Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainal Arifin Hoesein
"ABSTRAK
Perjuangan panjang tentang kekuasaan kehakiman yang babas dalam negara hukum sesuai dengan UUD 1945, terakhir disuarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang dituangkan dalam memorandum tanggal 23 Oktober 1996 yang menghendaki agar kekuasaan kehakiman di bawah satu payung, yakni Mahkamah Agung. Gagasan tersebut, sejalan dengan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 beserta penjelasannya. Kekuasaan kehakiman yang bebas dalam perspektif negara hukum, akan berkaitan dengan beberapa faktor, di antaranya adalah segi kelcmbagaan dan segi sistem peradilannya. Dari segi kelembagaan, perlanyaan yang timbul seperti, apakah kekuasaan kehakiman yang babas harus berada pada satu payung, yakni Mahkamah Agung ? Apakah hal tersebut akan mengganggu sistem kekuasaan negara sebagaimana yang telah diatur oleh UUD 1945 dan dari segi sistem peradilannya, juga akan timbul pertanyaan, bagaimanakah sistem peradilan yang dikehendaki oleh UUD 1945 dalam mewujudkan negara hukum ? Persoalan kekuasaan kehakiman sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia rnasih tetap aktual dan menjadi bahan perdebatan para pakar karena pada lembaga ini kewibawaan hukum diuji.
Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu perwujudan dari penegasan dianutnya paham negara hukum oleh konstitusi Indonesia. Salah satu ciri negara hukum adalah adanya lembaga peradilan yang bebas dan tidak memihak, Kekuasaan kehakiman yang babas dan lidak memihak secara normatif telah diatur dalam ketiga konstitusi yang pernali berlaku di Indonesia, yakni pada UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 ayat (I), Konstitusi RIS diatur dalarn Pasal 145 ayat (1) dan UUi) Semcntara 1950 diatur dalam Pasal 103. Dari segi substantif, ketiga konstitusi tersebut menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman itu babas dan tidak memihak. Perwujudan kekuasaan kehakiman yang bebas akan bertautan dengan kemauan politik dalam menempatkan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti hukum dan kekuasaan senantiasa memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi. Dapat dipahami bahwa di satu pihak hukum dalam suatu negara hukum adalah sebagai landasan kekuasaan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetapi di lain pihak hukum juga merupakan produk kekuasaan. Pemahaman terhadap hukum sebagai landasan kekuasaan, berarti segala kekuasaan negara yang lahir diatur oleh hukum dan dijalankan berdasar atas hukum, sehingga hukum ditempatkan pada posisi lebih tinggi (supremacy of law) sebagaimana yang dikehendaki oleh rumusan negara hukum. Di sisi lain, hukum juga merupakan produk kekuasaan, berarti setiap produk hukum merupakan hasil dari interaksi politik yang memerlukan adanya komitmen politik.
Kecenderungan yang akan lahir adalah, bahwa suatu produk hukum bergantung pada format politik/konfigurasi politik.Oleh karena itu, implementasi kekuasaan kehakiman yang bebas sebagaimana yang dikehendaki oleh konstitusi, tetap berkaitan dengan kemauan politik penyelenggara kekuasaan negara. Peradilan yang bebas berrnakna bahwa kekuasaan kehakiman tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan negara lainnya dalam menjalankan fungsinya, baik sebagai lembaga penegakan hukum maupun sebagai lembaga penemuan hukum. Rumusan normatif yang demikian itu, dalam implementasinya tidak terlepas dari sisi politik dan sosial budaya yang berkembang. Hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang babas memiliki relevansi dengan konfigurasi politik dan sosial budaya suatu negara."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edit Noorita Kusuma
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tahap perkembangan moral pada remaja yang mengikuti ajang pemilihan da'i. Penelitian ini termasuk penelitian kuantatif dengan metode non eksperimental. One Way Anova digunakan sebagai metode statistik untuk menganalisis data yang diperoleh. Pengukuran perkembangan moral dilakukan dengan alat ukur perkembangan moral Defining Issues Test (DIT).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) rata-rata perkembangan moral responden berada pada tingkat konvensional (tahap 3 dan 4), terdapat seorang responden yang berada pada tingkat pasca-konvensional (tahap 5); 2) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perkembangan moral berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

This research aims to know moral development exists in adolescence who participated in da'i election. As a quantitative research this study using non experimental method. One Way Anova was used as statistic method to analyze the data obtained. The moral development measurement was conducted with the Defining Issues Test (DIT).
Result of this study indicates: 1) generally moral development of respondent in conventional level (stage 3 and 4), there is one respondent in pasca-conventional level (stage 5) 2) there is no significant difference of moral development based on gender and level of education."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.251 9 KUS t
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Fahrima
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JATI 6(1-2)2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Haritsah Muhammadi Kusuma
"Tujuan penelitian ini adalah mencari tahu pengaruh dari jarak waktu terhadap tingkat pemberian hukuman. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti mencoba mereplikasi studi dari 2 penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Carlsmith, Darley, dan Robinson (2002) tentang motif hukuman, dan penelitian Eyal, Trope, dan Liberman (2008), tentang jarak waktu. Penelitian ini menggunakan desain Survey Eksperimen dan menggunakan modifikasi dari instrument penelitian Eyal, Trope, dan Liberman (2008).
Penelitian ini melibatkan 119 masyarakat umum, yang berdomisili di daerah Jabodetabek. Setelah data diolah dalam SPSS menggunakan metode Chi square, ditemukan bahwa hasil penelitian tidak signifikan χ 2 (1, N= 2,215, p>.01), yang berarti tidak ada hubungan antara jarak waktu dan perilaku menghukum. Hasil diduga tidak signifikan dikarenakan kegagalan instrument penelitian untuk memberikan efek jarak waktu kepada partisipan, dan kurangnya pertimbangan kepada perspektif pihak ketiga dalam pengambilan keputusan.

The purpose of this study is to find out the effect of temporal distance on the level of punishment. To achieve this goal, the researcher tried to replicate 2 previous studies, namely Carlsmith, Darley, and Robinson (2002) research on punishment motives, and Eyal, Trope, and Liberman (2008) research about time intervals. This study used an Experimental Survey design and used research instruments with modifications from the Eyal, Trope and Liberman (2008).
This study involved 119 participants from general public, who live in the Greater Jakarta area. After the data were processed in SPSS using the Chi square method, it was found that the results of the study were not significant χ2 (1, N = 2,215, p> .01), which means there is no relationship between the temporal distance and the level of punishment. The results are thought to be insignificant due to the failure of the research instrument to provide the effect of time intervals to participants, and the lack of consideration for the perspective of third parties in decision making.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ng Adeline Tirtawaty
"Makalah Non-Seminar ini mengeksplorasi peluang ekspansi untuk Ultra Violette, sebuah merek perawatan matahari asal Australia yang inovatif, ke pasar Tiongkok atau Amerika Serikat. Dengan menggunakan pendekatan hypothesis-driven, makalah ini menyimpulkan bahwa pasar Tiongkok menawarkan peluang pertumbuhan yang lebih menjanjikan bagi Ultra Violette.
Ultra Violette, atau "Vi" singkatannya, muncul pada tahun 2018 dengan misi untuk mendidik generasi muda tentang pentingnya penggunaan sunscreen setiap hari. Keberhasilan merek ini di Australia dan ekspansinya ke berbagai negara telah menyiapkan panggung bagi kemungkinan masuk ke pasar Tiongkok atau Amerika Serikat.
Dilakukan analisis SWOT yang komprehensif untuk mengevaluasi strengths, weaknesses, opportunities, and threats Ultra Violette. Strengths meliputi penawaran produk inovatif, Brand Image yang kuat, dan Online Presence yang kuat. Weakness melibatkan relatifnya keberadaan baru di pasar dan perlunya upaya tambahan dalam menyampaikan misi dan nilai-nilai merek. Opportunities terletak dalam ekspansi global lebih lanjut, mengingat kehadiran online yang sudah mapan. Threats mencakup tantangan terkait perbedaan budaya dan hambatan regulasi di pasar baru.
Makalah ini menggunakan metodologi the Hypothesis-Driven Path untuk menilai keberlanjutan ekspansi Ultra Violette ke Tiongkok atau Amerika Serikat. Hipotesis utama menyarankan bahwa Tiongkok menawarkan prospek pertumbuhan yang lebih menguntungkan. Hipotesis kedua menganalisa daya tarik pasar dan peluang lingkungan eksternal.
Secara ringkas, pertumbuhan cepat Ultra Violette dan kesesuaiannya dengan kondisi pasar Tiongkok menjadikan Tiongkok sebagai tujuan ekspansi yang menguntungkan. Produk inovatif merek ini memenuhi permintaan Tiongkok untuk produk perawatan kulit premium, hingga menjadikannya berpotensis sukses. Dengan menjalankan strategi yang disesuaikan, Ultra Violette dapat membangun keunggulan kompetitif di industri perawatan kulit Tiongkok.

This academic paper explores the expansion opportunities for Ultra Violette, an innovative Australian suncare brand, into either the Chinese or United States market. Employing a structured hypothesis-driven approach, the essay concludes that the Chinese market offers more promising growth opportunities for the brand.
Ultra Violette, or "Vi" for short, emerged in 2018 with a mission to educate younger generations about the importance of daily sunscreen use. The brand's success in Australia and expansion to multiple countries has set the stage for its potential entry into either the Chinese or United States markets.
A comprehensive SWOT analysis is conducted to evaluate Ultra Violette's strengths, weaknesses, opportunities, and threats. Strengths include its innovative product offerings, strong brand image, and robust online presence. Weaknesses encompass its relative newness to the market and the need for additional effort in communicating its mission and values. Opportunities lie in further global expansion, given its established online presence. Threats include challenges related to cultural differences and regulatory constraints in new markets.
The paper employs the Hypothesis-Driven Path methodology to assess the viability of Ultra Violette's expansion into China or the United States. The leading hypothesis suggests that China presents more favorable growth prospects. Sub-hypotheses are formulated and analyzed, focusing on market attractiveness and external environmental opportunities.
In summary, Ultra Violette's rapid growth and alignment with Chinese market conditions make China a favorable expansion destination. The brand's innovative products cater to the Chinese demand for premium skincare, positioning it for success. By executing tailored strategies, Ultra Violette can establish a competitive advantage in the Chinese skincare industry. This analysis provides valuable insights for Vi's strategic decision-making process.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ericolas Chandra
"Kurangnya pertanggungjawaban etis pada aksi robot disebabkan oleh ketidakseimbangan antara perkembangan otonomi robot dengan kemampuannya dalam membuat putusan moral. Menanggapi isu ini, skripsi ini berupaya menyediakan justifikasi pada posibilitas Agen Moral Artifisial melalui diskursus filsafat akal budi dan metaetika. Posibilitas ini tersusun atas teori komputasional sebagai pandangan ontologis, naturalisme kognitif sebagai pandangan metaetis dan Moral Turing Test sebagai pandangan epistemologis terhadap akal budi lain. Skripsi ini mengusulkan bahwa posibilitas Agen Moral Artifisial dapat tercapai bukan melalui regulasi tingkah laku, melainkan melalui radikalisasi otonomi.

Lackness of ethical responsibility upon robot’s action was caused by unbalanced developments between robot’s autonomy and its ability to generate moral judgement. Concerning to this issue, this thesis would provide a justification of the posibility of Artificial Moral Agents through the discourse of philosophy of mind and metaethics. This possibility is constituted by computational theory of mind as ontological view, cognitive naturalism as metaethical view and Moral Turing Test as epistemological view of other minds. This thesis suggests that the possibility of Artificial Moral Agents would not occur by behavioral regulation, yet by radicalization of its autonomy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Safitri
"Tesis ini membahas tentang  penggunaan alat bukti kesamaan dokumen/surat oleh KPPU dalam memutus perkara Nomor 41/KPPU-L/2010 tentang Tender Pengadaan Sarana dan Prasarana Konversi Energi. Alat bukti yang digunakan oleh KPPU dalam memutus perkara ini adalah kesamaan dokumen, Alat Bukti kesamaan dokumen tersebut merupakan alat bukti petunjuk. Petunjuk dari berbagai macam alat bukti tidak mungkin dapat diperoleh hakim tanpa menggunakan suatu pemikiran tentang adanya persesuaian antara kenyataan yang satu dengan yang lain, atau antara satu kenyataan dengan tindak pidana itu sendiri. Oleh karena itu alat bukti petunjuk harus mengacu pada persesuaian antara kejadian, keadaan, perbuatan, maupun dengan tindak pidana itu sendiri. Alat bukti petunjuk hanya dikenal dalam hukum acara pidana (KUHAP) dan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Pengaturan mengenai petunjuk di hukum pidana didasarkan pada prinsip bahwa hakim bersifat aktif untuk mencari keadilan,

This thesis discusses the use of document similarity evidence / letter by the Commission in deciding the case 41/KPPU-L/2010 of Tender for Procurement of Infrastructure Energy Conversion. Evidence used by the Commission in deciding the case this is the similarity of a document, the document similarity Evidence is evidence instructions. Hints of various kinds of evidence may not be obtained without the use of a judge thought about the fact that the existence of correspondence between one another, or between one reality to the offense itself. Therefore evidence should refer to the instructions of correspondence between the events, circumstances, actions, and with the crime itself. Instructions only known evidence in criminal procedural law (Criminal Procedure Code) and Act No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Instructions on setting the criminal law is based on the principle that judges are actively to seek justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumida, Yoshihiro
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1994
341.758 SUM p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>