Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Westanto Priambodo
"Bangsa Indonesia pada masa kini sedang melakukan pembangunan. Seiring dengan roda pembangunan pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat menunjang. Sektor perbankan sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain dengan memberikan jasa garansi bank nasabah dimaksudkan Garansi bank yang diberikan untuk memberikan bantuan pada dan kemudahan bagi nasabah yang sifat nya menunjang usahanya. Namun untuk mengurangi faktor risiko dalam pemberian garansi bank, kontra jaminan sangat diperlukan. Karena itu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai lembaga keuangan yang salah satu usahanya memberikan garansi bagi nasaban yang memerlukannya mensyaratkan suatu kontra jaminan yang dapat berupa uang tunai atau harta kekayaan. Pemberian garansi bank dengan kontra jaminan adalah mutlak disyaratkan oleh bank sebab bank dapat mengeksekusinya untuk membayar utang terjamin kepada bank, setelah dilaksanakannya pembayaran garansi bank kepada pihak ketiga (penerima jaminan) apabila ada klaim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani Surjani
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S23067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Devina
"Dalam membuat perjanjian kedistributoran dengan distributor independennya, Oriflame belum menerapkan dengan baik ketentuan pasal 5 dan 6 Kep Menperidag No. 73/2000 tentang ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang. lsi perjanjian tidak memuat klausula-klausula yang ada dalam pasal 6. Sebelum calon distributor menandatangani perjanjian, distributor yang mensponsori calon distributor tersebut harus menjelas kan secara lisan mengenai hal-hal yang ada dalam klausula pada pasal 6 itu Perjanjian ini mengabur hal-hal mengenai para pihak, pengangkatan seorang distributor Oriflame, panduan bagi distributor dalam menjalankan bisnis Oriflame, hak dan kewajiban para pihak, program pemasaran barang, program pembinaan dan pelatihan, prosedur pemesanan barang bagi distributor, keuntungan langsung, bonus, performance discount, business class, dan fasilitas bagi distributor, jangka waktu perjanjian, hal-hal yang menyebabkan berakhirnya perjanjian, serta perpanjangan, pembaharuan dan pengalihan perjanjian. Hubungan hukum yang timbul dari perjanjian ini adalah hubungan antara sesama mitra kerja yang mandiri dengan tanggung jawab sendiri - sendiri. Distributor bertransaksi dengan konsumen atas namanya sendiri dan ia bertanggung jawab atas masalah yang timbul karena kelalaiannya. Permasalahan yang mungkin ada dalam perjanjian ini adalah penyimpanan stok, kekeliruan dalam pemesanan dan penerimaan barang, kesalahan dalam pengiriman barang, cacat pada barang, penetapan harga yang berbeda dengan harga di katalog oleh distributor, pemberian keterangan mengenai barang yang tidak sesuai dengan keterangan di katalog oleh distributor, penjualan barang-barang Oriflame di lokasi penjualan eceran, merebut calon distributor dari distributor lain serta kekeliruan dalam perhitungan bonus."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S21049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando
"Skripsi ini membahas mengenai praktik tying agreement yang terdapat pada perjanjian kredit bank dalam memasarkan syarat keberadaan produk asuransi. Praktik tying agreement pada perjanjian kredit bank dapat dikatakan terjadi jika pihak bank meniadakan asas kebebasan memilih perusahaan asuransi, sebagaimana lebih lanjut diatur dalam SEOJK No. 32/SEOJK. 05/2016, selain juga diatur pada SEOJK No. 33/SEOJK.03/2016.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa meskipun suatu perjanjian kredit bank mempraktikkan tying agreement dalam memasarkan persyaratan keberadaan produk asuransi, penegak hukum, dalam hal ini KPPU ataupun Pengadilan di tingkat Banding dan Kasasi seyogyianya menerapkan pendekatan rule of reason.

This thesis discusses the practice of tying agreement contained in bank credit accord in marketing of the requirement of existence of insurance product. The practice of tying agreement on bank credit accord can be said to occur if the bank negates the principle of choice of insurance company, as further stipulated in SEOJK No. 32 SEOJK. 05 2016, as well set on SEOJK No. 33 SEOJK. 03 2016.
The result of this research reveals although the bank credit accord practicing tying agreement in marketing the requirement of the existence of insurance product, law enforcers, which in this case KPPU or Court at appeal level and Cassation should apply the approach of rule of reason.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faldiansyah Rizqianto
"Perkembangan industri perfilman dan bioskop di Indonesia terbilang cukup pesat dikarenakan semakin banyaknya penggunaan teknologi digital baik secara langsung maupun sebagai pendukung. Platform aplikasi pembelian tiket bioskop secara digital merupakan salah satu pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memudahkan pembelian tiket bioskop kapanpun dan dimanapun. Namun sebagai salah satu instrumen pasar digital, aplikasi pembelian tiket bioskop berpotensi melakukan perjanjian tertutup (tying agreement) yang mengharuskan konsumen membeli produk ikatan selain produk pokoknya. Oleh karenanya, pembahasan mengenai perjanjian tertutup yang dilakukan pelaku usaha pada aplikasi pembelian tiket bioskop perlu ditinjau berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999. Mengingat pada kenyataannya, aplikasi TIX ID hingga saat ini hanya menerapkan satu-satunya metode pembayaran yakni melalui aplikasi dompet elektronik (e-market) DANA. Untuk memudahkan penulis dalam penulisan, metode yang digunakan yakni analisis kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis yang menjelaskan potensi atas pelaksanaan kegiatan usaha platform aplikasi pembelian tiket bioskop TIX ID dengan berdasarkan fakta yang ditemukan serta dilandasi melalui analisis perspektif hukum persaingan usaha di Indonesia melalui unsur-unsur Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999. Adapun hasil dari penulisan ini adalah mengenai besar kecilnya telah terjadinya perjanjian tertutup (tying agreement) sebagaimana yang dilarang oleh Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 terhadap aplikasi TIX ID.

The development of the film and cinema industry in Indonesia is quite rapid due to the increasing use of digital technology both directly and as a support. The movie ticketing application platform is one of the uses of technology that supports and facilitates the purchase of cinema tickets anytime and anywhere. However, as one of the digital market instruments, the movie ticketing application has the potential to conduct a closed agreement (tying agreement) which requires consumers to buy tied products other than the tying product. Therefore, the discussion of closed agreements made by business actors on movie ticket purchase applications needs to be reviewed based on Law No. 5 of 1999. Given that in reality, the TIX ID application until now has only implemented the only payment method, namely through the DANA e-Wallet application. To facilitate the author in writing, the method used is qualitative analysis with descriptive analytical type of research that explains the potential for the implementation of business activities of the TIX ID movie ticketing application platform based on the facts found and based on an analysis of the perspective of business competition law in Indonesia through the elements of Article 15 paragraph (2) of Law No. 5 of 1999. The result of this writing is about the size of the tying agreement as prohibited by Article 15 paragraph (2) of Law No. 5 Year 1999 on the TIX ID application."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azaria Rahma Hasnah
"Skripsi ini berfokus pada bagaimana konsep tying, tying agreement, dan penguasaan pasar yang berdampak pada praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat diartikan melalui perbandingan antara Hukum Persaingan Usaha Amerika Serikat dan Indonesia, mengingat terdapat perbedaan pengaturan antara tying sebagai single firm conduct dengan tying agreement sebagai perjanjian. Penelitian ini juga menganalisis bagaimana kebijakan pembatasan file ditinjau melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999). Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian ini berupaya untuk menganalisis karakteristik kegiatan dan perjanjian yang dilarang UU 5/1999, didukung dengan prinsip pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi pelanggaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji tindakan Apple Inc. yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran persaingan usaha yang mengancam kepentingan pelaku usaha pesaing dan juga konsumen. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketatnya persaingan di dunia teknologi dewasa ini yang mendorong perusahaan besar, seperti Apple Inc., untuk menciptakan ekosistem produk yang eksklusif. Upaya tersebut dimanifestarikan melalui tindakan-tindakan yang melanggar peraturan perundangundangan, seperti praktik pengikatan atau tying. Sebagaimana yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini, Apple Inc. sedang dihujani tuduhan praktik monopoli dan tying atas layanan penyimpanan awan miliknya, iCloud, dengan perangkat Apple melalui kebijakan pembatasan akses terhadap file-file tertentu kepada penyimpanan awan lain. Mengingat pengguna perangkat Apple yang signifikan di Indonesia dan kenaikan harga langganan iCloud+ yang terjadi baru-baru ini, sangat penting untuk memahami implikasinya terhadap persaingan usaha. Dalam hal ini, Apple Inc. nyatanya melakukan pengikatan secara sendiri sehingga tidak ada perjanjian atau tying agreement pada kasus ini. Namun, tindakan mereka dapat melanggar Pasal 19 huruf a dan b UU 5/1999 karena membatasi pilihan konsumen atas full-service cloud storage dan berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

This study investigates how the concepts of tying, tying agreements, and market control are interpreted within the frameworks of both United States and Indonesian Competition Law. Recognizing the distinct regulatory approaches to tying, where it is treated as single-firm conduct and as an agreement under the Sherman Antitrust Act, this study aims to conduct a comparative analysis. Furthermore, the study examines these issues through the lens of Law Number 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Law 5/1999). Employing a doctrinal research methodology, this study analyzes the characteristics of prohibited activities and agreements as stipulated in Law 5/1999, utilizing a principle-based approach to identify potential violations. The primary objective of this study is to assess whether Apple Inc.'s actions can be classified as violations of business competition laws that pose a threat to the interests of both competing businesses and consumers. This research is motivated by the fact that the intense competition in today's technology world encourages large companies, such as Apple Inc. to create exclusive product ecosystems. As is happening in various parts of the world today, Apple Inc. is being bombarded with accusations of monopolistic and tying practice over its cloud storage service, iCloud, with Apple through policies that restrict the saving of certain files to other cloud storage. Given the significant user base of Apple devices and the recent price increase for iCloud+ subscriptions, it is imperative to understand the implications of tying, tying agreements, and market control within this context. In this case, Apple Inc. is in fact implement single firm conduct so there is no tying agreement in this case. However, their actions may violate Article 19 letters a and b of Law 5/1999 because they limit consumer choice of full-service cloud storage and potentially create unfair business competition. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Budi Lestari Ningsih
"ABSTRAK
Bus kota sebagai alat angkutan umum merupakan salah satu sarana yang pent ing bagi masyarakat dalam memenuhi keinginannya untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Karena fungsinya yang selalu bergerak dan satu tempat lain tersebut, maka perusahaan memanfaatkan bus kota Untuk menyebarluaskan pesan-pesan iklan dengan suatu gambar atau tulisan. yang dipasang pada badan atau sisi bus dengan ukuran yang besar, dengan tujuan agar dapat memancing umum untuk melihat atau membacanya. Dengan pemasangan reklame pada bus kota, maka diperkirakan jumlah orang yang akan melihatnya lebih banyak dan umum akan berulang kali melihatnya selama reklame terpasang pada bus tersebut sehubungan dengan pemasangan reklame tersebut, maka perusahaan yang berkepingan akan membuat suatu perjanjian dengan perusahaan Umum pengangkutan penumpang Djakarta atau yang disingkat dengan perum PPD. Melalui penjanjian pemasangan reklame tersebut maka bus kota selain berfungsi sebagai alat angkutan umum, juga berfungsi sebagai penyebar luas pesan-pesan iklan. Di dalam praktekmya, pelaksanaan dari perjanjian itu menimbulkan beberapa permasalahan, antara lain karena adanya kerusakan reklame yang terpasang di badan bus yang belum habis jangka waktu pemasangannya, atau bus kota yang bersangkutan tidak dapat beroperasi karena mengalami kerusakan. permasalahan. tersebut timbul antara lain karena perbuatan orang-orang yang tak bertanggung jawab, yaitu dengan cara mencoret-coret atau mengelupas reklame yang terpasang, adanya kerusakan pada mesin bus, atau karena memang kelalaian dari pihak perum PPD. Dalam pembahasan ini akan kita tinjau mengenai sebab terjadinya kerusakan reklame, serta upaya-upaya apa yang di lakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S23219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2   >>