Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kantor Advokat Rasjim Wiraatmadja, 2001
R 340.109598 Wir h
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Lubnah Aljufri
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli hak merupakan salah satu bentuk perikatan yang lahir karena kebutuhan masyarakat, hal karena belum dapatnya dipenuhi syarat -syarat untuk melaksanakan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari Konsepsi KUHPerdata yang merupakan kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. Tesis ini membahas mengenai kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli, diambil contoh berupa Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 120/Pdt.G/2009/PN. Dpk.
Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli. Bagaimana kekuatan hukum Akta Jual Beli yang telah dibuat oleh dan antara Penggugat dengan Tergugat II dan Mengapa Pengadilan Negeri Depok menyatakan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara Tergugat II dengan Tergugat I adalah sah (Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 120/Pdt.G/2009/PN. Dpk). Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian secara yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif. Kesimpulan Perjanjian Pengikatan Jual Beli mempunyai kekuatan pembuktian sempurna apabila perjanjian tersebut dibuat dihadapan Notaris dan dalam bentuk yang telah ditetapkan oleh undang - undang yang menyebabkan akta tersebut menjadi akta otentik. Maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Sale and Purchase Agreement rights is one form of engagement that was born because of the needs of the community, failure by it because it has not fulfilled the requirements to carry out before the sale and purchase of Land Deed Makers Officials (PPAT). Sale and Purchase Agreement made before a notary is appointed and made treaties of Conception Book of the Civil Code Act which is the agreement of the parties regarding the rights and obligations made under Section 1320 in conjunction with Article 1338 Book of the Civil Code Act so as to provide legal certainty and protection law for the parties who made it. This thesis discusses the legal force binding sale and purchase agreement, a sample taken Depok District Court Decision No. 120/Pdt.G/2009/PN. DPK.
The issue in this thesis is how the force of law binding sale and purchase agreement. How does the force of law Deed of Sale and Purchase which has been made by and between Plaintiff by Defendant II and Why Depok District Court stated that the Sale and Purchase Agreement between Defendants Accused II with I is a legitimate (Depok District Court Decision No. 120/Pdt.G/2009/PN . DPK). To answer these problems the research methods used in juridical normative by nature descriptive research. Conclusion Sale and Purchase Agreement have the force of proof if the agreement is perfect, made before Notary and in a form specified by the laws that cause such deed to be authentic deed. Then the deed must be regarded as authentic deed, unless it can be proven otherwise.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21771
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwimas Andila
"Skripsi ini membahas proses pemanggilan tergugat oleh pihak pengadilan dikaitkan dengan lahirnya putusan verstek. Pemanggilan harus dilakukan menurut tata cara yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan. Sah tidaknya pemanggilan yang dilakukan oleh pihak pengadilan sangat menentukan proses pemeriksaan persidangan di pengadilan serta hasil putusan dari perkara tersebut. Kesalahan dalam melakukan pemanggilan dapat membuat pemanggilan menjadi tidak sah dan tidak patut. Pemanggilan yang tidak sah dan tidak patut dapat memicu lahirnya putusan yang merugikan pihak yang dipanggil tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pihak-pihak yang melakukan panggilan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dipanggil.

This essay discusses the convocation of the accused by a court related with the court decision. Convocation must be done according to the manner specified regulations. Legal or not done by convocation the court determines the review process in the trial court verdict and the results of these things. Error in convocation process can lead to the ilegitimate and inappropriate convocation itself. The ilegitimate and inappropriate convocation could triggered the court decision that harm convocated parties. This research aims to find out how the accountability of the parties to make convocations that lead to losses for the convocated parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22529
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indira Biasane
"Tesis ini membahas tentang upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal melalui kerangka regional, yaitu Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region. Penelitian ini akan menggunakan studi kasus praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI), dengan latar belakang bahwa kasus praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi di WPPRI semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif analisis, dimana metode akan menjelaskan permasalahan yang dianalisis melalui penjelasan hubungan kausal (sebab-akibat) antara variabel independent dan dependent melalui pengajuan hipotesis. Penelitian ini akan berusaha menjelaskan mengapa praktik penangkapan ikan ilegal masih terjadi dan bahkan meningkat di contoh kasus WPPRI, pada saat RPOA-IUU Fishing diberlakukan, yang menjadi pertanyaan dan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah RPOA-IUU Fishing belum dapat menjadi sebuah rejim perikanan yang kuat karena belum memasukkan variabel penyelesaian sengketa (settlement dispute) di dalam kesepakatannya. Apabila ada sengketa yang terjadi berhubungan dengan praktik penangkapan ikan ilegal (contohnya, tertangkapnya kapal penangkap ikan asing di suatu wilayah negara pantai), maka penyelesaian sengketa tersebut masih berada dalam kerangka hukum laut internasional atau hukum nasional negara pantai. RPOA-IUU Fishing juga belum dapat menjadi sebuah rejim yang kuat karena dalam konteks Asia Tenggara, negara-negara masih menyimpan potensi konflik mendasar, yaitu masalah delimitasi batas maritim. Sampai saat ini, beberapa negara masih mempersoalkan batas-batas negaranya yang bersinggungan dengan negara lain. Delimitasi batas maritim penting adanya mengingat batas negara sangat diperlukan dalam penetapan batas-batas perikanan suatu negara yang berkaitan dengan sumber daya perikanan yang terkandung di dalam wilayah laut tersebut. Upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal juga menemui kendalanya karena beberapa negara anggota RPOA-IUU Fishing sampai sekarang masih belum meratifikasi beberapa key instruments, seperti UNCLOS dan UN Fish Stock Agreement. Dengan belum diratifikasinya key instruments seperti diatas, maka perilaku negara-negara belum dapat diatur oleh ketetuan-ketentuan internasional.
Hasil penelitian merekomendasikan bahwa rejim RPOA-IUU Fishing perlu membuat satu konsep penyelesaian sengketa (settlement dispute) dalam kesepakatannya, karena karakteristik praktik penangkapan ikan ilegal menyimpan potensi konflik yang memerlukan sebuah konsep penyelesaian sengketa. Delimitasi batas maritime negara juga harus diselesaikan antar negara-negara yang belum menemukan kesepakatan karena mempengaruhi hak atas sumber daya perikanan yang terkandung dalam suatu perairan tersebut. Rekomendasi lain yaitu negara-negara di kawasan Asia Tenggara sepatutnya meratifikasi international key instruments yang telah diatur dalam ketentuan-ketentuan internasional, dimana dengan ratifikasi tersebut maka negara secara sadar berkomitmen dalam upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal.

The focus of this study is the efforts on combating illegal fishing through the regional cooperation, Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region. This research shall study one case which is happen in the Fisheries Management Area of Republic of Indonesia. This research will be an desctiptive-analitical research, which is using an explanation how the problem analized through independet and dependent variable with hyphotesys. This research would explain why illegal fishing still happen and even higher in Indonesian fishing area, when RPOA implemented.
The researcher found out that RPOA hasn`t be a strong fisheries regime yet because there was one variable that hasn`t accommodated yet by RPOA, which is settlement dispute variable. If there was a fisheries dispute, countries will solve these problems by using their own regulations or by using international regulation instruments. The other cause RPOA still hasn`t be a strong fisheries regime because countries over Southeast Asia still kep the potential conflict, which is the delimitation of maritime border. Delimitation of maritime border become important in order to get a border of country. The efforts of combating illegal fishing is also met difficulty when countries, nowadays, still hasn`t ratified the international key instruments.
The researcher suggest that RPOA as a fishries rezime should arrange concept of settlement dispute. Concept of settlement dispute become an important variable because the characteristic of illegal fishing itself kept an potensisl conflict. Other suggestion is the delimitation of border in the Southeast Asia and countries over Southeast Asia should ratified the international key instruments, that has been organized in international arrangements. By ratifying those insternational key instruments, countries show their commitment in efforts to combating illegal fishing in the region."
2009
T26250
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Syafira Aprialita
"ABSTRACT
Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur aparatur negara dan contoh teladan bagi masyarakat, sehingga pengaturan bagi Pegawai Negeri Sipil tidak hanya mengenai lingkup profesinya saja namun juga pengaturan hingga lingkup pribadinya. Ketika Pegawai Negeri Sipil ingin melakukan perceraian, maka harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh Pemerintah yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Atas Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Dengan adanya ketentuan tersebut, penulis akan meneliti apakah akibat perceraian Pegawai Negeri Sipil dengan pasangannya sudah sesuai penerapannya atau masih terdapat kekurangan dalam pelaksaannya melalui studi kasus pada Putusan Nomor 457/PDT/2015/PT.MDN. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penulis mengumpulkan data melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber terkait. Dalam akhir skripsi, disimpulkan bahwa prosedur pembagian gaji pasca perceraian oleh Pegawai Negeri Sipil kepada mantan istri serta anaknya bersifat wajib dengan pembagian 1/3 (sepertiga) bagian bagi masing-masing para pihak sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 dan secara penerapannya masih terdapat kekurangan karena adanya ketentuan pengecualian yang tercantum di dalam Surat Edaran Kepala BAKN No. 48/SE/1990 pada Bab II angka 15 yang tidak digunakan oleh Hakim dalam memutus perkara tersebut. Sehingga diharapkan bagi Hakim agar dapat menggali lebih dalam ketentuan yang sudah ada dan bagi Pegawai Negeri Sipil agar lebih aktif dalam menerapkan prosedur pembagian gaji yang telah ditentukan.

ABSTRACT
Civil Servants are the State Apparatus and exemplary role model of the people in the nation, thus the regulation of Civil Servants is not only in a scope of their profession but also into their personal scope. When a Civil Servant had a divorcement, they have to follow the procedure based on Government Regulation No. 45/1990 as the amendment to Government Regulation No. 10/1983 about Marriage and Divorce Consent for Civil Servants. With those regulations, author would examine whether the actual fact of the implementation in real life has already in accordance with the legal consequences of the Civil Servants divorcement with their partners or there are still shortcomings through Case Study of High Court Decision No. 457/PDT/2015/PT.MDN. By using a normative-juridical method, author collected data through library-studies and did interviews with related and relatable sources. At the end of the thesis, author can conclude that the procedure of distributing salaries after divorcement by Civil Servants to ex-wives and their children was compulsory by dividing 1/3 (one third) part of each parties as stated in Article 8 paragraph (1) and (2) Government Regulation No. 10/1983 and there are still shortcomings in its implementation due to the exclusion provisions listed in the Letter of the Head of BAKN No. 48 / SE / 1990 in Chapter II number 15 that were not used by the Judge when making the decision of the case. Hopefully near in the future, it is expected for the Judge to know better to these existing provisions and for Civil Servants to be more active in implementing predetermined salary distribution procedure."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Oloando Kristi
"Suatu akta perdamaian dibuat karena para pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan jalan damai dalam hal ini seperti pembagian harta bersama. Kekuatan akta perdamaian sama dengan Putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Menjadi permasalahan jika ternyata salah satu pihak mengabaikan perdamaian tersebut dan mengugat ke Pengadilan. Dalam hal ini seperti masalah pembagian Harta Bersama berdasarkan Akta Perjanjian Perdamaian No. 344 dan Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 666/Pdt.G/2016/PN.Bks Jo. Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 460/Pdt.G/2013/PN.Bks.  Permasalahannya adalah terdapat dua produk hukum tersebut sama-sama mengatur mengenai pembagian harta bersama sehingga terjadi dualisme pembagian. Adapun bentuk hasil penelitian adalah deskriptif-analitis, dimana dilakukan analisa untuk dapat memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena yang terjadi berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang ada, kemudian dari fenomena tersebut didapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah. Mengenai keberlakuan pembagian harta bersama seharusnya pembagian yang diberlakukan adalah Akta Perjanjian Perdamaian No. 344, akan tetapi terdapat asas hukum yang menyatakan lex fosterior derograt legi a priori yang artinya hukum yang baru mengalahkan hukum yang lama, sehingga yang terbaru yang berlaku, yakni Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 666/Pdt.G/2016/PN.Bks Jo. Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 460/Pdt.G/2013/PN.Bks. Bila pada akhirnya pembagian yang baru diterapkan, sebaiknya segala tindakan yang berkaitan dengan Pembagian Harta Bersama yang dulu dilakukan tetap harus dipertimbangkan jika dilakukan pembagian yang baru.

ABSTRACT
A peace deed was made because the parties agreed to resolve the existing problems peacefully in this matter such as the distribution of shared assets. The power of a peace certificate is the same as a court decision that has permanent legal force. It becomes a problem if it turns out that one of the parties ignored the peace and sued the Court. In this case such as the problem of the distribution of Joint Assets based on the Deed of Peace Agreement No. 344 and Decision of the Bekasi District Court No. 666/Pdt.G/2016/PN. Bks Jo. Decision of Bekasi District Court No. 460/Pdt.G/2013/PN.Bks. The problem is that there are two legal products that together regulate the distribution of shared assets so that there is a dualism of division. The form of the results of the study is descriptive-analytical, where analysis is carried out to be able to provide an overview of the phenomena that occur based on the data and facts that exist, then from these phenomena obtained the meaning and implications of a problem. Regarding the implementation of the sharing of shared assets, the distribution that should be applied is the Deed of Peace Agreement No. 344, but there is a legal principle that states lex fosterior derograt legi apriori which means that the new law defeats the old law, so the latest one applies, namely Bekasi District Court Decision No. 666/Pdt.G/2016/PN.Bks Jo. Decision of Bekasi District Court No. 460/Pdt.G/2013/PN.Bks. If in the end the new division is applied, it is better that all actions relating to the Sharing of Joint Assets that were previously carried out must still be considered if a new division is carried out.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Alumni, 1989
345 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, M. Yahya
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
347.05 HAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, M. Yahya
Jakarta: Gramedia, 1988
347.05 HAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003
340.57 SOE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>