Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Florencia
"Dalam menjalankan jabatannya, notaris memiliki batasan-batasan yang dituangkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris serta kode etik notaris. Tapi kenyataannya masih terjadi penyelundupan hukum yang dilakukan oleh para notaris, salah satunya kita kenal dengan nama perjanjian nominee. Pada putusan nomor 510/Pdt.G/2012/PN.Dps, konsep nominee disini sangat jelas menjadi sebuah penyelundupan hukum. Perjanjian yang dibuat seakan-akan bahwa tanah hak milik merupakan milik dari Warga Negara Indonesia akan tetapi sebenarnya merupakan milik Warga Negara Asing.
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana peran dan pertanggung jawaban notaris di dalam pembuatan perjanjian nominee berkaitan dengan pemilikan tanah hak milik, bagaimana keabsahan perjanjian nominee tersebut dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya berkaitan pengtauran mengenai sahnya perjanjian yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 serta ketentuan yang termaktub di dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang secara jelas menentukan hanya Warga Negara Indonesia saja yang berhak memiliki tanah dengan status hak milik di Indonesia dan ada batasan-batasan yang jelas diatur mengenai Warga Negara Asing yang ingin memiliki tanah di Indonesia. Disamping permasalahan tersebut penelitian ini juga hendak membahas mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang membuat akta perjanjian nominee tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji berbagai literatur, baik berupa buku-buku maupun peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga diperoleh jawaban atas permasahana yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata pada dasarnya perjanjian nominee sampai saat ini belum diatur dalam perundangan di Indonesia, akan tetapi banyak dilakukan di dalam praktek. Perjanjian nominee ini juga dipertanyakan keabsahannya, karena perjanjian ini tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu suatu sebab yang halal. Tidak ada perlindungan hukum bagi notaris yang melakukan pelanggaran. Seringkali yang terjadi adalah notaris yang membuatkan perjanjian ini. Padahal jika dibaca dengan cermat pasti notaris mengerti kalau perjanjian ini tidak diperbolehkan.

Notaries have boundaries, which are explicitly mentioned in the Regulations of Notary and ethical codes of Notary, in doing their work. However, in reality, there are still many law smuggling being practices by notaries and one of them is known as nominee agreement. In the decision number 510/Pdt.G/2012/PN.Dps, it is clearly mentioned that the concept of nominee equals to smuggling of law. The agreement is made as if the land is owned by ab Indonesian, while it actually is owned by a foreigner.
This research is trying to review the role and responsibilities of notary in the making of nominee agreement related to property right of land ownership; and the validity of nominee agreement seen from the perspective of the legislation in Indonesia, specifically in relations with the validity of nominee agreement regulated by the Code of Civil Law No. 1320 and the provisions contained in the Basic Agrarian Law, which clearly mentioned only Indonesian citizens have the right to own land with the status of property rights in Indonesia and there are clear boundaries set on foreign nationals who wishes to own land in Indonesia.
This research is using the normative juridical research method, which is reviewing the literature, both in the form of books as well as related laws and regulations, to obtain answers of the case study.
Based on the research, writer found that in principle, the nominee agreement has yet to be regulated under the Indonesian legislation as of now. However, it has become a common practice. The validity of the nominee agreement is also questionable because the agreement does not comply one of the conditions to validate an agreement that is the halal cause. Furthermore, there is no legal protection for the notary who commits an offense. What happens often is the notary is the one who drafts and prepares the agreement. Meanwhile, if we examine it closely, the notary clearly understands that this agreement is prohibited.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Ratna Febriyanti
"Kebutuhan akan jasa Notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin dihindarkan. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada UUJN juga harus tunduk pada kode etik Notaris serta bertanggung jawab terhadap kliennya, Organisasi Profesi yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia), maupun terhadap negara. Dengan adanya hubungan ini maka terhadap Notaris yang mengabaikan martabat jabatannya dapat dikenakan sanksi moril, ditegur ataupun dipecat dari profesinya.Terkait dengan sanksi sebagai bentuk upaya penegakan kode etik Notaris atas pelanggaran kode etik didefinisikan sebagai suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya, dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin Notaris. Dalam tulisan ini, penulis membahas mengenai Tanggung Jawab Notaris Akibat Kesalahannya Dalam Membuat Akta Perjanjian Kredit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam membuat perjanjian kredit yang sempurna dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, akta perjanjian kredit haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata dan ketentuan-ketentuan pemberian kredit sesuai dengan UU Perbankan. Apabila kesalahan-kesalahan tersebut di sadari oleh Notaris "EH", maka tanggung jawab Notaris "EH" adalah membuat Berita Acara atas kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang sudah ditandatangani. Apabila kesalahan-kesalahan itu tidak disadari oleh Notaris EH, maka akta autentik tersebut dapat menjadi akta bermasalah dan akta autentik tersebut mengalami degradasi kekuatan pembuktian akta yaitu akta mempunyai kekuatan yang sama dengan akta di bawah tangan dan dapat dituntut ganti kerugian oleh pihak yang dirugikan. Timbulnya kerugian akibat akta yang dibuat oleh Notaris tersebut, oleh satu pihak dapat dituntut pada peradilan umum.

The necessary of Notary service is become an important needs for modern society. Notary as a public official due to obligations, must obey to UUJN and the code of ethics also responsible to the clients, professional organization INI (Notary Association of Indonesia), and country too. Therefore, to the notary that ignores the dignity may be get penalized morale, reprimanded or fired from the proffesion.Notary enforcement of codes of conduct for violations of the code of conduct is defined as a punishment intended as a means, efforts, tools of notar coercive obedience and discipline. In this research, author discuss about Responsibilities of the Notary Deed Due to Mistake in Making Credit Agreement. The method used in this research is normative juridical using secondary data.
The conclusion of this reseach is in the making of credit agreement with the precautionary principle, the deeds must comply the Civil Code and the provisions regulated in accordance with the Banking Law. If therere an errorrealized by a Notary, then the responsibility of Notary is make an official report on clerical errors and / or typographical errors contained the minutes of the signed certificate. If the mistakes not realized by Notary, then the authentic deed can be deed problematic and the authentic deed degrades the strength of evidence deed is the deed has the same power by deed under the hand and can be sued for damages by the injured party. Losses due Notary deed made by the one party can be sued in general courts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Pangestika
"Sebagai pejabat umum Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dituntut untuk bertanggungjawab terhadap akta yang telah dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari menimbulkan sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya dihadapan pejabat berwenang atau adanya kesepakatan yang telah dibuat antara pejabat berwenang tersebut dengan salah satu pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan pejabat umum yang berwenang, baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan pejabat itu sendiri, maka pejabat tersebut wajib memberikan pertanggungjawaban. Cacatnya suatu akta yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat berakibat degradasi kekuatan bukti akta notaris dan PPAT dari otentik menjadi kekuatan bukti dibawah tangan, dan cacat yuridis akta notaris yang mengakibatkan akta notaris dapat dibatalkan atau batal demi hukum atau non-existent. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative, dengan tipe penelitian deskriptif analitis memberikan gambaran tentang obyek yang diteliti. teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi kepustakaan. Kesimpulan yang didapat adalah pejabat pembuat akta tanah yang berwenang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum berupa penipuan dan karenanya kata sepakat dalam hal Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak terpenuhi, karena Penggugat melakukan perbuatan hukum sebagaimana tertuang dalam akta, tidak sesuai dengan maksud dan keinginannya, melainkan karena adanya penipuan dan tipu muslihat dan para tergugat, dan karena itu perjanjian ini dapat dibatalkan.

As a public officer, Notary and Land Deed or known as Pejabat Pembuat Akta Tanah are equired to be responsible for deeds which they had created. If a deed give rise to dispute, it must be questioned, whether the certificate was misstated by the Notary or Land Deed or that was the mistake of the parties for giving the wrong or misleading information. If in the future a mistake occurs on the deed whether it was because of negligence nor because the Notary or Land Deed were meant to do so, they must be responsible and give a compensation for the mistakes they had made. Fraud on a act can lead to degradation of act, whichi is from authentic deed to an ordinary or a privately made deed. The deed can also being null and void or even non-existent. The research metode that?s being used is a juridicial normative metode, with descriptive analytical type of research. The technique that's being used on collecting the datas is a literature study. The conclusion obtained was, the Notary or Land Deed in this case were proved to have done an unlawful act of fraud, and for that, the clause 1320 of Indonesian Civil Code were not completed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Bagus Rihandono
"ABSTRAK
Salah satu kegiatan usaha dari bank adalah memberikan kredit. Namun dalam prakteknya pemberian kredit oleh bank tidak selalu berjalan mulus. Seharusnya Bank selaku pemegang jaminan seharusnya dapat dengan mudah melakukan eksekusi atas objek jaminan. Selain itu pemegang jaminan yang beritikad baik harus dilindungi. Namun dalam prakteknya, dalam beberapa kasus bank tidak dapat melakukan eksekusi, bahkan sampai kehilangan hak atas jaminan karena kesalahan yang bukan dilakukan oleh bank. Tetapi kesalahan tersebut dilakukan oleh debitur dan pihak terkait dalam pengikatan dan pemberian kredit. Sehingga disini terlihat suatu permasalahan (kesenjangan antara apa yang seharusnya das sein dan apa yang terjadi das solen). Sehingga disini perlu dilakukan penelitian dalam bentuk tesis, dengan identifikasi masalah Pertama, apakah bank bertanggung jawab bank terhadap kesalahan yang diakubatkan oleh debitur dan pihak terkait dalam pengikatan dan pemberian kredit? Dan Kedua, bagaimana perlindungan hukum bagi bank yang beritikad baik terhadap kesalahan tersebut?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normative, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan Pertama, bank tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban atas kesalahan debitur dan pihak terkait dalam pengikatan dan pemberian kredit. Selama bank telah menjalankan perjanjian kredit dengan itikad baik, telah menjalankan kewajiban bank dalam UU Perbankan dalam pemberian kredit dan telah memenuhi tindakan-tindakan yang lazim dilakukan dalam pemberian kredit. Kedua, bank yang beritikad baik harus diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan hukum preventif dan resprensif.

ABSTRACT
One of the banks business activities is providing redit. But in practice, banks lending does not always fine. Supposedly, the Bank as the collateral holder should be able to easily execute the collateral object. In addition, banks as holders of collateral in good faith must be protected. However, in practice, in some cases banks are unable to carry out executions, even to the point of losing the right to collateral due to mistakes that were not made by the bank. But the mistake was made by the debtor and related parties in binding and giving credit. So here we see a problem (the gap between what should be or das sein and what happened or das solen). So here it is necessary to do research in the form of a thesis, with the identification of problems. First, is the bank responsible for the bank caused by debtors and related parties in binding and execute the credit? And Second, how is the legal protection for banks in good faith against these mistakes?
This research use normative juridical research method, with descriptive analytical research specifications.
Result of this research First, banks cannot be held responsible for debtors and related parties' mistakes in binding and execute the credit. As long as the bank has entered into a credit agreement in good faith, has carried out the bank's obligations in the Banking Act in granting credit and has fulfilled the usual actions taken in granting credit. Second, banks in good faith must be given legal protection. The legal protection can be preventive and represif legal protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Yolanda Uli Arta
"

Commanditaire Vennootschap merupakan bentuk usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari seorang pengurus yang melakukan pengurusan terhadap persekutuan dan pengurus lainnya yang hanya memasukkan modal kedalam persekutuan. Dalam menjalankan kegiatan usaha, tindakan-tindakan pengurusan yang dilakukan oleh sekutu dapat menimbulkan kerugian bagi persekutuan hingga menyebabkan kepailitan. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis tanggung jawab sekutu pasif Commanditaire Vennootschap dalam keadaan pailit berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sekutu pasif bertanggung jawab hanya sebesar modal yang telah dimasukkan kedalam persekutuan dan dapat diperluas hingga sampai pada harta kekayaan pribadinya sama seperti sekutu komplementer apabila melanggar ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Kata kunci: Commanditaire Vennootschap, Tanggung jawab, Kepailitan


Commanditaire Vennootschap is a form of business that is established by two or more people consisting of General Partner who carries out the management of the alliance and Limited Partner which only puts capital into the partnership. In carrying out business activities, the management actions carried out by the allies can cause harm to the alliance and cause bankruptcy. This study aims to analyze the liabilities of Limited Partner of Commanditaire Vennootschap in a state of bankruptcy based on the Code of Business Law and Indonesian Commercial Code and Act Number 37 Year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment.  The conclusion of this research shows that Limited Partner of Commanditaire Vennootschap liability is only for the amount of contribution that has been entered into the alliance and can be extended to reach his personal assets as General Partner if they violate the provisions stipulated in the Code of Business Law.

Keywords: Commanditaire Vennootschap, Liability, Bankruptcy

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremia Horas Perdana
"

Negara pada hakikatnya memiliki tugas dan kewajiban untuk memimpin dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal ini berlaku pula bagi Indonesia yang kewajiban-kewajibannya tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memenuhi kewajibannya sebagai negara yang ingin mensejahterakan rakyatnya maka Indonesia kemudian membentuk BUMN sebagai wujud tindakan nyata Negara untuk memajukan perekonomian dan mensejagterakan rakyatnya. BUMN memiliki peran penting dalam sistem perekonomian di Indonesia, dan oleh karenanya diharapkan dapat memajukan perekonomian Indonesia serta mewujudkan rakyat Indonesia yang lebih makmur serta mampu bersaing dalam perekonomian global. Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai salah satu BUMN yang dinyatakan pailit, yang kemudian karenanya terdapat pihak-pihak yang menuntut pertanggungjawaban atas pailitnya BUMN tersebut, dimana dalam penelitian ini akan difokuskan pada para pekerja BUMN yang tidak mendapatkan hak berupa gaji dan pesangon. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa hingga saat ini belum terdapat penyelesaian atas pemenuhan hak gaji dan upah pokok bagi karyawan PT. Kertas Leces karena hingga saat ini segala bentuk upaya yang dilakukan oleh negara belum membuahkan hasil nyata bagi pembayaran upah dan gaji karyawan PT. Kertas Leces.


The state essentially has the duty and obligation to lead and provide welfare for its people. This also applies to Indonesia, where its obligations are contained in the 1945 Constitution. In the context of fulfilling its obligations as a country wishing to prosper its people, Indonesia then forms SOE (State Own Enterprise) as a concrete manifestation of the State's actions to advance the economy and welfare of its people. BUMN has an important role in the economic system in Indonesia, and is therefore expected to advance the Indonesian economy and realize the people of Indonesia who are more prosperous and able to compete in the global economy. This research focuses on the discussion of one of the SOE declared bankrupt, which then therefore has parties who demand accountability for the SOE bankruptcy, which in this study will focus on BUMN workers who do not get the rights in the form of salaries and severance pay. This research is in the form of juridical-normative, with descriptive-analytical type. The conclusions obtained from this study are is up to now there is still no clarity about the settlement of this problem.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library