Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 448 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanafi
"Tenaga kerja informal dimanfaatkan oleh pabrik pembekuan hasil laut seperti ikan, udang, cumi, rajungan, skalop pada tahap pembersihan sebelum proses pembekuan. Tenaga kerja informal umumnya mengeluh gatal pada tangan dalam bentuk dermatitis kontak, berobat dengan biaya sendiri. Tenaga kerja ini diupah secara harian.
Pada bulan Desember 1999 dilakukan pemagangan di pabrik pembekuan hasil laut "A" Jakarta selama satu bulan lebih. Merupakan studi kasus dengan tahapan identifikasi permasalahan, intervensi, evaluasi.
Identifikasi permasalahan dengan teknik kriteria matriks, didapatkan dermatitis kontak pada delapan responden dari lima belas tenaga kerja informal yang seluruhnya wanita. Prevalensinya 53,33%. Pajanan yang dialami yaitu faktor fisik berupa trauma mikro dari bagian tubuh hasil laut. Tekanan, gesekan bagian tubuh hasil laut dan alat bantu proses pembersihan. Kotoran lumpur hasil laut, pecahan es batu, suhu dingin, air, kaporit. Waktu dan rentetan kontak dialami tenaga kerja ini. Diagnosis dermatitis kontak berdasarkan anamnesis dan gambaran Minis. Bila dibandingkan dengan sebelas orang tenaga kerja tetap wanita yang tidak mengerjakan proses pembersihan, prevalensi dermatitis kontak 9,09%. Uji Fisher's Exact didapatkan p = 0,024. Pekerjaan proses pembersihan berisiko menimbulkan dermatitis kontak.
Prioritas intervensi berdasarkan teknik kriteria matriks. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dermatitis kontak serta upaya pencegahannya. Uji t berpasangan didapatkan p < 0,01.
Pemakaian sarung tangan dan pengobatan dapat menurunkan kasus dermatitis kontak tenaga kerja informal di pabrik "A".

Informal workers are used by the company to freeze marine source such as fish, shrimp, squid, crab, scallop, in cleaning process before freezing takes place. Informal workers usually experience some itchy on their hands which are in forms of contact dermatitis, cured with own expenses. These workers are paid daily.
In December 1999 for more than one months. There's an industrial training done at freezing company "A". It is a case study with problems identification, intervention and evaluation processes.
Problems identification with matrix technical criteria results in contact dermatitis on 8 from 15 informal workers respondents which all are women. The prevalence is 53,33 %. Exposed is physical factor in forms of micro trauma from parts of marine source body. Pressure, scratch from marine source body and cleaning processing tools. Mud in marine source, ice cube piece, cold temperature, water, calcium hypochlorite. These workers also experience time and continuous contact. Contact dermatitis diagnose is based on anamnesis and clinical background. Compared to another 11 fixed women workers who do not do cleaning, contact dermatitis prevalence is 9,09 %. Statistic test Fisher's Exact shows p = 0,024. Cleaning process is therefore due to contact dermatitis risks.
Intervention priority is chosen based on matrix technical criteria. Seminar can develop knowledge about contact dermatitis disease and the prevention efforts. Statistical test show p<0, 01.
The usage of personal protection equipment such as gloves and cure can reduce cases for contact dermatitis informal workers in factory "A".
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T2748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Harjulianti
"Latar belakang: Para tenaga kerja yang terpajan debu kaca mempunyai risiko menderita gangguan fungsi paru restriktif. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang mempertinggi maupun yang memperkecil risiko gangguan fungsi paru restriktif yang terjadi di PT M.
Metode: Penelitian dilakukan di PT M Cikarang terhadap 412 tenaga kerjanya yang datang pada 3 minggu pertama (10 April-28 April 2000) melakukan tes tahunan spirometri. Alat yang digunakan adalah spirometer Autospiro AS-505 merk Minato buatan Jepang. Karakteristik subyek yang diteliti adalah umur, bagian, lama kerja, riwayat penyakit, riwayat merokok, riwayat olah raga dan riwayat pajanan zat yang terdapat di dalam maupun di luar lingkungan kerja.
Hasil: Proporsi restriktif terbesar terdapat pada subyek yang bekerja di bagian cutting line (86,8%). Relatif terhadap subyek yang mempunyai indeks massa tubuh (EMT) yang normal, subyek yang mempunyai IMT kekurangan berat badan (BB) tingkat berat dan kekurangan BB tingkat ringan mempunyai risiko menderita gangguan fungsi paru restriktif masing-masing sebanyak 11,1 kali dan 2,2 kali lipat lebih besar (Rasio odds suaian 11,9; 95% CI: 3,12-45,70 dan rasio odds suaian 2,3; 95% CI: 1,16-4,86). Pada subyek dengan riwayat pajanan insektisida 1,7 kali lipat lebih besar (rasio odds suaian 1,7; 95% CI: 0,99-2,91; P- 0,050).Disamping itu subyek yang berpendidikan sekolah dasar dibandingkan subyek yang berpendidikan perguruan tinggi (PT) mempunyai risiko 8,3 kali lipat lebih besar namun tidak signifikan secara statistik.
Kesimpulan: Subyek di bagian cutting line, yang berpendidikan sekolah dasar, yang masih batuk, mempunyai IMT kurang dan subyek dengan riwayat pajanan insektisida perlu mendapat perhatian khusus.

Background: Workers who are highly exposed to glass dust in glass manufacturing company experienced high risk of suffering restrictive lung disorders. On that basis this study is conducted to identify risk factors that increase or decrease restrictive lung disorders occurrence.
Methods: This study was performed at PT M on 412 employees who arrived in the first three weeks to undergo spirometry test. Equipment to run the test was Minato Autospiro AS-505 made in Japan. This research was designed based on employee?s criteria such as age, labor division, duration of work, experience of previous sickness, smoking and sport habits, chemical contaminated experience inside and outside the working environment.
Results: The biggest proportion of restrictive lung disorders was among subjects working in the cutting line division (86,8%). Subjects who had body mass index (BMI) categorized as light and heavy grade of abnormality, had increased risk of 11, 1 and 2, 2 times than normal BMI subjects. Otherwise subjects who had primary school education facing restrictive lung disorders of 8, 3 times greater than those who had university education. Subjects exposed to insecticide had 1, 7 times increased risk of restrictive lung disorders.
Conclusion: Subjects in cutting line division with primary school education, coughing and having BMI abnormality and who had insecticide exposure experience required to have serious attention in order to minimize the risk of restrictive lung disorders.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T2353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitri Noviadi
"Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APD Telinga) merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara teknik dan administrasi tidak berhasil dijalankan, hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya untuk memantau perilaku pekerja dalam menggunakan APD Telinga. Pada kenyataannya di PT Pupuk Sriwidjadja (PUSRI) Palembang dengan tingkat kebisingannya tinggi masih banyak ditemui pekerja yang tidak disiplin mengunakan APD Telinga. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan APD Telinga tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan APD Telinga di bagian Produksi Ammonia PUSRI II (P-II) PT PUSRI Palembang. Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengadopsi teori Green, yaitu melihat dari faktor predisposing, faktor enabling dan faktor reinforsing.
Rancangan penelitiannya adalah cross sectional, dengan sampel penelitian berjumlah 60 orang pekerja. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi langsung, serta mengkaji data sekunder. Data kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisis chi square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 30% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD Telinga dan 70% pekerja yang berperilaku baik dalam penggunaan APD Telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara variabel: pengetahuan, sikap, kenyamanan, kebijakan, pelatihan dan keteladanan terhadap penggunaan APD Telinga, sedangkan variabel: umur, masa kerja, kondisi APD Telinga, perawatan, pengawasan dan tanda bahaya bising tidak berhubungan dengan penggunaan APD Telinga. Begitu pula dari model regresi logistik diketahui bahwa variabel yang menentukan Perilaku Penggunaan APD Telinga oleh pekerja adalah Pelatihan (OR=10,19; 95% CI: 0,769-135,243), Pengetahuan (OR= 8,85; 95% CI: 0,75-103,58), Sikap Keteladanan (OR= 8,40 ; 95% CI: 2,40-32,65), Kebijakan (OR= 7,87; 95% CI: 0,53-116,33) dan Kenyamanan APD Telinga (OR= 4,59; 95% CI: 0,25-81,24).
Sebagai saran untuk tindak lanjut, maka upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen adalah dengan meningkatkan penyuluhan/pelatihan dan motivasi tentang APD Telinga kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu agar lebih tegas dalam memberikan sanksi apabila pekerja tidak menggunakan APD Telinga dan diupayakan memberikan hadiah/penghargaan kepada pekerja yang disiplin menggunakan APD Telinga. Akhirnya, dalam penyediaan APD Telinga mengutamakan faktor kenyamanan alat tersebut dengan meminta masukan dan para pekerja.

The use of hearing protector is the last stage of noise control if technical control and administration control cannot run well. This is due to it's high risk because it's difficult to supervise workers behavior in using hearing protector. In fact, in PT PUSRI Palembang with it's high level of noise, there are still many workers do not use the hearing protector.
The purpose of this research is to investigate factors related to workers behavior in using hearing protector at Ammoniac Production Department of PUSRI II (P-II) in PT PUSRI Palembang. The approach used is by using Green's theory which are consist of predisposing factor, enabling factor as well as reinforcing factor.
The research use Cross sectional design, with 60 workers as samples. Data are collected by using interview and direct observation besides secondary data. Data analyzed statistically by using Chi square and logistic regression.
The result of the research showed that there were 30% of workers did not use hearing protector appropriately. Based on bivariate analysis it is known that there is significant relation between variables: knowledge, attitude, comfort, policy, training and models of using hearing protector. On the other side, variables: age, length of work, the condition of hearing protector, maintenance of hearing protector, supervising and danger signal of noise didn't have significant relation with the use of hearing protector. Through logistic regression, it is known that the determinant variable in the workers behavior in using hearing protector is training (OR= 10,19; 95% CI: 0,769-135,243 ), knowledge (OR= 8,85; 95% CI: 0,75-103,58), attitude*models (OR= 8,40; 95% CI: 2,40-32,65), policy (OR=7,87; 95% CI: 0,53-116,33) and the comfort of hearing protector (OR= 4,59; 95% CI: 0,25-81,24).
Referring to the result of this research, I advice that management should intensify the information/training and motivation about using hearing protector to the workers in order to add their knowledge and positive attitude as well As giving sanction to those without hearing protector. Employee should be rewarded or giving such appreciation especially to the workers who are discipline in using hearing protector. Finally, management should prepare hearing protector that comfort with asking if any workers have suggestion.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumbung, Johny
"Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan "cross sectional" menggunakan teknik analisis data kuantitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara terstruktur, menggunakan kuesioner dan observasi langsung, serta mengkaji data sekunder yang sudah ada di pabrik kayu lapis PT Jati Dharma Indah Kota Batu Gong Kota Ambon. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi, uji chi-square, serta analisis regresi logistik.
Penelitian ini dilaksanakan di pabrik kayu lapis PT Jati Dharma Indah Batu Gong Kota Ambon dengan unit analisis pekerja di bagian Dryer dan Gluing sebanyak 204 orang sebagai sampel, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penggunaan APD serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan paling besar pengaruhnya terhadap penggunaan APD. Hasil penelitian ini diperoleh 27,9 % menggunakan APD dan 72,1 % tidak menggunakan APD secara lengkap. Berdasarkan analisis bivariat ternyata ada hubungan antara variabel pola pengawasan, kebijakan, pengetahuan, terhadap penggunaan APD di bagian Dryer dan Gluing, sedangkan faktor fasilitas APD, pelatihan, sikap, tidak ada hubungan dengan penggunaan APD. Begitu pula dengan analisis regresi logistik pada variabel pola pengawasan, kebijakan, pengetahuan yang diduga mempunyai konstribusi paling besar terhadap penggunaan APD, ternyata faktor pola pengawasan yang berhubungan dengan penggunaan APD dengan nilai p = 0,0015.
Dengan melihat fasilitas APD, pelatihan, sikap, maka untuk peningkatan penggunaan APD perlu dikaji kembali maka pola pengawasan yang sudah ada terutama petugas pengawasnya, serta perlu dipikirkan keseimbangan antara pemberian sangsi dan penghargan bagi tiap tenaga kerja.

Research for the usage of Personal Protective Equipment in Dryer and Gluing section of PT. Jati Dharma Indah, a Timber Company at Batu Gong, AmbonThis research is a non experiment research with "Cross section" using technique analysis quantitative data. With structure interview, the data was collected using questionnaire and direct observation along with existing data from PT Jati Dharma Indah. Then the collected data was statically processed using a frequency technique analysis distribution, chi-square study and regression logistic analysis.
This research was resembled at PT Jati Dharma Indah, using the 204 worker's as an example. To get a view of the usage of PPE along with the most influence factors of the PPE usage. The result of this research was 27, 9% using PPE and 72, 1% was not. Based on bivariate analysis results, there are connection between variable base care, knowledge experience, against the usage of PPE in Dryer and Gluing section, even though the facility factor, training, attitude, has no connection with the usage of PPE. Also with the logistic regression on base variable supervision, guidance, knowledge, which was predicted to have the biggest contribution to PPE usage, obviously the connection of base factor supervision and the usage of PPE was p = 0,001 5.
To observe the PPE facility, enough training and attitude, therefore the increase of PPE usage needs to be reviewed. Therefore the existing base supervision especially the supervisor, including the needs of harmonization between sanction and appreciation to each employees.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Setiadi
"Peningkatan kompetensi karyawan sekarang menjadi isu penting bagi perusahaan untuk menjaga kemampuan berkompetisi guna menghadapi tantangan bisnis dalam era perdagangan babas yang akan segera datang. Undang-undang Ketenagalistrikan (baru) akan mengatur kompetisi antar pelaku bisnis tenaga listrik seperti PT PLN (Persero), swasta, termasuk koperasi dan BUMN yang lain. Melalui pembahasan bersama institusi terkait, maka Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral secara bertahap mempersiapkan standarisasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan.
Analisis kompetensi K3 pada Pengawas kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero) bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kompetensi K3 pada Pengawas pada beberapa Unit pengelola instalasi yang dipilih untuk melakukan penelitian yang dapat mewakili kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero), sekaligus untuk menggambarkan tingkat kompetensi pada kegiatan pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik.
Dengan menggunakan referensi elemen kompetensi dan kriteria unjuk kerja dari kompetensi K3 umum (generik) untuk Pengawas (NOHSC, Australia) sebagai instrumen penelitian, dilakukan wawancara kepada para Pengawas serta kuisioner kepada para Pelaksana, kelompok kerja pengelola instalasi dan kepada para Pejabat pengelola instalasi, diperoleh bahwa rata-rata tingkat kompetensi K3 pada Pengawas kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero) dapat diklasifikasikan antara "rendah" sampai "kurang dari cukup", di mana pada kegiatan pembangkitan lebih baik dari pada kegiatan transmisi dan pada kegiatan transmisi lebih baik dari pada kegiatan distribusi.
Saran pembinaan untuk meningkatkan kompetensi dengan menambah wawasan pengetahuan, ketrampilan dan sikap K3 pada Pengawas, keharusan terdapatnya komitmen yang kuat terhadap K3 dari top manajemen (dukungan manajemen) dan memperhatikan tempat kerja (tantangan kegiatan atau pengaruh lingkungan).

The Analysis on Occupational Safety and Health Competency for Supevisor of Electric Energy Supply in PT PLN (Persero)
Employee competency improvement is now becoming the important issues for corporations to maintain its competitive ability to meet business challenges for incoming free trade era. The (new) Electricity Act regulates the competition of electricity business players such as PT PLN (Persero), the private sector including ccoperative and other state owned corporations. Through agreements with related institutions, The Department of Mine and Energy is progressively set the standards to be used for technician competencies in electricity.
The analysis on occupational health and safety (OHS) competency for Supervisor of electric energy supply in PT PLN (Persero) aims at identifying the competency level of OHS of Supervisors in a number of units chosen to investigate matters that may represent the activities of electricity supply in PT PLN, while also describing the competency levels in electricity generation, transmission and distribution.
With reference to the competency elements and performance criteria for generic OHS c^mnPfencies for Supervisors (NOHSC, Australia) as research tool, interviews were conducted with Supervisors and questionnaires were given to Working groups who directly in charge for instalation maintenance administering installation and the respected Officers. The result obtained indicates that the average competency level of OHS among Supervisor of electric energy supply in PT PLN (Persero) can be classified ranging from "low" to "inadequate", whereas electricity generating activities scored higher than transmission activities, and distribution activities have the lowest score among them.
Suggestions to improve competency include supplementary information of OHS knowledge, skill and attitude of Supervisors, need a strong commitment from the top management on OHS (managerial support) and awareness of the work location (in term of challenging activities and or environmental influence).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanihatu, Iwan Gimyar
"Penelitian ini bersifat studi observasional terhadap risiko muskulo skeletal pada pekerja di Lapangan Produksi Minyak dan Gas Bumi VICO Indonesia, Kalimantan Timur. Penelitian ini memfokuskan pada gerakan-gerakan, postur / posisi janggal menurut jenis pekerjaan pada Craftsman, Welder dan Floorman, dan juga mencoba untuk menganalisa jenis dan tingginya risiko ergonomik yang dapat terjadi. Data-data dalam penelitian ini adalah primer dan original, yang dikumpulkan dengan menggunakan kamera elektronik, kemudian dimasukkan dalam CD-Rom. Pengambilan data ini disesuaikan dengan waktu kerja masing-masing. Analisa semi kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menurut metode Ergonomic Assessment Survey (EASY) dengan menggunakan sistim skor dari Baseline Risk Identification Ergonomic Factors Survey (BRIEF)."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Tusafariah
"Teknologi nuklir atau radiasi sudah banyak dimanfaatkan dalam bidang kehidupan, seperti bidang pertanian, kesehatan dan industri. Namun demikian selain memberi dampak positif, tenaga nuklir juga mempunyai potensi bahaya radiasi terhadap pekerjanya, anggota masyarakat dan lingkungan hidup, apabila didalam pemanfaatan tenaga nuklir ketentuan tentang keselamatan nuklir tidak diperhatikan dan diawasi dengan sebaiknya.
Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Serpong adalah salah satu pusat kegiatan yang melakukan penelitian dan pengembangan program -pemanfaatan tenaga nuklir. Dalam melaksanakan tugas tersebut para pekerjanya saling berhubungan dengan sumber radiasi maupun bahan zat radioaktif. Dengan demikian pekerjanya berpotensi untuk terpajan dengan radiasi baik secara interna maupun eksterna. Hal ini mungkin dapat menyebabkan ganguan kesehatannya, untuk itu perlu dilakukan pemantauan dosis radiasi baik itu pada pekerja maupun lingkungan kerjanya untuk menghindari agar dosis radiasi tidak melebihi nilai batas dosis yang diizinkan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor apa saja yang berhubungan dengan dosis radiasi eksterna yang diterima oleh pekerja radiasi akibat interaksi antara pekerja radiasi dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya.
Rancangan penelitian adalah pendekatan cross sectional, untuk melihat hubungan umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, masa kerja, pengetahuan dan sikap, peralatan proteksi radiasi, prosedur kerja dan pengawasan serta pajanan radiasi lingkungan daerah kerja dengan dosis radiasi eksterna yang diterima. Sebagai responder digunakan 100 orang pekerja radiasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang pekerja radiasi ada 10 % yang menerima dosis radiasi lebih besar dari 15 mSv. Jika dibandingkan dengan laporan dari UNSCEAR tahun 2000 (1%) untuk rata-rata penerimaan dosis pekerja radiasi di dunia selama periode 1990-1994, ternyata lebih tinggi, namun bila dibandingkan dengan penerimaan untuk rata-rata dengan jenis pekerjaan (13%), hasil yang diperoleh lebih rendah.
Dari hasil pemantauan lingkungan kerja diperoleh pajanan radiasi daerah kerja pada umumnya di bawah 2,5 mR/jam. (yang tertinggi lebih dari 200 mR/jam), tetapi pajanan radiasi yang tinggi ini tidak berlangsung lama. Dengan demikian pajanan radiasi masih tergolong dalam daerah pengendalian sesuai dengan pembagian daerah kerja.
Hasil penelitian dengan uji statistik menunjukkan bahwa umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, masa kerja, pengetahuan, peralatan proteksi radiasi tidak ada hubungan yang signifikan dengan dosis radiasi eksterna. Sementara sikap, prosedur kerja, pengawasan dan pajanan radiasi lingkungan daerah kerja berhubungan dengan dosis radiasi eksterna.
Dari hasil analisis multivariat diperoleh 2 faktor yang saling berhubungan dengan dosis radiasi eksterna. Dari dua faktor tersebut ternyata yang paling berhubungan dengan dosis radiasi eksterna adalah pajanan radiasi daerah kerja kemudian prosedur kerja dengan nilai Odds Ratio masing-masing 89,9086 95% CI : 8,6600-933,4321 dan 14,0036, 95% CI : 1,9476-100,6859.
Dengan demikian disarankan kepada instansi untuk mengambil langkah berusaha menurunkan pajanan radiasi lingkungan kerja dan lebih memperhatikan/mengawasi pekerja radiasi dalam melakukan pekerjaan agar mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan dan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi yang menerima dosis lebih besar dari 15 mSv lebih diperhatikan.

Analysis on Factors Related to External Radiation Dose to Radiation Workers at Serpong Nuclear Research Centre, National Nuclear Energy Agency in 2000/2001Nuclear or radiation technology has much been used in various fields of life: agriculture, health, industry etc. Nevertheless, along with its positive advantages, nuclear energy also potentially dangerous to the workers, public and environment, whose using the nuclear energy, whenever the requirements of safety radiation are not well establish.
Serpong Nuclear Research Centre is one of the centres of activities that carries out research and development of nuclear energy. In the implementation of the task, the workers are often in contact with radiation sources and radioactivity materials. The workers will then potentially expose to radiation, externally and internally. This may affect his health so that it is necessary to monitor the radiation dose to the workers and his work environment to avoid the radiation dose that exceeds the dose limit.
This study has purpose to analyze factors that related to the external radiation dose received by the workers or their work environment since there were interaction among workers with his job and his work environment.
The design of the study was a cross sectional approach and to know the relationship of age, sex, education, training, work duration, knowledge, attitude, equipment for radiation protection, work procedures, supervision and radiation exposure to the environment of work area with external radiation dose received. As respondents, 100 radiation workers have been collected.
The result of the study shown that 10% out of 100 radiation workers received radiation dose more than 15 mSv. If compared to 2000 UNSCEAR report (1%) for global averaged dose received by radiation workers dining 1990-1994, it is seen higher. But if compared to average rate received wording to the work classification (13%), the result obtained is lower.
From the result of the monitoring of work area environment, in general its obtained under 2,5 mR/hour, the highest is over 200 mR/hour but not longer. Therefore, it can still be classified as of controlled area.
The result of the study using the statistical test shows that age, sex, education, training, work duration, knowledge, equipment for radiation protection have no significant relationship with external radiation dose. However, attitude, work procedures, supervision and radiation exposure of work area environment have a significant relationship with external radiation dose.
From the multivariate analysis result two factors which were related with external radiation dose. The most related of that factors were radiation exposure of work area, followed by the procedures having the Odds ratio value 89, 9086 95% CI: 8, 6600-933,4321and 14, 0036, 95% Cl : 1,9476-100,6859 respectively.
It is therefore advisable for the institution to take the necessary measures to minimize radiation exposure of work environment and to give more attention to their radiation workers. Establishing work procedures, as well as to provide a more thorough health examination to workers who received radiation dose exceeding 15 mSv.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T9184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes N.P.
"Ruang lingkup dan metodologi
Pajanan panas merupakan salah satu faktor risiko yang terdapat pada pabrik pembuatan tabung LPG. Dampak yang ditimbulkan dari pajanan panas adalah tenaga kerja banyak mengeluarkan keringat sehingga mengalami kekurangan cairan bila tidak diimbangi dengan minum yang cukup. Keadaan ini bila berlangsung lama akan mengakibatkan supersaturasi urin dan memudahkan terjadinya kristal dalam urin antara lain adalah kristal kalsium oksalat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui manfaat pemberian air minum terhadap kristal kalsium oksalat urin tenaga kerja yang terpajan panas di pabrik LPG X Jakarta. Penelitian ini menggunakan disain studi intervensi dengan memberikan penyuluhan dan air minum kepada 16 orang tenaga kerja yang dipilih secara purposif. Dilakukan pengumpulan data panas lingkungan kerja menggunakan index suhu bola basah(ISBB), dan beberapa variabel subyek seperti umur, lama kerja, beban kerja, pendidikan, pengetahuan, dan kebiasaan minum yang didapatkan dari wawancara dan kuesioner. Pengukuran berat badan, keluhan subyektif, dan kristaI kalsium oksalat sebelum dan sesudah intervensi.
Hasil dan kesimpulan:
Panas lingkugan kerja berkisar antara 27.42 - 29.34°C ISBB, beban kerja fisik tenaga kerja katagori sedang. Didapatkan keluhan subyektif: rasa haus 100%, tidak nyaman 50%, cepat lelah 37.50%, tidak semangat 18.75%, pusing 12.50%, penurunan berat badan berkisar antara 0.1-0.6 kg, hasil pemeriksaan kristal kalsium oksalat urin tenaga kerja 56.25% meningkat menjadi 75% setelah terpajan panas.
Terjadi perubahan bermakna (p<0.05) kristal kalsium oksalat urin tenaga kerja terpajan panas setelah dilakukan intervensi dengan penyuluhan dan pemberian air minum.

Heat exposure is one of the risk factors of manufacturing the LPG cylinder. The effect of heat exposure will make the workers get sweat profusely, which may let them be dehydrated if they do not drink enough water. If this condition happens for quite long time, it will make super-saturation urine, which may easily cause a crystallization of urine such as calcium oxalate crystal.
The point of this study is to find out the benefit of giving drink water to the urinary calcium oxalate crystal of the worker who heat exposure at the factory of LPG X Jakarta. We use an intervention - Study design, by giving lectures and ask 16(sixteen) workers, who had chosen purposefully, to drink some water. We also collect some data, of the hot temperature of the field, by using WBGT, and some subject variable such as: ages, working period, working load, education, knowledge and drinking water attitude, which are collected from interviews and questioners. The weight, subject complaint and calcium oxalate crystal urine of the worker are also noted before and after the intervention.
Result and conclusion
Study finding showed that the temperature working area range, about 27.42-29.34°C WBGT. Subject complaint were thirsty 100%, discomfort 50%, fatigue 37.50%, headache 12.50%, loss body weight 0.1-0.6 kg, and crystallization of the worker urine is growth from 56.25% to 75% after heat exposure.
There is significant result (p<0.05) of urinary calcium oxalate crystal of the worker after this intervention and lectures, and after giving them some drinking- waters."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T10343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Tumbur Saut P.
"Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja bersifat preventif dan ruang lingkupnya sangat luas yaitu mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Sementara kajian ataupun tinjauan mengenai implementasi terhadap undang-undang tersebut serta peraturan pelaksanaannya sampai saat ini belum pernah dilakukan sejak dikeluarkannya pada tahun 1970. Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap implementasi Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja di PT. Garuda Indonesia dan PERTAMINA. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penelitian ini . Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran analisis terhadap implementasi Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja di PT. Garuda Indonesia dan PERTAMINA.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan hanya menggali informasi tentang implementasi Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Lokasi penelitian diambil di PT. Garuda Indonesia dan PERTAMINA sebagai perusahaan besar berskala internasional namun memiliki risiko kecelaaan yang tinggi. Sebagai informan adalah pimpinan PT. Garuda Indonesia dan PERTAMINA pada tingkat pembina, dan pegawai / pekerja di lapangan pada tingkat pelaksana dengan berjumlah 6 orang baik tingkat pembina maupun pelaksana dengan masa kerja di institusi terebut minimal 3 tahun.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) kepada para informan kunci dan dengan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion). Sebagai data pendukung digunakan data sekunder dengan cara telaah dokumen dengan waktu pengumpulan data pada bulan Desember 2001 sampai dengan Januari 2002. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam dan pedoman diskusi kelompok terarah serta tape recorder sebagai alat perekam pada saat wawancara dan diskusi.
Gambaran implementasi terhadap Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja baik di PT. Garuda Indonesia maupun PERTAMINA pada tingkat pembina adalah bahwa secara keseluruhan pembina cukup memadai memahami Undang-undang No. 1 tahun 1970 dan gambaran implementasi terhadap Undang-undang No. l tahun 1970 tentang keselamatan kerja baik di PT. Garuda Indonesia maupun PERTAMINA pada tingkat pelaksana adalah sangat tidak memadai.
Dari hasil dan pembahasan penelitian dapat diberikan saran-saran yaitu untuk PT. Garuda Indonesia dan PERTAMINA perlu melakukan sosialisasi terhadap Undang-undang No. 1 tahun 1970 serta peraturan pelaksanaan lain yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja pada tingkat pembina maupun pelaksana sehingga dapat dipahami secara utuh Undang-undang No. 1 tahun 1970 tersebut. Untuk pemerintah sebagai pembuat Undang-undang disarankan agar lebih sering melakukan sosialisasi, evaluasi dan pengkajian terhadap Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja maupun melaksanakan pembuatan Peraturan Pemerintah yang lintas sektoral maupun departemental yang diikuti juga dengan peningkatan reward and punishment system.

Analysis of Implementation Regulation of Act No. 1 of 1970 concerning Occupational Safety at PT. Garuda Indonesia and PERTAMINAAct No. 1 of 1970 concerning Occupational Safety is preventive by nature and has very wide range of coverage including all working places/sites namely in land, under ground, on water surface, as well as on the air within the legal territory of the Republic of Indonesia. Meanwhile, there is no analysis or overview on the implementation of the mentioned Act and its operational regulations since its date of issuance in 1970 up to the recent time has never been carried out. In this respect, analysis on the implementation of Act No. 1 of 1970 at PT Garuda Indonesia and PERTAMINA is regarded necessary.
This research is carried out in term of qualitative and focused on gaining information relating with the implementation of Act No. 1 of 1970 concerning Occupational Safety. The chosen location is at PT Garuda Indonesia and PERTAMINA as international scale companies with high risk of occupational accidents. Total number of informants for this research is 6 (six) people consisting of high level officials and employees/workers at operational levels who have been working for 3 (three) years for PT Garuda Indonesia and PERTAMINA. Data compilation in this research is carried out through in-depth interview with the mentioned key informants and through Focus Group Discussions. Meanwhile as supporting data, this research is using secondary data complied from the relevant documents within period of December 2001 to January 2002. The research instrument is checklist of In-depth Interview and Focus Group Discussions recorded using tape recorder.
Description of the implementation of Act No. I of 1970 concerning Occupational Safety at both PT Garuda Indonesia and PERTAMINA within the scope of high level officials is that most of them well understand the Act. However, at operational level employees/workers, understanding of the Act is insufficient.
Analysis of this research comes to recommendation that PT Garuda Indonesia and PERTAMINA shall carry out social awareness on Act No.l of 1970 and its operational regulations concerning occupational safety and health for their officials and employees/workers in order to obtain well understanding about the Act. On the other side, government as executive body shall do the same social awareness to the industrial community (employers and workers), carry out evaluation and review of the Act and the related operational regulations and to set up new inter-sector and inter-departmental Government Regulation followed by establishment of reward and punishment system.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Setyo Rohadi
"Banyak ahli K3 memperhatikan bahwa kinerja keselamatan kerja, terutama yang berdasarkan pendekatan rekayasa, sampai batas tertentu cenderung untuk mendatar, dan upaya peningkatan selanjutnya sulit dicapai. Berbagai manajemen keselamatan kerja didasarkan pada model pengelolaan berdasarkan pembagian tugas dan kewenangan yang bertumpu pada struktur hirarki, formalisasi peraturan dan prosedur, dan pengawasan. Metode ini selama bertahun-tahun telah menghasilkan penurunan kondisi tak aman secara bermakna, melalui upaya-upaya rekayasa dan perbaikan lingkungan kerja. Meskipun demikian, sejalan dengan hilangnya kejadian kecelakaan yang berat, maka hasil dari pendekatan tradisional ini cenderung mendatar.
Telah diketahui bahwa kebanyakan insiden ditimbulkan oleh elemen manusia. Jika tanggapan pekerja terhadap keselamatan kerja tinggi, maka keamanan akan lebih rendah. Masalah bagi manajemen adalah bagaimana cara untuk memaksimalkan tingkat tanggapan pekerja terhadap keselamatan, dan menurunkan perilaku berbahaya. Mekanisme untuk perbaikan berkelanjutan bagi elemen manusia dalam keselamatan kerja adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku dan metode statistik (survei budaya / iklim K3) yang dipadukan dengan keterlibatan pekerja dalam menindaklanjuti umpan balik serta pemecahan masalah K3.
Penelitian ini dilakukan untuk menilai budaya / iklim K3 di PT Pupuk Kujang, Cikampek. Dari 856 pekerja diambil 189 orang sebagai sampel (22%). Metode yang digunakan untuk menentukan tipe budaya K3 adalah kuesioner (161 responden), dan wawancara (28 responden).
Berdasarkan model budaya K3 berbasis sistem, hasilnya menunjukkan bahwa profil K3 PT Pupuk Kujang terutama dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional, seperti komitmen manajemen, lingkungan kerja, gaya manajemen, manajemen perubahan, serta pemenuhan sistem K3. Karena manajemen K3 PT Pupuk Kujang sepenuhnya mengadopsi langkah-langkah penalaran / prosedur SMK3 berdasarkan Permenaker No.05 /Men/1996, maka budaya K3 PT Pupuk Kujang dapat digolongkan sebagai tipe kalkulatif.

Analysis of Safety Culture Climate at PT Pupuk Kujang, By The Year 2003Many safety professionals notice that safety performance (especially which is based on engineering approach) to some extent may have appeared to plateau, and further improvements may seem difficult to achieve. Many of safety managements are based on authoritarian management models that rely on hierarchical structures, the formalizing of rules and procedures, and policing workers to enforce the rules. These methods have been responsible for some significant reduction of unsafe conditions over the years, through the effort to improve engineering and work environments. However, as some of the most common and severe accidents were eliminated, the result from these 'traditional methods" began to plateau.
It is known that incidents come primarily from the human element". When workforce safety responsiveness is high, accidents are lower. The management question is how to maximize this level of safety responsiveness, as to lower "at risk behavior". The mechanism for continuous improvement on human element of safety is the use of behavioral and statistical science (safety culture/ climate assessment), coupled with employee involvement in ongoing feedback and problem solving.
This study was performed to assess the safety culture/ climate at PT Pupuk Kujang, Cikampek, West-Java. The samples were 189 respondents out of 856 employees of PT Pupuk Kujang. The methods used to determine the specific tipe of safety climate/ culture were questioners (161 respondents) and interview (28 respondents).
Based on the system-based model of safety culture, the result shown that the safety profile of PT Pupuk Kujang was strongly influenced by organizational factors, such as management commitment, work environment, management style, managing change, and systems compliance. As safety management of PT Pupuk Kujang ?blindly? following all the logically steps/ procedures of SMK3 derived from Permenaker No.05/Men/1996, the safety culture of PT Pupuk Kujang can be distinguished as calculative type.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 11365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>