Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Rahadiani Maheswari
"ABSTRACT
Ruang transit yang ditujukan untuk mengakomodasi banyak orang seringkali dimaknai hanya sebatas fungsi tanpa memikirkan pengalaman ruang dan dampak psikologis terhadap penghuninya, sehingga individu tidak memiliki relasi/memori tertentu terhadap ruang transit tersebut. Padahal, elemen-elemen pembentuk ruang tersebut saling terkoneksi dan membentuk dialog ruang yang berperan menyukseskan penyampaian pesan ruang kepada individu tidak hanya sebagai perantara namun juga pembentuk atmosfer ruang. Sehingga proses transit menjadi humanis. Ruang transit penting sebagai ruang interaksi yang mengakomodasi beragam aktivitas. Untuk memungkinkan hal ini terjadi, masyarakat sebagai subjek aktivitas ini menjadi sakral untuk diperhatikan. Hal ini tidak lain adalah untuk membangun koneksi antara ruang transit dan pengguna ruang transit dengan menciptakan pengalaman menunggu yang akan melekat pada memori mereka. Di dalam lingkup ruang transit, terdapat elemen-elemen transisi yang berperan sebagai pemisah ruang yang menegaskan batas-batas antara ruang yang dialami oleh pejalan kaki dalam konteks jalan dan kota streetscape, dengan interior ruang transit yang melingkupi segala aktivitas di dalamnya. Namun di sisi lain, elemen-elemen transisi ini juga berperan sebagai penguat relasi antara inside dan outside dari ruang transit itu sendiri. Salah satu dari elemen-elemen tersebut, adalah Threshold. Pada fasilitas transit, threshold menjadi elemen utama yang mendukung fungsinya sebagai ruang transisi dan mengkoreografi pegalaman ruang. Namun demikian, ia juga memiliki potensi sebagai pembentuk relasi dengan ruang di sekitarnya, misalnya antara interior-eksterior dan juga dengan ruang kota. Sehingga, pada hubungannya dengan ruang kota, threshold memiliki peran penting sebagai elemen yang menjalin konektivitas antara fasilitas transit dengan konteks kota di sekitarnya yang dapat pembentuk pengalaman manusia dan memicu hadirnya aktivitas publik yang beragam. Riset ini bertujuan untuk menelaah ruang threshold pada konteks ruang transit, melihat sistem hubungan, potensi serta kemungkinan yang tercipta dari relasi antara ruang transit dan ruang kota. Skripsi ini memberikan interpretasi baru pada threshold sebagai ruang antara yang kerap kali tidak terbahas potensinya dalam wacana ruang publik. Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kajian literatur, studi preseden dan observasi lapangan.

ABSTRACT
Transit spaces which are intended to accommodate many people, are often interpreted only as functional without considering the experience of space and its psychological impact on the inhabitants, so that individuals do not have a certain relation memory of the transit space. In fact, the spatial elements that are connected to one another and to its environment of the transit space can form a dialogue of space that plays a major role in the successful delivery of message and meaning to individuals. Hence these element serve not only as an intermediary but also in the creation of the atmosphere within. This is when the transit process becomes humane. The importance of the transit space is to accommodates interaction for the community it surrounds, a place that accommodates diverse activities. To allow this to happen, society as the subject of this activity becomes sacred to be noticed. This is done to establish a connection between that transit space and its users by creating a meaningful waiting experience that will be attached to their memory. Within the sphere of transit space, there are transitional elements that act as space dividers that define the boundaries between the space experienced by pedestrians mdash in the context of the road and the city streetscape mdash and with the interior of the transit spaces encompassing all the activities within them. But on the other hand, these transitional elements also act as a reinforcing relation between the inside and outside of the transit space itself. One of these elements, is Threshold. Threshold is a choreographer of spatial experience, as an element that embodies the transition, because it separates and connects boundaries, and regulates space sequences. Threshold can also be interpreted as the in between condition of interior and exterior and has the characteristics of both, so that there can be ambiguity on the quality of space.in the other hands, it also has the potential to create relation to its surrounding. For example, relation between interior exterior and the urban environment. For that reason, threshold has a key role to create connectivity between transit facilities and urban environment and generate individuals spatial experience and activities. This research aims to examine threshold spaces in the context of transit space, to see the relationship of its system, its potential and possibilities created from the relationship between transit space and cityscape. This study provides a new interpretation of the threshold as the space in between which its potential often not discussed in public space discourse. Qualitative research is conducted through literature review, precedent study and field observation. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Rainaldo
"Selama tahap konstruksi galian dalam pada struktur bangunan bawah tanah, deformasi dinding penahan tanah harus dapat diprediksi dan diperhitungkan. Bila terjadi deformasi dinding penahan tanah yang berlebihan akan berakibat kerugian pada proyek. Maka dari itu, perlu diperlukan analisis terhadap perilaku dinding penahan tanah pada konstruksi galian bertahap. Analisis pemodelan dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak berbasis metode finite element, PLAXIS 2D.
Melalui hasil pemodelan, didapat bahwa konstruksi Stasiun MRT Bundaran HI dengan menggunakan metode kostruksi Top Down, akan mengalami defleksi maksimum pada dinding penahan tanah sebesar 53,60 mm. Jika menggunakan metode Internal Braces, defleksi maksimum dinding adalah sebesar 53.42 mm.
Pada metode Internal Braces, didapat bahwa semakin besar jarak vertikal strut akan mengakibatkan defleksi yang terjadi pada dinding penahan tanah semakin besar, semakin besar profil strut yang digunakan sebagai struktur penyokong mengakibatkan defleksi yang terjadi pada dinding penahan tanah akan semakin kecil, dan semakin besar jarak horisontal strut akan mengakibatkan defleksi yang terjadi pada dinding penahan tanah semakin besar.

During the construction phase of the deep excavation of underground building structures, deformation of the retaining wall must be predictable and calculated. If there is an excessive deformation of the retaining wall, it will result in a loss to the project. Therefore, it is necessary to analyze the behavior of the retaining walls in the staged construction of excavation. Modeling analysis was performed using the software based on the finite element method, PLAXIS 2D.
Through the modeling results, it was found that the construction of the Bundaran HI MRT Station using the Top Down construction method, will experience a maximum deflection on the retaining wall of 53.60 mm. If using the Internal Braces method, the maximum wall deflection is 53.42 mm.
In the Internal Braces method, it is found that the greater the vertical distance of the strut will result in greater deflection that occurs on the retaining wall, the greater the strut profile used as supporting structure results in smaller deflection that occurs on the retaining wall, and the greater horizontal distance the strut will cause deflection which occurs on the larger retaining wall.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernick, Michael
New York : McGraw-Hill, 1997
711.45 BER t (1);711.45 BER t (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ashari Ciptaningrum
"Kecelakaan konstruksi terjadi karena pekerjaan konstruksi mengandung risiko dan bahaya yang tinggi. Terutama dalam pekerjaan ereksi baja di proyek-proyek pembangunan Stasiun Light Rail Transit (LRT), di mana para pekerja dihadapkan pada kondisi seperti bekerja pada ketinggian, melibatkan alat berat dan peralatan tajam, kondisi cuaca panas, dan durasi kerja yang panjang. Untuk menghindari kecelakaan pada pembangunan stasiun LRT, penilaian risiko diperlukan pada proses kerja ereksi.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat risiko keselamatan kerja dalam proses kerja ereksi baja di proyek pembangunan stasiun LRT oleh PT X dengan mengacu pada metode analisis risiko semi-kuantitatif AS/NZS ISO 31000: 2009 tentang Manajemen Risiko. Desain penelitian dilakukan dengan studi observasional dan pendekatan analisis deskriptif.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa risiko tertinggi pekerjaan ereksi baja adalah jatuh, bertabrakan dengan bahan baja, komponen terjepit peralatan ereksi, dan kelelahan karena durasi kerja yang panjang. Kontrol yang disarankan termasuk menyediakan manlift untuk pekerja, menambah persediaan APD, menyediakan sistem hadiah & hukuman untuk pekerja, dan mengoptimalkan pengawasan oleh penyelia, manajer HSE, konsultan pengawas, dan kementerian perhubungan.

Construction accidents occur because construction works carry high risks and hazards. Especially in steel erection work in Light Rail Transit Station (LRT) construction projects, where workers are faced with conditions such as; work at height, involving heavy equipment and sharp equipment, hot weather conditions, and long work duration. To avoid accidents at the LRT station construction, risk assessment is needed in the erection process.
This study aims to determine the level of work safety risks in the steel erection work process in the LRT station construction project by PT X with reference to the AS / NZS ISO 31000: 2009 semi-quantitative risk analysis method on Risk Management. The research design was carried out with observational studies and descriptive analysis approaches.
From the results of the study, it can be seen that the highest risk of steel erection work is falling, colliding with steel materials, components being squeezed by erection equipment, and fatigue due to long work duration. Suggested controls include providing manlift for workers, increasing PPE inventory, providing a reward & punishment system for workers, and optimizing supervision by supervisors, HSE managers, supervisory consultants, and the ministry of transportation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library