Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Sagung Indriani Oka
Abstrak :
Suatu intervensi edukasi bagi kader Posyandu di kotamadya Bekasi yang diberikan dua tahun lalu terbukti meningkatkan kemampuan komunikasi kader tentang Pemberian Makan Pendamping ASI yang aman. Karena itu sangat menarik untuk mengetahui pengetahuan dan praktek pengasuh pada pemberian makan bayi dan anak usia 0-23 bulan di daerah tersebut. i. Penelitian potong lintang telah dilakukan di dua kelurahan di kotamadya Bekasi. Data mengenai pengetahuan dan praktek pemberian makan bayi dan anak dikumpulkan dari 636 pengasuh dan anak usia 0-23 bulan. Penelitian ini menemukan di Bekasi terdapat 76.9% pengasuh yang memiliki pengetahuan yang benar dan 32% memiliki praktik pemberian makan bayi dan anak yang baik. Level pendidikan ayah, ibu dan pengasuh non-ibu, serta status pekerjaan ibu terbukti berhubungan dengan pengetahuan pengasuh yang benar. Faktor yang berpengaruh terhadap praktik pemberian makan bayi dan anak pada pengasuh adalah pengetahuan pengasuh dan usia anak. Informasi mengenai pemberian makan bayi dan anak sebaiknya diberikan secara teratur dan terus menerus serta tidak hanya membidik pengasuh tapi juga anggota keluarga lainnya. Pelatihan kepada kader Posyandu juga sebaiknya disesuaikan dengan rekomendasi WHO yang terbaru.
The implementation of IYCF key actions and intervention in Indonesia was categorized in a poor situation. It is interesting to assess the knowledge and practices of caregivers on infant and young child feeding (IYCF) to children age 0-23 months in Bekasi municipality which couple years ago their posyandu cadres received education intervention and showed improvement on communication about safe complementary feeding competencies. A cross-sectional survey was conducted in in selected areas/villages of Bekasi. Information on IYCF knowledge and practices were collected from 636 children age 0-23 months and caregivers. It was found that 76.9% caregivers had good IYCF knowledge and 32% had appropriate practices. Fathers, mothers, Non-Maternal Caregivers? education level and also employment status were associated with good knowledge. Message delivery on the IYCF recommendation should be given regularly, frequently and targeted not only to caregivers but also other influencing family member. There is also a need to ensure the cadres receive comprehensive training of the latest WHO recommendation.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Tri Waluyanti
Abstrak :
Kejadian malnutrisi pada balita menjadi perhatian besar karena menyangkut investasi sumber daya manusia. Indonesia menghadapi triple burden status gizi balita yang menjadi beban negara. Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan prevalensi kurang gizi balita. Growth faltering sebagai indikator awal risiko terjadinya stunting menjadi titik awal intervensi intensif dilakukan untuk mencegah stunting. Upaya mengatasi growth faltering dilakukan melalui intervensi spesifik terutama pemberian makan bayi dan anak pada baduta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas brief intervention terhadap praktik pemberian makan responsif pada bayi growth faltering usia 6-23 bulan. Desain penelitian ini adalah pre-experimental study dengan sampel 33 responden di kelompok kontrol (mendapatkan intervensi konseling pemberian makan bayi dan anak/PMBA dan kelompok intervensi (mendapatkan intervensi konseling PMBA dan brief intervention). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan intervensi cenderung meningkatkan skor total pemberian makan responsif dan skor active feeding, meskipun tidak ditemukan signifikansi (pValue > 0,05); sedangkan pad kelompok kontrol selisih skor menunjukkan penurunan. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok yang mendapat intervensi konseling PMBA dengan kelompok yang mendapatkan intervensi PMBA dan brief intervention “Mentari”. Rekomendasi pelayanan menunjukkan bahwa konseling PMBA tetap dapat menjadi intervensi mengubah praktik pemberian makan. ......The incidence of malnutrition in children under five is a big concern because it involves investing in human resources. Indonesia faces a triple burden on the nutritional status of children under five. Various efforts were made to reduce the prevalence of malnutrition. Growth faltering as an early indicator of the risk of stunting is the starting point for intensive interventions to prevent stunting. Efforts to overcome growth faltering are carried out through specific interventions, especially infant and young child feeding practices. This study aims to identify the effectiveness of the brief intervention on responsive feeding practices in growth-faltering infants aged 6-23 months. The design of this study was a pre-experimental study with a sample of 33 respondents in the control group (getting infant and young child feeding counselling interventions/IYCF and intervention groups (getting IYCF counselling interventions and brief intervention). The results of this study showed that the group that received the intervention tended to improve the total responsive feeding score and active feeding score, although no significance was found (pValue > 0.05); Meanwhile, in the control group, the difference in scores showed a decrease. These results showed no significant difference between the group that received IYCF counselling intervention and the group that received IYCF intervention and brief intervention. Service recommendations suggest that IYCF counselling can still be an intervention to change feeding practices.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Assyifa
Abstrak :
ABSTRAK
Kurang gizi merupakan salah satu permasalahan pokok dunia yaitu sebagai penyebab 50 kematian pada balita. Pelaksanaan program pemberian makanan tambahan PMT oleh pemerintah sebagai penanggulangan kurang gizi. Penelitian ini betujuan untuk mengevaluasi manfaat program PMT pada balita dengan kurang gizi terhadap status gizi balita. Penelitian cross sectional melibatkan 100 balita kurang gizi yang telah mendapatkan PMT di Kabupaten Tegal yang dipilih menggunakan teknik cluster sampling. Status gizi akan diukur menurut BB/TB. Hasil dari penelitian yaitu status gizi balita setelah pemberian PMT; 41 normal, 39 gizi kurang dan 20 gizi buruk. Selain itu pemberian PMT yang sesuai ada 13 dan tidak sesuai 87 balita. Sedangkan lamanya balita diberikan PMT 78 balita diberikan lebih dari sama dengan 3 bulan. Berdasarkan hasil uji Chi-Square menunjukan ada hubungan antara PMT dengan status gizi nilai p 0,003 dan ada hubungan antara lamanya diberi PMT dengan status gizi nilai p 0,000.
ABSTRACT
Malnutrition is one of the main problems of the world, that is as the cause of 50 infants death. Implementation of supplementary feeding programs PMT by the government as malnutrition prevention. This study aims to evaluate the benefits of PMT programs in infants with malnutrition to nutritional status of children under five. The cross sectional study involved 100 malnourished toddlers who had obtained PMT in Tegal Regency, selected using cluster sampling technique. Nutritional status will be measured by BB TB. The result of the research is the nutritional status of under five children after giving PMT 41 normal, 39 less nutrition and 20 malnutrition. In addition, the provision of appropriate PMT is 13 and not 87 of children under five. While the length of toddlers given PMT 78 of infants given more than equal to 3 months. Based on Chi Square test results showed there is a relationship between PMT with nutritional status p value 0,003 and there is correlation between length of given PMT with nutrient status p value 0,000.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chita Yumina Karissima
Abstrak :
Dua tahun pertama kehidupan adalah adalah periode kritis yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan gizi selama periode ini dapat menyebabkan perkembangan kognitif yang terhambat, pencapaian pendidikan yang rendah, dan menurunkan produktivitas ekonomi. WHO merekomendasikan bayi diberikan MPASI kaya zat besi untuk menutupi kesenjangan kenaikkan kebutuhan zat besi. Banyak faktor yang telah diyakini mempengaruhi pemberian MPASI, namun masih sangat sedikit penelitian yang mengeksploarasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian MPASI ASI kaya zat besi dan faktor determinannya yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan ialah cross-sectional dengan besar sampel sebanyak 2400 ibu yang memiliki bayi berusia 6-23 bulan di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (random sampling) untuk memilih sampel yang diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 25. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,7% bayi berusia 6–23 bulan menerima MPASI kaya zat besi. Tingkat pendidikan ibu [OR = 1,38; 95% CI: 1,035-1,831], akses media digital [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922], usia anak [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], tingkat kesejahteraan keluarga [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], dan postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117- 1,679] berpengaruh signifikan terhadap pemberian MPASI kaya zat besi. Tingkat kesejahteraan keluarga merupakan prediktor terkuat dalam memberikan MPASI kaya zat besi. Kementerian Kesehatan terus mengoptimalkan program intervensi gizi, khususnya pemberian MPASI kaya zat besi. Kementerian Pertanian disarankan menggalakkan program Rumah Pangan Lestari untuk menjamin ketersediaan makanan kaya zat besi. Fasilitas pelayanan kesehatan disarankan memberikan pelayanan edukasi gizi dan membuat media informasi digital terkait praktik pemberian makan bayi dan anak yang mudah diakses, dipahami, dan menarik untuk dibaca oleh ibu. Ibu sebagai pengasuh utama bayi disarankan untuk meningkatkan pemahaman tentang MPASI kaya zat besi melalui media digital ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. ......The first two years of life are critical periods that determine the growth and development of the child. Malnutrition during this period can lead to impairment of cognitive development, lower educational attainment, and decreased economic productivity. WHO recommends infants should be given iron-rich complementary foods to cover the gap in iron demand. Many factors have been believed to influence the practice of complementary feeding, but there are still very few studies that explore factors related to the practice of iron-rich complementary foods. The purpose of this study is to know the proportion of iron-rich complementary foods and its determinant factors related to the practice of iron-rich complementary foods in infants aged 6-23 months in Indonesia in 2017. The research design used is cross-sectional with a sample size of 2400 mothers who have infants aged 6-23 months in Indonesia. Sampling techniques are done with random sampling to select the necessary samples. Data analysis is performed using SPSS version 25. Based on the results of the study, as many as 73.7% of infants aged 6-23 months received iron-rich complementary foods. Maternal education [OR = 1,38;95% CI: 1,035-1,831], digital media access [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922] child age [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], family welfare rate [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], and postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117-1,679] significantly affect the administration of iron-rich complementary foods. The level of family welfare is the strongest predictor in providing iron-rich complementary foods. The Ministry of Health continues to optimize nutrition intervention programs, especially the provision of iron-rich complementary foods. The Ministry of Agriculture suggests promoting the Sustainable Food House program to ensure the availability of iron-rich foods. Health care facilities are recommended to provide nutrition education services and create digital information media related to infant and child feeding practices that are easily accessible, understood, and interesting to read by mothers. Mothers as the baby's primary caregivers are advised to improve their understanding of iron-rich complementary foods through digital media or consult with a health professional.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bestari Maris
Abstrak :
Gizi kurang pada balita di masyarakat perkotaan berkaitan dengan status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan orangtua yang rendah. Masalah tersebut dapat membentuk pola makan yang buruk, yaitu mencakup frekuensi dan porsi makan yang kurang, jenis makanan yang belum bervariasi, serta kurangnya istirahat. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan keluarga melalui pengaturan pola makan dan istirahat. Metode pelaksanaan yang digunakan ialah studi kasus pada tiga keluarga kelolaan dengan masalah gizi kurang pada balita. Intervensi unggulan yang dilakukan adalah pembuatan jadwal pola makan dan istirahat dengan metode drawings and visuals. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan konsumsi buah-buahan sebagai makanan selingan dan peningkatan berat badan pada klien. Metode drawings and visuals disarankan dimasukkan ke dalam intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah gizi kurang pada balita. ......Less nutrition in children under five in urban communities is associated with low socio-economic status and parental education levels. These problems can form a poor diet, which includes the less frequency and portion of eating, the type of food that has not been varied, and lack of rest. The purpose of writing this scientific paper is to provide an overview of family nursing care through eating and resting patterns. The implementation method used is a case study on three managed families with less nutrition problems in children under five. The leading intervention carried out is making a schedule for eating and resting using the drawings and visuals method. The results of the evaluation showed an increase in consumption of fruits as a snack and an increase in body weight in clients. The drawings and visuals method is recommended to be included in nursing interventions to overcome the problem of less nutrition in children under five.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Rachmat
Abstrak :
Krisis ekonomi yang berkepanjangan membawa dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti meningkatnya jumlah anak yang mendeiita gizi bumk. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terhadap timbulnya masalah gizi bumk adalah anaI<~anak terlantar. Lembaga sosial yang menangani anak-anak terlantar tefsebut adalah PSAA (panti sosial asuhan anak). Sebagai Iembaga sosial yang menangani anak-anak terlantar, PSAA scnantiasa bcmpaya membina anak-anak asuhnya agar menjadi generasi sehal. Unmk membina anak-anak asuh yang sehat salah satu faktor yang diperlukan adalah penyediaan makanan yang dapat memenuhi keculcupan gizi seirnbang. Dengan texjadinya krisis ekonomi, ditengarai PSAA mengaiami penurunan pelayanan, khususnya di dalam penyediaan makanan_ Dalam rangka mengetahui keadaan gizi anak-anak asuh di PSAA dilakukan penelitian status gizi dan konsumsi makanan di sejumlah lembaga PSAA di DK1 Jakarta dan Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan anlara konsumsi energi dan status gizi serta faktor-taktor lain yang terkait pada anak umur 6-18 mhun di PSAA se-wilayah DKI Jakarta dan Tangerang pada tahun 1999. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder hasil survai penilaian status gizi dan konsumsi makanan pada sejumlah lembaga PSAA di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang yang dilakukan oleh Subdirektorat Bina Gizi di Institusi Direktorat Bina Gizi Masyarakat Deparlemen Kesehatan Republik Indonesia. Rancangan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah rancangan 'cross sectional" yang melibatkan 308 orang responden yang berasal dad 48 PSAA Sebagai variabel terikat adalah status gizi yang ditentukan berdasarkan indeks TB/U dan indeks BB/U menggunakan "Z~scorc". Sedangkan variabel bebas yang ingin dipclajari kaitannya dengan status gizi adalahz status konsumsi energi, status konsumsi protein, status konsumsi zat besi (Fc), lama tinggal anak di PSAA, umur_ dan jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berstatus gizi tergolong KEP berdasarkan indeks TBIU sebcsar 49,7% dan berdasarkzm indeks BB/U sebesar 32,8%. Sebagian besar responden tergolong berstatus konsumsi kritis, baik konsumsi encrgi, konsurnsi protein, maupun konsumsi zat best (Fc) yakni masing-masing Sebesar 54,5%, 62,0% dan 68,2%. Terdapat hubungan signifikan antara vmiabel Status konsumsi cnergi dan status gizi dengan angka OR sebesar 1,7 (p=0,000l; 95%CI: 1,2--2,2) pada indeks TB/U aan OR sebesar 2,2 (p=0,0067; 95%C1: 1,2--3,s) pada indeks BB/U. Berdasarkan indeks BB/U kemungkinan responden yang telah tinggal di PSAA selama 2 36 bulan untuk ter!-cena KEP sebesar 0,59 kali (p=0,0325; 95%CI: 0,36--0,95) dibandingkan dengan mercka yang tinggal di PSAA < 36 bulan. Rjsiko rcsponden perempuan untuk menderita KEP sebesar 0,59 kali (p=0,0230; 95%CI: 0.3 s-41.93 ) pada indeks Tnfu am 0,42 kati (p=0,000S; 9s%c1; 0.25--0.68 ) pada indeks BB/U dibandingkan dengan responden laki-laki. Dari hasil analisis regresi ganda logistik terhadap variabel tedkat status gizi berdasarkan indeks TB/U diperoleh model persamaan regesi sebagai berilcut: Ln p/1-p; -0.4482 + 0.9090 (status konsumsi energi) + 0.3129 (status konsumsi protein) - 0.7004 (un1ur)- 0.4208 (jenis kelamin). . ' Sedangkan berdasarkan indeks BB/U model persamaan regresi yang diperolch adalah sebagai berikut: Ln p/I-pg -0.9249 + 0.9116 (status konsumsi enefgi) + 0.5611 (status konsumsi protein) - 0.6561 (lama Linggal di PSAA) - 0.8256 (ienis kelamin) - 0.3110 (umur). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan agar pihak yang terkait dengan PSAA dapat memberi perhatian lebih agar PSAA dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan bagi anak asuhnya. Masih diperlukan penelitian serupa terhadap populasi di komunitas yang meliputi lebih banyak lagi variabel bebas sehingga didapatkan gambaran yang sesungguhnya di masyarakat.
Abstract
A long term of the economic crisis effect to the negative impact of social life aspects, such as the increment of under nutrition problem. One of the hirnerable group of under nutrition are the neglected children- Orphanage is a social institution which responsible to neglected children. This institution have to raised , guide and caring the children become a healthy generation. Providing a balance (nutrition) diet as an imponant fitctor to meet the requirement of growth phase of each child. In line with the economic crisis, we assume that there is a decreasing food availability in the orphanage, named PSAA (panti sosial asuhan anak). This study was conducted to investigate the nutritional status and food consumption of children in the Jakarta and Tangerang orphanages. The aim of the study is to examined the relationship between energy consumption and nutritional status included its related factors of children 6 to 18 years of ages in Jakarta and Tangerang in 1999. The study was analysed the secondary data from the survey of nutritional status and food consumption at some PSAA which execute by Nutrition Board of Indonesian Ministry of Health. The design of this study was Cross sectional, 308 respondents were involved from 48 PSAA_ Nutritional status as the dependent variable determined by height for age and weight for age using Z-score. The independent variables which related to nutritional status were: energy consumption status, protein consumption status, length of stay in the orphanage, age, and gender. The result of this study shows that the prevalence of protein energy malnutrition (PEM) is 49.7% (height for age) and 32.8% (weight for age). Most of the respondents are catagoties as critical consumption, included energy consumption, protein consumption, and iron consumption was 54.5%, 62.0%, and 68.2% respectedly. Significance relationship was found between energy consumption status and nutritional status (OR= 1.7; at p-value=0.000l; 95%Cl: l_3-2.2) using height for age indices and OR = 2.2 (p=0.0067; 95%Cl: 1_2--3.8) using weight for age indices. Based on weight for age. the risks of respondent who stayed at orphanage for 36 months or more to become PEM was 0.59 times (p=0.0325; 95%CI: 0,36--0.95) compared to them whose stayed less then 36 months in the orphanage. The risks of female respondents to become PEM was 0.59 times (p=0.0230; 95%Cl:0.38-0.93) using height for age and 0.42 times (p=o.ooo5; 95%CI: 025-- O.68) using weight for age compared to male respondents. The result of logistic multiple regression analysis to nutritional status as a dependent variable using height for age was finding the regression model as follows: Ln p/l-p : -0.4482 + 0.9090 (energy consumption status) + 0.3129 (protein consumption status) - 0.7004 (age) - 0.4208 (gender). While based on weight for age, the regression equation was: ln p/1-p: -0.9249 + 0.91 I6 (energy consumption status) + 0_5611 (protein consumption status) - O.656l (length of stayed in orphanage) - 0.8256 (gender) - 0.3110 (age). Refers to the result of this study, we rocommand to every institution or non goverment organization (NGO) which relate to orphanage could give their participation, funding and guidance in order to increase the quantity and quality of food consumed by the orphanage child. This study recommend a further study in order to know the real condition of this problem especially in others independent variables.
xviii, 105 pages: illustration; 28 cm + appendix: Universitas Indonesia, 2001
T6481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindawati
Abstrak :
Nowadays, many children in developing countries are suffering from micro nutrient deficiencies (Lartey et at., 2000b; Zhao et al., 1998; van Stuijvenberg et al, 1999; Sempertegui et at, 1995). And the most prevalent ones are VAD (Vitamin A Deficiency), IDA (Iron Deficiency Anemia), IDD (Iodine Deficiency Disorder), and lately is zinc deficiency (Sandstead, 1991). The causes of micro nutrient deficiencies are varied and include inadequate dietary intakes (Robert et al, 2000), repeated infections (Khanum et al, 1998) and poor bioavailability from foods due to the presence of inhibitors or inadequate intake of dietary enhancers (Berdanier, 1998; Lunnerdal, 2000; de Pee et al, 1998; Donnen et al, 1996; Lartey et al, 2000a). Due to the roles of micronutrients in metabolic process, immune competence and taste acuity (Golden, 1995), previous findings showed that micronutrient deficiencies might impaired growth (Allen, 1994b; Rosado, 1999; Krieger et al, 1986; Simondon et al, 1996; Hambidge, 2000; Golden & Golden, 1981) and immune system (Black, 1998; Khanum et al, 1998; Semba et al, 1993). The reversibility of impairments caused by micronutrient deficiencies depends on the severity, duration, and stage of development. In some cases, micronutrient supplementation can correct the impairment right after a certain period of supplementation. Ninh et al (1996) stated that zinc deficiency among nutritionally deprived children may limit growth because the growth stimulating effects of zinc might be mediated through changes in circulating insulin-like growth factor (IGF). And after 5 months supplementation with daily-10 mg zinc, weight and height of growth-retarded children in supplemented group significantly increased compared to those of placebo group. In Uganda, zinc supplementation had a short-term effect (within 3 months) on weight gain and MUAC increment only among children from the school with the highest socioeconomic status (Kikafunda et al, 1998). Clinical vitamin A deficiency has been associated with poor child growth (Tarwotjo et al, 1992). Study in Zaire among moderately malnourished preschoolers found that high dose vitamin A supplementation (60 mg of oily solution of retinal palmitate, 30 mg if aged <12 months) increased MUAC and weight significantly compared to control group although without deforming at baseline (Donnen et al, 1998). In Indonesia, the intervention using vitamin A-monosodium glutamate did not merely result on increment of serum vitamin A level, but it also increased the linear growth of supplemented children compared to children in control group at every age (Muhilal et al, 1988). Similar with zinc and vitamin A, iron deficiency may also lead to slowing of growth in regarding to the increment of iron demands during periods of rapid growth and the adverse effects of morbidity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T4050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Pelangi
Abstrak :
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di DKI Jakarta tahun 2017 terjadi di Kota Jakarta Timur yaitu 18,6% dari 14,5%. Wilayah dengan prevalensi gizi kurang tertinggi berada di Kecamatan Cakung, dan wilayah yang berpotensi tinggi mengalami gizi kurang adalah Kecamatan Pulogadung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan perilaku pemenuhan gizi usia baduta di Kecamatan Cakung dan Kecamatan Pulogadung, Kota Jakarta Timur. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini mengambil 132 responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata perilaku pemenuhan gizi usia baduta adalah 70 (skala 100). Perilaku pemberian MPASI berdasarkan frekuensi makan pada usia 6-9 bulan adalah perilaku yang paling banyak sesuai (92,4%) dan perilaku pemberian ASI selama dua tahun adalah perilaku yang paling banyak tidak sesuai (51,5%). Berdasarkan uji multivariat diketahui bahwa determinan perilaku pemenuhan gizi usia baduta adalah pengetahuan, sikap, dan dukungan suami. Temuan penelitian sesuai dengan teori perilaku, yaitu jika tingkat pengetahuan tinggi, sikap positif, maka akan terjadi perilaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata pengetahuan adalah 85,83; nilai rata-rata sikap adalah 76,31; dan nilai rata-rata perilaku adalah 70. Secara khusus, perilaku penyerta pemenuhan gizi usia baduta adalah dukungan suami. Pada variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepercayaan terhadap tradisi, dukungan tenaga kesehatan dan akses terhadap pangan tidak berhubungan dengan perilaku pemenuhan gizi usia baduta.
The highest prevalence of malnutrition in DKI Jakarta (2017) occured in East Jakarta City, which was 18,6% from 14,5%. The region with the highest prevalance is in Cakung Sub-district and the region with a high potential of experiencing malnutrtition is Pulogadung Sub-district. The purpose of this study was to determine the determinants of infant and young child nutrition fullfillment behavior in Cakung and Pulogadung Sub-Districts, East Jakarta City. The research method is quantitative with cross-sectional design. This study took 132 respondents selected using purpposive sampling method with data collection techniques using interviews. The results showed that the average value of infant and young child nutrition fullfillment behavior was 70 (scale 100). The behavior of complementary feeding based on eating frequency at the age of 6-9 months is the most appropriate behavior (92,4%) and the behavior of breastfeeding for two years is the most inappropiate behavior (51,5%). Based on the multivariate test, it is known that the determinants of infant and young child nutrition fullfillment behavior are knowledge, attitude and support from husband. The research findings are accordance with behavioral theory that is if the level of knowledge is high, the attitude is positive, then behavior will occur. This is indicated by the average value of knowledge is 85,83; the average attitude value is 76,31; and the average value of behavior is 70. Specifically, the behavior that accompanies the infant and young child nutrition fullfillment behavior is support from husband. In the variable of level of education, level of income, belief in tradition, support of health workers, and access to food are not related to infant and young child nutrition fullfillment behavior.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prihatini Dini Novitasari
Abstrak :
Salah satu prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yakni menurunkan prevalensi stunting pada baduta menjadi 14% di tahun 2024. Namun, hingga kini prevalensi stunting di Indonesia masih jauh dari target dan upaya yang dilakukan khususnya skrining stunting belum melibatkan deteksi faktor risiko stunting. Di sisi lain, fase seribu hari pertama kehidupan sangat esensial bagi kehidupan anak kedepannya, termasuk status kesehatan dan gizinya. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara status kesehatan dan gizi selama seribu hari pertama kehidupan dan stunting pada anak usia 0-23 bulan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional untuk menganalisis data sekunder Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 pada 6554 anak usia 0-23 bulan dan ibunya yang terbagi menjadi 3 kelompok, yakni usia 0-5 bulan, 6-11 bulan, dan 12-23 bulan dan dianalisis menggunakan analisis regresi logistik ganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa BBLR dan riwayat IMD berhubungan signifikan dengan stunting pada anak usia 0-5 bulan, sedangkan usia gestasi dan waktu pertama MP-ASI berhubungan signifikan stunting pada anak usia 6-11 bulan (p-value <0,05). Di sisi lain, faktor yang berhubungan signifikan dengan stunting pada anak usia 12-23 bulan yakni BBLR dan panjang lahir (p-value <0,05). Selanjutnya, faktor yang paling dominan mempengaruhi stunting pada anak usia 0-5 bulan, 6-11 bulan, dan 12-23 bulan secara berturut-turut yakni BBLR (OR 2,557; 95%CI: 1,126 – 5,806), usia gestasi ketika lahir (OR 1,485; 95%CI: 1,048 – 2,104), dan panjang lahir (OR 1,692; 95%CI: 1,323 – 2,165). Jadi, BBLR, prematur, dan lahir pendek menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak usia 0-23 bulan dan sebaiknya skrining/deteksi stunting dilakukan secara berkala dengan melibatkan berbagai faktor risiko tersebut. ......One of the priorities of the 2020-2024 National Medium-Term Development Plan (RPJMN) is to reduce the prevalence of stunting in under-fives to 14% in 2024. However, until now the prevalence of stunting in Indonesia is still far from the target and the efforts being made specifically for stunting screening have not involved risk factor of stunting. On the other hand, the phase of the first thousand days of life is essential for children's future life, including their health and nutritional status. For this reason, this study aims to identify the relationship between health and nutritional status during the first thousand days of life and stunting in children aged 0-23 months. This study used a cross-sectional design to analyze secondary data from the Basic Health Research (Riskesdas) 2018 on 6554 children aged 0-23 months and their mothers divided into 3 groups of age, such as 0-5 months, 6-11 months, and 12-23 months and analyzed using multiple logistic regression analysis. The results of this study indicate that LBW and history of early initiation of breastfeeding are significantly related to stunting in children aged 0-5 months, while gestational age and the time of first complementary breastfeeding are significantly related to stunting in children aged 6-11 months (p-value <0.05). On the other hand, factors that are significantly related to stunting in children aged 12-23 months are LBW and birth length (p-value <0.05). Furthermore, the most dominant factors influencing stunting in children aged 0-5 months, 6-11 months, and 12-23 months respectively are LBW (OR 2,557; 95% CI: 1,126 – 5,806), gestational age at birth (OR 1,485; 95% CI: 1,048 – 2,104), and birth length (OR 1,692; 95% CI: 1,323 – 2,165). So, LBW, premature and short birth length are the factors that most influence the incidence of stunting in children aged 0-23 months and the screening of stunting should be carried out regularly by involving these various risk factors.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Astika Endah Permatasari
Abstrak :
Tujuan penelitian adalah memeroleh model prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif menggunakan Breastfeeding Attrition Prediction Tool BAPT yang dimodifikasi. Penelitian longitudinal dilakukan antara Bulan Mei 2016-Januari 2017 di Rumah SakitIbu dan Anak di Kota Tangerang Selatan pada 254 ibu hamil trimester ketiga. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa BAPT modifikasi dinyatakan valid dan reliabel sebagaialat prediksi atrisi pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Proporsi atrisi pemberian ASIeksklusif sebesar 47,4 dari 192 ibu yang melengkapi kuesioner, dan tertinggi terjadipada delapan 8 minggu postpartum. Model prediksi intensi dan model prediksi atrisi pemberian ASI ekslusif dinyatakan lsquo;fit rsquo;. Atrisi pemberian ASI eksklusif dipengaruhioleh intensi p
The objective of the study was to obtain an exclusive breastfeeding attrition predictionmodel using a modified Breastfeeding Attrition Prediction Tool BAPT . A longitudinal studies was conducted between May 2016 January 2017 in 2 Mother and child Hospitalsin South Tangerang of 254 third trimester pregnant women. The results showed thatmodified BAPT was valid and reliable as a predictor tool of exclusive breastfeeding inIndonesia. The proportion of exclusive breastfeeding attrition was 47.4 of 192 motherswho completed the questionnaire, with the highest occurring at 8 weeks postpartum.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>