Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kiki Wulandari
"Persiapan melakukan tindak pidana merupakan salah satu perubahan yang dilakukan RUU KUHP dalam rangka pembaruan hukum pidana. Sebelumnya pemidanaan terhadap perbuatan persiapan (voorbereidingshandeling) tidak dikenal dalam KUHP sebab perbuatan dalam tahap voorbereidingshandeling adalah tidak strafbaar sifatnya. Akan tetapi pemidanaan terhadap suatu perbuatan yang masih pada tahap sangat awal, lebih awal dari percobaan, sudah dikenal sebelumnya antara lain dengan adanya lembaga permufakatan jahat, Pasal 250 KUHP, Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan dalam Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Perumus RUU KUHP tidak menjelaskan apa yang mendasari dipidananya perbuatan persiapan juga tidak menjelaskan delik apa saja yang menjadi sasaran dari adanya lembaga persiapan ini. Dikhawatirkan pemidanaan terhadap perbuatan persiapan ini akan memunculkan sifat represif hukum karena sifatnya yang sangat subjektif.
......
Preparation to commit crime is one of the changes that Draft of Penal Code does in purpose of criminal law reform. Previously, criminalization to preparatory acts (voorbereidingshandeling) was not known in existing Penal Code because acts in preparation stage is not punishable. But criminalization to acts that still in the early stage, earlier than attempt, has already known such as the existence of conspiracy law, Penal Code Article 250, Article 9 Terrorist Act, and also The Suppression of The Financing of Terrorism Act. The Legislator of Draft of Penal Code doesn?t explain what is the underlying of the criminalization of the preparatory acts and also doesn't explain what kind of offences that illegal preparatory acts can be used for. It is feared that the criminalization to preparatory acts will emerge the repressive nature of criminal law due to its subjectivity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Utju R. Koesoemahatmadja
"ABSTRAK
Disertasi ini mengemukakan perihal penyalahgunaan kekuasaan (ekonomi dan politik) oleh korporasi, yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Korban tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi tersebut antara lain, negara, pemerintah, masyarakat, dan warga negara. Pihak-pihak ini merupakan suatu kelompok korban dari tindak pidana korporasi. Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok korban dilatarbelakangi oleh masih kurangnya perlindungan hukum dari pihak pemerintah dalam hal penegakan hukum pada proses peradilan pidana.
Adanya perlindungan hukum tidak terlepas pada peranan penegak hukum, yang berfungsi sebagai alat dalam menegakkan hukum untuk mencapai ketertiban dan keadilan pada proses peradilan dan untuk melindungi korban individual maupun kelompok akibat tindak pidana korporasi. Korban tindak pidana korporasi membutuhkan pemulihan kembali bempa kompensasi maupun hukuman kepada pelaku tindak pidana sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari pelaku yang melakukan tindak pidana.
Bentuk atau jenis tanggung jawab pelaku tindak pidana (korporasi) dalam proses peradilan pidana (bqmpa putusan pengadilan), masih berorientasi pada kepentingan atau hak individu dad pelaku tindak pidana. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korporasi dalam proses peradilan di Indonesia, khususnya pada putusan sidang pengadilan berlandaskan konsep ? asas retributif? yaitu suatu asas yang menitikberatkan kepada kepentingan dan melindungi hak-hak pelaku tindak pidana. Seyogyanya putusan pengadilan dalam menanggulangi masalah tindak pidana korporasi berdasarkan pada konsep ?rasa keadilan masyarakat" yang berasaskan ?keadilan restoratif" tanpa meninggalkan asas ?keadilan retributif? bagi pelaku tindak pidana.

Abstract
This desertation issues the misuse of power (economicalty and politicalty) by corporation, which violates the social and economic rights of the people. Crime victims caused by those corporation are the state, government, society, and citizens itself. The problem faced by these victims are back grounded by the lack of law protection by the government in law enforcement for judicial crime process.
The existence of law protection cannot be separated from the role of law enforcers, functioning as a tool uphold the law to achieve justice in the judicial process and to protect individual and group victims as the result of corporate crime. Corporate crime victims need some medicine for their trauma in the form compensation, and punishment of the party which committed the crime.
Forms and types of responsibility of the party which committed the (corporate) crime in the judicial crime process (in the form of court devision) still circles on the interest and individual rights of the party which commited the crime. This shows that the law enforcement againts corporate crimes in the judicial process in indonesia, especially on the court decision, is based on the retributive concept, a concept which concentrates on protecting the best interest and the rights of the party which committed the crime.
The court decision in handling a case of corporate crime should be based on the people?s justice concept whith a touch of restorative justice concept without leaving behind the retributive justice concept for the party. Which committed the crime.
ABSTRAK
"
2003
D1134
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Ucu Ruhayati
"ABSTRAK
Disertasi ini mengemukakan perihal penyalahgunaan kekuasaan (ekonomi dan politik) oleh korporasi, yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Korban tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi tersebut antara lain, negara, pemerintah, masyarakat, dan warga negara. Pihak-pihak ini merupakan suatu kelompok korban dari tindak pidana korporasi. Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok korban dilatarbelakangi oleh masih kurangnya perlindungan hukum dari pihak pemerintah dalam hal penegakan hukum pada proses peradilan pidana.
Adanya perlindungan hukum tidak terlepas pada peranan penegak hukum, yang berfungsi sebagai alat dalam menegakkan hukum untuk mencapai ketertiban dan keadilan pada proses peradilan dan untuk melindungi korban individual maupun kelompok akibat tindak pidana korporasi. Korban tindak pidana korporasi membutuhkan pemulihan kembali bempa kompensasi maupun hukuman kepada pelaku tindak pidana sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari pelaku yang melakukan tindak pidana.
Bentuk atau jenis tanggung jawab pelaku tindak pidana (korporasi) dalam proses peradilan pidana (bqmpa putusan pengadilan), masih berorientasi pada kepentingan atau hak individu dad pelaku tindak pidana. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana korporasi dalam proses peradilan di Indonesia, khususnya pada putusan sidang pengadilan berlandaskan konsep ? asas retributif? yaitu suatu asas yang menitikberatkan kepada kepentingan dan melindungi hak-hak pelaku tindak pidana. Seyogyanya putusan pengadilan dalam menanggulangi masalah tindak pidana korporasi berdasarkan pada konsep ?rasa keadilan masyarakat" yang berasaskan ?keadilan restoratif" tanpa meninggalkan asas ?keadilan retributif? bagi pelaku tindak pidana.

Abstract
This desertation issues the misuse of power (economicalty and politicalty) by corporation, which violates the social and economic rights of the people. Crime victims caused by those corporation are the state, government, society, and citizens itself. The problem faced by these victims are back grounded by the lack of law protection by the government in law enforcement for judicial crime process.
The existence of law protection cannot be separated from the role of law enforcers, functioning as a tool uphold the law to achieve justice in the judicial process and to protect individual and group victims as the result of corporate crime. Corporate crime victims need some medicine for their trauma in the form compensation, and punishment of the party which committed the crime.
Forms and types of responsibility of the party which committed the (corporate) crime in the judicial crime process (in the form of court devision) still circles on the interest and individual rights of the party which commited the crime. This shows that the law enforcement againts corporate crimes in the judicial process in indonesia, especially on the court decision, is based on the retributive concept, a concept which concentrates on protecting the best interest and the rights of the party which committed the crime.
The court decision in handling a case of corporate crime should be based on the people?s justice concept whith a touch of restorative justice concept without leaving behind the retributive justice concept for the party. Which committed the crime."
2003
D700
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muladi, 1943-
Bandung: Alumni, 1992
345.01 MUL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Tri Theresa
"Rahasia bank yang merupakan kerahasiaan hubungan antara bank dan nasabah adalah suatu konsekuensi logis dari karakter usaha bank sebagai lembaga kepercayaan. Demikian halnya Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan oleh negara dan masyarakat, juga memiliki konsekuensi untuk menjaga kerahasiaan dalam menjalankan tugas jabatannya. Oleh karena itu, apabila seorang Notaris bertindak sebagai pemberi jasa terhadap bank, ketentuan mengenai rahasia bank dan rahasia jabatan Notaris serta segala sanksi yang mengikutinya apabila dilanggar, menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan dipatuhi. Namun yang menjadi permasalahan adalah apabila kewajiban untuk merahasiakan, baik oleh bank maupun Notaris diperhadapkan dengan kepentingan umum atau penegakan hukum yang menghendaki keterbukaan akan rahasia bank dan rahasia jabatan Notaris. Apabila ketentuan kerahasiaan bank dan rahasia jabatan Notaris merupakan suatu hal yang mutlak, maka hal tersebut tentunya menjadi hambatan bagi para penegak hukum untuk menyelesaikan perkara yang terkait dengan kegiatan usaha bank dan Notaris, terutama dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang yang tidak jarang melibatkan bank dan Notaris sebagai salah satu sarana yang memudahkan para pelaku tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu pembentuk undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia telah mengatur pengecualian mengenai kerahasiaan untuk mengurangi hambatanhambatan bagi para penegak hukum tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, penulis menyelesaikan permasalahan yang ada dengan melakukan wawancara, membahas dan menguraikan dengan tepat dan jelas mengenai pengaturan ketentuan rahasia bank dalam kaitannya dengan pemberian jasa Notaris terhadap Bank serta pengecualian rahasia bank dan rahasia jabatan Notaris dalam ketentuan mengenai tindak pidana pencucian uang di Indonesia......Bank secrecy is a confidential relationship between bank and its customer that become logical consequences from bank?s business character as a trust entity. The same applies to a Notary as public officer who is given trust by state and society, also has a consequence to keep such secrecy in conducting his/her liability. Therefore, if Notary being acted as a service provider to the bank, regulation on bank secrecy and Notary secrecy including all sanctions that follow if those secrecies being violated, inevitably become important matters to be observed and complied with. What becomes a problem is if the obligation to keep the secret, either by bank or Notary is confronted with public interest or law enforcement which requires disclosure on bank secrecy and Notary secrecy. If the regulation on bank secrecy and Notary secrecy are inalienable then those regulations could turn into obstacle for the law enforcement officers to solve the case in relation to business activities of bank and Notary, particularly in preventing and combating crime on money laundering which often involves bank and Notary as one of means to facilitate the person who conduct crime on money laundering. In that matters, legislators of crime on money laundering in Indonesia have already stipulate the exemption on secrecy in order to reduce obstacles for law enforcement. The writer solved the mentioned problem by using the research method of descriptive analytical through interview, clear discussion and precise elaboration regarding with the bank secrecy regulation in relation to notary services granted against bank and the enforceability exemption of bank secrecy and notary secrecy based on law regarding the preventing and combating crime on money laundering in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ramadhino
"Tulisan ini menganalisis bagaimana penerapan justice collaborator di dalam ketentuan hukum pidana di Indonesia, khususnya dalam penerapan status justice collaborator di dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.798/Pid.b/PN.Jkt.Sel. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penerapan justice collaborator semula muncul dalam United Nations Convention Against Corruption 2003, di dalam UNCAC sebutan justice collaborator muncul untuk memerangi kasus-kasus pidana yang sulit dipecahkan hingga memerlukan orang dari dalam kasus tersebut yang bisa memberikan keterangan untuk membuka seterang-terangnya kasus tersebut, UNCAC 2003 ini kemudian di ratifikasi ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi PBB Anti Korupsi. Penerapan justice collaborator ini kemudian dijelaskan tentang bagaimana penerapan, batasan serta pengecualian di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi PBB Anti Korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta didukung peraturan mengatur teknis justice collaborator bari para penegak hukumseperti di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistle blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (justice collaborator) dan juga Peraturan Bersama Nomor: M.HH-11.HM.03.02.th.2011; Nomor: PER-045/A/JA/12/2011; Nomor: 1 Tahun 2011; Nomor: KEPB-02/01-55/12/2011; Nomor: 4 Tahun 2011. Dalam praktiknya penerapan justice collaborator di Indonesia bisa diterapkan di dalam kasus tindak pidana umum, penerapan ini membuka banyak kemungkinan penyelesaian masalah pidana yang sulit dipecahkan.
......This article analyzes how justice collaborator is applied in criminal law provisions in Indonesia, especially in the application of justice collaborator status in the murder case of Brigadier Yosua in South Jakarta District Court Decision No.798/Pid.b/PN.Jkt.Sel. This article was prepared using doctrinal research methods. The application of justice collaborator originally appeared in the 2003 United Nations Convention Against Corruption, in UNCAC the term justice collaborator emerged to fight criminal cases that were difficult to solve and required people from within the case who could provide information to reveal the case as clearly as possible, UNCAC 2003 This was then ratified into Law Number 7 of 2006 concerning the UN Convention Against Corruption. The application of justice collaborator is then explained about how to apply, limitations and exceptions in Law Number 7 of 2006 concerning the UN Convention Anti-Corruption, Law Number 31 of 2014 concerning Amendments to Law Number 13 of 2006 concerning Protection of Witnesses and Victims, and supported by regulations governing technical justice collaborators for law enforcers, such as in the Supreme Court Circular Letter Number 4 of 2011 concerning the Treatment of Criminal Whistleblowers and Cooperating Witnesses (justice collaborators) and also Joint Regulation Number: M.HH- 11.HM.03.02.th.2011; Number: PER-045/A/JA/12/2011; Number: 1 of 2011; Number: KEPB-02/01-55/12/2011; Number: 4 of 2011. In practice, the application of justice collaborator in Indonesia can be applied in general criminal cases, this application opens up many possibilities for resolving criminal problems that are difficult to solve."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitohang, Bara D. Thording
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah moral credential dapat mempengaruhi reaksi sosial non-formal, terutama sikap sanksi masyarakat. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan individu atau kelompok yang memiliki moral credential yang kuat cenderung mendapatkan tanggapan bersifat toleran dari masyarakat Penelitian ini melakukan hal yang sama, menggunakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai figur yang memiliki moral credential dan telah melakukan pelanggaran berupa gratifikasi. Penelitian dilaksanakan menggunakan population-based survey experiment (P-BSE), melibatkan 432 partisipan berumur 18 hingga 45 tahun untuk membandingkan kondisi moral credential v. kondisi non-moral credential dan kondisi moral credential serta moral stake v. kondisi non-moral credential serta moral stake. Hasil analisis temuan data menyatakan moral credential tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap reaksi sosial non-formal dalam konteks kasus kejahatan gratifikasi oleh PNS.
......
The purpose of this study is to see the effect of moral credentials toward societal response, specifically punitive attitudes. Previous studies have shown individuals or groups with moral credentials tend to receive lenient societal response when they commit a transgression. This study is undertaking the same topic, focusing on State Civil Apparatus (PNS) as a figure possessing moral credentials and has commited transgression in the form of gratification. This study uses population-based survey experiment (P-BSE), and involves 432 participants ages from 18 to 45 years to compare between moral credential condition v. non-moral credential condition and moral credential with moral stake v. non-moral credential with moral stake.Results of analysis shows moral credentials doesn’t have a significant impact on societal response in the context of gratification crimes of State’s Civil Apparatus."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
345 BAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soesilo
Bandung: Politeia, 1989
363.25 SOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Barda Nawawi Arief, 1943-
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994
345 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>