hours was 0.60 (0.10 to 1.40) mmol/L, > 4-24 hours was 0.60 (0.30 to 1.30) mmol/L , > 24-48 hours was 0.60 (0.10 to 1.40) mmol/L overall was not statistically significant (p = 0.833). The relationship between changes in blood glucose levels by changing levels of blood ketones indicate that any change in one unit of blood glucose levels lead to changes in levels of blood ketones at 0.0012 was not statistically significant (p = 0.192) . Conclusion: The change of blood glucose in late preterm infants and term infants small for gestational age not always having hypoglycemia. Production of ketone body at late preterm infants and term infants small for gestational age is not sufficient.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuriani
Abstrak :
Pasien hipoglikemia yang menerima larutan pekat dekstrosa 40% (D40%) dalam proses koreksinya perlu menghindari lonjakan gula darah yang berlebih. Cara pemberian D40% ditemukan diberikan dengan dua cara yang berbeda, melalui intravena infus (iv infus) dan intravena bolus (iv bolus), dan efek dari kedua jenis pemberian tersebut belum diketahui. Tujuan dari penelitian analitik komparatif secara potong lintang ini adalah membandingkan efek protokol manajemen hipoglikemia dengan larutan pekat D40% secara iv infus dan iv bolus terhadap respon gula darah pascakoreksi di dua rumah sakit dengan protokol yang berbeda. Penelitian dilakukan secara retrospektif di RS St. Carolus (kelompok iv infus D40%) dan RS Bella (kelompok iv bolus D40%). Respon gula darah, dalam bentuk koefisien variasi dan derajat overkoreksi, dibandingkan antara kedua kelompok. Median kenaikan gula darah pada kelompok iv infus D40% 69,5 (3-195) mg/dl (n=60 pasien) dan kelompok iv bolus D40% 77 (15-249) mg/dl (n=62 pasien) (p=0,259). Koefisien variasi dengan iv infus adalah 47,18% dan iv bolus 52,75%. Median derajat overkoreksi iv infus D40% lebih rendah dibandingkan dengan iv bolus D40%, dengan masing-masing 10% (0-138%) dan 23% (0-195%). Kedua cara pemberian D40% tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan derajat overkoreksi (Uji Mann-whitney; p=0,099). Pemberian iv infus dan bolus D40% tidak memiliki pengaruh terhadap respon gula darah pascakoreksi.
Hypoglycemic patients who receive 40% dextrose (D40%) concentrated solution in the correction process need to avoid excessive blood glucose spikes. Administration of D40% was found in two different ways, through intravenous infusion (iv infusion) and intravenous bolus (iv bolus) and the effects of both types of administration were unknown. The purpose of this comparative cross-sectional study was to compare the effect of a hypoglycemia treatment protocol using D40% concentrated solution to the post-correction blood sugar response through iv infusion and iv bolus at two different hospitals with two distinct protocols. The study was conducted retrospectively at St. Carolus Hospital (D40% iv infusion group) and Bella Hospital (D40% iv bolus group). Blood glucose response, in form of coefficient of variation and degree of overcorrection, were compared between groups. The overall median blood glucose response was 69,5 (3-195) mg/dl for iv infusion group (n=60) and 77 (15-249) mg/dl for iv bolus group (n=62) (p=0,259). The coefficient of variation with iv infusion and iv bolus group were 47,18% and 52,75%, respectively. The median of degree of overcorrection in iv infusion group was lower compared with iv bolus group, 10% (0-138%) versus 23% (0-195%), respectively. Both D40% protocols did not have a significant correlation with the degree of overcorrection (Mann-whitney test; p=0,099). D40% iv infusion and bolus administration had no effect to the post-correction blood sugar response.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T54245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chici Pratiwi
Abstrak :
Latar Belakang. Hipoglikemia merupakan komplikasi penting dan berbahaya yang seringkali terjadi pada pasien diabetes yang menjalani rawat jalan ataupun rawat inap. Hipoglikemia yang terjadi selama perawatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor internal pasien atau faktor institusional. Tujuan. Mengetahui insidens kejadian hipoglikemia dalam perawatan, mengetahui hubungan antara faktor internal pasien dan faktor institusional dengan kejadian hipoglikemia pada perawatan, dan mengetahui luaran dari kejadian hipoglikemia dalam perawata, yaitu mortalitas dan pemanjangan lama rawat. Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan mengolah data sekunder rekam medik 477 pasien diabetes yang menjalani perawatan di RSUP Fatmawati sejak Januari 2016 hingga Desember 2018. Pada penelitian ini dilakukan analisa bivariat menggunakan uji chi-square dan uji fisher untuk data yang berskala nominal, dan uji mann-whitney untuk data dengan skala numerik. Selanjutnya, untuk variabel independen dengan nilai p<0,25 diikut sertakan dalam analisa multivariat regresi logistik. Hasil Pada penelitian ini didapatkan insidens kejadian hipoglikemia dalam perawatan mencapai 17% dan 7,4% diantaranya merupakan kejadian hipoglikemia berat. Setelah dilakukan analisa multivariat, faktor yang berperan terhadap kejadian hipoglikemia adalah terapi hiperglikemia, asupan nutrisi yang tidak adekuat, dan riwayat hipoglikemia sebelumnya. Median lama rawat ditemukan lebih panjang pada pasien yang mengalami hipoglikemia dalam perawatan (13 (1-58) vs 7 (1-48), p <0,001). Mortalitas ditemukan pada 16% kelompok pasien hipoglikemia dan pada 10,9% kelompok pasien yang tidak mengalami kejadian hipoglikemia (p=0,18). Kesimpulan Kejadian hipoglikemia dalam perawatan dipengaruhi oleh faktor terapi hiperglikemia menggunakan insulin dan/atau sulfonilurea, asupan nutrisi yang tidak adekuat, serta riwayat hipoglikemia sebelumnya. ......Background. Hypoglycemia is an important and harmful complication that often occurs in inpatient and outpatient settings. Hypoglycemia during hospitalization may arise from various risk factors, either from patients’ internal factors or institutional factors. Objective. The aim of this study was to assess the incidence of inpatient hypoglycemia, and its association with patients’ internal factors and institutional factors. We also assessed mortality and length of stay as the outcomes of inpatient hypoglycemia. Methods. We performed a cohort retrospective study of 477 patients with diabetes that were hospitalized during January 2016- December 2018 in Fatmawati General Hospital, Jakarta, Indonesia. In this study we used chi-square and fisher test to do bivariate analysis for nominal scale variables, and for numerical variables we used mann-whitney test to get the relative risks. Independent variables with p values <0.25, will be furthered analyzed using logistic regression multivariate analysis to get the odds ratio. Result. The incidence of inpatient hypoglycemia was 17% with 7.4% of them were severe hypoglycemia. After performing multivariate analysis, we found that the risk factors of inpatient hypoglycemia were hyperglycemia therapy administered, inadequate daily nutritional intake, and previous history of hypoglycemia. The median length of stay was found longer in hypoglycemic subjects (13 (1-58) vs 7 (1-48), p <0,001). The mortality rate was higher in subjets with hypoglycemia, but was not statistically significant (16% vs 10,9%, p=0,18). Conclusion. the incidence of inpatient hypoglycemia may be affected by several risk factors such as, hyperglycemia therapy administered, inadequate daily nutritional intake, and previous history of hypoglycemia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dunning, Trisha
Melbourne: Blackwell, 2003
616.462 DUN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asman Boedisantoso Ranakusuma
Jakarta: UI-Press, 1987
616.462 BOE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Syarofina
Abstrak :
Neonatus rentan mengalami gangguan rasa nyaman selama pemberian asuhan keperawatan. Faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, dan tingkat kebisingan merupakan hal yang dapat mempegaruhi kenyamanan pasien. Neonatus yang lahir prematur beresiko mengalami hipotermia karena ketidakmampuan tubuh dalam beradaptasi dengan lingkungan luar. Oleh karena itu, penting untuk melakukan modifikasi lingkungan neonatus untuk tetap hangat sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman pasien. Pemenuhan rasa nyaman dengan meminimalisir faktor sress lingkungan juga dapat meningkatkan kualitas tidur pasien. Hal ini diperlukan agar kondisi tubuh pasien lebih stabil dan kondusif untuk meningkatkan proses penyembuhan. Studi kasus ini melibatkan neonatus prematur dengan berat badan lahir rendah dengan penyakit jantung bawaan dan hipoglikemia. Salah satu cara untuk meningkatkan kenyamanan pasien yaitu dengan melakukan pengaturan posisi dan perawatan nesting. Pemberian posisi yang tepat pada neonatus dinilai efektif untuk meningkatkan status fisiologis pasien. Selama perawatan kepada pasien kelolaan, didapatkan bahwa posisi semi fowler dapat meningkatkan saturasi oksigen, mengurangi takipnea dan mencegah distres pernapasan. Setelah melakukan tindakan nesting kepada pasien kelolaan dan dua pasien resume, didapatkan hasil bahwa tindakan nesting dapat meningkatkan kenyamanan dan kualitas tidur. Hal ini ditandai dengan berkurangnya frekuensi tangisan neonatus, meningkatnya jumlah waktu tidur dan kestabilan tanda-tanda vital. ......Neonates are prone to experiencing discomfort during the provision of nursing care. Environmental factors such as temperature, light, and noise levels are things that can affect patient comfort. Neonates born prematurely are at risk for hypothermia due to the body's inability to adapt to the external environment. Therefore, it is important to modify the neonate's environment to keep warm so as to increase the patient's comfort. Fulfilling a sense of comfort by minimizing environmental stress factors can also improve the patient's sleep quality. This is necessary so that the patient's body condition is more stable and conducive to improving the healing process. This case study involved a premature neonate with low birth weight with congenital heart disease and hypoglycemia. One way to increase patient comfort is to adjust the position and care for nesting. During the treatment of managed patients, it was found that the semi- Fowler position can increase oxygen saturation, reduce tachypnea and prevent respiratory distress. After performing nesting on the managed patient and two resumed patients, it was found that nesting action can improve the comfort and quality of sleep. It is characterized by a reduced frequency of crying neonates, increased amount of sleep time and stability of vital signs.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library